Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH HUKUM LAUT

INTERNASIONAL
HUKUM LAUT KHOMSIN ST, MT

Abstract
Hukum laut memiliki sejarah yang panjang dari zaman Romawi hingga ditandatanganinya
Konvensi PBB tentang Hukum Laut ke III yang dikenal sebagai UNCLOS(United Nations
Convention on the Law Of the Sea).

HANDIS MUZAKY(3514100068)
handismuzaky@live.com
1

Sejarah Hukum Laut Internasional

Aktivitas manusia di lautan sudah terjadi sejak ribuan tahun sebelum masehi melalui
perdagangan. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa perdagangan antara India dengan Babylonia
melalui jalur laut sudah terjadi sejak 3000 SM (Anand, 1983). Melalui jalur di Laut Merah, beberapa
barang dari India dapat masuk ke Eropa oleh para pedagang di Babylonia dan Mesir melalui jalur darat
untuk kemudian menyeberang melalui Laut Mediterania. Di laut Mediterania ini, terdapat sebuah
pulau kecil yang menjadi jalur transit dan persimpangan pelayaran yang menuju ke Fenisia (eng:
Phoenicia, sekarang wilayah Lebanon, Israel dan Suriah), Mesir, Yunani, dan Eropa bernama Kepulauan
Aegea, Rhodia (eng: Rhodes). Ramainya wilayah ini bukan hanya kerana letaknya saja yang strategis
namun juga karena kepiawaian orang-orang Rhodia dalam menumpas para bajak laut, kemampuan
berlayar, kejujuran serta pengetahuan mereka akan perdagangan (Strabo dalam Anand, 1983).

Pada abad kedua atau ketiga sebelum masehi, Rhodia meresmikan peraturan tentang pelayaran
di wilayah mereka yang merupakan pondasi dari hukum laut internasional bernama Lex Rhodia.
Peraturan ini diantaranya mengatur tentang barang hasil pembuangan muatan kapal ke laut akan
menjadi hak kerajaan. Selain itu, Lex Rhodia juga mengatur biaya muatan kapal, pelayaran gabungan,
kerjasama perdagangan, tanggung jawab kru kapal terhadap kecelakaan, serta mengatur standar
perilaku penumpang di kapal. Pada abad pertengahan, Hukum laut Rhodia banyak diadopsi di wilayah
lain di Laut Mediterania termasuk oleh Kekaisaran Romawi1 (Duhaime, 2017). Sayangnya hanya sedikit
sekali dokumen resmi yang berhasil ditemukan oleh para sejarawan mengenai Hukum Laut Lex Rhodia
ini.

1. Hukum Laut pada Zaman Romawi


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Hukum Laut yang diberlakukan pada masa
Kekaisaran Romawi merupakan adopsi dari Hukum Laut Rhodia yang telah disesuaikan dan
dimodifikasi dengan keperluan mereka. Hukum ini mengatur berbagai hal tentang
hubungan antara pemilik kargo dengan pemilik kapal, kejahatan yang terjadi di atas kapal,
kompensasi, serta tanggung jawab kru kapal (Lemus, 2010). Peraturan-peraturan
berkenaan dengan tabrakan kapal, kerusakan kapal, serta hilangnya muatan kapal diatur

1
Lebih jauh tentang Lex Rhodian Law http://www.duhaime.org/LawMuseum/LawArticle-383/Lex-Rhodia-The-
Ancient-Ancestor-of-Maritime-Law--800-BC.aspx diakses tanggal 3 September 2017 pukul 16:52
SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)
2

dalam Lex Aquilla2 (University of Ilinois Board of Trustees, 2017). Karena pada saat itu
Kekaisaran Romawi memiliki wilayah yang sangat luas, mereka menguasai sebagian besar
wilayah Laut Mediterania tanpa adanya tentangan berarti dari kerajaan lain.
Setelah Kekaisaran Romawi runtuh, banyak kerajaan-kerajaan kecil pecahan Romawi
yang mengklaim wilayah laut mereka seperti Kerajaan Venesia terhadap Laut Adriatik,
Kerajaan Genoa terhadap Laut Ligurian, dan Pysa yang menguasai Laut Tyrrhenia. Tuntutan
ini diakui oleh Alexander III pada tahun 1117 M (Syahrudin, 2014). Hal ini juga terjadi di
wilayah lain seperti di Laut Baltik, Laut Utara, serta Laut Irlandia. Aksi klaim sepihak ini
banyak memicu ketegangan antar kerajaan yang sama-sama merasa berhak atas wilayah
laut mereka.
2. Perkembangan Hukum Laut pada Masa Kolonialisme
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani memaksa jalur perdagangan yang
menghubungkan antara Asia dengan Eropa tertutup memaksa Kerajaan-Kerajaan di Eropa
mencari jalur lain. Dibekali dengan semboyan 3G (Gold, Glory, and Gospel) bangsa Eropa
mulai mencari daerah baru. Di antara bangsa Eropa yang memulai petualangan ini adalah
bangsa Spanyol dan Portugis. Untuk mengindari ketegangan antara kedua belah pihak,
maka disepakati bahwa wilayah diluar Eropa terbagi menjadi dua wilayah kekuasaan yang
ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian Tordesillas pada tahun 1494. Wilayah
kekuasaan ini dibatasi oleh garis demarkasi yang terletak sejauh 370 leagues( 1110 mil laut/
2055,72 km) sebelah barat Azores dan Pulau Cape Verde. Wilayah yang berada di sebelah
barat garis ini menjadi milik Spanyol sementara di sebelah timur menjadi wilayah Portugis.
Dampak besar dari adanya perjanjian ini adalah monopoli perdagangan dan jalur
pelayaran yang dilakukan oleh kedua negara di wilayahnya masing-masing. Hal ini tentu
sangat merugikan bagi negeri lain. Mereka dipaksa melakukan berbagai ijin kepada kedua
negara tersebut ketika ingin melakukan pelayaran juga tidak memiliki akses untuk membeli
komoditas pertanian seperti rempah-rempah langsung dari wilayah komoditas tersebut
diproduksi. Sehingga mereka harus rela membayar mahal produk hasil-hasil pertanian yang
dibawa dari Dunia Baru/New World tersebut tanpa benar-benar tahu dari mana komoditas
itu berasal.

2
Secara khusus membahas mengenai tabrakan kapal, namun juga mengatur kerusakan dan hilangnya muatan
kapal secara umum https://publish.illinois.edu/illinoisblj/2007/03/15/the-classical-legacy-of-admiralty-the-
roman-experience-part-two-of-a-two-part-series/ diakses pada : 3 September 2017 pukul 17:18
SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)
3

Monopoli Portugis di wilayah Selat Malaka perlahan berakhir setelah kapal pedagang
mereka,Santa Catarina, diserang oleh pasukan bayaran milik Dutch East India Company
(VOC, Verenigde Oost-Indische Compagnie) pada 25 Februari 16033 (National Library Board,
2017). Kapal Santa Catarina ini kemudian dibawa ke Pelabuhan Batavia sebagai harta
rampasan. Penangkapan kapal dagang ini kemudian membuka mata bangsa-bangsa Eropa
akan adanya kesempatan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Asia seperti Cina, India, serta
Asia Tenggara yang mulai meruntuhkan dominasi Portugis di Selat Malaka. Dampak lain dari
dibawanya kapal Santa Catarina ini adalah keinginan VOC untuk melegalkan tindakan yang
dilakukan oleh Admiral van Heemskerck atas penyerangan kapal dibawah wilayah otoritas
Portugis. Atas hal ini direktur VOC mengundang pengacara muda Hugo de Groots4 untuk
memberikan opininya mengenai nilai moral perampasan kapal ini. Apa yang dikemukakan
oleh Grotius ini dipublikasikan dalam sbuah buku berjudul Mare Liberum5 (Lemus, 2010,
hal. 3-4).
a. Mare Liberum
Mare Liberum merupakan sebuah teori yang berpendapat bahwa laut tidak
dapat dimiliki oleh orang-perorangan maupun oleh negara. Alasannya yaitu hak
kepemilikan atas atas suatu benda hanya bisa didapatkan dari pemberian maupun
perampasan(occopation). Pemilikan atas benda tak bergerak bisa terjadi dengan
membuat sesuatu di atasnya sementara pemilikan atas benda bergerak didapak
dari hubungan fisik dengan barang tersebut. Karena itu pemilikan hanya bisa
didapat dari benda-benda yang dapat dipegang dan memiliki batas. Laut
merupakan benda yang tidak berbatas sehingga tidak dapat dimiliki (Ningrum,
2014). Diantara para penganut teori ini adalah Francisco de Vittoria, Francoise
Alfonso Castro, dan Hugo Grotius.

3
Pasukan ini dipimpin oleh Admiral Jakob van Heemskerck dibantu oleh bangsawan Kesultanan Johor Megat
Mansur dalam rangka misi diplomatis atas nama Sultan Johor saat itu.
http://eresources.nlb.gov.sg/history/events/48d0a785-2b61-467a-8c85-f2728e33702c diakses pada 3
September 2017
4
Lebih dikenal dengan nama latinnya sebagai Hugo Grotius
5
Buku ini awalnya berjudul De Rebus Incidis namun tidak dipublikasikan olehnya melainkan oleh sang editor
dengan judul De Iure Prdare Comentarius tahun1868. Pada bab XII dipublikasikan dengan judul yang berbeda
Mare Libervm Sive De Iure Qvod Batavis Competit Ad Indicana Commercia Dissertatio pada tahun 1608, Lemus
(2010)
SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)
4

Meskipun dalam teori ini mendukung bahwa laut tidak bisa di kuasai namun
Grotius memiliki beberapa pengecualian seperti teluk, gulf(teluk yang lebih besar),
laut pedalaman, selat, serta wilayah laut tertorial yang diukur dari garis pantai
sampai sepanjang mata mampu melihat benda di laut (Lemus, 2010, hal. 3).
Grotius kemudian menerangkan dalam Mare Liberum mengenai wilayah laut
hingga sepanjang mata memandang dalam bukti-bukti praktis yang nyatanya
berbeda-beda untuk setiap wilayah6 (Lemus, 2010, hal. 4). Pandangan lain yang
dikemukakan oleh Cornelius van Bynkershoek mengenai panjang laut teritorial7
adalah jarak yang mampu dicapai oleh meriam yang dimiliki oleh negara tersebut
yang rata-rata dicapai sejauh tiga sampai empat mil laut atau league.
b. Mare Clausum
Penolakan terhadap teori kebebasan laut kemudian datang dari berbagai pihak
seperti William Welwod lewat bukunya An Abridgementof All Sea-Lawes (1613),
Gentilis dalam Advantio Hispanica (1613), Paolo Sarpi menerbitkan Del Dominio del
mare Adriatico tahun 1676, namun yang paling penting adalah buku yang
diterbitkan oleh John Selden yang berjudul Mare Clausum Seu De Dominio Maris
Libri Duo yang terbit pada tahun 1618. Argumen yang dipakai berdasarkan sejaran
negara telah menjalankan kekuasaan mereka atas lautan. Meskipun begitu, Selden
juga mengakui adanya jalur pelayaran yang tidak dimiliki oleh siapapun dengan
mengakui adanya hak lintas damai (innocent passage).
3. Hukum laut pada abad ke 20
Hukum laut benar-benar menjadi sebuah hukum internasional yang diakui oleh
masyarakat dunia baru terjadi pada abad ke 20. Banyaknya perbedaan mengenai hukum
laut ini dapat membingungkan berbagai pelayaran yang dilakukan melintasi berbagai
negara. Selain itu, ketidakseragaman hukum laut dapat berpotensi memicu berbagai konflik
antar negara lewat aksi saling klaim atas wilayah laut merek masing-masing. Maka dari itu,
dilaksanakanlah beberapa konferensi yang bertujuan untuk menyeragamkan hukum atas
laut agar tidak terjadi tumpang tindih hukum di masing masing negara.

6
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Inggris dan Prancis, Skotlandia, serta Belanda masing-masing
jaraknya adalah 12, 14, dan 15 mil, Lemus
7
Istilah laut teritorial (Teritorial Sea) sebenarnya secara resmi digunakan pada saat Konvensi Den Haagpada
tahun 1930, ibid
SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)
5

a. Konferensi Den haag


Selepas perang dunia pertama, dibentuklah Liga Bangsa-Bangsa (League of
Nation) untuk memelihara perdamaian di dunia. Salah satu caranya yaitu dengan
menginisiasi pertemuan antar negara dalam sebuah konferensi yang membahas
hukum laut di Den Haag pada tahun 1930.
Pertemuan ini dihadiri oleh 48 negara yang pada akhirnya gagal dalam
menentukan luas wilayah laut teritorial. Meskipun begitu ada beberapa keputusan
yang berhasil dicapai yaitu:
1. Wilayah negara yang meliputi jalur laut disebut Laut Teritorial. Wilayah
negara pantai meliputi ruang udara di atas laut territorial, dasar laut dan
tanah dibawahnya yang dikenal dengan istilah tiga demensi laut teritorial.
Khusus batasan ruang udara, dikenal teori grafitasi, yaitu benda yang masih
jatuh ke bawah, masih masuk ke dalam wilayah ruang udara/angkasa
negara tersebut.
2. Hak Lintas Damai, pada prinsipnya kapal asing boleh masuk, melintas
wilayah laut asal tidak membuang jangkar, mencemarkan lingkungan,
menyelundup, dan lain-lain yang dapat menimbulkan keadaan tidak damai
(the right of innoucense)
3. Yurisdiksi criminal dan sipil atas kapal-kapal asing
4. Pengejaran seketika (hot porsuit) bila melanggar Sesudah Perang Dunia
Kedua (tahun 1945). (American Society of International Law, 2017)8
b. Trumans Effect
Setelah berakhirnya perang dunia ke dua, pada tanggal 28 September 1945
Presiden Amerika Serikat kala itu Harry S. Truman mengeluarkan Presidential
Proclaim 2667 dan 2668 yang membahas mengenai Continental Shelf dan
pemanfaatan sumber daya perikanan9. Hal ini memicu negara-negara lain terutama
di Benua Amerika untuk mengklaim wilayah perairannya seperti Meksiko (1945),
Argentina dan Panama(1946), Costa Rica (1948), Honduras & Brazil (1950),

8
American Society of International Law. United Nations Documents on the Development and Codification of
International Law. Supplement to American Journal of International Law, Vol. 41 No. 4 (1947) hal. 82-86
9
Selengkapnya dapat dilihat di http://www.presidency.ucsb.edu/ws/?pid=12332 dan
http://www.presidency.ucsb.edu/ws/?pid=58816 diakses tanggal 3 September 2017 pukul 22:23 WIB
SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)
6

Nicaragua (1961) and Uruguay (1969). Bahkan Chili dan Peru mengklaim wilayah
laut teritorial mereka hingga 200 mil laut pada 1947 (Lemus, 2010, hal. 6)
c. UNCLOS I dan UNCLOS II
Setelah kegagalan Konferensi Den Haag dalam menentukan luas Laut Teritorial
yang memicu berbagai klaim sepihak dari masing-masing negara. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) yang menggantikan peran LBB kembali mengadakan
pertemuan antar negara yang mengangkat isu hukum laut yang lebih sering desebut
United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS). Isu mengenai Laut
Teritorial menjadi isu utama yang diangkat dalam konvensi ini. UNCLOS I yang
ditandatangani di Jenewa pada 1958 menghasilkan keputusan berupa
1. Laut Teritorial dan Contiguous Zone
2. Continental Shelf
3. High Seas/ Laut Lepas
4. Konservasi dan pemanfaatan sumber daya perikanan di area high seas/ laut
lepas, (Lemus, 2010, hal. 6-7)

Pada tahun 1960, UNCLOS kembali diadakan namun tidak ada keputusan
penting yang berhasil disepakati dalam konvensi kali ini selain keharusan untuk
kembali mengadakan konvensi hukum laut internasional diwaktu yang akan
datang.

d. UNCLOS III
Pada November 1967, Duta besar Malta Untuk PBB ,Arvid Pardo, berpidato
mengenai kemungkinan konflik yang bisa saja menghancurkan samudera dan
kehidupan manusia. Dia berbicara mengenai persaingan negara-negara superpower
dalam menguasai laut, polusi yang meracuni laut, klaim wilayah yang saling
tumpang tindih dan implikasinya terhadap masyarakat dunia, dan potensi akan
adanya sumber daya di dasar laut10 (United Nation - Office of Legal Affairs, 2017)11.

10
Pidato ia sampaikan di depan Rapat Majelis Umum(General Assembly) PBB pada 1 November 1967. Notulensi
pertemuan bisa diakses di https://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/texts/pardo_ga1967.pdf
diakses tanggal 3 September 2017 pukul 23:03
11
Teks pidato bisa diakses di https://drive.google.com/file/d/0B1_W1-
ytb_vFYzk2ZWY2ZDUtZGYyZC00OThhLWI5NWUtODQ1YmUzMTAzYjc4/view?layout=list&ddrp=1&sort=name&
num=50# diakses tanggal 3 September 2017 pukul 23:07
SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)
7

Tak lama setelah itu, dibentuklah komite yang melakukan pengkajian mengenai
pemanfaatan dasar laut yang akhirnya di ratifikasi pada 17 Desember 1970 dalam
Declaration of Principles Governing the Sea-Bed and the Ocean Floor, and the
Subsoil Thereof, beyond the Limits of National Jurisdiction.
Konferensi ini dimulai pada tahun 1973 di New York dan berakhir pada 1982 di
Montego Bay, Jamaika yang menjadikannya konferensi terlama untuk menentukan
hukum internasional. Konferensi ini mengjasilkan 320 artikel/pasal yang terbagi
menjadi 17 bab, 9 Annex yang terdiri dari 88 artikel, dan 4 resolusi. UNCLOS III inilah
yang menjadi landasan hukum laut internasional hingga saat ini.

SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)


8

References
(n.d.).

American Society of International Law. (2017, September 3). ASIL 1947 Study. Retrieved from United
Nations Web Site: http://legal.un.org/ilc/documentation/english/ASIL_1947_study.pdf

Anand, R. P. (1983). Origin and Develpoment of the Law of the Sea. New Delhi: Martinus Nijhof
Publishers.

Duhaime, L. (2017, September 3). Lex Rhodia: The Ancient Ancestor of Maritime Law - 800 BC.
Retrieved from Duhaime Web Site: http://www.duhaime.org/LawMuseum/LawArticle-
383/Lex-Rhodia-The-Ancient-Ancestor-of-Maritime-Law--800-BC.aspx

Lemus, L. A. (2010). Brief Outline of the History and Development of the Law of the Sea.
Academia.edu, 1.

National Library Board. (2017, September 3). The Santa Catarina Incident. Retrieved from Singapore
History: http://eresources.nlb.gov.sg/history/events/48d0a785-2b61-467a-8c85-
f2728e33702c

Ningrum, H. D. (2014). Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional. Academia.edu, 6.

Syahrudin, R. (2014). Sejarah Lahirnya Hukum Laut Internasional. Academia.edu, 3.

United Nation - Office of Legal Affairs. (2017, September 3). Overview - Convention and Related
Agreements. Retrieved from United Nation Web Site:
https://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/convention_historical_perspective.
htm

University of Ilinois Board of Trustees. (2017, September 3). The Classical Legacy of Admiralty: The
Pre-Roman World (Part One of a Two-Part Series). Retrieved from Ilinois Business Law
Journal - University of Ilinois at Urbana Champaign:
https://publish.illinois.edu/illinoisblj/2007/02/15/the-classical-legacy-of-admiralty-the-pre-
roman-world-part-one-of-a-two-part-series/

SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL HANDIS MUZAKY(3514100068)

Anda mungkin juga menyukai