LEO TUKAN
SUMBER BACAAN
DJoko Prakoso,SH, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty-
yogyakarta;
Rozali Abdullah, 1992, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,
Rajawali Pers;
L. Tukan Leonard,sh,ma, 2013, Menggugat Sebuah Negara Hukum dan
Peradilan yang berhati Nurani, Penerbit Thifa-Yogyakarta, 2013.
Basah, Sjachran, Eksistensi Dan Tolok Ukur Badan Peradilan Adminsitrasi Di
Indonesia, (Bandung : Alumni, 1997).
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara,
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999).
-------------------, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, ( Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1999).
Marbun, S.F, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia (edisi
revisi) , (Yogyakarta : UII Press, 2003);
LATAR BELAKANG
PERLUNYA PTUN
PEMERINTAH
--------------------------
WARGA NEGARA
PERLINDUNGAN HAM
FROM THE CRADLE (HARUSNYA
WOMB) TO THE GRAVE
PELANGGARAN HUKUM OLEH
SIAPAPUN PERLU DIPROSES HUKUM
PERLU ADANYA LEMBAGA YANG
KHUSUS YANG MANDIRI DAN
IMPARTIAL
PERBUATAN
MELAWAN HUKUM
ZAMAN KOLONIAL
- KETENTUAN PASAL 134 I.S.
(INDISCHE STAATS REGLEMENT)
- PASAL 2 R.O.(REGLEMENT OP DE
RECHTELIJKE ORGANISATIE EN HET
BELEID DER JUSTITIE
SEJARAH BERDIRINYA
PENGADILAN TUN
ZAMAN KEMERDEKAAN
- UUD 1945 PS. 24
- UU NO. 19/1948 PS. 66
- UUDS TAHUN 1950, PS. 108
- TAP MPRS NO. II/MPRS/1960
- UU NO.19/1964
- UU No. 4/2004 PS.10 DIGANTI OLEH UU No. 48
TAHUN 2009-UUP KEKUASAAN KEHAKIMAN
- UU NO. 5 TAHUN 1986 Yo UU No.9/2004 Yo
No.51/2009 TENTANG PTUN
- UU NO. 14/85 YO UU NO.5/2004 YO UU NO.3/2009 – MA
- UU NO. 5 TAHUN 2014 – APARATUR SIPIL NEGARA
- UU NO. 30 TAHUN 2014 – ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
PENGADILAN TUN
INDONESIA
A. FILSAFAT/TEORI HUKUM:
- HAK ASASI MANUSIA
- PEMISAHAN KEKUASAAN
- TINDAKAN BERDASARKAN HUKUM
- ADANYA LEMBAGA TUN
DASA HUKUM LANJUTAN
B. HUKUM POSITIP:
- UUD.45 – PS 24
- UU NO.48/2009- KEHAKIMAN
- UU NO.5 / 1986 YO UU NO.9/2004 Yo
UU No.51/ 2009-PTUN
- UU NO. 14/85 YO UU NO. 5/2004 YO UU NO.3/2009-MA
- UU NO. 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL
NEGARA
- UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN
TUJUAN ADANYA PTUN
PEMBATASAN LANGSUNG:
= PASAL 2
= PASAL 49
= KETENTUAN TENTANG SENGKETA
DI LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
PEMBATASAN TIDAK LANGSUNG MENURUT
PASAL 48 YO PASAL 51 YO PS. 129 UUASN DAN
PASAL 75 UU AP
PEMBATASAN LANGSUNG YANG BERSIFAT
SEMENTARA:
= PASAL 142
Penjelasan
Di depan kita sudah bahas tentang Kewenangan Khusus. Pada bagian ini
kita bicarakan tentang Pembatasan Kewenangan. Dalam bagian ini, fokus
kita adalah tentang bidang materi yang seharusnya menurut UU PTUN
adalah menjadi kewenangan PTUN, tetapi oleh UU ini sendiri kewenangan
ini dikesampingkan, entah bersifat sementara atau permanen, entah bersifat
langsung maupun tidak langsung.
Misalnya Pada Pasal 2 dan Pasal 49 UU No.5/1986: Pada Pasal tersebut,
bidang materinya seharusnya menjadi bidang kewenangan PTUN, tetapi
oleh UU ini dibatasi langsung bahwa bidang itu tidak boleh jadi kewenangan
PTUN untuk mengadili atau menangani perkaranya. Pembatasan ini bersifat
langsung dan permanen.
Contoh sederhana selain dalam kedua Pasal tersebut diatas, adalah
sengekta di bidang Militer. Disitu ditegaskan bahwa apabila ada sengketa di
bidang administrasi tetapi berada dalam bidang kemiliteran, maka
perkaranya tidak bisa ditangani oleh PTUN, melainkan oleh Peradilan Militer
yang memang sudah dibentuk untuk itu.
Lanjutan
Sementara Pembatasan Langsung yang bersifat sementara saudara dapat
lihat pada Pasal 142 UU No.5/1986. Itu hanya berlaku pada awal
diberlakukannya Undang-Undang ini atau pada awal terbentuknya dan
beroperasinya PTUN.
Berikutnya adalah Pembatasan Tidak Langsung, seperti ada dalam Pasal
48 yo Pasal 51 ayat 3 UU No.5/1986. Pasal itu melarang untuk perkara
tertentu tidak boleh ditangani langsung oleh PTUN tetapi harus melalui
lembaga lain yang telah diberi kewenangan khusus untuk itu. Bisa saudara
baca selain pada Pasal 48 yo Pasal 51 UUPTUN, tapi juga lihat Pasal 129
UU ASN (Aparatur Sipil Negara) maupun Pasal 75 UU AP (Administrasi
Pemerintahan).
Untuk Pasal 129 UU ASN dan Pasal 75 UU AP harap dibaca pada undang-
undang tersebut dan banding dengan Pasal 48 yo Pasal 51 UU No.5/1986
tentang PTUN. Bisa dibahas bersama melalui group.
KEKHUSUSAN PTUN
ADANYA TENGGANG WAKTU - PS. 55
HAKIM AKTIF (DOMINIS LITIS) - PS.62
dan Pasal 63
ADANYA PROSEDUR DISMISSAL-PS.62
ADANYA AZAS PRESUMPTIO JUSTAE
CAUSA - PS.67
TIDAK MENGENAL ADANYA
REKONVENSI - PS. 1ayat 4 (10)
Penjelasan
Tenggang Waktu. Ini merupakan suatu keunikan yang ada dalam perkara
TUN. Dalam perdata atau perkara di peradilan Agama, orang berkeinginan
menggugat piha tertentu ke Pengadilan, waktunya kapan saja terserah.
Kejadiannya sudah terjadi sekarang, tapi kapan menggungatnya terserah,
mau sekarang juga bisa atau mau minggu depan, nulan depan atau tahun
depan terserah, Kapan saja bebas. Berbeda dengan dgn di PTUN. Sudah
diatus batas waktunya. Kalau saduara ingin menggugat seorang pejabat
TUN sudah diatur, hanya dalam waktu 90 hari sejak terjadinya kasus.
Terjadinya kasus itu maksudnya sejak saudara tahu peristiwanya,
mengalami peristiwanya dan biasanya ditandai dengan kapan saudara
menerima sebuah Keputusan pejabat TUN yng kita kenal dengan SK.
Kapan saudara terima SK. Tanggal itu saudara terima SK itu dianggap
sebagai tanggal kejadian perkaranya, Dan saat itulah mulai dihitung
waktunya 90 hari tersebut. Lewat dari waktu itu, maka hak menggugat
saudara otoamtis hilang. Tidak dapat menggungat lagi.
Dengan kata lain saya mau katakan bahwa menggugat pejabat TUN itu
adalah hak setiap wakga negara, tetapi hak itu harus diperguanakan
sebagaimana mestinya. Tidak bisa digunakan seenaknya.
Lanjutan.............
Kedua, Hakim Aktif. Prinsip ini juga merupakan suatu yang unik, berbeda
dengan apa yang ada dalam perkara Perdata. Dalam perkara perdata justru
Hakim itu bersidat pasif, meskipun dalam perkembangan kita juga
mengenal bahwa dalam perkara apapun hakim itu harus mampu
menemukan hukum ( recht vinding). Namun prinsipnya bahwa dalam
perkara perdata, kalau saudara mau menang perkara tanggung jawab ada
pada para pihak. Kalau menggugat harus mempersiapkan alat bukti yang
memadai. Dan itu tanggung jawab para pihak. Hakim tidak ikut memberikan
saran ini atau itu kepada pihak soal pembuktian, misalnya.
Berbeda dalam Perkara TUN. Hakim itu aktif membantu para pihak,
khususnya Pihak Penggugat yaitu Warga Negara. Bila ada bukti yang
kurang, Hakim dapat membantu menyarankan untuk cari alat bukti ini atau
itu. Bila Hakim melihat gugatannya kurang bagus, Hakim dapat menyarakan
Penggugat untuk perbaiki dulu gugatannya.
Lanjutan.....
Kenapa Hakim perlu aktif? Karena kita lihat bahwa dalam perkara TUN itu
kedudukan para pihak itu tidak seimbang. Warga Negara yang lemah harus
berhadapan dengan Pejabat yang kuat. Maka peran Hakim adalah
bagaimana menjaga keseimbangan kdudukan para pihak itu dengan cara
memberikan bantuan berupa saran dan nasihat kepada pihak Penggugat
agar mampu berhadapan dengan Pejabat TUN yang powerful tsb. Dalam
perkara perdata, menang kalah urusan para pihak dan Hakim tidak turut
membantu pihak manapun karena kedudukan kedua belah pihak seimbang.
Contoh jelas bisa dilihat dalam Pasal 62 maupun 63 UU No. 5/86 tentang
PTUN. Pasal 62 misalnya, kalau Haki melihat bahwa gugatan yang diajukan
warga negara betul dalam bidang TUN, tetapi ternyata perkaranya diajukan
sudah lewat waktu. Daripada perkara itu dilanjutkan dan nanti di akhir
perkara hanya diputus ditolak karena sudah daluarsa, kan sayang. Sudah
buang waktu dan biaya yang tidak kecil. Maka perkaranya akan dihentikan
oleh Hakim. Ini wujud Hakim aktif membantu yang lemah. Biar tidak buang
waktu dan biaya yang sia2. Karena kalau diteruskan Pihak Tergugat akan
melawan bahwa perkara tsb sudah daluarsa, perkaranya tidak dikabulkan
dan hanya ditolak saja oleh Hakim. Itu satu contoh. Contoh lain mohon
didalam dalam Pasal 62 dan 63. Kita diskusikan dalam group.
Lanjutan........................................................
Kekhususan berikut adalah adanya Prosedur Dismissal atau penghentian
sebuah perkara sebelum diproses. Lihat Pasal 62 UU No.5/1986. Prosedur
ini tidak dikenal dalam hukum acara lainnya. Pertanyaannya, siapa yang
memiliki kewenangan ini dan apa tujuannya? Menurut Pasal 62 tersebut
yang memiliki wewenang untuk menghentikan sebuah perkara sebelum
mulai proses pemeriksaannya adalah Ketua PTUN. Jadi tidak semua Hakim
dalam sebuah PTUN memiliki wewenang ini. Ketua Pengadilan setelah
menerima berkas dari Panitera, akan memeriksa berkas perkara tersebut
apa layak untuk diproses lebih lanjut atau tidak. Maka ada ukuran atau
kriteria yang dipakai oleh Ketua PTUN untuk menilai, yaitu berdasarkan
Pasal 62, yaitu misalnya apakah materi perkara tersebut masuk dalam
bidang TUN atau tidak. Jangan-jangan itu sebuah perkara perdata tetapi
didaftarkan dan dimasukan ke PTUN. Atau contoh lain, Ketua PTUN akan
melihat, apakah perkara itu masih dalam tenggang waktu untuk digugat, atau
jangan-jangan sudah daluarsa. Apabila sudah daluarsa atau apabila materi
perkara tersebut bukan masuk dalam bidang TUN, maka Ketua Pengadilan
langsung dengan kewenangannya dapat menetapkan bahwa perkara
tersebut dihentikan prosesnya dan tidak dilanjutkan pemeriksaannya.
Lanjutan.........................................................
Dengan adanya penghentian tersebut, bagi seorang Penggugat yang sudah
susah payah membuat gugatan dan sudah membayar perkara tentunya
sudah akan keberatan dengan tindakan penghentian proses pemeriksaan
perkaranya. Maka bagi Penggugat terdapat upaya hukum yaitu Penggugat
dapat mengajukan Perlawanan terhadap Penetapan Ketua PTUN tentang
Penghentian Perkara tersebut. Disini kita akan lihat bahwa akan ada sebuah
perkara baru di dalam perkara lama yang sedang diproses. Jadi perkara
pokok tadi dihentikan oleh Ketua PTUN tetapi akibatnya timbul perkara baru
yang namanya perkara perlawanan tersebut.
Perkara perlawanan menurut Pasal 62 UU No.5/1986 tentang PTUN
disebutkan proses pemeriksaan harus dilakukan dengan acara singkat,
waktu yang disediakan hanya 14 hari dan hakim tunggal. Dalam tenggang
waktu tersebut Penggugat yang mengajukan perlawanan terhadap SK
penetapan Ketua PTUN tsb akan menjalani proses pemeriksaan perkaranya,
dan konsekwensi dari putusan adalah bisa jadi perlawanan diterima atau
bisa juga ditolak. Kalau ditolak, artinya penetapan Ketua PTUN sudah benar
dan gugatan pokoknya berhenti seketika. Tetapi apabila perlawanannya
diterima artinya Penetapan Ketua PTUN dianggap keliru dan Penetapannya
dinyatakan tidak sah, dan akibatnya gugatan pokoknya akan diproses lebih
lanjut dengan acara biasa,
Lanjutan.........................................................
Selanjutnya kekhususan berikut adalah adanya Azas Praesumptio Iustae
Causa atau sebuah azas yang mengatakan bahwa sebuah SK yang
dikeluarkan oleh Pejabat TUN, wajib dianggap benar sampai adanya putusan
Pengadilan yang mengatakan sebaliknya. Lihat Pasal 67 UU No.5/1986
tentang PTUN.
Dengan demikian sebuah SK pejabat TUN seketika dikeluarkan akan
memiliki kekuatan eksekusi. Jadi dapat langsung dieksekusi karena wajib
dianggap benar. Misalnya ada sebuah SK dengan perintah agar rumah si A
segera dibongkar karena tanah tersebut mau digunakan untuk kepentingan
umum. Sementara perintah lain dari SK tersebut juga adalah bahwa dalam
waktu satu minggu si A sudah harus secara sukarela mengosongkan
rumahnya sebelum dibongkar. Maka bagi si A SK tersebut dirasa sangat
tidak adil karena bagi si A tidak ada alasan rumah nya dibongkar. Tetapi
karena SK wajib dianggap benar, maka seminggu kemudian sesuai bunyi SK
tersebut, rumah si A pasti akan dibongkar, Laluapa yang harus dilakukan si
A. Pasti akan dilakukan melalui gugatan untuk melawan SK tersebut. Akan
tetapi karena sifat SK tadi wajib dianggap benar sampai adanya putusan
pengadilan yang mengatakan sebaliknya. Maka kalaupun si A menggugat,
eksekusi pengosongan dan pembongkaran tetap akan jalan. Karena seperti
diketahui bahwa proses sebuah perkara sampai putus
Lanjutan.........................................................
biasanya memakan waktu hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-
bulan. Tentu saja sebelum perkara diputus, rumah si A sudah dibongkar.
Maka pembuat UU dalam pasal tersebut sudah dibuka ruang juga untuk
menjamin kepentingan warga negara yaitu si A tadi untuk tidak mengalami
kerugian yang lebih besar atas pembongkaran rumahnya bila ternyata
kemudian putusan pengadilan mengatakan SK tersebut keliru. Disana kita
lihat bahwa ada jalan bagi si A untuk membela kepentingannya terhadap
eksekusi SK yang wajib dianggap benar tersebut yaitu dengan cara didalam
gugatannya si A sudah sekaligus minta kepada Ketua Pengadilan TUN agar
SK yang digugat segera ditangguhkan dulu eksekusinya sampai pengadilan
memutus perkara gugatan si A tersebut.
Jadi disini kita lihat bahwa Azas Praesumptio Iustae Causa hanya bisa
dilawan dengan upaya penangguhan atas eksekusi berdasarkan penetapan
Pengadilan. Karena Gugatan tidak dapat menunda eksekusi atas SK
tersebut.
Jadi disini yang perlu dipahami benar-benar adalah bahwa sebuah gugatan
terhadap sebuah SK tidak dapat menghalangi eksekusi terhadap SK
tersebut kecuali adalah Penetapan Pengadilan untuk penundaan Eksekusi.
Lanjutan.........................................................
Kekhususan terakhir dari sebuah PTUN adalah bahwa dalam perkara TUN
tidak dikenal adanya Rekonvensi atau gugat balik. Kenapa tidak dikenal
adanya gugat balik? Karena seperti diketahui bahwa obyek sengketa
sebuah perkara TUN itu adalah SK . Yang menerbitkan SK adalah Pejabat
TUN. Aapabila SK tersebut digugat oleh seorang warga negara dengan
Tergugatnya adalah pejabat yang menerbitkan SK tersebut, maka Pejabat
tersebut tidak bisa melakukan gugat balik terhadap warga negara yang
menggugat tersebut.
Kalau namanya menggugat atau menggugat balik pasti ada obyeknya.
Sementara tadi kita sudah katakan bahwa obyek dari sebuah gugatan
adalah SK. Artinya kalau oejabat itu kalau melakukan gugat balik artinya
Pejabat tersebut menggugat sebuah obyek sengketa yang disebut SK.
Maka pertanyaannya, apakah mungkin seorang Pejabat TUN menggugat
sendiri SK yang dia sendiri yang terbitkan?
Maka disinilah inti dari prinsip tadi yaitu bahwa dalam perkara TUN tidak
dikenal adanya Rekonvensi tadi.
MASALAH GUGATAN
OBYEK GUGATAN
TENGGANG WAKTU GUGATAN
PERSIAPAN GUGATAN
PENGAJUAN GUGATAN
PROSES PEMERIKSAAN GUGATAN
MASALAH GUGATAN PTUN.......................
PEMERIKSAAN INTERNAL: PS 62
PEMERIKSAAN GUGATAN: PS 63-99
PEMERIKSAAN INTERNAL
PASAL 62
ISTILAH YANG DIKENAL ADALAH
RAPAT PERMUSYAWARATAN
PEMERIKSAAN OLEH KETUA PTUN
DILAKUKAN SEBELUM PEMBENTUKAN
MAJELIS HAKIM;
ADA PROSES DISMISSAL
KEMUNGKINAN ADANYA
PERLAWANAN
PEMERIKSAAN GUGATAN
PASAL 62-99
ACARA SINGKAT
ACARA CEPAT
ACARA BIASA.
PROSES DGN ACARA SINGKAT
PASAL 62 UU NO.5 TAHUN 1986
TENTANG PTUN
DILAKUKAN KARENA ADANYA
PERLAWAN TERHADAP PENETAPAN
KETUA PTUN DLM RAPAT
PERMUSYAWARATAN.
PERLAWANAN DIAJUKAN DALAM
WAKTU 14 HARI SEJAK PENETAPAN.
TIDAK ADA UPAYA HUKUM.
PERKARA DGN ACARA CEPAT
ACARA CEPAT (PS.98-99)
- APABILA ADA KEPENTINGAN
PENGGUGAT YG SANGAT MENDESAK
- PERMHN SDH DIAJUKAN BERSM DLM GUGATAN;
- DLM TEMPO 14 HR HRS SDH ADA PENETAPAN;
- TRHDP PENETAPAN, TDK ADA UPAYA HKM;
- BILA DIKABULKAN, 7 HARI SEJAK PENETAPAN,
SDH HRS DITETAPKAN HARI SIDANG TANPA
PROSEDUR PEMERIKSAAN PERSIAPAN
MENURUT PS.63;
- HAKIM TUNGGAL DAN BUKAN KETUA PTUN.
PEMERIKSAAN DENGAN
ACARA BIASA
PENGAJUAN GUGATAN;
JAWABAN PIHAK TERGUGAT;
REPLIK PENGGUGAT;
DUPLIK TERGUGAT;
PEMBUKTIAN (BUKTI SURAT, SAKSI,
KETERANGAN AHLI, DLL)
KESIMPULAN (TIDAK WAJIB);
PUTUSAN
KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN
DALAM ACARA BIASA
PERKARA DIPERIKSA SECARA TERTUTUP;
PENGGUGAT TIDAK HADIR PADA SIDANG PERTAMA, DAN
TELAH DUA KALI DILAKUKAN PEMANGGILAN PATUT.
TERGUGAT TIDAK HADIR DAN TELAH DIPANGGIL PATUT,
MAKA PANGGILAN DISAMPAIKAN KEPADA ATASAN
TERGUGAT. DUA BULAN TIDAK ADA JAWABAN, MAKA
PEMERIKSAAN DITERUSKAN DENGAN PEMBUKTIAN DAN
DIPUTUSKAN PERKARANYA;
PENGGUGAT MAUPUN TERGUGAT BERKESEMPATAN
MEMPERBAIKI GUGATANNYA DAN JAWABANNYA (P. TIDAK
LEBIH DARI TAHAP REPLIK DAN T. TIDAK LEBIH DARI TAHAP
DUPLIK);
PENGGT DAPAT MENCABUT GUGATAN SETIAP WAKTU,
ASAL: ps.76
KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN
DALAM ACARA BIASA
(LANJUTAN)
DAPAT DILAKUKAN EKSEPSI (Terhadap Kewenangan
Absolut dan Relatip)
PIHAK KETIGA DAPAT MASUK DALAM
PROSES/INTERVENSI: (KARENA KEMAUAN
SENDIRI/Tussenkomst, PERMINTAAN SALAH SATU
PIHAK/Voeging ATAU ATAS INISIATIP
HAKIM/Khusus);
KETUA MAJELIS BERWENANG MENENTUKAN
PUTUSAN AKHIR, BILA ADA PERBEDAAN PENDAPAT
DIANTARA MAJELIS TENTANG PUTUSAN AKHIR
PERKARA TERSEBUT
PENUNDAAN PELAKSANAAN
KEPUTUSAN TUN
GUGATAN TDK MENUNDA PELAKSANAAN
KEPUTUSAN TUN (PASAL 67);
KECUALI (DAN PERMOHONAN TERSEBUT
DIAJUKAN SEKALIGUS DALAM GUGATAN DAN
DAPAT DIPUTUS LEBIH DULU DR POKOK PERKARA
DALAM HAL) :
- ADANYA KEADAAN YG MENDESAK/KEPENTINGAN
PENGGUGAT AKAN SANGAT DIRUGIKAN BILA
DILAKSANAKAN;
- TIDAK DIKABULKAN BILA KEPENTINGAN UMUM
LEBIH MENJADI PRIORITAS;
GUGATAN GUGUR
AHLI
PENGAKUAN PARA PIHAK
KEYAKINAN HAKIM
PUTUSAN PTUN
GUGATAN DITOLAK (DALIL TIDAK DAPAT
DIBUKTIKAN)
GUGATAN DIKABULKAN:
- PENCABUTAN SK
- PENCABUTAN DAN PENERBITAN SK BARU
- PENERBITAN SK YANG DIMINTA
- GANTI RUGI DAN REHABILITASI (UNTUK PNS)
GUGATAN TIDAK DITERIMA (GUGATAN TDK
BERDASAR HUKUM -PS. 56 HAL SYARAT GUGATAN)
GUGATAN GUGUR (PENGGUGAT TIDAK MEMENUHI
PROSES ACARA YANG ADA---PS.71)