Anda di halaman 1dari 13

NAMA : RAHMAT ANGGAHRA DG.

LIWANG

NIM : D10121565

TUGAS : HUKUM LAUT (PERAIRAN)

HUKUM LAUT ZONA EKONOMI EKSKLUSIF


DALAM PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
Latar Belakang

Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, hukum laut yang merupakan cabang
hukum internasional telah mengalami perubhan-perubahan yang
mendalam.Bahkan, dapat dikatakan telah mengalami revolusi sesuai dengan
perkembangan dan tuntuan zaman. Peran hukum laut bukam saja karena 70% atau
140 juta mil persegi dari permukaan bumi terdiri dari laut, bukan saja karena laut
merupakan jalan raya yang menghubungkan suatu bangsa dengan bangsa yang
lain ke seluruh pelosok dunia untuk segala macam kegiatan, bukan saja karena
kekayaannya dengan segala macam jenis ikan yang vital bagi kehidupan manusia,
tetapi juga dan terutama karena kekayaan mineral yang terkandung di dasar laut
itu sendiri.

Bila dulu hukum laut pada pokonya hanya mengurus kegiatan-kegiatan di atas
permukaan laut,tetapi sekarang ini juga telah diarahkan pada dasar laut dan
kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya. Hukum laut yang dulunya
bersifat unidimensional sekarang telah berubah menjadi pluridimensional yang
sekaligus merombak filosofi dan konsepsi hukum laut di masa lalu.

Pada tanggal 21 Maret 1980 Indonesia mengumumkan ZEE.Batas Zona


Ekonomi Eksklusif adalah wilayah laut Indonesia selebar 200 mil yang diukur
dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Apabila ZEE suatu negara berhimpit
dengan ZEE negara lain maka penetapannya didasarkan kesepakatan antara kedua
negara tersebut. Sebab dalam batas ZEE suatu negara berhak melakukan
ekslpoitasi, eksplorasi, pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam yang berada
di dalamnya baik di dasar laut maupun air laut di atasnya.Oleh karena itu,
Indonesia bertanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi sumber daya
alam dari kerusakan.

A. Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE).

Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis
dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai
hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan
hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan
penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang
mendesak.Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang
berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara
pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.

Sebagai negara yang memiliki wilayah atau zona ekonomi eksklusif,


Indonesia memiliki hak atas ZEE sebagai berikut:

a. Berhak untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan, dan konservasi


sumber daya alam.
b. Berhak melakukan penelitian, perlindungan, dan pelestarian laut.
c. Mengizinkan pelayaran internasional melalui wilayah ini dan memasang
berbagai sarana perhubungan laut.

Berdasarkan undang-undang dasar Republlik Indonesia nomor 5 tahun 1983


tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa :

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan


dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-
undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di
bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur
dari garis pangkal laut wilayah Indonesia”.

Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar
pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas
kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya,
kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel
dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara
akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang Berkembang semenjak tahun
1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya
mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III. Konsep dari ZEE telah jauh
diletakkan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada Asian-African Legal
Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB
pada tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima dukungan aktif dari banyak
Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika
Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal
tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah
konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.

Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan


ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari
ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka
telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS
untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi. Penetapan universal wilayah ZEE
seluas 200 mil laut akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut.
Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil laut yang diberikan
menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari
simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan.

Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian scientific kelautan mengambil
tempat di jarak 200 mil laut dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama
perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai tujuannya.
Melihat begitu banyaknya aktivitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE
dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya.

B. Sejarah Perkembangan ZEE di Indonesia

Pada tanggal 28 September 1945 Presiden Amerika Seriakt “Harry S. Truman”


telah mengeluarkan suatu proklamasi No. 2667, ‘Policy of the United States with
respect to the Natural Resources of the Subsoil and Seabed of the Continental
Shelf”.

Dengan proklamasi Presiden Truman tahun 1945 di atas dimulailah suatu


perkembangan dalam hukum Laut yakni pengertian geologi “continental shelf”
atau daratan kontinen. Tindakan Presiden Amerika serikat ini bertujuan
mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut dan tanah dibawahnya yang
berbatasan dengan pantai Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa
Amerika Serikat, terutama kekayaan mineral khususnya minyak dan gas bumi.
Hal tersebut sesuai dengan isi dari proklamasi tersebut yang pada pokoknya
adalah : Sudah selayaknya tindakan demikian diambil oleh negara pantai karena
“continental shelf” dapat dianggap sebagai kelanjutan alamiah daripada wilayah
daratan dan bagaimanapun juga usaha-usaha untuk mengelola kekayaan alam
yang terdapat didalamnya memerlukan kerjasama dan perlindungan dari pantai.
Dnagn demikian maka demi keamanan penguasaaan sember daya alam yang
terdapat dari dalam continental shelf, seyogyanya kekuasaan untuk mengaturnya
ada pada negara pantai yang berbatasan dengan daratan yang bersangkutan”.

Tindakan sepihak Amerika Serikat mengenai landas Kontinen dan perikanan


sebagaimana disebutkan di atas, berpengaruh terhadap perkembangan rezim
hukum ZEE 200 mil tersebut. Hal ini terbukti bahwa negara-negara Amerika
Latin dalam mengajukan tuntutan mereka telah mengemukakan beberapa
argumentasi yang bertujuan untuk melindungi sumber-sumber kekayaan alam
yang banyak terdapat diperairan sejauh 200 mil, termasuk dasar laut dan tanah di
abwahnya. Argentina menagjukan teori “Epi Continental Sea”, kemudian
Ekuador, Chili dan Peru mengemukakan teori “Bloma”, yang selanjutnya diikuti
oleh negaranegara Amerika Latin lainnya, yakni Meksiko (1946), Honduras
(1950), Costa Rica (1950), El Salvador (1950).

Sebagai tindak lanjut dari tuntutan negara-negara Amerika Latin maka pada
tahun 1952 lahirlah suatu deklarasi baru yakni “Deklarasi Santiago” yang
ditandatangani oleh Negara-Negara : Chili, Ekuador dan Peru: sebagai motivasi
utama tuntutan ketiga Negara peserta deklarasi Santiago ini adalah pelaksanaan
jurisdiksi ekslusif terhadap sumber-sumber kekayaan alam (daya hayati maupun
non hayati) yang terdapat diperairannya yang sejauh 200 mil laut.

Selanjutnya Winston C.E. menjelaskan bahwa dalam lingkaran sejauh 200


mil itu hak-hak lintas damai (innocent passage) tidak terganggu (inoffensive) dan
tetap diakui sebagaimana mestinya. Sehubungan dengan klaim beberapa negara
mengenai ZEE 200 mil laut ini, PBB telah menyelenggarakan Konferensi Hukum
Laut (UNCLOS) 1 tahun 1958 UNCLOS II tahun 1960 di Jenewa, terutama
bertujuan untuk menetapkan lebar laut wilayah, namun usaha PBB tersebut
ternyata gagal. Kegagalan ini mengakibatkan meluasnya praktek Negara-negara
dalam mengklaim kedaulatan mereka di laut yang berbatasan dengan
pantainya.Termasuk klaim yurisdiksi 200 mil. Klaim-klaim ini berkembang
(meluas) sekitar tahun 1960-1970, terutama yang mengklaim jurisdiksi 200 mil
dan tidak terbatas hanay pada Nnegara-negara Amerika Latin saja, melainkan juga
meluas sampai pada negara-negara asia Afrika.

Menurut Winston C.E., walaupun Negara-negara seperti Benin, Brazilia,


Ekuador, Guinea, panama, Peru, Siera Leone dan Somalia tetap mengklaim
jurisdiksi 200 mil laut sebagai laut wilayah, negara-negara seperti: Argentina,
Bangladesh, Chili, Costa Rica, El Salvador, Guatemala, Honduras, India, Iceland,
Meksiko, Nicaragua, Uruguay dan Amerika serikat mengajukan klaim mereka
yang sejalan dan selaras dengan tuntunan yang telah diajukan oleh Negara-negara
peserta deklarasi Santiago tahun 1952 (Chili, Ekuador, Peru). Perlu dijelaskan
dalam studi ini bahwa dalam perkembangannya, delegasi Kenya secara resmi
telah mengajukan usul draft article yang mengatur tentang ZEE dalam
persidangan Seabed Committee 18 Agustus 1972, yang selanjutnya dimasukkan
dalam List of Subjects and Issues dan dibahas dalam UNCLOS III 1974.
Ternyata diantara negara-negara yang mengklaim yurisdiksi laut 200 mil tersebut
mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda tentang apa yang telah
dideklarasikan sebelumnya. Hal ini terbukti dengan terjadinya perdebatan sengit
diantara negara-negara peserta UNCLOS III, masing-masing negara dengan gigih
mempertahankan kepentingannya yang menjadi latar belakang klaimnya
itu.Perdebatan dimaksud merupakan bagian laut bebas, ataukah memiliki rezim
hukum spesifik.

Dalam hal ini negara-negara maritim yang kuat, seperti Amerika Serikat,
Uni Soviet, Inggris, Jepang dan Jerman Barat bersitegang dengan pendapatnya
bahwa ZEE 200 mil harus merupakan laut bebas dengan ketentuan :

a. Negara-negara pantai diberi wewenang tertentu kekayaan alamnya.


b. Kebebasan lautan, termasuk kebebasan menggunakannya untuk
kepentingan militer, tetap terjamin bagi semua bangsa.

Sedangkan Negara-negara pantai terutama negara-negara yang tergabung


dalam kelompok 77 dengan gigih pula tetap mempertahankan pendapatnya bahwa
konsep ZEE merupakan suara konsepsi suigeneris yang memiliki rezim khusus
mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban negaranya. Dengan demikian
negara-negara yang tergabung dalam kelompok 77 dengan tetap menentang
dipertahankannya status laut bebas bagi ZEE, walaupun mengakui beberapa
kebebasan dilaut lepas dengan ketentuan bahwa hak-hak tersebut harus diperinci
secara jelas dan tegas.

Menurut Hasjim Djalal dalam bukunya “Perjuangan Indonesia dibidang


Hukum Laut”. Meyatakan bahwa, negara-negara tak berpantai (landlocked
States) dan negar-negara secara geografis tidak beruntung (geographically
disadvantaged States) menuntut hak-hak yang sama dengan negara-negara pantai,
tidak saja dibidang perikanan tetapi juga terhadap sumber-sumber kekayaan laut
lainnya di dasar laut.

Namun negara-negara pantai hanya bersedia memberikan surplus perikanan


yang tidak dapat diambil oleh negara-negara pantai, dalam hal ini negara-negara
yang tergolong landlocked dan geographically disanvantage yang mendasarkan
tuntutan mereka atas dasar prinsip “common heritage of mankind” yang
mengklaim hak yang sama dengan negara-negara pantai untuk mengambil
kekayaan alam di ZEE tersebut. Sebagai ilustrasi disini, negara-negara tak
berpantai dan secara geografis tidak beruntung misalnya Singapura, Nepal, dan
Zambia, sedangkan ketiga lainnya yang termasuk dalam ketegori “distant”.
Penyelesaian yang selalu menjadi tujuan hukum pada akhirnya perbedaan dan
pertentangan pendapat yang pada mulanya tegang itu, dengan jalan perundingan
dan mufakat kemudian dapat dipertemukan, sehingga perjuangan mengenai rezim
hukum ZEE 200 mil akhirnay dapat dirumuskan, kepentingan semua pihak dapat
dapat ditampung tanpa saling merugikan. ZEE 200 mil dengan demikian tidak
dikualifikasikan sebagai laut bebas dan tidak pula sebagai laut wilayah, namun
sebagai suatu rezim sul generis, yang diartikan ZEE mempunyai ketentuan hukum
sendiri.

Kemudian setelah mengalami amandemen-amandemen dalam Informal


Single Negotiating Text (INST) dan Revised Singel Negotiating Text (RSNT),
ketentuan-ketentuan mengenai ZEE 200 mil dimuat dalam pasal 55-75 Bab V
Informal Composite Negotiating Text. (ICNT). Menlu RI Mochtar
Kusumaatmadja, dalam penjelasannya mengenai Pengumuman Pemerintah
tentang ZEE Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980, telah menegaskan bahwa
walaupun ketentuan-ketentuan tentang ZEE dalam bab V ICNT ini belum berhasil
diresmikan menjadi suatu konvensi Hukum Laut Internasional, dengan makin
banyaknya negara-negara yang mengumumkan ZEE 200 mil, maka rezim itu
melalui proses pembentukan hukum kebiasaan internasional, dewasa ini telah
menjadi Hukum Laut Internasional yang abru, Konvensi Hukum laut III ini telah
ditandatangani di Montego Bay, Jama tanggal 10 Desember 1982.

C. Hak Berdaulat, Kewajiban Yurisdiksi dan hak-hak lain di ZEE

Hal ini di atur dalam Bab III pasal 4 UU no.5 Tahun 1983 Tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menyebutkan bahwa :

(1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai


dan melaksanakan :

a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan


dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah
di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi
dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus
dan angin;

b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :

• pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan


bangunan-bangunan lainnya;
• penelitian ilmiah mengenai kelautan;
• perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;

c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi


Hukum Laut yang berlaku.

(2) Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak
berdaulat, hak hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan
perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan
antara Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-
ketentuan hukum internasional yang berlaku.
(3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan
penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa
bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional
yang berlaku.

Di Zona Ekonomi Eksklusif setiap Negara pantai seperti Indonesia ini


mempunyai hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
mengelola sumber daya alama baik hayati maupun nonhayati di perairannya, dasar
hukum laut dan tanah dibawahnya serta untuk keperluan ekonomi di zona tersebut
seperti produksi energi dari air, arus, dan angin.

Hak berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh undang-undang ini tidak sama
atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan
dilaksanakan oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan perairan
pedalaman Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sanksi-sanksi yang
diancam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi
yang diancam di perairan yang berada dibawah kedaulatan Republik Indonesia
tersebut.

Sedangkan jurisdiksi Indonesia di zona itu adalah jurisdiksi membuat dan


menggunakan pulau buatan, instalasi, dan bangunan, riset ilmiah kelautan,
perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Dalam melaksanakan hak berdaulat
dan jurisdiksinya di zona ekonomi eksklusif itu, Indonesia harus memperhatikan
hak dan kewajiban Negara lain.Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kewajiban
menetapkan batas-batas zona ekonomi eksklusif Indonesia dengan negara
tetangga berdasarkan perjanjian, pembuatan peta dan koordinat geografis serta
menyampaikan salinannya ke Sekretaris Jenderal PBB.

Hak dan kewajiban negara lain di zona ekonomi eksklusif diatur oleh Pasal 58
Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu sebagai berikut:

1. Di zona ekonomi eksklusif, semua negara, baik negara berpantai atau tak
berpantai, menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan
konvensi ini, kebebasan-kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta
kebebasan meletakkan kebel dan pipa bawah laut yang disebutkan dalam
pasal 87 dan penggunaan laut yang berkaitan dengan pengoperasian kapal,
pesawat udara, dan kebel serta pipa di bawah laut, dan sejalan dengan
ketentuan-ketentuan lain konvensi ini.
2. Pasal 88 sampai pasal 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang
berlaku diterapkan bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak
bertentangan dengan bab ini.
3. Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajiban berdasarkan konvensi
ini dizona ekonomi eksklusif, negara-negara harus memperhatikan
sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban negara pantai dan harus
mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara
pantai sesuai dengan ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum
internasional sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan
ketentuan bab ini.

Di zona ekonomi eksklusif Indonesia, semua Negara baik Negara pantai


maupun tidak berpantai mempunyai hak kebebasan pelayaran dan penerbangan,
kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut dan penggunaan sah lainnya
menurut hukum internasional dan Konvensi Hukum Laut 1982. Dalam
melaksanakan hak-hak dan kebebasan tersebut, Negara lain harus menghormati
peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai negara pantai yang mempunyai
zona ekonomi eksklusif tersebut

Negara pantai dapat menegakan peraturan perundang-undangannya


sebagaimana di cantumkan dalam pasal 73 yaitu:

• Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk


melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber
kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian,
termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan proses
peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan
perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan
konvensi ini.
• Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh
mencakup pengurungan, jika tidak ada perjanjian sebaliknya antara
negara-negara yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan
lainya
• Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing negara pantai harus
segera memberitahukan kepada negara bendera, melalui saluran yang
tepat, mengenai tindakan yang diambil dan mengenai setiap hukuman
yang kemudian dijatuhkan

Aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di Zona Ekonomi


Eksklusif Indonesia adalah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
yang ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pengadilan yang berwenang mengadili pelanggaran terhadap ketentuan undang-
undang ini adalah pengadilan negeri yang

D. Kegiatan-kegiatan di ZEE Indonesia

Masalah kegiatan-kegiatan ini diatur di dalam pasal 5 UU no.5 tahun 1983


tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia. Kegiatan untuk eksplorasi dan/atau
eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi
dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan
angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia atau badan hukum Indonesia harus berdasarkan izin dari
PemerintahRepublikIndonesia.Sedangkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang
dilakukan oleh negara asing, orang atau badan hukum asing harus berdasarkan
persetujuan internasional antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara
asing yang bersangkutan.

Dalam syarat-syarat perjanjian atau persetujuan internasional dicantumkan


hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh mereka yang
melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di zona tersebut, antara lain
kewajiban untuk membayar pungutan kepada Pemerintah Republik Indonesia.

• Sumber daya alam hayati pada dasarnya memiliki daya pulih kembali,
namun tidak berarti tak terbatas.Dengan adanya sifat-sifat yang demikian,
maka dalam melaksanakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam
hayati, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tingkat pemanfaatan
baik di sebagian atau keseluruhan daerah di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
• Dalam hal usaha perikanan Indonesia belum dapat sepenuhnya
memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut,
maka selisih antara jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan jumlah
kemampuan tangkap (capacity to harvest) Indonesia, boleh dimanfaatkan
oleh negara lain dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan
persetujuan internasional. Misalnya jumlah tangkapan yang diperbolehkan
ada 1.000 (seribu) ton sedangkan jumlah kemampuan tangkap Indonesia
baru mencapai 600 (enam ratus) ton maka negara lain boleh ikut
memanfaatkan dari sisa 400 (empat ratus) ton tersebut dengan izin
Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional

E. Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif

Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut teritorial.Zona batas luas tidak
boleh melebihi kelautan 200 mil laut dari garis dasar dimana luas pantai teritorial
telah ditentukan. Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil laut
adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang
menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat
mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan
memilih mengurangi wilayahnya ZEE kurang dari 200 mil laut, karena kehadiran
wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200
mil laut menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan
sejarah dan politik: 200 mil laut tidak memiliki geografis umum, ekologis, dan
biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak diklaim oleh negara
pantai adalah 200 mil laut, diklaim negara-negara Amerika Latin dan Afrika.Lalu
untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur
yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada.Tetapi tetap mengapa batas
200 mil laut dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick,
figur 200 mil laut dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara
Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotivasi pada keinginan untuk
melindungi operasi paus lepas pantainya.Industri paus hanya menginginkan zona
seluas 50 mil laut, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan.Dan contoh
yang paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi
Panama 1939.Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200
mil laut, padahal faktanya luasnya beraneka ragam dan tidak lebih dari 300 mil
laut.

KESIMPULAN
Melihat begitu banyaknya aktivitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal
dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya. Zona Ekonomi
Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana
dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di
dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi,
terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari
ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak.Sementara akar sejarahnya
berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk
memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada
persiapan untuk UNCLOS III.

Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan


ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut.Sekitar tahun 1976 ide dari
ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka
telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS
untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi. Penetapan universal wilayah ZEE
seluas 200 mil laut akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut.
Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil laut yang diberikan
menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari
simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan. Lebih jauhnya, sebuah porsi
besar dari penelitian scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil laut
dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE
negara pantai lain untuk mencapai tujuannya.

Anda mungkin juga menyukai