Anda di halaman 1dari 42

HUKUM ACARA

PERADILAN TATA USAHA NEGARA


HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

 Adalah: seperangkat peraturan-peraturan yang memuat


cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan
dimuka pengadilan, serta cara pengadilan bertindak satu
sama lain untuk menegakkan Hukum Administrasi
Negara materiil;

 Beberapa istilah lain: Hukum Acara Peradilan


Administrasi Negara, Hukum Acara Pengadilan di
Lingkungan di Lingkungan Administrasi, dsb;
 UU No.05 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara jis. UU No.09 Tahun 2004 (Perubahan I), UU No.
51 Tahun 2009 (Perubahan II);
 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
diubah terakhir dengan UU No.03 Tahun 2009;
 HIR dan RBg;
 PP No.7 Tahun 1991 tentang Penerapan UU No.5
Tahun 1986;
 Beberapa aturan teknis dalam SEMA, Buku
Pedoman, Juklak-Juknis yang dikeluarkan oleh
Maahkamah Agung.
FUNGSI PTUN

 Sarana untuk menyelesaikan konflik yang


timbul antara pemerintah (Badan/Pejabat
TUN) dengan rakyat (orang
perorang/badan hukum perdata), selain
upaya administratif yang tersedia.
SIFAT KHUSUS HUKUM ACARA
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
1) Hakim Aktif (Dominus Litis);
2) Terdapat tenggang waktu dalam mengajukan gugatan
( 90 hari) sejak diterima atau diumumkan KTUN;
3) Ada Proses “Dismissal” oleh Ketua Pengadilan TUN;
4) Ada Pemeriksaan Persiapan;
5) Gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan TUN;
(Terkait Asas “Persumtion Justae Causa”)
6) Asas Pembuktian Bebas dan terbatas ( Vrij Bewijs);
7) Tidak ada Gugatan Rekonvensi;
8) Tidak ada Putusan Verstek;
9) PT. TUN dapat menjadi pengadilan tingkat pertama;
10) Putusan PTUN bersifat “ERGA OMNES”
ASAS MENGIKAT PUBLIK
( Erga Omnes )

 - Putusan Peratun bukan hanya mengikat pihak2 yg


berseng-keta, melainkan mengikat siapa saja
(publik).
 - Seharusnya tdk mengenal intervensi ( psl. 83).
 - Putusan Peratun diumumkan di media massa
(psl.116 ayat 5 UU No.9/2004).
ASAS PRADUGA RECHTMATIGE
(Vermodens van recht- matige/ Presumptio
Justea Causa ).

 Bahwa setiap KTUN harus dianggap sah


(rechtmatige) sampai ada pembatalan oleh
pengadilan.
 Gugatan tdk menunda KTUN (Psl.67 ayat 1 UU
No.5/1986).
 Pembatalan KTUN bersifat Ex-tunc / Dapat
dibatalkan
ASAS PEMBUKTIAN BEBAS
( Vrij Bewijs ).

Hakim yg menentukan apa yg hrs dibuktikan,


beban & penilaian pembuktian (Psl.107 UU
No.5/1986). (Berbeda dgn peradilan perdata
dimana beban pembuktian diletakkan kpd
Pihak Penggugat (psl. 1865 KUH Perd).
ASAS HAKIM AKTIF
( Actieve Rechter/Dominus Litis )

 Asas ini untuk mengimbangi kedudukan para


pihak yg tdk seimbang, dimana posisi Tergugat
(Bdn/Pejabat TUN) lebih kuat drpd posisi
Penggugat ( orang/bdn hk perdata ), tercermin
dalam Pasal-pasal:
 Psl. 58 - berwenang memerintahkan kedua pihak
ybs dtg menghadap meski tlh diwakili kuasa).
 Psl. 63 (1) – memberi nasehat dlm Pemeriks.
Persiapan.
 Psl. 80 – memberi petunjuk ttg alat bukti.
 Psl. 85 – berwenang memerintahkan pemeriks.
Srt yg dipegang Pejabat TUN/Pejabat lain &
minta penjelasan ybs.
MAHKAMAH AGUNG
UU No.3 th 2009, jis
UU no.5 th 2004 Jo. UU no.14 th 1985

LINGKUNGAN LINGKUNGAN LINGKUNGAN


LINGKUNGAN
PERADILAN UMUM PERADILAN TUN PERADILAN AGAMA
PERADILAN MILITER
UU NO.49 TH. 20009 UU No.51 TH 2009, jis. UU No.50 th.2009
UU no.31 th 1997
Jis. UU no.8 th 2004 UU No.9 th 2004 Jis. UU No.3/2006
Jo. UU no.2 th 1986 Jo. UU No.5 th 1986 Jo. UU no.7 th 1989

PENGADILAN
ANAK

PENGADILAN
NIAGA PENGADILAN MAHKAMAH
PAJAK SYARIAH (ACEH)
PENGADILAN
HAM

PENGADILAN
HUB. INDUSTRIAL

PENGADILAN
TIPIKOR

PENGADILAN
PERIKANAN
 Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan terhadap sengketa Tata
Usaha Negara.
 Yang dimaksud dengan “rakyat pencari
keadilan” adalah setiap orang baik warga
negara Indonesia maupun orang asing, dan
badan hukum perdata yang mencari keadilan
pada Peradilan Tata Usaha Negara
.
KOMPETENSI absolut PTUN
 Kompetensi absolut pengadilan adalah
kewenangan badan pengadilan dalam memeriksa
dan mengadili jenis perkara tertentu yang secara
mutlak tidak dapat diperiksa dan diadili oleh
badan pengadilan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Sesuai dengan ketentuan Pasal 50 UU Peratun,


kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara
adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa TUN di tingkat pertama.
 Kompetensi relatif pengadilan adalah
kewenangan mengadili antar pengadilan yang
setingkat dalam satu lingkungan peradilan.
Kompetensi relatif ini menunjukkan pada
Pengadilan TUN manakah yang berwenang
untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan
suatu sengketa TUN.
 Pada prinsipnya Kompetensi relatifPTUN
didasarkan pada asas actor sequitur forum rei,
pada prinsipnya gugatan diajukan di PTUN
tempat kediaman Tergugat dengan
pengecualian diatur dalam Pasal 54.
Objek dan Subjek Sengketa TUN
 Sengketa Tata Usaha Negara adalah:
 sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara;
 antara orang atau badan hukum perdata dengan badan
atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun
di daerah,
 sebagai akibat dikeluarkannya KEPUTUSAN TATA
USAHA NEGARA,  Objek Sengketa;
 termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Pasal 1 angka 10 UU Peratun)
Pasal 1 angka 9

OBYEK SENGKETA TUN KTUN

KTUN
penetapan tertulis;
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara;
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
yang berdasarkan peraturan per-UU-an;
bersifat konkret, individual dan final;
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang.
Orang-perorang/Badan Hukum Privat yang terkena
atau merasa kepentingannya dirugikan KTUN

Orang Perorang atau Badan Penggugat


Hukum Perdata Pasal 53 (1)

Pasal 1
angka 10
Badan atau Pejabat Tata Usaha Tergugat
Negara Pasal 1 angka 12

Yang mengeluarkan KTUN (Penerima Atribusi,


Penerima Delegasi, Pemberi Mandat)
Pasal 1 angka 8 UU No 51 2009 yang menyebutkan
sebagai berikut:

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah :


Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
 Yang digugat adalah Jabatannya bukan
Pribadi Orangnya
 Tidak dibenarkan menuliskan nama pribadi
pejabat dalam gugatan, sebab yang digugat
adalah jabatannya.
Siapa yang harus dijadikan Tergugat
(kesalahan dalam menunjuk Tergugat berakibat gugatan
salah alamat, dan sangat fatal)

 Periksa Sumber kewenangan Pejabat yang


menandatangani Keputusan TUN yang
digugat tersebut:
 Sumber kewenangan terdiri
1. Atribusi
2. Delegasi
3. Mandat
Atribusi
 adalah wewenang yang langsung
diberikan atau langsung ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan
kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara. Dalam hal ini, yang menjadi
Tergugat apabila terjadi Sengketa Tata
Usaha Negara adalah yang menerima
wewenang secara atribusi ini.
DELEGASI
 adalah wewenang yang diberikan dengan
penyerahan wewenang dari delegans (pemberi
delegasi) kepada delegataris (penerima
delegasi). Dalam hal ini, delegataris telah
diberikan tanggung jawab untuk mengeluarkan
KTUN untuk dan atas nama delegataris
sendiri, sehingga yang menjadi Tergugat apabila
terjadi Sengketa Tata Usaha Negara adalah
delegataris (Penerima Delegasi).
MANDAT
 adalah wewenang yang diberikan kepada
mandataris (penerima mandat) dari mandans
(pemberi mandat) melaksanakan wewenang
untuk dan atas nama mandans. Pada wewenang
yang diberikan dengan mandat, mandataris hanya
diberikan kewenangan untuk mengeluarkan
KTUN untuk dan atas nama mandans, dengan
demikian tidak sampai ada pengalihan wewenang
dari mandans kepada mandataris. Oleh karena itu,
tanggungjawab atas dikeluarkannya KTUN
tersebut masih tetap ada pada mandans, sehingga
yang menjadi Tergugat apabila terjadi Sengketa
Tata Usaha Negara adalah mandans (Pemberi
mandat)
Alur Penyelesaian sengketa TUN

keberatan

Upaya Administratif

Sengketa Banding
TUN

Upaya Peradilan
PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA
PASAL 48 TENTANG PTUN , MENENTUKAN BAHWA:
 (1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi
wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu,
maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui
upaya administratif yang tersedia.
 (2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika
seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
 Dari uraian pasal tersebut maka dapat dipahami bahwa ada dua pilihan
yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa Tata Usaha Negara, yaitu:
 1. Pihak Penggugat wajib atau harus menempuh upaya administratif
terlebih dahulu jika Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan KTUN yang disengketakan tersebut diberikan wewenang
oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara.
 2. Pihak Penggugat dapat langsung menempuh upaya peradilan jika
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN yang
disengketakan tersebut tidak diberikan wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif
sengketa Tata Usaha Negara.
A. UPAYA ADMINSTRATIF
UPAYA ADMINISTRATIF INI DAPAT DILAKUKAN DENGAN DUA
CARA, YAITU:
 KEBERATAN; yaitu prosedur yang dapat ditempuh oleh
seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap
KTUN, yang penyelesaiannya dilakukan sendiri oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN tersebut.
 BANDING ADMINISTRATIF; yaitu prosedur yang dapat
ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak
puas terhadap KTUN, yang penyelesaiannya dilakukan oleh
instansi atasan dari Badan atau Pejabat TUN yang
mengeluarkan KTUN tersebut atau instansi lain dari Badan atau
Pejabat TUN yang mengeluarkan KTUN tersebut.
B. UPAYA PERADILAN.
1. Acara Pemeriksaan Biasa;
2. Acara Pemeriksaan Cepat dan;
3. Acara Pemeriksaan Singkat;

Ad.1 a. Acara Pemeriksaan Biasa


1. Pengajuan Gugatan
 Syarat Formil
Gugatan harus memuat nama, kewarganegaraan, tempat
tinngal, pekerjaan penggugat maupun kuasanya (termasuk
melampirkan surat kuasa jika memakai kuasa) dan nama
jabatan dan tempat kedudukan tergugat (pasal 56).
 Syarat Materiil
Gugatan harus memuat posita (dasar atau alasan-alasan
gugatan) dan petitum (tuntutan baik tuntutan pokok
maupun tambahan (ganti rugi dan/atau rehabilitasi))
 Alasan-alasan yang dapat digunakan
dalam gugatan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 53 ayat (1) adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat itu bertentangan dengan asas-
asas umum pemerintahan yang baik.
 Bertentangan dengan ketentuan pert per-uu-an
yang bersifat prosedural/formalnya;
 Bertentangan dengan ketentuan pert per-uu-an
yang bersifat material;
 Dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN yang tidak
berwenang, baik karena :
 diluar kewenangan materiilnya;
 diluar wilayah kewenangannya;
 Kewenangannya sudah lampau waktu, atau
kewenangannya belum mulai berlaku.
kepastian hukum;
tertib penyelenggaraan negara;
keterbukaan;
proporsionalitaS;
Profesionalitas
akuntabilitas,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
 Pasal55 menyatakan bahwa ”Gugatan dapat
diajukan hanya dalam tenggang waktu
sembilan puluh hari terhitung sejak saat
diterimanya atau diumumkannya Keputusan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”.
Kalimat ”saat diterimanya” mengadung 2
(dua) pengertian, yaitu diterima secara
langsung oleh yang bersangkutan dan
diterima melalui pos tercatat atau pos biasa.
Sedangkan bagi KTUN yang diumumkan maka
tenggang waktu 90 hari terhitung mulai
tanggal KTUN itu diumumkan.
 Menurut Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 1991 dan Surat
Ketua Muda MA Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara tanggal 24 Maret 1992 Nomor 051/Td.TUN/III/1992,
yang mempunyai wewenang untuk melakukan penelitian
administratif adalah panitera, wakil panitera, dan panitera
muda perkara sesuai dengan pembagian tugas yang
diberikan.
 Obyek penelitian administratif ini adalah segi formalnya
gugatan, apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 56, tidak menyangkut tentang segi
materiil dari gugatan. Dalam penelitian administratif,
panitera harus memberikan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan dan dapat meminta kepada penggugat untuk
memperbaiki atau melengkapi gugatannya.
Pasal 62 UU No. 5 Tahun 1986, yang menyatakan bahwa:
 Dalam Rapat Permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang
memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:
 a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam
wewenang pengadilan;
 b. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
 c. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh
KTUN yang digugat;
 d. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
 (2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam
rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan
memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya;
 (3) a. Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu
empat belas hari setelah diucapkan;
 (4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.
 (5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh pengadilan, maka
gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan
diselesaikan menurut acara biasa.
 (6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan
upaya hukum.
 Pasal 63 undang-undang tersebut, menyatakan bahwa:
 (1) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim
wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk
melengkapi gugatan yang kurang jelas.
 (2) Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Hakim:
 wajib memberi nasehat kepada penggugat untuk
memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data
yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
 dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersangkutan.
 (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf a penggugat belum menyempurnakan
gugatan, maka hakim menyatakan dengan putusan bahwa
gugatan tidak dapat diterima.
 (4) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat
diajukan gugatan baru.
5.1. Tahap pembacaan isi gugatan dari penggugat;
5.2. Jawaban dari tergugat; eksepsi, eksepsi dan pokok
perkara, pokok perkara saja
5.3. Pengajuan replik
5.4 Pengajuan Duplik;
5.5. Tahap pengajuan alat-alat bukti baik
a. Surat atau tulisan (Pasal 100 ayat (1) huruf a);
b. Keterangan ahli (Pasal 100 ayat (1) huruf b); dan
c. Keterangan saksi (Pasal 100 ayat (1) huruf c)
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan hakim
5.6. Tahap pengajuan kesimpulan;
 Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang
dikeluarkan oleh tergugat agar dinyatakan batal atau tidak sah.
 Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang telah
dikeluarkan adalah sah.
5.7. Tahap penjatuhan putusan; dikabulkan atau ditolak, gugur, NO
 dituangkan dalam Pasal 98, yang menyatakan bahwa:
 (1) Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang
harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat
dalam gugatannya dapat memohon kepada pengadilan supaya sengketa
dipercepat.
 (2) Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah
diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya
permohonan tersebut.
 (3) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat
digunakan upaya hukum
 Dari ketentuan itu dapat diketahui bahwa agar dapat dilakukan
pemeriksaan dengan acara cepat, dapat diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
 1. Dalam surat gugat harus sudah dimuat atau disebutkan alasan-alasan
yang menjadi dasar dari Penggugat untuk mengajukan permohonan agar
pemeriksaan sengketa TUN dipercepat.
 2. Dari alasan-alasan yang dikemukakan oleh penggugat tersebut, dapat
ditarik kesimpulan adanya kepentingan dari penggugat yang cukup
mendesak bahwa pemeriksaan terhadap sengketa TUN tersebut memang
perlu dipercepat.
 3. Terhadap kesimpulan tersebut dibuatkan keputusan oleh Ketua
Pengadilan dalam bentuk penetapan
 4. Terhadap keputusan tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum.
 Dalam Pemeriksaan Pokok Sengketa perlu diperhatikan hal-
hal sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 99 UU Nomor 5
Tahun 1986, yang menyatakan bahwa:
 (1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan
Hakim Tunggal.
 (2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 98 ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam
jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)
menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui
prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63.
 (3) Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi
kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak
melebihi empat belas hari.
ACARA SINGKAT
 prosedur acara yang digunakan untuk
memeriksa perlawanan dari penggugat
terhadap penetapan Ketua PTUN dalam
tahap Rapat Permusyawaratan (lihat
pasal 62).
 Acara singkat ini digunakan untuk
memeriksa pemeriksaan perlawanan dan
pemutusan terhadap upaya perlawanan.
Jika perlawanan dibenarkan, maka
penetapan dismissel Ketua PTUN gugur
demi hukum,
 selanjutnya pokok gugatan akan
diperiksa dengan menggunakan acara
biasa. Terhadap putusan ini tidak ada
upaya hukum
PUTUSAN PENGADILAN
 Putusan Peradilan tata Usaha
Negara Putusan pengadilan dpt
berupa gugatan ditolak, gugatan
dikabulkan, gugatan tdk dpt
diterima, atau gugatan gugur.
Gugatan ditolak artinya
memperkuat Keputusan yg
dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat TUN
UPAYA HUKUM
JENIS UPAYA HUKUM

a.Upaya Hukum biasa yg berupa pengadilan


tingkat banding dan peradilan tingkat kasasi.
b.Upaya Hukum luar biasa Berupa Peninjauan
kembali.
PERLUASAN KOMPETENSI PEMBERLAKUKAN
UU AP 30 TAHU 2014

Perubahan yang terjadi dengan diundangkannya


UU AP adalah menyangkut hal-hal sebagai
berikut::1.Perluasan Pemaknaan Keputusan TUN;
(Pasal 1 angka 7 UU AP).
2.Kompetensi Peradilan TUN terhadap tindakan
administrasi pemerintahan/tindakan faktual
pejabat TUN; (Pasal 1 angka 8 UUAP).
3.Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
terhadap Pengujian tentang ada atau tidaknya
penyalah gunaan wewenang dalam penerbitan
Keputusan Tata Usaha Negara; (Pasal 21 UU AP)
B

4. Kompetensi Peratun untuk


mengadili/mengabulkan tuntutan ganti rugi, tanpa
pembatasan jumlah tertentu;

5.Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negata


Tingkat Pertama untuk mengadili gugatan pasca
Upaya Administratif .

6.Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara untuk


memutuskan terhadap obyek sengketa fiktif
positif; (Pasal 53 UU AP.)

Anda mungkin juga menyukai