Anda di halaman 1dari 50

HUKUM LAUT INTERNASIONAL

Part I (Pengantar Hukum Laut Internasional)


A. PENGERTIAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL. Yang dimaksud dengan hukum
laut internasional di sini adalah hukum laut internasional public (international law of
the sea), bukan hukum laut internasional perdata (Maritime Law). Oleh karena itu
tidak akan dibahas mengenai pengangkutan laut, asuransi laut, tabrakan kapal dan
hal-hal lain yang merupakan bagian dari pembahasan hukum laut internasional
perdata.

B. ARTI PENTINGNYA LAUT. Laut memiliki arti penting bagi kehidupan manusia yaitu:
1. Kegiatan perikanan. yang masa lalu dilakukan secara tradisional sekarang
dilaksanakan secara professional dengan mempergunakan peralatan canggih.
2. Dasar laut memilik mineral seperti tembaga, kobal dan nikel yang dapat
dikonsumsi selama ribuan tahun,bungkahan mangan, campuran belerang,
minyak dan gas bumi yang terdapat di berbagai kawasan laut.
3. air laut juga penting sebagai sumber penyediaan air tawar. Air laut dapat
dijadikan air tawar melalui proses penyulingan dan pencairan gunung es.
Penyulingan air laut banyak dilakukan di Negara-negara Timur Tengah seperti
Arab Saudi dan Kuwait.
4. laut juga dapat dijadikan sebagai prasarana perhubungan dan pariwisata.
Terkait dengan hal ini telah dikembangkan berbagai sarana dan prasarana
pendukung seperti prasaran dan saran transportasi dan akomodasi.
C. KONSEPSI TENTANG LAUT. Ada dua konsepsi mengenai laut, yaitu:
1. Res Nullius, berpendapat bahwa laut sebagai ranah tak bertuan, atau kawasan
yang tidak ada pemiliknya. Karena tidak ada pemiliknya, maka laut dapat
diambil atau dimiliki oleh masing-masing Negara.
2. Res Communis, berpendapat bahwa laut adalah milik masyarakat dunia, karena
itu tidak dapat diambil dan dimiliki secara individual oleh Negara-negara.
Sebagai milik bersama, maka laut harus dipergunakan untuk kepentingan
semua Negara dan pemanfaatannya terbuka bagi semua Negara. Ini sesuai
dengan pendapat Ulpian yang menyatakan bahwa “the sea is open to everybody
by nature” dan Celcius yang menyatakan “ the sea like the air, is common to all
mankind.
PART. II (SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT)

A. Zaman sebelum Romawi. Punisia kuno, sebuah kerajaan sebelum zaman Romawi
menganggap laut yang mereka kuasai sebagai milik Negara mereka. Paham ini juga
dianut oleh bangsa Persia, Yunani dan Rhodia. Di zaman Rhodia, hukum laut mulai
berkembang, yang kemudian menjadi dasar bagi Hukum Romawi tentang laut.
B. Zaman Romawi. Setelah perang Punisia III Romawi telah menjadi penguasa tunggal
di Laut Tengah. Laut Tengah kemudian dianggap oleh orang-orang Romawi sebagai
“danau” mereka. Dalam melaksanakan kekuasaannya di laut tersebut banyak tanda
yang menunjukkan bahwa dalam pandangan orang Romawi laut bisa dimiliki. Orang
Romawi memandang laut sebagai “public property” yakni sebagai milik Kerajaan
Romawi.
C. Zaman Setelah Romawi. Setelah zaman Romawi terdapat banyak Negara di
sekitar Laut Tengah yang merupakan pecahan dari Kerajaan Romawi. Negara-
negara ini menuntut laut yang berdekatan dengan pantai mereka sebagai wilayah
mereka. Karena itu masa ini dipandang sebagai awal dari berkembangnya konsep
laut wilayah. Tuntutan atas kepemilikan laut ini misalnya dilakukan oleh: (a)
Venesia yang menuntut sebagian besar Laut Adriatik. Tuntutan ini diakui oleh
Alexander III pada Tahun 1117. Di kawasan ini Venesia memungut kepada setiap
kapal yang melewati kawasan laut Adriatik, (b) Genoa menuntut Laut Liguarian
dan sekitarnya, dan (c) Pysa menuntut dan melaksanakan kedaulatannya atas
laut Tyrania. Tuntutan-tuntutan itu cenderung menimbulkan penyalahgunaan hak
oleh Negara-negara tersebut (misalnya memungut biaya pelayaran).
D. Zaman Portugal dan Spanyol. Jatuhnya Constantinopel ke tangan Turki pada
tahun 1443, menyebabkan bangsa Portugis mencari jalan laut lain ke timur
menuju Indonesia melalui Samudera Hindia. Selain itu, Portugal juga menuntut
Laut Atlantik sebelah selatan Maroko sebagai wilayah mereka. Bersamaan
dengan ini, Spanyol sudah berada di Maluku melalui Samudera Pasifik, dan
menuntut Samudera ini bersama dengan bagian Barat Samudera Atlantik dan
Teluk Mexico sebagai kepunyaan mereka.
E. Belanda. Tuntutan kedaulatan atas Samudera Pasifik, Atlantik, dan Hindia oleh
Portugal dan Spanyol serta kedaulatan atas Mare Anglicanum oleh Inggris dirasa
sangat merugikan Belanda di bidang pelayaran dan perikanan. Di bidang pelayaran
Belanda sudah sampai di Indonesia melalui Samudera Hindia pada tahun 1596,
dan mendirikan Verenigde Oost Indische Compgnie (VOC) pada tahun 1602.
Penerobosan melalui Samudera Hindia ini langsung berbenturan dengan
kepentingan dan tuntutan Portugal. Di bidang perikanan orang-orang Belanda
selama berabad-abad telah menangkap ikan di sekitar perairan Mare Anglicanum,
dan kegiatan ini telah dijamin oleh berbagai perjanjian antara kedua Negara. Untuk
memperkuat dalil penentangannya atas kepemilikan laut, Belanda berusaha
mencari dasar-dasar hukum yang menyatakan laut adalah bebas untuk semua
bangsa. Untuk kepentingan ini Belanda menyewa Hugo de Groot, seorang ahli
hukum untuk menulis sebuah buku yang membenarkan pendirian Belanda,
sehingga orang-orang Belanda dapat bebas berlayar ke Indonesia. Hasilnya,
Grotius menyusun sebuah buku dengan judul “Mare Liberum”. Buku ini
menguraikan teori kebebasan lautan dalam arti bahwa laut bebas bagi setiap
orang, dan tak dapat dimiliki oleh siapa pun.
F. Inggris. Pada mulanya, sebelum tahun 1604 Inggris menganut faham kebebasan
lautan. Faham ini dianut terutama untuk menghadapi tuntutan Denmark atas
kebebasan di laut Utara. namun dalam tahun 1604 Charles I memproklamirkan
“King Chamber Area” yang meliputi 26 wilayah di sepanjang dan sekitar lautan
Inggris (Mare Anglicanum) sebagai wilayah kedaulatan Inggris. Di daerah-daerah
ini, diantaranya ada yang melebihi 100 mil, Charles I melarang kapal-kapal nelayan
asing menangkap ikan di kawasan tersebut. Tuntutan ini ditentang oleh Belanda.
G. PERKEMBANGAN AJARAN HUKUM LAUT. Abad ke-17 dapat dikatakan muncul dua ajaran
(doktrin) di bidang hukum laut internasional, yaitu ajaran Mare Liberium, yang menegaskan
bahwa laut tidak bisa dimiliki oleh siapa pun; dan Mare Clausum, yang menyatakan bahwa laut
dapat dimiliki. Pendapat pertama dianut Belanda, dan yang kedua, antara lain, dianut Inggris,
Spanyol, dan Portugal. Kedua ajaran ini pada hakekatnya sama dengan teori res nullius (mare
clausum), dan res communis (mare liberium). Kedua ajaran ini timbul akibat dari pertentangan
Belanda atas penguasaan laut di dunia oleh Portugal dan Spanyol, serta tuntutan Inggris
atas kawasan Mare Anglicanum. Pertentangan antara Negara-negara ini terutama antara
Belanda dan Inggris menimbulkan the Battle of books (perang buku). perang buku ini
berlangsung kurang lebih 50 tahun dan berakhir dengan terjadinya perang antara Inggris dan
Belanda pada tahun 1665. Perang buku ini umumnya berkisar pada dua teori tersebut.
Jalan Tengah. Kenyataan membuktikan bahwa dalam berbagai bidang pertentangan pendapat,
maka muncul pendapat ketiga yang bersifat ecletic yang mencari jalan tengah dengan
menggabungkan sisi-sisi positif dari teori-teori yang saling bertentangan itu. Dengan demikian,
maka pada masa itu telah diakui ada bagian laut yang dapat dimiliki, yaitu bagian laut yang
sekarang disebut laut wilayah dan jalur-jalur laut lainnya seperti jalur perikanan; dan laut yang tak
dapat dimiliki oleh siapapun (laut bebas).

Persoalannya adalah berapa jarak laut yang dapat dimiliki. Pada tahun 1702 ketika seorang ahli
hukum Belanda, Binkhersoek yang lazim dikenal dengan Bhischock, mengemukakan teori
canon shot rule. Menurutnya, laut wilayah suatu negara adalah sampai jarak tembakan meriam
dari pantai. Tampaknya ajaran ini pertama-tama dilandasi dari pengawasan nyata dari pelabuhan
atau perbentengan terhadap kawasan laut yang berdekatan dengan pantainya.
PART. III DAN IV (PERKEMBANGAN HUKUM LAUT SETELAH PERANG
DUNIA II)

A. TRUMAN 28 SEPTEMBER 1945


1. Tentang Landas Kontinen
a. Sumber-sumber alam yang berada dalam bawah tanah (sub soil) dan dasar laut
(sea bed) di bawah laut lepas, tetapi bersambungan dengan pantai-pantai AS adalah
berada atau tunduk kepada yurisdiksi dan pengawasan AS.
b. Dalam hal dataran kontinen yang demikian memanjang sampai ke wilayah pantai
negara lain, maka perbatasannya akan ditentukan oleh AS dan negara-negara yang
bersangkutan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
c. Tindakan-tindakan sepihak negara-negara tentang dasar laut dan tanah di bawahnya
itu dibedakan ke dalam 4 golongan yaitu:
1) Tindakan yurisdiksi yang ditujukan pada penguasaan kekayaan alam yang
terkandung dalam dasar laut dan tanah di bawahnya yang berbatasan dengan pantai
negara itu;
2) Perluasan yurisdiksi atas dasar laut dan tanah di bawahnya
3) Perluasan kedaulatan atas landas kontinen dan perairan di atasnya;
4) Perluasan kedaulatan atas lautan (dengan atau pun tanpa menyebut landas
kontinen) hingga suatu jarak tertentu.
2. Tentang Perikanan
a. Dalam hal kegiatan perikanan di laut dekat pantai AS selama ini atau dalam waktu yang
akan datang dilakukan oleh warga negara AS, maka pemerintah AS menganggap sudah
sepantasnyalah jika AS menetapkan zona perlindungan perikanan yang mana kegiatan
perikanan di zona tersebut seluruhnya berada di bawah pengaturan AS.
b. Dalam hal pada masa yang lampau kegiatan perikanan dilakukan dan dikembangkan juga
oleh nelayan-nelayan asing, maka AS dan negara asing yang bersangkutan melalui
perjanjian dapat menetapkan zona perlindungan perikanan. Kegiatan dalam zone tersebut
diatur dalam perjanjian.
c. AS mengakui hak negara lain untuk menentukan zona perlindungan perikanan yang serupa,
asalkan kegiatan perikanan warga negara AS yang telah ada di daerah itu tetap diakui.
d. Ketentuan ini tidak akan mempengaruhi status laut lepas yang bersangkutan sebagai laut
bebas

B. Konferensi Hukum Laut Jenewa 1958


Dasar hukumnya adalah Resolusi Majelis Umum PBB No. 1105 (XI) 21 Februari 1957.
Berlangsung dari tanggal 24 Feberuari sampai 27 April 1958. Dihadiri 86 negara dan
Menghasilkan 4 Konvensi, yaitu:
a. Konvensi I tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (Convention on Territorial Sea and
Contiguous Zone);
b. Konvensi II tentang Laut Lepas (Convention on the High Sea);
c. Konvensi III tentang Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas (Convention
on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Sea);
d. Konvensi IV tentang Landas Kontinen (Convention on Continental Shelf)
C. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana
Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang
menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di
dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi Djuanda
menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan
(Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa
negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia
dan bukan kawasan bebas.

Deklarasi ini menyatakan hal-hal :

a. Perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian


pulau-pulau yang termasuk daratan Negara RI dengan tidak memandang luas atau
lebarnya, adalah bagian-bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara RI dan
dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di bawah
kedaulatan mutlak Negara RI.
b. Lintas damai di perairan pedalaman bagi kapal asing terjamin, selama dan sekadar
tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan Negara RI.
c. Penentuan batas laut teritorial yang lebarnya 12 mil yang diukur dari garis-garis yang
menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau Negara RI akan ditentukan
dengan UU.
Setelah mengalami penundaan lebih dari 2 tahun, maka pengaturan perairan Indonesia
yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda ditetapkan menjadi UU
No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Lahirlah Asas-asas pokok konsep
nusantara dalam uu tersebut yaitu:

a. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonomi, maka ditarik Garis
Pangkal Lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
b. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam Garis Pangkal Lurus,
termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya maupun ruang udara di atasnya, dengan
segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
c. Jalur laut wilayah selebar 12 mil diukur terhitung dari Garis Pangkal Lurus;
d. Hak Lintas Damai kapal asing melalui perairan nusantara dijamin, selama tidak
merugikan kepentingan negara pantai dan mengganggu keamanan dan
ketertibannya.
YANG BELUM TERSELESAIKAN
1. PENETAPAN BATAS LAUT WILAYAH DENGAN
MALAYSIA DAN TIMOR LESTE
2. PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN DENGAN
MALAYSIA (DI LAUT SULAWESI), FILIPINA, PALAU
DAN TIMOR LESTE
3. PENETAPAN BATAS ZEE DENGAN INDIA,
THAILAND, VIETNAM, MALAYSIA (SELAT MALAKA,
LAUT SULAWESI), PALAU DAN TIMOR LESTE
PART. V DAN VI (HUKUM LAUT SETELAH TAHUN 1958 – 1982)

A. Utined Nations Conference On The Law Of The Sea (UNCLOS) konferensi PBB
mengenai Hukum Laut.
Utined Nations Conference On The Law Of The Sea (UNCLOS I) konferensi PBB
mengenai Hukum Laut. Berlangsung di Jenewa mulai tanggal 24 Februari sampai tanggal 28
April 1958 yang menghasilkan Empat Konvensi, Empat Optimal Protokol, dan Sembilan
Resolusi.
pada tahun 1960 digelar UNCLOS II dengan tujuan untuk penyempurnaan hasil-hasil yang
telah dicapai UNCLOS I, akan tetapi UNCLOS II gagal dalam pencapaian tujuannya yaitu
penyempurnaan UNCLOS I. Kegagalan ini sudah barang tentu menimbulkan kekecewaan
pada masyarakat internasional pada umumnya karena sikap arogan Negara-Negara maritim
yang besar dan maju dalam bidang teknologi.
Pada tahun 1973 diadakan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang UNCLOS III.
Konferensi ini berakhir dengan pengesahan naskah akhir konvensi yang dilaksanakan di
Montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982 oleh 118 Negara dan mencakup hal-hal:
1. Kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut yang ada, misalnya kebebasan-kebebasan di
laut lepas dan hak lintas damai di laut teritorial.
2. Pengembangan hukum laut yang sudah ada, seperti ketentuan mengenai lebar laut
territorial menjadi maksimum 12 mil laut dan kriteria landas kontinen.
3. Penciptaan aturan-aturan baru, seperti asas negara kepulauan, zona ekonomi eksklusif
(ZEE) dan penambangan di dasar laut internasional.
Bagi sebuah Negara UNCLOS 1982 membagi laut menjadi tiga jenis atau zona
maritime yaitu:
1. Laut yang merupakan bagian dari wilayah kedaulatan yaitu ( di laut teritorial,
laut pedalaman)
2. Laut yang bukan merupakan wilayah kedaaulatannya namun negara tersebut
memiliki hak-hak yurisdiksi terhadap aktifitas-aktifitas tertentu yaitu ( di zona
tambahan dan zona ekonomi esklusif).
3. Laut yang berada di luar ( artinya bukan termasuk wilayah kedaulatannya dan
bukan wilayah yurisdiksi) namun negara tersebut memiliki kepentingan ( yaitu
laut bebas).
Di dalam UNCLOS 1982 mengatur hak-hak dan kewajiban Negara pantai yang yang
harus dipatuhi oleh Negara di Dunia, dalam pasal 73 yang berbunyi bahwa:
1. Negara pantai dapat melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di
zona ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal,
memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana
diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang
ditetapkannya sesuai dengan ketentuan konvensi ini
2. Kapal-kapal yang ditangkap dan awaknya kapalnya harus segera dibebaskan
setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya.
3. Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh
mencakup pengurungan, jika tidak ada perjanjian sebaliknya antara negara-
negara yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan lainnya
B. Ratifikasi Indonesia Atas Konferensi Hukum Laut 1982
Tahun 1982 deklarasi Djuanda dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum
laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The
Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor
17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara
kepulauan. Uu. Nomor 6 tahun 1996 mengatur tentang perairan di Indonesia

C. Pendekatan Horizontal Atas Laut


1. Laut Teritorial
a. Batas Laut Teritorial, dalam pasal 3 UNCOLS 1982, yaitu “setiap negara berhak
menetapkan lebar laut teritorialnya sampai batas 12 mil laut, dari garis pangkal
(baseline) yang ditentukan sesuai konvensi ini.
b. Lebar Laut Teritorial, Dalam Pasal 5 UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa, “Untuk
mengukur lebar laut territorial adalah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana
terlihat pada peta skala besar yang resmi diakui oleh negara pantai tersebut.
c. Garis Pangkal, adalah garis tempat mulai diukurnya laut wilayah dan jalur
tambahan. Garis pangkal dibedakan atas garis pangkal biasa (normal baseline) dan
garis pangkal lurus (straight baseline). Garis pangkal biasa adalah garis pangkal
yang penentuannya atau penarikannya didasarkan pada air surut (low watermarks).
garis pangkal lurus adalah garis tegak lurus yang menghubungkan titik-titik terluar
pulau terluar dari gugusan kepulauan, mulut teluk atau sungai atau lekukan-lekukan
dalam lainnya, tempat mulai diukurnya laut wilayah dan jalur-jalur lainnya. Hanya
garis pangkal lurus yang menimbulkan perairan pedalaman.
BATAS LAUT WILAYAH YANG
BERDEKATAN
a. Penggunaan garis pangkal lurus berakibat:
1) Terjadinya jalur wilayah yang melingkari kepulauan Indonesia;
2) Perairan yang terletak pada sisi dalam Garis Pangkal Lurus berubah statusnya dari laut
teritorial atau laut lepas menjadi perairan pedalaman;
3) Bertambahnya luas wilayah Indonesia yang semula 2.027.087 km² menjadi 5.193.250
km².
4) PP No. 8 Tahun 1962 Tentang Lalu Lintas Damai Kendaraan Air Asing
D. Garis Pangkal Kepulauan, adalah garis tegak lurus yang ditarik dari ujung terluar pulau
terluar dari kelompok pulau-pulau pada negara kepulauan, sebagai tempat mulai
diukurnya laut wilayah, jalur tambahan landas kontinen, ZEE. Bagian perairan yang
terletak di sisi dalam garis pangkal, atau di sisi yang menuju kearah darat disebut
perairan kepulauan. Syarat sebagai berikut:
1. Garis pangkal kepulauan harus meliputi pulau-pulau utama dari negara kepulauan
tersebut
2. Perbandingan antara luas wilayah perairan dan luas daerah daratan termasuk atol harus
berkisar antara 1:1 sampai 9:1
3. Panjang setiap garis pangkal tidak boleh melebihi 100 mil laut kecuali 3 % daru jumlah
seluruh garis pangkal yang terbentuk dapat mencapai panjang tidak lebih dari 100 mil laut
4. Garis pangkal kepulauan tidak menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum kepulauan
tersebut
5. Tidak boleh ditarik ke dan dari elefasi surut kecuali :
a. Di atasnya telah dibangun mercusuar / instalasi serupa yang secara tetap berada di atas
permukaan laut
b. Elefasi surut tersebut terletak seluruhnya / sebahagian pada jarak yang tidak melebihi
lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat.
Note :
1. elefasi adalah daratan yang terbentuk secara alamiah. Ketika air pasang maka tidak nampak
2. UU.No.4 Prp 1960,perairan pedalaman dan kepulauan
3. Pencetus garis kepulauan adalah Indonesia tahun 1953 oleh H. Juanda dengan
dikeluarkannya dekrit UU.No.4 Prp tahun 1960
Pencetus garis pangkal kepulauan adalah indonesia tahun 1953 oleh H. Juanda dengan
dikeluarkannya dekret UU.No. 4 prp 1960. terdapat ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)

E. Perairan Pedalaman, adalah perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal. Menurut
Konfensi Hukum Laut 1982, keadaan yang menimbulkan perairan pedalaman yaitu:
1. Dalam garis pantai menjorok jauh ke dalam jika terdapat daratn pulau sepanjang pantai di
dekatnya, dapat ditarik garis pangkal lurus di antara titik-titik tertentu di antara titik-titik atau
pulau-pulau itu (Pasal 7). Garis pangkal llurus ini harus mengikuti arah umum pantai. Dan,
perairan kea rah darat ini menjadi perairan pedalaman.
2. Dalam hal garis pantai menjorok jauh ke dalam sehingga mungkin untuk menetapkan laut
yang tertutup daratan (seperti dalam kasus teluk yang diameternya lebih besar dari setengah
lingkaran yang sesuai dengan garis penutup mulut lekukan (teluk). Penetapan garis penutup
tersebut tidak boleh melebihi 24 mil laut (pasal 10). Perairan kea rah darat ini memiliki status
perairan pedalaman.
3. Pada sungai yang mengalir langsung ke laut, dapat ditarik garis pangkal yang memotong
mulut sungai di antara garis air rendah dari tebing-tebingnya.
Pada perairan pedalaman negara pantai memiliki kedaulatan mutlak
terhadap perairannya sendiri, tanah dan dasar laut di bawahnya serta ruang
udara di atasnya,kecuali apabila di dalam perairan itu terdapt selat yang
digunakan untuk pelayaran internasional. Di selat ini berlaku rezim hukum
hak lintas damai seperti yagn berlaku pada laut wilayah.
Berbeda dengan perairan pedalaman, perairan kepulauan tunduk kepada
rejim khusus yang berkaitan dengan pelayaran dan penerbangan. Di perairan
kepulauan kapal-kapal asing memiliki hak lintas kepulauan (archipelagic
passage) melalui alur laut kepulauan (archipelagic sea-lane) dan hak
penerbangan di atas alur kepulauan atau disebut lintas rute penerbangan (air
route passage). Alur-alur kepulauan tersebut harus ditetapkan oleh negara
kepulauan. Jika tidak, maka berlaku alur yang biasa digunakan bagi
pelayaran internasional (pasal 53). Sedangkan untuk selat-selat yang
biasanya digunakan untuk pelayaran internasional, tunduk pada rezim lintas
transit. perairan pedalaman tidak dikenal dengan hak lintas damai, kecuali
jika perairan pedalaman itu dimiliki oleh negara kepulauan. perairan
pedalaman ini meliputi pelabuhan, danau, sungai, teluk dan laut
pedalaman (inland seas), yakni laut yang terkurung oleh garis pangkal
tersebut.
a. Teluk/Bays. KHL PBB 1982 pasal 10, pasal ini hanya menyangkut teluk pada pantai
milik suatu negara. Teluk adalah suatu lekungan yang jelas yang lekungannya
berbanding sedemikian rupa dengan mulutnya sehingga mengandung perairan yang
tertutup dan yang bentuknya lebih dari sekedar suatu lekungan pantai semata. Teluk
suatu lekungan tidak akan dianggap sebagai teluk kecuali luas teluk adalah seluas atau
lebih luas dari pada luas-luas setengah lingkaran. Yang garis tengahnya adalah suatu
garis yang ditarik melintas mulut lekungan tersebut. Untuk maksud pengukuran daerah
suatu teluk adalah daerah yang terletak pada garis air rendah sepanjang pantai.
Lekungan itu dan suatu garis yang menghubungkan titik – titik garis air rendah pada
pintu masuknya yang alamia. Apabila karena adanya pulau – pulau lekungan
mempunyai lebih dari satu mulut maka setengah lingkaran dibuat suatu garis yang
panjangnya sama dengan jumlah keseluruhan garis yang melintasi berbagai mulut
tersebut. Pulau – pulau yang terletak di dalam lekungan harus dianggap solah – olah
sebagai bahagian daerah perairan lekungan tersebut. Jika jarak antara titik – titik garis
air rendah tersebut dan perairan yang tertutup karenanya dianggap sebagai perairan
pedalaman. Apabila jarak antara titik garis air rendah pada pintu masuknya yang alami
suatu teluk melebihi 24 mil laut ditarik dalam teluk tersebut sedemikian rupa sehingga
menutup suatu daerah perairan yang maksimum yang mungkin dicapai oleh garis
sepanjang itu. Ketentuan ini tidak dibedakan dengan apa yang disebut dengan teluk
sejarah.
Note :
Teluk membentuk setengah lingkaran
Teluk sejarah terletak di negara arab, contoh : teluk sidra di libya.
TELUK
b. Hak Lintas Damai Di Laut Teritorial. PP. nomor 36 tahun 2002 ttg hak dan
kewajiban kapal asing dalam melaksanakan lintas damai melaui perairan
Indonesia
1) Pasal 4: kewajiban negara pantai untuk tidak menghalang-halangi lintas damai
kapal asing melalui laut teritorial. Kapal selam diharuskan lewat di atas permukan
air.
2) Pasal 6: Kapal-kapal asing yang melakukan hak lintas damai diwajibkan untuk
mentaati peraturan perundang-undangan atau aturan-aturan lainnya yang
dikeluarkan oleh negara pantai sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan internasional.
Peraturan-perturan tersebut: (a) berkaitan dengan keselamatan pelayaran dan
keamanan lalu lintas serta cabotage; (b) perlindungan terhadap bahaya
pencemaran laut ; (c) perlindungan sumber kekayaan laut; dan (d) perlindungan
perikanan, perburuan serta hak-hak serupa yang dimiliki negara pantai.
3) Pasal 8 (1): negara pantai tidak dapat melakukan penangkapan atau penahanan
seseorang yang telah melakukan tindak pidana di atas kapal selama dilakukannya
lintas melalui laut teritorialnya, kecuali: (a) apabila tindak pidana tersebut terasa
hingga ke luar kapal, (b) apabila tindak pidana tersebut mengganggu keamanan
umum negara pantai atau ketertiban umum dalam laut teritorial, dan (c) apabila
kapten kapal telah meminta pertolongan pejabat-pejabat setempat atau konsul dari
negara bendera kapal.
LINTAS DAMAI
Di kawasan laut teritorial diakui hak lintas damai bagi kapal-kapal asing yang
melintas, hak lintas damai menurut UNCLOS 1982 adalah hak untuk melintas
secepat-cepatnya tampa berhenti dan bersifat damai tidak menganggu keamanan
dan ketertiban negara pantai. Pelaksanaan hak lintas damai haruslah:
1) Tidak mengancam atau menggunakan kekerasan yang melanggar integritas
wilayah, kemerdekaaan dan politik negara pantai;
2) Tidak melakukan latihan militer atau sejenisnya tampa seizin negara pantai;
3) Tidak melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tertentu
yang melanggar keamannan , ketertiban negara pantai;
4) Tidak melakukan propaganda yang melanggar keamanan dan ketertiban negara
pantai;
5) Tidak melakukan peluncuran pendaratan dari atas kapal ataupun termasuk kapal
militer;
6) Tidak melakukan bongkar muat komoditas, penumpang, mata uang, yang
melanggar aturan cutoms, fiscal, immigration or sanitary law negara pantai;
7) Tidak melakukan aktifitas yang menimbulkan pecemaran;
8) Tidak melakukan kegiatan penangapan ikan;
9) Tidak melakukan kegiatan penelitian;
10)Tidak melakukan kegiatan yang mengganggu ke sistem komunikasi negara pantai;
11)Kapal-kapal selam harus menampakkan dirinya di permukaan serta menunjukkan
bendera negaranya
c. Pengejaran Seketika (hot pursuit).
Pasal 11 (1): pengejaran seketika suatu kapal asing yang telah melakukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan negara pantai, dimulai pada saat
kapal asing tersebut sedang berada dalam perairan pedalaman atau dalam laut
teritorial, dan dapat diteruskan hingga ke laut lepas asalkan pengejaran tersebut
dilakukan tanpa henti.
1) Hak pengejaran seketika berhenti pada saat kapal yang dikejar memasuki laut
teritorial negaranya atau negara ketiga.
Pasal 11 (2): Pengejaran seketika dianggap dimulai setelah kapal yang melakukan
pengejaran yakin bahwa kapal yang dikejar benar-benar berada di dalam batas-
batas laut teritorialnya dan pengejaran dimulai setelah memberikan tanda untuk
berhenti.
1) Dalam hal dilakukan penangkapan, maka hal ini harus secepatnya (tanpa
penundaan) diberitahukan kepada negara asal kapal yang ditangkap.

d. Hak Lintas Kapal Perang


1) Belum ada kesepakatan antara negara peserta mengenai hal ini.
2) Negara pantai berhak untuk mengatur syarat-syarat bagi lintas kapal perang asing
yang melalui laut teritorialnya.
3) Kapal selam perang wajib untuk melakukan lintas di atas permukaan laut.
Pasal 12 (1): negara pantai tidak dapat menghalang-halangi lintas kapal perang asing
yang melalui laut teritorialnya dan tidak dapat meminta agar terlebih dulu harus
diberikan ijin atau pemberitahuan.
PENGEJARAN
SEKETIKA
2. Zona Tambahan. KHL Jenewa 1958 pasal 24, zona tambahan adalah
bagian dari laut lepas yang berdekatan dengan laut wilayah dan lebar
zona tambahan tidak boleh lebih dari 12 mil laut, namun dalam KHL yang
baru ( KHL PBB 1982 ) pasal 32 ( 2 ) menetapkan bahwa, lebar zona
tambahan ditentukan tidak boleh lebih jauh dari 24 mil laut diukur dari
garis pangkal. Meskipun zona tambahan bukan bagian dari wilayah
nasional, negara pantai dapat menyelenggarakan kewenangan hukumnya
pad zona tambahan yaitu :
a) Mencegah pelanggaran atas aturan beacukai, keuangan, imigrasi,
perpajakan dan kesehatan yang berklaku di wilayah darat / di laut wilayah.
b) Menghukum pelanggaran terhadap UU. Dibidang tersebut di atas yang
telah dilakukan di wilayah darat / di laut wilayah.
4. ZONA EKONOMI EKSLUSIF. Rezim HI tentang ZEE telah dikembangkan oleh masyarakat
internasional melalui konferensi PBB tentang Hukum laut ke- 3 dan praktek negara
dimaksudkan untuk :
a. Untuk melindungi kepentingan negara pantai dari dihabiskannya sumber daya alam hayati di
dekat pantainya adalah kegiatan – kegiatan perikanan berdasarkan rezim laut lepas.
b. Untuk melindungi kepentingan negara pantai dibidang pelestarian lingkungan laut serta
penelitian ilmiah kelautan dalam rangka menopang pemanfaatan sumber daya alam di zona
tersebut.
c. Lebar ZEE, 200 Mil diukur dari garis pangkal
d. Pengaturan ZEE di Indonesia terdapat pada undang-undang nomor 5 tahun 1983 tentang
ZEE Indonesia

5. Laut Lepas. Laut lepas adalah setiap bagian laut yang tidak merupakan laut teritorial atau
laut pedalaman suatu negara. (Pasal 1). Empat prinsip kebebasan laut lepas:
a. Kebebasan pelayaran;
b. Kebebasan menangkap ikan;
c. Kebebasan untuk memasang kabel dan saluran-saluran pipa bawah permukaan laut;
d. Kebebasan untuk terbang di atas laut lepas.
Pasal 5 mengatur mengenai kebangsaan, registrasi dan bendera kapal.
Pasal 14-21 mengatur tentang perompakan di laut.
Pasal 22 mengatur syarat agar kapal perang dapat dibenarkan menghentikan dan memeriksa
suatu kapal asing adalah apabila terdapat kecurigaan bahwa: Kapal itu terlibat perompakan,
Terlibat perdagangan budak, Walaupun mengibarkan bendera asing atau menolak
menunjukkan bendera, kapal itu sebenarnya sekebangsaan dengan kapal yang memeriksa.
a. Commo Haritage Of Mankind.
Konsep common heritage of mankind ini pertama kali disampaikan oleh Prof.
Arvid Pardo, Duta Besar Malta di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan
bahwa perkembangan hukum mengenai samudera di masa yang akan datang
tidak membiarkan konsep tradisonal mengenai tuntutan yang saling bersaing
tentang kedaulatan negara-negara pantai terhadap laut bebas yang mereka
dasarkan pada konsep lama dan mencerminkan keadaan teknologi pada akhir
abad pertengahan. Ia mendesak penerimaan konsep baru yang menjadi dasar
bagi rejim baru untuk samudera. Konsep baru ini tidak lagi didasarkan pada
pembagian pokok samudera atas laut yang berada di bawah kedaulatan nasional,
dan laut bebas yang bebas dari tuntutan yurisdiksi negara pantai tetapi
mempertimbangkan tatanan hukum baru bagi samudera yang bermanfaat bagi
seluruh umat manusia. Konsep ini pada tanggal 17 Desember 1970 diterima
dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 2749 (XXV)
dengan judul Declaration of Principles Governing the seabed and Ocean Floor,
and the Subsoil thereof, Beyon the Limits of national Jurisdictions. Resolusi yang
diterima oleh 108 suara setuju dan 14 suara absen ini menyatakan dengan hidmat.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, konsep baru ini memiliki 5 implikasi pokok, yaitu:

1. Pertama, warisan bersama umat manusia tidak dapat dimiliki. Warisan ini dapat
digunakan tetapi tidak bias dimiliki (konsep pemilikan fungsional).
2. Kedua, penggunaan warisan bersama itu memerlukan suatu system pengelolaan
yang di dalamnya semua pemakai harus berbagi.
3. Ketiga, konsep ini mencerminkan suatu pembagian keuntungan aktif, tidak hanya
mencakup keuntungan keuangan (financial) tetapi juga keuntungan yang diperoleh
dari pembagian pengelolaan dan alih teknologi. Dua implikasi terakhir ini,
pembagian pengelolaan dan pembagian keuntungan, mengibah hubungan
structural antara negara-negara kaya dan miskin dan konsep bantuan
pembangunan tradisional.
4. Keempat konsep warisan bersama menyiratkan persyaratan untuk tujuan damai
(implikasi perlucutan senjata).
5. Kelima, konsep ini menyiratkan reservasi bagi generasi yang akan datang
(implikasi lingkungan) (the New International Economic Order and the Law of the
Sea, International Ocean Institute Occasional Paper No. 4, p. 10)
HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA PANTAI
1. Hak berdaulat / soverient right untuk eksplorasi dan eksploitasi serta
konservasi sumber daa alam hayati dan non hayati di dasar laut dan tanah
di bawahnya. Serta air di atasnya dan kegiatan – kegiatan lainnya untuk
eksploitasi dan eksplorasi ekonomis zona tersebut seperti pembangkit
tenaga air,arus dan angin.
2. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
a. Pembuatan dan penggunaan pulau –pulau buatan, instalasi dan bangunan
lainnya
b. Penelitian ilmiah mengenai kelautan
c. Perlindugan dan pelestarian ligkungan laut
3. Hak – hak lainnya antara lain :
a. Melaksanakan penegakan hukum ( law enforcement )
b. Hak persuit ( pengejaran seketika ) terhadap kapal – kapal asing yang
melakukan pelanggaran atas ketentuan peraturan UU. Negara pantai
mengenai ZEE.
KEWAJIBAN NEGARA PANTAI
1. Menghormati hak negara lain di ZEE-nya antara lain. Kebebasan pelayaran dan
penerbangan
2. Menghormati kebebasan untuk pemasangan kabel – kabel dan pipa bawah laut di
ZEE. Khususnya berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam hayati di ZEE
negara pantai maka KHL yang arau negara lain dapat ikut serta memanfaatkan
sumber daya alam hayati sepanjang negara pantai belum sepenuhya
memanfaatkan sumber daya alam hayati tersebut.
3. Mengusahakan pemanfaatan secara umum sumber daya alam hayati di ZEE
4. Mengadakan kerja sama dengan negara lain mengenai pengelolaan jenis ikan
tertentu
LANDAS KONTINEN / CONTINENTAL SELF
Dalam pasal 76 – 85 KHL PBB 1982 dapat dipahami bahwa landas kontinen secara
geografis adalah dasar laut. Yang mana dasar laut terbagi atas 2 bagian yaitu
tepian kontinen ( continental margin ) dan dasar laut dalam ( deep ocean floor ).
Tepian kontinen merupakan lanjutan daratan yang secara bertingkat menurut
sampai mencapai dasar laut dalam. Tingkatan yang dimaksud itu secara berurutan
disebut landas kontinen, lereng kontinen dan kaki kontinen. Pada mulanya landas
kontinen hanya mempunyai pengertian geografis dan geologis saja. Yang dimaksud
landas kontinen adalah plate forme / daerah dasar laut yang terletak antara dasar
air rendah dan titik –titik dimana dasar laut menurun secara tajam ini terjadi pada
kedalaman sekitar 200 meter walaupun kadang – kadang juga terjadi pada
kedalaman 50 meter ( hal ini jarang sekali terjadi ).
Pengertian landas kontinen dari segi ekonomis adalah suatu fenomena
ekonomis karena kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya dan fenomene
ekonomis ini sangat ditentukan oleh kemajuan teknologi di bidang eksplorasi,profeksi
dan eksploitasi sumber mineral dasar laut yang dihasilkan.

Note :
1. KHL Jenewa 1958 pasal 1 pada landas kontinen tidak dibatasi luasnya
2. KHL PBB 1982 pasal 76 – 85 pada landas kontinen membatasi lebar maksimal 350
mil dan kedalaman minimal 1200 km dan maksimal tidak terhingga

SEJARAH LANDAS KONTINEN


1. Bermula pada Amerika serikat tahun 1918 dengan lebar 80 mil
2. Adanya perjanjian Venezuela – Inggris tahun 1976
3. Presiden Amerika serikat Truman tahun 1945 mengeluarkan proklamasi
4. 1946 negara panama,argentina dan saudi arabia

Hak negara pantai pada landas kontinen memiliki hak berdaulat dalam hal
eksploitasi,eksplorasi dan konservasi.

Landas Kontinen Indonesia diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1973 tentang
landas kontinen Indonesia

Anda mungkin juga menyukai