Anda di halaman 1dari 6

Perbedaan Mediasi, Negosiasi dan Arbitrase

Beranda » Artikel » Hukum Penyelesaian Sengketa

03 Agustus 2022 hukum expert Hukum Penyelesaian Sengketa

Sengketa dapat terjadi dalam setiap hubungan hukum, terutama disebabkan


keadaan dimana pihak yang satu dihadapkan pada kepentingan yang berbeda
dengan pihak lainnya. Komar Kantaatmadja mengemukakan bahwa sengketa
terjadi jika salah satu pihak menghendaki pihak lain untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak untuk melakukan hal yang
demikian.[1] Berdasar hal tersebut, tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak
tersebut, adalah tindakan yang harus diselesaikan. Sebab, jika tidak
terselesaikan akibat hukum yang diterima tentu akan lebih besar juga.

Sengketa adalah suatu proses yang wajar dan alami dalam kehidupan manusia,
serta secara alami derajat eskalasi, kompleksitas, dan bobot risiko suatu
sengketa sangat bervariasi, sehingga sudah wajar apabila penanganan dan
penyelesaiannya menuntut variasi pula.[2] Dalam praktiknya, penyelesaian
tersebut dapat diselesaikan melalui mekanisme pengadilan ataupun di luar
pengadilan dengan mekanisme musyawarah atau kekeluargaan. Perlu
diperhatikan juga, apabila memaksakan penyelesaian melalui jalur pengadilan,
untuk memenuhi kebutuhan bobot variasi tersebut, maka dapat menimbulkan
disharmoni di tengah masyarakat. secara ringkas, dapat dikatakan bahwa
kebutuhan akan penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa di luar
pengadilan adalah salah satu cerminan adanya respon akan pemenuhan
penyelesaian dan penanganan terhadap perselisihan yang bervariasi tersebut.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini biasanya disebut
dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) di Amerika, kemudian di Indonesia
disebut dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).[3] APS sendiri diatur
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (UU APS).

Menurut Pasal 1 Angka 10 UU APS, yang dimaksud dengan APS adalah


Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak dengan penyelesaian di luar pengadilan melalui 5 (lima)
cara di antaranya Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Penilaian Ahli dan
Arbitrase. Untuk pembahasan artikel ini, membahas 3 (tiga) bentuk APS dan
tata cara penyelesaiannya yakni Mediasi, Negosiasi dan Arbitrase.

Mediasi

Mediasi merupakan salah satu APS untuk melibatkan pihak ketiga yang bersifat
netral (mediator). Cakupan yang dapat untuk diterapkannya mediasi di
antaranya merupakan sengketa sewa menyewa, gugatan konsumen,
perlindungan konsumen, perceraian dan pembagian harta, dan lain-lain.
[4] Mediasi dapat dilakukan baik di dalam pengadilan maupun di luar
pengadilan. Mediasi di dalam pengadilan merupakan bagian dari litigasi, hakim
meminta para pihak untuk mengusahakan penyelesaian sengketa mereka
dengan cara menggunakan proses mediasi sebelum proses mediasi
dilanjutkan.[5] Menurut Pasal 1 angka (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma 1/2016)
bahwa Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Mengenai mediasi di luar pengadilan, dapat ditemukan pengaturannya dalam


ketentuan Pasal 6 Ayat (3), (4) dan (5) UU APS bahwa terhadap sengketa yang
tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi, maka penyelesaian sengketa
diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun
melalui seorang mediator. Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang
melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi
yang efektif, sehingga dapat membantu dalam situasi konflik untuk
mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga dapat lebih efektif dalam proses
tawar menawar.

Mediasi juga dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak
dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral dan tidak
membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang
sebagai fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana
keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat. Mediasi
sendiri, dapat dilakukan jika sengketa perdata telah diajukan di Pengadilan,
hakim memiliki kewajiban untuk mengadakan penyelesaian secara mediasi
terlebih dahulu. Lebih lanjut silahkan baca artikel kami berjudul Mediasi
didalam Pengadilan.

Negosiasi

Negosiasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dianggap


berhasil apabila para pihak berhasil mencapai pada kesepakatan dan
kesesuaian dengan kehendak, dapat diukur dengan uang. Pendekatan yang
digunakan adalah problem solving, yang menekankan pada tercapainya
kehendak para pihak serta mencari titik temu untuk memuaskan para pihak.
Negosiasi dalam penerapannya di Indonesia merupakan penyelesaian yang
selaras dengan budaya musyawarah mufakat yang terdapat di bangsa
Indonesia.[6]

Istilah negosiasi tidak diatur secara eksplisit dalam UU APS, merujuk ketentuan
Pasal 6 Ayat (2) UU APS bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak
untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul dalam pertemuan langsung
dan hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui
para pihak. Selain dari ketentuan tersebut tidak diatur lebih lanjut mengenai
“negosiasi” sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa oleh para pihak.

Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai


kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang
sama maupun yang berbeda.[7] Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan
oleh Susanti Adi Nugroho bahwa negosiasi adalah proses tawar menawar
untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses interaksi,
komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian
atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua belah
pihak.

Arbitrase

Dalam penyelesaian melalui Arbitrase, para pihak melalui klausul yang


disepakati dalam perjanjian, menundukkan diri untuk menyerahkan
penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian kepada pihak ketiga yang
netral dan bertindak sebagai arbiter. Pasal 1 Angka 1 UU APS menyebutkan
bahwa:

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.

Sementara itu, Arbiter sendiri adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para
pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh
lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu
yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Arbitrase digunakan untuk
mengantisipasi perselisihan yang mungkin terjadi maupun yang sedang
mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara negosiasi atau
konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk menghindari penyelesaian
sengketa melalui lembaga peradilan yang selama ini dirasakan memerlukan
waktu yang lama.

Dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang


Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), mengatur terkait dengan
keberadaan arbitrase yang menyatakan bahwa ketentuan ini tidak menutup
kemungkinan penyelesaian perkara di luar peradilan negara melalui
perdamaian atau arbitrase. Dengan demikian, penyelesaian perkara di luar
pengadilan melalui perdamaian atau arbitrase tetap diperbolehkan, tetapi
putusan arbiter hanya memiliki kekuatan eksekutorial setelah
memperoleh eksequatur atau perintah untuk menjalankan dari pengadilan.
[8] Agar lebih memahami, silahkan baca artikel kami yang berjudul Beracara di
Lembaga Arbitrase.
Arbitrase dilakukan apabila para pihak yang berperkara telah menyepakati
sengketa tersebut diselesaikan melalui Arbitrase. Oleh karena itu, pelaksanaan
perjanjian arbitrase tidak didasarkan kepada sesuatu kejadian tertentu di masa
yang akan datang. Perjanjian arbitrase tidaklah membahas mengenai
pelaksanaan perjanjian tetapi bagaimana cara penyelesaian dan penunjukkan
lembaga yang berwenang untuk menyelesaiakan perselisihan yang terjadi
antara para pihak yang bersengketa.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, bahwa Arbitrase dapat


dilakukan oleh Lembaga Arbitrase. Di Indonesia sendiri terdapat BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia), BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal) dan
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia). Sementara, apabila
sengketa tersebut menyangkut 2 (dua) negara atau sudah menjangkau dunia
internasional, maka penyelesaiannya juga diselesaikan oleh lembaga Arbitrase
Internasional. Adapun lembaga Arbitrase Internasional ialah sebagai berikut:

1. The International Chamber of Commerce (ICC) berkedudukan di Paris.


2. London Court of International Arbitration (LCIA) berkedudukan di London
3. Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC) berkedudukan di
Hongkong
4. Singapore International Arbitrase Centre (SIAC) berkedudukan di
Singapura

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, 3 (tiga) bentuk penyelesaian


sengketa di luar pengadilan memiliki perbedaan yang mendasar dalam praktik
penyelesaiannya. Secara umum penyelesaian yang dekat dengan masyarakat
Indonesia ialah dengan bentuk penyelesaian secara mediasi dan negosiasi.
Sementara Arbitrase, seringkali digunakan apabila sengketa yang kaitannya
dengan bisnis dan para pihak yang terlibat juga seringkali berasal dari badan
usaha-badan usaha yang ada di Indonesia maupun di luar Indonesia sendiri.
Berikut kami uraikan dalam bentuk tabel, sebagai berikut:

Unsur
Negosiasi Mediasi Arbitrase
Perbandingan

Merujuk  Pasal 6
 Pasal 7
ketentuan Pasal Ayat (3),
sampai
6 Ayat (2) UU (4) dan
Dasar Hukum dengan
APS bahwa (5) UU
Pasal 28 UU
pada dasarnya APS
APS
para pihak  Perma
 Pasal 59 UU
dapat dan 1/2016
Kekuasaan
berhak untuk
menyelesaikan
sendiri Kehakiman
sengketa.

Pihak Ketiga Tidak ada Mediator Arbiter

Kekuatan Mengikat Para Mengikat Para


Final and Binding
Putusan Pihak Pihak

 Di luar
 Lembaga
Pengadila
Arbitrase
n, dapat
nasional
meminta
seperti
Lembaga
Badan
Alternatif
Arbitrase
Penyelesa
Nasional
ian
Indonesia
Sengketa
(BANI),
seperti
Badan
Badan
Arbitrase
Mediasi
Syariah
dan
Nasional
Arbitrase
Indonesia
Asuransi
(BASYARN
Indonesia
AS) dan
(BMAI),
lembaga
Lembaga
Arbitrase
Lembaga Alternatif
Tidak ada lainnya
Pelaksana Penyelesa
 Lembaga
ian
Arbitrase
Sengketa
internasional
Perbanka
seperti
n
International
Indonesia
Chamber of
(LAPSPI)
Commerce
dan
(ICC),
lembaga
London
lainnya.
Court of
 Di dalam
International
Pengadila
Arbitration
n, Hakim
(LCIA) dan
dapat
lembaga
menunjuk
Arbitrase
Mediator
internasional
yang
lainnya.
bukan
Hakim
Pemeriks
a Perkara
yang
memutus

[1] Komar Kantaatmadja, Beberapa Hal Tentang Arbitrase, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2001, hlm. 3

[2] Emmy Yuhassarie, Proceding Arbitrase dan Mediasi, Pusat Pengkajian Hukum,


Jakarta, 2003, hlm. 7

[3] Rachmadi Usmani. 2012. Mediasi di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik.


Jakarta. Penerbit : Sinar Grafika. Hal. 8

[4] Erman Radja Guk Guk, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan, Chandra


Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 103

[5] Asmawati, Mediasi Salah Satu Cara dalam Penyelesaian Sengketa


Pertanahan. Jurnal Ilmu Hukum. Maret 2014.hlm, 58.

[6] Ibid.

[7] Nurnaningsih Amriani. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa


Perdata di Pengadilan. Jakarta. Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 23

[8] Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis,Citra Media, Yogyakarta,


2006, hlm. 18

Anda mungkin juga menyukai