LIWANG
NIM : D10121565
Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, hukum laut yang merupakan cabang
hukum internasional telah mengalami perubhan-perubahan yang
mendalam.Bahkan, dapat dikatakan telah mengalami revolusi sesuai dengan
perkembangan dan tuntuan zaman. Peran hukum laut bukam saja karena 70% atau
140 juta mil persegi dari permukaan bumi terdiri dari laut, bukan saja karena laut
merupakan jalan raya yang menghubungkan suatu bangsa dengan bangsa yang
lain ke seluruh pelosok dunia untuk segala macam kegiatan, bukan saja karena
kekayaannya dengan segala macam jenis ikan yang vital bagi kehidupan manusia,
tetapi juga dan terutama karena kekayaan mineral yang terkandung di dasar laut
itu sendiri.
Bila dulu hukum laut pada pokonya hanya mengurus kegiatan-kegiatan di atas
permukaan laut,tetapi sekarang ini juga telah diarahkan pada dasar laut dan
kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya. Hukum laut yang dulunya
bersifat unidimensional sekarang telah berubah menjadi pluridimensional yang
sekaligus merombak filosofi dan konsepsi hukum laut di masa lalu.
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis
dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai
hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan
hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan
penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang
mendesak.Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang
berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara
pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar
pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas
kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya,
kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel
dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara
akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang Berkembang semenjak tahun
1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya
mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III. Konsep dari ZEE telah jauh
diletakkan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada Asian-African Legal
Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB
pada tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima dukungan aktif dari banyak
Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika
Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal
tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah
konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.
Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian scientific kelautan mengambil
tempat di jarak 200 mil laut dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama
perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai tujuannya.
Melihat begitu banyaknya aktivitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE
dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya.
Sebagai tindak lanjut dari tuntutan negara-negara Amerika Latin maka pada
tahun 1952 lahirlah suatu deklarasi baru yakni “Deklarasi Santiago” yang
ditandatangani oleh Negara-Negara : Chili, Ekuador dan Peru: sebagai motivasi
utama tuntutan ketiga Negara peserta deklarasi Santiago ini adalah pelaksanaan
jurisdiksi ekslusif terhadap sumber-sumber kekayaan alam (daya hayati maupun
non hayati) yang terdapat diperairannya yang sejauh 200 mil laut.
Dalam hal ini negara-negara maritim yang kuat, seperti Amerika Serikat,
Uni Soviet, Inggris, Jepang dan Jerman Barat bersitegang dengan pendapatnya
bahwa ZEE 200 mil harus merupakan laut bebas dengan ketentuan :
Hal ini di atur dalam Bab III pasal 4 UU no.5 Tahun 1983 Tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menyebutkan bahwa :
(2) Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak
berdaulat, hak hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan
perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan
antara Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-
ketentuan hukum internasional yang berlaku.
(3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan
penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa
bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional
yang berlaku.
Hak berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh undang-undang ini tidak sama
atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan
dilaksanakan oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan perairan
pedalaman Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sanksi-sanksi yang
diancam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi
yang diancam di perairan yang berada dibawah kedaulatan Republik Indonesia
tersebut.
Hak dan kewajiban negara lain di zona ekonomi eksklusif diatur oleh Pasal 58
Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu sebagai berikut:
1. Di zona ekonomi eksklusif, semua negara, baik negara berpantai atau tak
berpantai, menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan
konvensi ini, kebebasan-kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta
kebebasan meletakkan kebel dan pipa bawah laut yang disebutkan dalam
pasal 87 dan penggunaan laut yang berkaitan dengan pengoperasian kapal,
pesawat udara, dan kebel serta pipa di bawah laut, dan sejalan dengan
ketentuan-ketentuan lain konvensi ini.
2. Pasal 88 sampai pasal 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang
berlaku diterapkan bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak
bertentangan dengan bab ini.
3. Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajiban berdasarkan konvensi
ini dizona ekonomi eksklusif, negara-negara harus memperhatikan
sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban negara pantai dan harus
mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara
pantai sesuai dengan ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum
internasional sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan
ketentuan bab ini.
• Sumber daya alam hayati pada dasarnya memiliki daya pulih kembali,
namun tidak berarti tak terbatas.Dengan adanya sifat-sifat yang demikian,
maka dalam melaksanakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam
hayati, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tingkat pemanfaatan
baik di sebagian atau keseluruhan daerah di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
• Dalam hal usaha perikanan Indonesia belum dapat sepenuhnya
memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut,
maka selisih antara jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan jumlah
kemampuan tangkap (capacity to harvest) Indonesia, boleh dimanfaatkan
oleh negara lain dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan
persetujuan internasional. Misalnya jumlah tangkapan yang diperbolehkan
ada 1.000 (seribu) ton sedangkan jumlah kemampuan tangkap Indonesia
baru mencapai 600 (enam ratus) ton maka negara lain boleh ikut
memanfaatkan dari sisa 400 (empat ratus) ton tersebut dengan izin
Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional
Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut teritorial.Zona batas luas tidak
boleh melebihi kelautan 200 mil laut dari garis dasar dimana luas pantai teritorial
telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil laut
adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang
menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat
mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan
memilih mengurangi wilayahnya ZEE kurang dari 200 mil laut, karena kehadiran
wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200
mil laut menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan
sejarah dan politik: 200 mil laut tidak memiliki geografis umum, ekologis, dan
biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak diklaim oleh negara
pantai adalah 200 mil laut, diklaim negara-negara Amerika Latin dan Afrika.Lalu
untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur
yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada.Tetapi tetap mengapa batas
200 mil laut dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick,
figur 200 mil laut dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara
Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotivasi pada keinginan untuk
melindungi operasi paus lepas pantainya.Industri paus hanya menginginkan zona
seluas 50 mil laut, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan.Dan contoh
yang paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi
Panama 1939.Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200
mil laut, padahal faktanya luasnya beraneka ragam dan tidak lebih dari 300 mil
laut.
KESIMPULAN
Melihat begitu banyaknya aktivitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal
dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya. Zona Ekonomi
Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana
dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di
dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi,
terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari
ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak.Sementara akar sejarahnya
berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk
memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada
persiapan untuk UNCLOS III.