Anda di halaman 1dari 60

MODUL UPAYA HUKUM

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
2022

- T. BANJAR NAHOR, S.H.,MAP-


BAB I

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

UPAYA HUKUM
Bagian Dari Proses dan Tahap Penuntutan Perkara Dalam
Sistem Peradilan Pidana Secara Terpadu
(Integrated System Criminal Justice) Yang Dianut KUHAP

Merupakan salah satu hak Terdakwa dan Penuntut


Umum, yang diberikan setelah putusan.
MAKSUD DAN TUJUAN UPAYA HUKUM PIDANA

Koreksi kesalahan yang dibuat


oleh hakim dalam memutus suatu
perkara

sebagai

Jaminan bagi terdakwa atau


Penuntut Umum untuk
mendapatkan putusan hakim yang
lebih memenuhi rasa keadilan
PERMASALAHAN UPAYA HUKUM PIDANA DALAM PRAKTEK

 Banding dan Kasasi Penuntut Umum ditolak oleh


Pengadilan Tinggi dan MA.

 Putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan


hukum berdasarkan Ps. 253 (1) KUHAP tidak
dapat dikasasi.

 Putusan MK No. 114/PU-X/2012 tanggal 28


Maret 2012 terhadap putusan bebas dapat
dikasasi (pedomani surat Jam Pidsus No. B-
1120/F/Fpt/A.2/04/2014 tanggal 16 April 2014
BAB II
PENGERTIAN
RUANG LINGKUP
DAN
DASAR HUKUM
A.
PENGERTIAN
PENGERTIAN UPAYA HUKUM PIDANA

 Ps. 1 butir 12 KUHAP Hak terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak
menerima putusan, yang berupa perlawanan, banding, kasasi serta hak
terpidana untuk mengajukan PK dalam hal dan menuntut cara yang diatur
dalam UU

 Menurut doktrin upaya hukum adalah hak terdakwa atau JPU untuk
tidak menerima penetapan atau putusan pengadilan karena tidak
merasa puas dengan penetapan atau putusan tersebut

 Dalam arti luas upaya, cara dan prosedur serta syarat – syarat untuk
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam semua proses atau
tingkatan penyelesaian perkara pidana

 Dalam arti sempit upaya berdasarkan UU untuk memperbaiki atau


meluruskan suatu putusan pengadilan yang dilakukan oleh orang – orang
atau pihak – pihak yang mempunyai wewenang atau kewajiban untuk itu
(Paingot Rambe Manalu 2010 : 203)
PENGERTIAN VERZET/PERLAWANAN

JENIS PERLAWANAN JPU


 Perlawanan terhadap Penetapan Ketua PN yang
menyatakan PN yang dipimpinnya tidak
berwenang mengadili perkara yang diajukan JPU
(ps. 148 jo 149 KUHAP) :

 Tidak termasuk kategori upaya hukum pidana,


namun untuk menyamakan persepsi dalam
pembelajaran dianggap sebagai upaya hukum
pidana dan menurut proses dan prosedur yang
ditetapkan KUHAP

 Perlawanan atas putusan Majelis Hakim yang


menerima keberatan terdakwa (ps. 156 ayat (3)
KUHAP)
PENGERTIAN BANDING

 Tidak ditemukan dalam perundang – undangan termasuk


KUHAP
 Mr. P. Van Bemmelen: “ Banding merupakan pengujian atas
ketepatan dari putusan pengadilan tingkat pertama yang
disangkal kebenarannya.
 Menurut Andi Hamzah : “Banding adalah hak terdakwa
atau PU menolak putusan pengadilan, dengan tujuan
untuk dilakukan pemeriksaan ulang oleh PT serta
menguji ketepatan penerapan hukum dari purusan
pengadilan tingkat pertama
 PT berwenang memeriksa ulang pidana secara keseluruhan
baik mengenai fakta maupun penerapan hukumnya, maka
Pengadilan tingkat banding disebut peradilan tingkat kedua
atau yudex facti, atau pengadilan atau revisi dari putusan PN.
PENGERTIAN KASASI

 Kasasi (cassatie)merupakan lembaga hukum, dilahirkan di


Perancis (cassation) adalah suatu tindakan MA sebagai
pengawas tertinggi atas putusan – putusan Pengadilan lain,
tetapi tidak merupakan pemeriksaan tingkat ketiga (Lilik
Mulyadi 2007:25)

 Ps. 244 KUHAP menyebutkan bahwa “terhadap putusan


perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh PN
lain selain dari MA, terdakwa atau PU dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi ke MA, kecuali terhadap
putusan bebas.”

 Putusan MK No. 114/PU-X/2012 tanggal 28 Maret 2012


terhadap putusan bebas dapat dikasasi (pedomani surat Jam
Pidsus No. B-1120/F/Fpt/A.2/04/2014 tanggal 16 April 2014)
PENGERTIAN KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

 Psl. 259 ayat (1) KUHAP : “Demi kepentingan hukum thd


semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dari Pengadilan lain selain dari MA, dapat diajukan satu kali
permohonan kasasi oleh JA.”

 KUHAP membatasi permohonan kasasi demi kepentingan


hukum hanya dapat diajukan oleh JA satu kali

 Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDPH) merupakan istilah


yang diatur dalam bab XVIII ps. 259 s/d 262 KUHAP

 PKDKH lazim disebut : “cassatie in het belang van het


recht” atau kasasi jabatan
PENGERTIAN PENINJAUAN KEMBALI

 Tidak ditemukan definisi atau batasan pengertian PK.

 Pasal 263 ayat (2) KUHAP menyebutkan : “terhadap putusan pengadilan


yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan
permintaan PK kepada MA.”

 PK suatu upaya hukum pidana untuk memperoleh perubahan terhadap


putusan hakim yang pada umumnya tidak dapat diganggu gugat lagi.
(Soedibyo dan Rusli Muhammad)

 Upaya hukum pidana PK mengatur tata cara melakukan KPK suatu putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (Hadari Djenawi
dan Rusli Muhammad)

 PK dapat dimintakan atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan


hukum tetap di semua tingkatan pengadilan (PN, PT, dan MA).

 Put. MK No. 33/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Mei 2016 Penuntut Umum tidak


dapat mengajukan PK.
PENGERTIAN GRASI

GRASI merupakan hak prerogatif Presiden selaku Kepala Negara untuk


memberikan pengampunan kepada terpidana yang dapat berupa pengurangan,
perubahan atau penghapusan pidana (hukuman).
B.
RUANG LINGKUP
DAN SISTEMATIKA
MATERI
PEMBAHASAN
RUANG LINGKUP UPAYA HUKUM PIDANA

JENIS UPAYA HUKUM PERLAWANAN, BANDING, KASASI, PK.

OBJEK UPAYA HUKUM PERLAWANAN, BANDING, KASASI, PK

– PUT. SELA : Dakwaan batal demi hukum, dakwaan tidak


dapat diterima, Pengadilan tidak berwenang
JENIS PUTUSAN
– PUT. AKHIR : Pemidanaan, Vrijspraak, putusan lepas
dari segala tuntutan hukum (onslaag van vervoging),
putusan yang menyatakan tuntutan PU tidak dapat
diterima.

YANG BERHAK MENGAJUKAN 1. Perlawanan : PU dan Terdakwa


UPAYA HUKUM 2. Banding : PU dan Terdakwa
3. Kasasi : PU dan Terdakwa
4. KDKH : Terpidana/Ahli Waris
5. PK : Jaksa Agung
RUANG LINGKUP UPAYA HUKUM PIDANA

a. Jenis – Jenis Upaya Hukum Pidana


Mengacu kepada pengertian upaya hukum pidana berdasarkan
ketentuan pasal 1 butir 12 KUHAP, jenis – jenis upaya hukum pidana
ialah:
1. Perlawanan
2. Banding
3. Kasasi
4. Peninjauan Kembali

b. Obyek Upaya Hukum Pidana


Obyek upaya hukum pidana adalah putusan Pengadilan yang terdiri:
1. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri
2. Putusan Pengadilan Negeri
3. Putusan Pengadilan Tinggi
4. Putusan Mahkamah Agung
RUANG LINGKUP UPAYA HUKUM PIDANA

c. Jenis – Jenis Putusan Pengadilan


1. Putusan Sela
– Dakwaan batal demi hukum
– Dakwaan tidak dapat diterima
– Pengadilan tidak berwenang
2. Putusan Akhir
– Pemidanaan
– Vrisjpraak
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslaag van ale Rechts
vervloging)
– Putusan yang menyatakan tuntutan Penuntut Umum, tidak dapat diterima.
RUANG LINGKUP UPAYA HUKUM PIDANA

d. Yang berhak mengajukan upaya hukum pidana


1. Perlawanan
– Penuntut Umum
– Terdakwa atau penasihat hukumnya

2. Banding
– Penuntut Umum
– Terdakwa atau penasihat hukumnya

3. Kasasi
– Penuntut Umum
– Terdakwa atau penasihat hukum

4. Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH)


– Jaksa Agung RI

5. Peninjauan Kembali (PK)


– Terpidana atau Ahli Warisnya
BAB III
PERLAWANAN
(VERZET)
DASAR HUKUM

 Ps. 1 butir 12 KUHAP

 Ps. 146 ayat (1) huruf a KUHAP dalam hal PU


berkeberatan terhadap surat penetapan PN sebagaimana
dimaksud dalam ps. 145 KUHAP, perlawanan diajukan ke
PT dalam waktu 7 hari setelah diterimanya penetapan ;

 Ps. 156 ayat (3) KUHAP dalam hal PU berkeberatan


terhadap putusan sela yang menerima keberatan Terdakwa
atau PH, maka PU dapat mengajukan perlawanan.

 Ps. 214 ayat (4) KUHAP.


PROSEDUR PENGAJUAN PERLAWANAN (VERZET)
1. Terdakwa ajukan keberatan PN, PU mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapatnya
& putusan mempertimbangkan keberatan terdakwa dan pendapat PU.
2. Isi putusan :
a) Keberatan diterima, perkara tidak disidangkan lebih lanjut
b) Keberatan ditolak atau diputus setelah selesai pemeriksaan, sidang dilanjutkan
3. Dalam hal PU keberatan atas putusan, PU dapat mengajukan perlawanan ke PT.
4. Perlawanan diterima, dalam waktu 14 hari PT memerintahkan PN untuk memeriksa
perkara tsb.
5. Salinan putusan disampaikan kepada Kejari yang telah melimpahkan perkara melalui PN.
6. Tenggang waktu PU mengajukan perlawanan 7 hari, tenggang waktu tidak dipenuhi
mengakibatkan batalnya perlawanan (ps. 149 ayat (1) huruf b).
7. Menyampaikan putusan kepada PN yang berwenang dengan PN yang semula mengadili
perkara disertai berkas perkara.
8. Bila PT yang berwenang berkedudukan di daerah PT lain, maka Kejari dalam daerah
hukum PN yang berwenang ditempat itu.
9. Hakim ketua siding karena jabatannya, walau tidak ada keberatan, dapat menyatakan
Pengadilan tidak berwenang dengan surat penetapan.
POKOK – POKOK KEBERATAN DALAM PERLAWANAN

1. Masalah kewenangan mengadili (absolute/relatif).

2. Dakwaan tidak dapar diterima mis. ne bis in idem atau


delik aduan.

3. Surat dakwaan harus dibatalkan, dakwaan tidak


memenuhi syarat formal (ps. 143 ayat (2) huruf b
KUHAP) .

Ps. 156 ayat (1) KUHAP tidak memberikan penjelasan


mengenai hal – hal diatas, yang hanya diketahui dalam
praktek
SIKAP PENUNTUT UMUM

Perlawanan (verzet) dapat diajukan PU dalam hal :


1. Penetapan KPN yang menyatakan perkara yang dilimpah PU tidak
termasuk wewenang PN yang dipimpinnya dan menyerahkan
pelimpahan perkara tersebut kepada PN lain yang berwenang, PU dapat
mengajukan perlawanan terhadap penetapan berdasarkan ps. 149
KUHAP ;
2. Hakim menerima keberatan Terdakwa/PH dengan alasan PN tidak
berwenang mengadili perkaranya, dakwaan tidak dapat diterima atau
dakwaan harus dibatalkan. PU dapat mengajukan perlawanan terhadap
putusan (sela) MH.
3. Pertimbangan keberatan Terdakwa, umumnya diputus melalui
pemeriksaan perkara (ps. 156 ayat (2) KUHAP)
Dalam hal tersebut, persidangan perkara ybs
akan dilanjutkan.
4. Atas putusan sela tersebut, PU dapat menerima putusan dengan
pengertian PU memperbaiki dan menyempurnakan surat dakwaan,
kemudian melimpahkan kembali, namun bila PU keberatan atas putusan
sela, PU dapat mengajukan perlawanan (verzet).
TEKNIS PEMBUATAN RISALAH PERLAWANAN (VERZET)

1. PU mempelajari penetapan/putusan sela gunan menentukan sikap dengan


berkonsultasi dengan pimpinan.
2. Apabila PU mengajukan perlawanan, upaya hukum perlawanan diajukan
7 hari setelah penetapan diterima atau putusan diucapkan.
3. Membuat risalah perlawanan yang memuat tanggapan keberatan atas
putusan sela, PU harus mampu menjelaskan ketidaktepatan penerapan
hukum atau penafsiran hukum dalam putusan sela.
4. PU harus benar – benar mampu merumuskan alasan dalam verzet dengan
benar – benar membaca setiap perkataan secara teliti, seksama, dan
cermat dan mampu memaknai tiap kata pertimbangan yuridis formal dan
materil. PU mengirimkan risalah perlawanan ke PT melalui PN ;
5. Mengikuti perkembangan perlawanan dengan memantau proses
perlawanan dimana dalam waktu 14 hari PN menetapkan, menerima, atau
menguatkan perlawanan ;
6. Melaksanakan penetapan PT, bila penetapan sudah diterima
7. Melaksanakan putusan sela, bila PU tidak melakukan perlawanan.
BAB IV
UPAYA HUKUM PIDANA
BIASA
BANDING
a. Merupakan upaya hukum biasa.
• Merupakan hak Terdakwa/PH maupun PU untuk tidak menerima putusan.
• Dapat dilakukan oleh salah satu pihak/bersamaan yakni Terdakwa dan/atau PU (Ps. 43 UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA bila
Terdakwa banding maka PU harus banding tergantung persepsi dan kepentingan pihak dalam perkara tersebut).

Objek banding hanya putusan tingkat pertama (PN), yakni


1. Putusan akhir, bukan putusan sela;
2. Putusan yang berupa pemidanaan;

b. Putusan yang tidak dapat dibanding:


1. Putusan bebas (vrijspraak) dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum
tidak dapat disbanding (onslaag van rechts vervolging);

2. Putusan pengadilan dalam APC (ps. 67 KUHAP), kecuali putusan pidana badan (ps. 214 ayat 8 KUHAP);

3. Status putusan tingkat pertama yang dibanding belum mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga belum bisa dieksekusi.

Banding merupakan jenis upaya hukum biasa, karena pemeriksaan perkara dalam tingkat banding di PT masih lingkup judex facti, dimana
proses pemeriksaan sama dengan yang berlaku pada pengadilan tingkat pertama.
PROSES DAN PROSEDUR UPAYA HUKUM PIDANA BANDING

1. Permintaan banding oleh terdakwa/yang dikuasakan untuk itu atau PU.


2. Diajukan 7 hari setelah putusan dijatuhkan atau sejak diberitahukannya putusan kepada terdakwa (in absentia).
3. Panitera PN membuat surat keterangan permintaan banding dan ditandatangani pemohon banding.
4. Selambat-lambatnya 14 Hari sejak permintaan banding panitera mengirimkan salinan putusan beserta berkas
perkara ke PT.
5. Pemohon banding wajib diberikan kesempatan mempelajari BP di PN dan meneliti keaslian BP yang sudah yang
sudah di PT dan terdakwa maupun PU dapat menyerahkan memori atau kontra banding melalui PN selama belum
diputuskan PT.
6. Kewenang penahanan beralih ke PT seperti ajukan banding waktu 3 hari PT wajib menetapkan status penahanan
terdakwa.
7. Jika PT berpendapat ada kesalahan atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap dalam penerapan hak hukum
acara pidana PT dapat memerintahkan untuk memperbaiki hal itu atau PT melakukan sendiri.
8. Setelah mempertimbangkan PT memutuskan menguatkan atau mengubah atau membatalkan putusan PN dan
memutus sendiri.
9. Salinan putusan beserta berkas dikirim 3 hari setelah putusan dijatuhkan kepada yang bersangkutan dan isi isi
putusan Diberitahukan kepada terdakwa dan PU.
ALASAN UPAYA HUKUM BANDING

Ps. 240 ayat (1), kriteria obyektif yang menjadi acuan pengajuan
banding yaitu
a. Ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau
b. Ada kekeliruan dalam melaksanakan hukum atau
c. Adanya kesalahan dalam pertimbangan hukum, hukum
pembuktian, dan amar putusan pengadilan pertama.

Alasan Upaya Hukum Banding Terdakwa

d. Perbuatan yang dilakukan Terdakwa, bukan merupakan TP,


sehingga harus lepas dari segala tuntutan hukum
e. Terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan sebagai
mana didakwakan, sehingga seharusnya Terdakwa dibebaskan.
f. Putusan pidana yang terlampau berat.
TEKNIK PEMBUATAN MEMORI BANDING DAN KONTRA MEMORI BANDING

• Selama PT belum memeriksa perkara tingkat banding,


Terdakwa/PU dapat menyerahkan memori/kontra memori
banding ke PT (ps. 237 KUHAP);

• Tujuan memori banding untuk memberikan bahan – bahan


sebagai pertimbangan bagi hakim PT mengenai alasan
ketidaksesuaian atas putusan PN;

• Memori banding merupakan sanggahan/bantahan yang


bertujuan untuk mematahkan alasan dan pertimbangan
hakim tingkat pertama.
SUBSTANSI MEMORI BANDING

 Pada pokoknya substansi memori banding adalah uraian atau


risalah yang memuat tanggapan keberatan atas putusan yang
dijatuhkan pengadilan tingkat pertama.
 Dalam memori banding pemohon mengemukakan kelemahan dan
ketidaktepatan penerapan atau penafsiran hukum yang terdapat
dalam putusan.
 Dalam memori banding ditunjukkan kekeliruan penilaian &
pembuktian yang menjadi dasar putusan yang dijatuhkan dan
dalam memori banding dapat dikemukakan hal – hal baru atau
fakta baru serta permohonan untuk pemeriksaan tambahan atas
bukti dan fakta baru tersebut.
 Meskipun memori banding tidak merupakan kewajiban yang
sifatnya imperatif, pengajuan upaya hukum banding PU harus
dibarengi dengan memori banding.
KONTRA MEMORI BANDING

– Kontra memori banding wajib dibuat oleh


PU, jika Terdakwa mengajukan banding.
– Substansi kontra memori banding adalah
sanggahan/bantahan atas dalil – dalil
alasan yang dijadikan dasar oleh
Terdakwa mengajukan banding, bagi JPU
putusan PN sudah tepat.
AKIBAT HUKUM PENGAJUAN UPAYA HUKUM BANDING

1. Putusan PN menjadi status quo > putusan


PN menjadi seperti keadaan semula, putusan
menjadi mentah atau status quo:
2. Tanggung jawab yuridis perkara beralih ke
PT terhitung sejak permohonan banding
diajukan > status BB, status penahanan
terdakwa beralih ke PT (psl. 238 ayat 2
KUHAP)
3. Putusan PN yang dibanding tidak memiliki
daya eksekusi.
PEDOMAN BANDING

1. INSJA No. 16/INS/Sek/1962 Tanggal 25 Agustus 1962 ;


2. Surat Jam Pidum No. B-696/E/Ept.2/11/1985 Tanggal 6 November 1985 ;
3. SEJA No. 036/A-6/6/1985 Tanggal 12 Juni 1985 ;
4. Surat Jam Pidsus No. B-540/F/Fpi/1985 Tanggal 8 September 1985 ;
5. SEJA No. SE-001/JA/4/1995 Tanggal 27 April 1985 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana.

a. Bila Terdakwa banding, PU banding, sesuai dengan Ps. 43 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana dirubah
dengan UU No. 5 Tahun 2004 ;

b. Putusan hakim kurang dari tuntutan mati atau seumur hidup sekurang – kurangnya 20 tahun penjara, bila
pertimbangan hakim dalam putusan, PU tidak harus banding.

c. Bila putusan hakim ½ dari tuntutan PU dan pertimbangan PU diambil sebagian atau seluruhnya sebagai
pertimbangan hakim dalam putusan, PU tidak harus mengajukan banding ;

d. Bila putusan hakim 2/3 dari tuntutan PU, walaupun pertimbangan PU tidak diambil sebagian atau seluruhnya
dalam pertimbangan dalam putusan, PU tidak harus mengajukan banding.
PEDOMAN BANDING

 Perbedaan jenis pidana yang dituntut dengan yang diputus oleh hakim.
 Perbedaan kualifikasi atas tindak pidana yang dituntut dengan yang diputus
oleh Hakim.
 Putusan hakim yang tidak memuat secara lengkap mis. Status barang bukti

YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGAJUAN BANDING

1. Cukup dasar atau alasan untuk mengajukan banding/tidak mengajukan banding, untuk
mencegah banding semu yang sesungguhnya tidak ada dasar & alasan untuk
mengajukan banding.
2. Ketentuan waktu harus dipenuhi dengan UU
3. Mekanisme untuk keberhasilan banding harus dipenuhi al. Memperoleh putusan PN,
mempelajari BP, menelaah banding Terdakwa dan meneliti keaslian BP.
UPAYA HUKUM PIDANA KASASI

PENGERTIAN KASASI
 KUHAP tidak memberikan definisi tentang Kasasi.
 Kamus Besar Bahasa Indonesia : “Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh
MA terhadap putusan Hakim karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai
benar dengan UU, Hak Kasasi hanyalah hak MA”
 Kamus istilah Hukum, Fockoma Andrae (Mr. UE. Algra, dkk) 1983 : “cassatie,
kasasi, pembatalan, pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim rendahan
oleh MA, demi kepentingan kesatuan peradilan”
 Dalam buku peri peristilahan hukum dalam praktek terbitan Kejaksaan Agung
(1985) : Kasasi pembatalan putusan/perbaikan putusan pengadilan bawahan
oleh MA karena bawahan itu telah :
a. Melampaui batas wewenangnya ;
b. Lalai memenuhi syarat – syarat yang diwajibkan oleh suatu ketentuan UU
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan.
c. Salah menerapkan atau melanggar suatu peraturan hukum yang berlaku.
LATAR BELAKANG UPAYA HUKUM KASASI

Mahkamah Agung selaku badan peradilan tertinggi yang mempunyai tugas


untuk membina dan menjaga agar semua hukum dan UU diseluruh wilayah
Negara RI diterapkan secara tepat dan adil, MA wajib memeriksa apabila
ada pihak yang mengajukan permohonan Kasasi terhadap putusan
dibawahnya guna menentukan sudah tepat/adilkah putusan dibawahnya.
PUTUSAN PENGADILAN YANG DAPAT DI KASASI

A. Putusan Tentang Pemidanaan


1. Tentang berat ringannya pemidanaan.
2. Putusan PT merubah jenis hukuman dalam Ps. 10 KUHP

B. Putusan yang melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan (Onslag Van Rechtsvervolging).

C. Putusan yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan (Vriijspraak) dan terhadap putusan
lepas dari segala tuntutan hukum
ALASAN PERMOHONAN KASASI

a. Alasan menurut ketentuan UU (ps. 253 KUHAP)


1. Suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya.
2. Cara mengadili tidak melaksanakan menurut ketentuan UU.
3. Pengadilan telah melampaui wewenangnya.

b. Putusan MARI No. 864K/Pid/1986, peraturan yang bersangkutan


terdapat hal – hal yang bertentangan maka hal tersebut dapat dijadikan
alasan kasasi. Terdakwa dinyatakan tidak terbukti bersalah dan
dibebaskan dari segala dakwaan, ttp BB dinyatakan dirampas untuk
negara.

c. UU No. 14/1985 dan UU No. 5/2001, Pengadilan telah melampaui batas


wewenangnya, salah menerapkan hukum yang berlaku dan lalai
memenuhi syarat – syarat yang diwajibkan oleh peraturan per UU an
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
ALASAN YANG TIDAK DIPERKENANKAN KASASI

 Keberatan atas penilaian pembuktian (Yurisprudesi MARI No. 290K/K/Pid/1983


Tanggal 7 November 1983)

 Alasan kasasi yang bersifat pengulangan fakta (No. 567K/Pid/1983 Tanggal 10


November 1983)

 Alasan kasasi yang tidak menyangkut persoalan perkara/relevan (No. 755K/Pid/1983


Tanggal 8 Juni 1983)

 Permohonan kasasi yang didasarkan pada novum (No. 486K/KR/1979 Tanggal 18 Juni
1979)
PROSEDUR PENGAJUAN KASASI DAN MEMORI KASASI

 Terhadap setiap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum PN, PT,
agar PU tidak langsung menyatakan menerima atau menolak.

 PU aktif untuk memperoleh salinan put ;

 Menyiapkan bahan – bahan penyusunan memori berupa literatur,


ketentuan per UU, yurisprudensi yang berhubungan dengan kasasi.

 Penyusunan memori kasasi melibatkan PU, Kasi Pidum, Kajari sesuai


dengan SEJA No. SE-014/JA/8/1982 dan No. SE-001/JA/1989

 Permohonan kasasi disampaikan kepada Panitera PN paling lambat hari


ke-12 dan penyampaian memori kasasi paling lambat 12 hari setela
pengajuan kasasi (surat Jam Pidum No. B-321/E/EPT/4/1991 Tanggal 30
April 1991 tentang penyusunan teknis memori kasasi)
TEKNIK PENYUSUNAN MEMORI KASASI DAN KONTRA MEMORI KASASI

 Memori kasasi adalah suatu risalah yang memuat uraian – uraian tentang
alasan mengajukan permohonan kasasi agar MA dapat membatalkan putusan
pengadilan yang dimintakan kasasi.

 Memori kasasi wajib, permohonan kasasi tanpa memori kasasi pasti ditolak
MA (Ps. 248 ayat (1) KUHAP).

 Tenggang waktu mengajukan memori kasasi 14 hari setelah pengajuan


permohonan kasasi, keterlambatan mengajukan kasasi akan berakibat gugur
(Ps. 248 ayat (4) KUHAP). Berdasarkan evaluasi kegagalan kasasi oleh PU,
karena PU kurang mampu secara teknis memahami dan
mengimplementasikan alasan kasasi sebagai mana Ps. 253 ayat (1) KUHAP
dalam memori kasasinya.

 Dalam memori kasasi PU banyak mempermasalahkan penilaian terhadap


fakta dan alat bukti yang merupakan kewenangan judex facti yang tidak
tunduk pada pemeriksaan kasasi.
HAL – HAL YANG PERLU DICERMATI JPU DALAM MENYUSUN MEMORI KASASI

1. Thd putusan PT yang bukan merupakan putusan bebas atau lepas


dari segala tuntutan hukum
a. Tenggang waktu pengajuan memori sesuai Ps. 248 KUHAP 14 hari
b. 3 alasan permohonan kasasi sesuai Ps. 253 KUHAP:
1. Suatu peraturan hk tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, PU harus cermat
mengimplementasikan secara argumentatif, misalkan: putusan
melampaui ancaman pidana maksimum atau dibawah
minimum. Putusan menambah jenis hukuman yang ditetapkan
dalam Ps. 10 KUHP, kecuali ditentukan lain dalam UU.
2. Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ket UU.
3. Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Yaitu
dalam hal pengadilan melampaui kompetensi relatif atau
absolut atau apabila dalam putusannya mempertimbangkan hal
– hal yang bersifat non yuridis.
PENYEBAB KEGAGALAN KASASI PU

a. Meskipun telah mendasarkan alasan kasasi yang tercantum dalam Psl. 253 ayat (1) KUHAP,
namun uraian memori kasasi berisi penilaian fakta dan alat bukti, yang merupakan kewenangan
judex factie dan tidak tunduk pada pemeriksaan Kasasi (pelajari putusan MK No. 114/PU/X/2012
Tanggal 28 Maret 2012).

b. Memori Kasasi tidak lagi harus membuktikan putusan bebas tersebut adalah putusan bebas tidak
murni. Memori Kasasi hendaknya menguraikan dasar yuridis yang disyaratkan dalam Ps. 253 (1)
KUHAP
FORMAT KASASI

a. Uraian mengenai waktu pengajuan dan penyerahan


memori kasasi, dengan permintaan MA menolak
permohonan kasasi, sesuai Ps. 245 dan 248 KUHAP,
untuk menghindari gugurnya kasasi dalam Ps. 246 ayat
(2) dan Ps. 248 ayat (4) KUHAP.

b. Uraian putusan bebas yang dijatuhkan oleh PN atau PT


bukanlah bebas murni, PU harus mampu menyusun
konstruksi yuridis untuk membuktikan putusan yang
dikasasi adalah putusan bebas yang tidak murni.
KONTRA MEMORI KASASI

a. Risalah yang memuat bantahan atau sanggahan atas isi keberatan yang diuraikan dalam
memori kasasi, dengan permintaan MA menolak permohonan kasasi.

b. Memperhatikan Ps. 248 ayat (6) KUHAP, kontra memori kasasi bukan kewajiban, namun PU
wajib membuat kontra – kontra memori kasasi, PU wajib berusaha mendapatkan memori
kasasi maupun salinan putusan Pengadilannya.
BAB V
UPAYA HUKUM PIDANA
LUAR BIASA
KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

Tujuan Upaya Hukum Pidana Kasasi Demi Kepentingan Hukum


 KDH Hanya diminyakan 1 kali oleh Jaksa Agung.
 Dapat dimintakan terhadap putusan Pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap selain putusan
Mahkamah Agung;
 Tidak dibatasi tenggang waktu;
 Putusan KDKH tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan yang dalam hal ini terpidana.
 Eksekusi dapat dilasanakan lebih dulu kecuali
putusan pidana mati.
Teknik Pembuatan Risalah Upaya Hukum Pidana
Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH)

 Disampaikan secara tertulis kepada Mahkamah Agung melalui


Panitera Pengadilan yang telah memutus disertai risalah yang
memuat alasan permohonan
 Hanya menyebutkan alasan “demi kepentingan hukum sesuai
dengan KUHAP.
 Diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap selain putusan Mahkamah Agung.
 Wewenang mengajukan upaya hukum hanya Jaksa Agung (Ps.
259 ayat (1) KUHAP)
 Tidak tergantung tenggang waktu dan terkait pada upaya hukum
yang sudah/ belum dilaksanakan dan diajukan hanya satu kali
saja
SYARAT-SYARAT KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

 KDHK ditujukan terhadap Putusan Pengadilan I


Kracht selain Putusan Mahkamah Agung;
 Hanya dapat diajukan 1 kali;
 Permintaan KDHK diajukan oleh Jaksa Agung
karena jabatannya;
 Permintaan KDHK tidak terikat tenggang waktu
 Putusan KDHK tidak merugikan pihak yang
berkepentingan atau terdakwa, melainkan hanya
untuk kepentingan hukum.
PROSEDUR PENGAJUAN KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

 Jaksa Kejari/ Kejati melakukan telaah bahan-bahan


putusan Pengadilan yang telah In Kracht
 Melaporkan dan mengusulkan bila terhadap alasan
mengajukan KDKH kepada Jaksa Agung.
 Bila disetujui, Kajari menerima kuasa khusus dari Jaksa
Agung untuk mengajukan KDKH;
 Jaksa mebuat risalah kasasi untuk melenkapi KDKH dan
perlu mendapat persetujuan Jaksa Agung.
 Mengajukan permohonan kasasi berdasarkan Kuasa
Khusus kepada Mahkamah Agung melalui Panitera PN
yang bersangkutan.
PERMASALAHAN DALAM KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

 KUHAP tidak mengatur tentang hal-hal yang diajukan sebagai dasar/


alasan pengajuan KDKH.
 Dalam praktek dasar/asalan pengajuan KDKH umumnya berpedoman
pada Ps. 253 (1) KUHAP. (Pedomi KEPJA No. KEP-518/A/JA/11/2001,
Form P.50)
 Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan KDKH dengan alasan
atau dasar Ps. 253 (1) KUHAP:
• Putusan No. 186K/Kr/1979 tgl 5/9/1979 atas nama terpidana Chosir
Badawi, Pengadilan Tinggi Surabaya tidak melaksanakan cara
mengadili sesuai keterangan UU maupun kesalahan penerapan
hukum.
• Putusan No. 1228K/ Pid/1989 tgl 5/7/1989, Hakim salah menerapkan
pasal-pasal KUHAP terkait Praperadilan
UPAYA HUKUM PIDANA PENINJAUAN KEMBALI

PENGERTIAN
• UU/KUHAP tidak memberikan definisi tentang Peninjuan
Kembali.
• PK terjemahan dari “Herziening”
• Mr. MH. Tirta Admadja menjelaskan Herziening : “…. Suatu
jalan untuk memperbaiki suatu keputusan yang telah menjadi
tetap jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud
memperbaiki kealpaan hakim, yang merugikan si terhukum.
Kalau perbaikan itu hendak dilakukan, maka Ia harus
memenuhi syarat, yakni bahwa ada suatu keadaan yang pada
pemeriksaan Hakim, tidak diketahui oleh hakim itu. Jika Ia
mengetahui keadaan itu, akan memberikan keputusan lain.
BAB VI
GRASI
GRASI

PENGERTIAN
Grasi merupakan hak prerogative
Presiden selaku Kepala Negara untuk
memberikan pengampunan kepada
terpidana yang dapat berupa
pengurangan, perubahan atau
penghapusan pidana (hukuman)
PUTUSAN YANG DAPAT DIMINTAKAN GRASI

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) (2) UU No. 5 tahun 2010 putusan


Pengadilan yang dapat dimintakan Grasi adalah putusan Pengadilan
yang terlah berkekuatan hukum tetap, berupa:
Pidana mati, atau;
Pidana penjara seumur hidup, atau;
Pidana penjara paling rendah 2
(dua) tahun.
DASAR HUKUM GRASI

 UU No. 3 Tahun 1950 tentang


Grasi, sebagaimana dirubah
dengan;
 UU No. 22 Tahun 2002 tentang
Grasi, sebagaimana dirubah dan
ditambah dengan;
 UU No.5 Tahun 2010 tentang
perbuahan atas UU No. 22 tahun
2002 tentang Grasi.
BAB VII
PENUTUP
K E S I M P U LA N
1. Upaya hukum pidana ialah hak terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan,
banding atau kasasi, serta hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang – undang.

2. Perlawanan bagi Penuntut Umum adalah hak untuk tidak menerima putusan sela hakim yang menyatakan bahwa pengadilan tidak
berwenang mengadili atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan batal demi hukum, dengan mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

3. Upaya hukum pidana banding dilakukan oleh terdakwa atau Penuntut Umum untuk menolak putusan pengadilan, dengan tujuan agar
dilakukan pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi dan untuk menguji ketetapan penerapan hukum dari putusan pengadilan
tingkat pertama.

4. Kasasi adalah salah satu upaya hukum pidana yang diberikan kepada terdakwa penasihat hukum bila keberatan terhadap putusan
pengadilan yang dijatuhkan kepadanya dan Penuntut Umum bila putusan hakim tidak sesuai dengan tuntutannya.

5. Kasasi demi kepentingan hukum adalah salah satu upaya hukum pidana luar biasa, yang diajukan oleh Jaksa Agung kepada Ketua
Mahkamah Agung terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap selain putusan Mahkamah Agung.

6. Peninjauan kembali adalah upaya hukum pidana luar biasa yang dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya kepada Mahkamah Agung
terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum.
KATA – KATA MOTIVASI UNTUK KERJA KERAS BAGI JAKSA - JAKSA MUDA KE DEPAN

1. Menjadi ikhlas adalah tugas yang sulit dan tidak mudah, tapi akan dimudahkan saat
kita bersungguh-sungguh untuk ingin berubah (Setia Untung Arimuladi, SH. MHum. –
Wakil Jaksa Agung RI)

2. Cintai dan Hargai profesimu dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, maka profesi
itu akan memberikan yang terbaik untukmu.

3. Kedisiplinan dan kerja keras akan membawamu menuju kesuksesan.

4. Jangan sakiti hati rakyat dan jangan perjualbelikan perkara, melainkan bekerjalah
demi nama baik dirimu, keluargamu, dan institusimu.

5. Orang sukses adalah orang yang tidak menunda pekerjaannya karena menunda
pekerjaan adalah awal kehancuran. (T. Banjar Nahor, S.H., MAP)

Anda mungkin juga menyukai