Anda di halaman 1dari 43

WANPRESTASI PADA PERJANJIAN KERJASAMA PENYERTAAN MODAL

INVESTASI DAN KOMPENSASI BAGI HASIL PADA PT. BUMI ANDALAS

SENTOSA

(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 650/PDT.G/2019/PN MDN)

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Dalam Program
Studi S1 Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Sumatera Utara

OLEH :

EVA NOVIANTI
NPM : 71210111041

ILMU HUKUM/HUKUM KEPERDATAAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA


FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi ...............................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................1

B. Perumusan Masalah ........................................................6

C. Tujuan Penelitian ..............................................................7

D. Manfaat Penelitian ............................................................7

E. Definisi Operasional .........................................................8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 10

A. Perjanjian Pada Umumnya ........................................... 10

1. Pengertian Perjanjian ............................................. 10

2. Syarat-syarat sah perjanjian .................................. 12

3. Asas-Asas Perjanjian ............................................. 13

4. Berakhirnya Perjanjian ........................................... 17

B. Wanprestasi .................................................................. 19

1. Pengertian Wanprestasi ......................................... 19

2. Bentuk Wanprestasi ............................................... 20

C. Perlindungan Hukum .................................................... 23

1. Pengertian Perlindungan Hukum ........................... 23

2. Bentuk Perlindungan Hukum ................................. 24

D. Penyelesaian Sengketa ................................................ 26

ii
BAB III : METODE PENELITIAN ...................................................... 29

A. Objek Penelitian .............................................................. 29

B. Sifat Penelitian ................................................................ 29

C. Metode Pendekatan ....................................................... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 30

1. Sumber Data .............................................................. 30

2. Alat Pengumpulan Data.............................................. 31

E. Analisis Data ................................................................... 31

F. Sistematika Penelitian .................................................... 32

Daftar Pustaka

Lampiran

iii
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia usaha yang makin berkembang maka semakin

banyak pula persaingan dalam dunia usaha atau bisnis, untuk

mengahadapi semua itu maka perlu adanya kerjasama antara satu orang

dengan orang ataupun satu orang dengan kelompok usaha. Bentuk

kerjasama dalam bisnis bukanlah hal yang baru, dari zaman dulu sudah

banyak bekerjasama dalam bisnis terutama yang bersifat sederhana

dengan tujuannya masing-masing.

Kerjasama adalah suatu interaksi yang sangat penting bagi

manusia karena hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa

orang lain, sehingga ia senantiasa membutuhkan orang lain.1 Kerjasama

dapat berlangsung manakala suatu orang atau kelompok yang

bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran

untuk bekerjasama guna mencapai kepentingan mereka tersebut.

Kerjasama bisnis adalah suatu usaha bersama antara orang

perorangan atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama, yang

dituangkan dalam suatu bingkai perjanjian. Dalam sebuah perjanjian

kerjasama bisnis akan ada hubungan kerjasama diantara kedua belah

pihak.
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Tim Penyusunan Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1990, h. 728

1
2

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan seseuatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan

antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.

Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang

membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan

atau ditulis.2 Selain itu perjanjian dapat dibuat juga secara bebas, bebas

untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan

bentuk perjanjian maupun syarat-syarat dan bebas untuk menentukan

bentuk perjanjian itu sendiri, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Pasal 1338

KUH Perdata menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.

Perjanjian sendiri mengandung klausula apapun yang pada intinya

adalah para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut akan

mendapatkan keuntungan atas perjanjian yang dibuat, salah satunya

adalah perjanjian investasi. Investasi dapat dilakukan oleh semua pihak,

baik oleh masyarakat luas, sebagai kegiatan bisnis, ataupun sosial,

maupun oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara sebagai kegiatan

untuk pelayanan kebutuhan masyarakat, yang menjadi tugas utamanya.

Disisi lain investasi adalah kegiatan yang menghasilkan nilai tambah

2
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2000, h. 2
3

(Value added) yang merupakan sumber utama kesejahteraan

masyarakat.3

Investasi sendiri secara harfiah dapat diartikan sebagai akftifitas

atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau

badan hukum yang mempunyai uang untuk melakukan investasi atau

penanaman modal.4 Ada berbagai macam pegertian investasi menurut

para ahli, salah satunya Tandelilin. Tandelilin mendefiniskan bahwa

investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainya

yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh keuntungan

dimasa datang. Sebagai misal, seseorang yang pada saat ini membeli

saham perusahaan go public dia mengharapkan pada periode yang akan

datang memperoleh keutungan baik yang berupa selisih harga jual

dengan harga beli (capital guins) maupun dividen sebagai imbalan atas

resiko tertentu dan pengorbanan waktu dalam investasi. 5

Pada prinsipnya tujuan investasi adalah untuk menghasilkan

“sejumlah uang” namun pernyataan ini nampaknya terlalu

menyederhanakan persoalan (tujuan) investasi itu sendiri.

Pada hakikatnya perjanjian berisi kehendak para pihak yang

mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu yang diperjanjikan. Dengan

Faizal Henry, Investasi Pengelolaan Keuangan Bisnis Dan Pengembangan


3

Ekonomi Masyarakat, Indeks, Jakarta Barat, 2006, h. 13


4
Marzuki Usman Singgih dan Riphat Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar Pasar
Modal, Jurnal Keuangan dan Moneter, Jakarta, 1997, h. 45
5
Tandelilin E, Analisis Investasi Dan Manajemen Portofolio Edisi Pertama,
BPFE, Yogyakarta, 2001, h. 36
4

demikian sejak perjanjian dibuat, para pihak mempunyai hak dan

kewajiban.6

Aspek hukum perjanjian ini sangat penting diperlukan untuk

menjamin adanya kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban dari

masing-masing pihak. Selain itu, perjanjian berfungsi untuk mencegah

terjdinya perselisihan diantara masing-masing pihak jika salah satu pihak

merasa dirugikan, karena pada kenyataannya sering dijumpai adanya

itikad tidak baik diantara salah satu pihak, yaitu pengingkaran kewajiban

yang telah disepakati sebelumnya. Secara normatif dapat dikategorikan

sebagai tindakan wanprestasi.

Terjadinya tindakan wanprestasi tersebut tidak selamanya dalam

keadaan tidak memenuhi prestasi seperti apa yang telah diperjanjikan,

melainkan dapat juga telah terpenuhinya prestasi akan tetapi tidak dengan

baik sebagaimana seperti yang dikehendaki oleh para pihak dalam

perjanjian. Keadaan wanprestasi inilah yang mengakibatkan perjanjian ini

menjadi masalah dan bahkan dapat menjadi batal.

Menurut Abdulkadir Muhammad pengertian perjanjian merupakan

persetujuan yang mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. 7 Dalam suatu

perjanjian, apabila salah satu pihak Ingkar janji maka orang tersebut telah

melakukan perbuatan wanprestasi. Namun jika ada salah satu pihak yang

6
Libertus Jehani, Pedoman Praktis Menyususn Surat Perjanjian, Cet. IV,
Visimedia, Jakarta, 2008, h. 9
7
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000, h. 225
5

melakukan perbuatan melanggar hak pihak lain, maka perbuatan tersebut

bukan lagi disebut sebagai wanprestasi tetapi telah melakukan perbuatan

melawan hukum.

Wanprestasi karena tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi

tetapi tidak bermanfaat lagi atau tidak dapat diperbaiki. Wanprestasi

terlambat memenuhi prestasi. Debitur memenuhi prestasi tetapi secara

tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya. Debitur melakukan sesuatu

yang tidak boleh dilakukan.8

Seperti yang terjadi di Medan pada tahun 2019, sebagaimana

contoh kasus dalam Putusan Nomor 650/Pdt.G/2019/PN Mdn, dimana

terjadi suatu perbuatan hukum berupa perjanjian kerjasama penyertaan

modal, dimana terjadi suatu perbuatan hukum berupa perjanjian

kerjasama usaha yang melibatkan investor selaku penggugat dengan PT.

Bumi Andalas Sentosa sebagi tergugat. Tergugat membuat perjanjian

kerjasama penyertaan modan investasi dengan penggugat yang

berkedudukan sebagai nasabah atau investor dan PT. Bumi Andalas

Sentosa berkedudukan sebagai Pengelola Dana dengan hak dan

kewajiban masing-masing.

Perjanjian Kerjasama penyertaan modan investasi antara

penggugat dan tergugat adalah menyerahkan sejumlah dana kepada

tergugat, sebagaimana awal dalam perjanjanjian penyertaan modal

berjalan dengan baik. Namun pada saat perjanjian penyertaan modal

8
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2009, h. 80
6

berikutnya, pihak tergugat (PT. Bumi Andalas Sentosa) tidak memenuhi

janji (Inkar janji) kepada Penggugat yaitu tidak memberikan dana

penyertaan modal berikut kompensasinya oleh tergugat kepada

penggugat. Untuk itulah pihak penggugat mengajukan gugatan ke

Pengadilan Negeri Medan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik

untuk meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul “WANPRESTASI

PADA PERJANJIAN KERJASAMA PENYERTAAN MODAL INVESTASI

DAN KONPENSASI BAGI HASIL PADA PT. BUMI ANDALAS

SENTOSA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 650/PDT.G/2019/PN

MDN)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,

ditetapkanlah perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian

skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang

melakukan perjanjian kerjasama penyertaan modal investasi ?

2. Bagaimanakah sengketa wanprestasi dalam perjanjian kerjasama

penyertaan modal investasi ?

3. Bagaimanakah pertimbangan Hakim dalam putusan perkara (studi

Kasus Putusan Nomor 650/Pdt.G/2019/PN-Mdn) ?


7

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang

melakukan perjanjian kerjasama penyertaan modal investasi.

2. Untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap sengketa

wanprestasi dalam perjanjian kerjasama penyertaan modal investasi

3. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam putusan perkara (studi

Kasus Putusan Nomor 650/Pdt.G/2019/PN-Mdn)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kegunaan teoritis

Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai dasar

pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hukum

perdata khususnya tentang wanprestasi pada perjanjian

kerjasama penyertaan modal investasi dan konpensasi bagi hasil.

b. Kegunaan Praktis

Sebagai bahan pengetahuan dan informasi bagi penulis sendiri,

mahasiswa fakultas hukum, dan praktisi hukum mengenai

perjanjian kerjasama penyertaan modal investasi dan juga tentang

penyelesaian sengketa wanprestasi.


8

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah kerangka yang menggambarkan

hubungan antara definisi-definisi atau konsep-konsep khusus yang akan

diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi definisi operasional adalah :

1. Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih

saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta

kekayaan. 9

2. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban

sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. 10

3. Investasi adalah penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan

harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. 11

4. Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang

langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai

imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. 12

5. Bagi hasil suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha

antara penyedia dana dan pengelola dana. 13

6. Modal Usaha adalah modal adalah kekuasaan untuk menggunakan

barang-barang modal dengan modal terdapat dineraca sebelah kredit.

Adapun yang dimaksud barang-barang modal yang ada di


9
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aitya Bakti,
Bandung, 2011, h. 229
10
Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni,
Bandung, 2006, h. 218
11
Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta,
2014, h. 164
12
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta, 2002, h. 54
13
Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatiif ke Pemaknaan Sosial,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, h. 153
9

perusahaan yang belum digunakan, jadi yang terdapat dineraca

sebelah debit.14

7. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak

asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan

tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.15

8. Penyelesaian sengketa adalah sengketa merupakan perselisihan

yang terjadi antara para pihak dalam perjanjian karena adanya

wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian

tersebut.16

9. Putusan pengadilan adalah Putusan Hakim adalah suatu pernyataan

yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang yang

diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau

menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. 17

14
Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, BPFE,
Yogyakarta, 2001, h. 18
15
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 2014, h. 74
16
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, Raja Grafindo Persada, 2012, h. 13
17
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Jogyakarta, 1993, h. 174
10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian

Istilah kontrak atau perjanjian dapat dijumpai dalam Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), bahkan

didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau

perjanjian.

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih.

Menurut pendapat Abdulkadir Muhammad perjanjian

mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua

orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal

mengenai harta kekayaan. 18

Menurut J. Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti

luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap

perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki

oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan

dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada

18
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aitya Bakti,
Bandung, 2011, h. 229

10
hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja,

seperti yang dimaksud oleh buku III KUHPerdata.

11
11

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, selalu ada tiga

kemungkinan wujud prestasi, yaitu :

a. Memberikan sesuatu

Dalam Pasal 1235 KUHPerdata tiap-tiap perikatan untuk memberikan

sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan

kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang

bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahannya.

b. Berbuat sesuatu

Berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti melakukan

perbuatan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Jadi wujud

prestasi disini adalah melakukan perbuatan tertentu. 19 Dalam

melaksanakan prestasi ini debitur harus mematuhi apa yang telah

ditentukan dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab atas

perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh

para pihak. Namun bila ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka disini

berlaku ukuran kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam

masyarakat.

c. Tidak berbuat sesuatu

Tidak berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti tidak

melakukan suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan. Jadi wujud

prestasi disini adalah tidak melakukan perbuatan. Di sini kewajiban

prestasinya bukan sesuatu yang bersifat aktif, tetapi justru sebaliknya

19
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung , 1994,
h. 20
12

yaitu bersifat pasif yang dapat berupa tidak berbuat sesuatu atau

membiarkan sesuatu berlangsung.20 Berdasarkan hal terseut bila ada

pihak yang berbuat tidak sesuai dengan perikatan ini maka ia bertanggung

jawab atas akibatnya.

Wujud prestasi terdiri dari “berbuat sesuatu” dan “tidak berbuat

sesuatu”. Pengertian berbuat sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan

yang telah ditetapkan dalam perjanjian, sedangkan tidak berbuat sesuatu

adalah tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana juga yang telah

ditetapkan dalam perjanjian. Manakala para pihak telah menunaikan

prestasinya maka perjanjian tersebut akan berjalan sebagaimana

mestinya tanpa menimbulkan persoalan, namun kadangkala ditemui

bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau menolak memenuhi prestasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. 21

2. Syarat-syarat sah perjanjian

Menurut KUHPerdata diatur tentang syarat sahnya suatu

perjanjian, berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

20
J. Satrio, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1999, h. 52
21
Hartana, Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara), Jurnal Komunikasi Hukum , Volume 2, Nomor 2, Agustus
2016, h. 160
13

Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang telah menetapkan apa-

apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas

menurut kata-katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan-

keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengertian lain. Proses

pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam, yaitu pembatalan

karena tidak memenuhi syarat subjektif, dan pembatalan karena adanya

cidera janji (wanprestasi) dari debitur.

3. Asas-Asas Perjanjian

Hukum Perjanjian mengenal beberapa asas penting yang

merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan.

Beberapa asas tersebut menurut Mariam Darus Badrulzaman

adalah sebagai berikut :22

a. Asas Konsensualisme

Asas Konsensualisme memberikan batasan bahwa suatu

perjanjian terjadi sejak tercapainya kata sepakat antara pihak-

pihak, dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan membuat

akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-

pihak mengenai pokok-pokok perjanjian.

Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian dapat

dibuat secara lisan atau dapat pula dibuat dalam bentuk tertulis

berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti, kecuali untuk

perjanjian-perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis

sebagai formalitas yang harus dipenuhi sebagai perjanjian formal,


22
Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit, h. 108-115
14

misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibahan dan

perjanjian pertanggungan. Asas Konsensualisme disimpulkan dari

Pasal 1320 KUHPerdata yang isinya “Supaya terjadi persetujuan

yang sah, perlu dipenuhi empat syarat yaitu kesepakatan mereka

yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu

perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang

tidak dilarang.”

b. Asas Kepercayaan

Asas Kepercayaan (vertrouwensbeginsel), yaitu suatu asas

yang menyatakan bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian

dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan di antara kedua

belah pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau

melaksanakan prestasinya masing-masing.

c. Asas Kekuatan Mengikat

Asas Kekuatan Mengikat mengatur bahwa para pihak pada

suatu perjanjian tidak semata-mata terikat pada apa yang

diperjanjikan dalam perjanjian, akan tetapi juga terhadap beberapa

unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatutan, serta

moral.

Perjanjian merupakan suatu figur hukum jadi harus

mengandung kepastian hukum. Asas Kepastian Hukum disebut

juga Pacta Sunt Servanda. Asas Pacta Sunt Servanda merupakan

asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan daya mengikat


15

suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak

mengikat bagi mereka yang membuatnya seperti Undang-Undang.

Dengan demikian maka pihak ketiga tidak mendapatkan

keuntungan karena perbuatan hukum para pihak, kecuali apabila

perjanjian tersebut memang ditujukan untuk kepentingan pihak

ketiga.

Maksud dari Asas Pacta Sunt Servanda ini dalam suatu

perjanjian tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum

bagi para pihak yang telah membuat perjanjian, karena dengan

asas ini maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak mengikat

sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.

d. Asas Persamaan Hukum

Asas Persamaan Hukum menempatkan para pihak di

dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan yang menyangkut

perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan dan jabatan.

e. Asas Keseimbangan

Asas ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hukum.

Kreditur atau pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk menuntut

prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi

melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban

untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Di sini dilihat

bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan


16

kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga

kedudukan kreditur dan debitur menjadi seimbang.

f. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian menjadi sah dan mengikat bagi para pihak

adalah jika para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut

mengakui isi dari perjanjian tersebut dan mematuhi satiap

ketentuan pada perjanjian tersebut, maka dengan demikian

perjanjian tersebut bersifat mengikat bagi para pihak yang

membuatnya dan kekuatan mengikatnya sama dengan kekuatan

mengikat suatu peraturan perundang-undangan. Lazimnya suatu

perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis dengan bahasa yang mudah

dipahami, hal ini bermaksud agar jika terjadi suatu permasalahan

yang berakibat hukum maka perjanjian tersebut dapat digunakan

sebagai alat bukti yang sah dan memiliki kekuatan hukum tetap.

g. Asas Moral

Asas Moral terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu

perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya

untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Asas Moral

terlihat pula dari zaakwarneming, dimana seorang yang melakukan

perbuatan sukarela (moral) mempunyai kewajiban untuk

meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini dapat


17

disimpulkan dari Pasal 1339 KUHPerdata “Persetujuan tidak hanya

mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya,

melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan

dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undangundang.

h. Asas Kepatutan

Asas Kepatutan berkaitan dengan isi perjanjian, dimana perjanjian

itu juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian

diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang. Asas

Kepatutan ini juga dapat disimpulkan dari Pasal 1339 KUHPerdata.

i. Asas Kebiasaan

Asas Kebiasaan menyatakan bahwa hal-hal yang menurut

kebiasaan secara diam-diam selamanya dianggap diperjanjikan. Asas ini

tersimpul dari Pasal 1339 Jo Pasal 1347 KUHPerdata “Syarat-syarat yang

selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk

dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam

persetujuan.”

4. Berakhirnya Perjanjian

Berakhirnya perjanjian berbeda dengan berakhirnya perikatan.

Suatu perjanjian akan berakhir apabila segala perikatan yang ditimbulkan

oleh perjanjian itu telah hapus seluruhnya. Sedangkan seluruh perikatan

yang ada di dalam suatu perjanjian akan berakhir secara otomatis apabila

perjanjian itu telah berakhir. Dengan kata lain, berakhirnya perikatan

belum tentu mengakibatkan berakhirnya perjanjian sedangkan


18

berakhirnya perjanjian secara pasti mengakibatkan berakhirnya perikatan

yang ada di dalamnya.23

Misalnya pada perjanjian jual beli, dengan dibayarnya harga

barang maka perikatan mengenai pembayaran barang telah berakhir,

sedangkan perjanjian jual beli tersebut belum berakhir, karena perikatan

mengenai penyerahan barang belum terlaksana. Perjanjian jual beli

tersebut baru bisa dikatakan berakhir apabila kedua perikatan mengenai

pembayaran dan penawaran barang telah berakhir. 24

Akan tetapi, bisa juga suatu perjanjian baru berakhir untuk waktu

selanjutnya dengan tetap adanya kewajiban-kewajiban yang telah ada

dalam perjanjian tersebut. Misalnya dalam perjanjian sewa-menyewa,

dengan pernyataan mengakhiri perjanjian, perjanjian tersebut dapat

diakhiri, akan tetapi perikatan mengenai pembayaran uang sewa atas

sewa yang telah dinikmati tidak menjadi berakhir. 25

Pasal 1381 KUHPerdata mengatur mengenai sepuluh hal yang

menyebabkan hapusnya atau berakhirnya suatu perikatan yaitu karena

pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan

atau penitipan, pembaharuan utang, penjumpaan utang atau kompensasi,

pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang

terutang, batal/pembatalan, berlakunya suatu syarat batal, dan lewatnya

waktu.

23
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, Malang, Setara Press, 2016, h. 82
24
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta , 1987, h.
69
25
Ibid
19

Berdasarkan hasil kajian terhadap pasal-pasal mengenai

berakhirnya perikatan maka kesepuluh cara diatas dapat diklasifikasikan

menjadi dua macam yaitu:

1. Berakhirnya perikatan karena undang-undang :


a. Konsignasi (Penitipan uang kepada Pengadilan)
b. Musnahnya barang terutang
c. Kadaluwarsa
2. Berakhirnya Perikatan karena perjanjian :
a. Pembayaran
b. Novasi (Pembaruang Utang) atau kompensasi;
c. Konfusio (Pencampuran utang);26

B. Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh debitur

dalam setiap perikatan. Prestasi merupakan isi daripada perikatan.

Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaiamana yang telah

ditentukan dalam perjanjian, ia dikatakan cidera janji (wanprestasi).27

Menurut Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa wanprestasi adalah

ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang

harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. 28

Menurut R. Subekti, mengemukakan bahwa wanprestasi itu

adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu :

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupkan dilakukan.


2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang diperjanjikan.

26
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata,
Jakarta, Rajawali Press, 2014, h. 265-266
27
Riduan Syahrani, Loc.Cit.
28
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung,
Bandung, 1982, h. 17
20

3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.


4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat
dilakukan.29

Menurut M. Yahya Harahap mengatakan bahwa wanprestasi

dapat dimaksudkan juga sebagai pelaksaan kewajiban yang tidak tepat

pada waktunya atau dilaksanakan tidak selayaknya. 30

Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi

atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau

yang telah mereka buat maka yang telah melanggar isi perjanjian tersebut

telah melakukan perbuatan wanprestasi. Cidera janji memberikan akibat

hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi

terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang

melakukan cidera janji untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum

tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi.

2. Adapun bentuk atau wujud dari wanprestasi yaitu :

a. Tidak memenuhi prestasi samasekali;


Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestainya maka
dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya,
maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat
waktunya.
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru;
Debitur yang memenuhi prestsi tetapi keliru, apabila prestasi yang
keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak
memenuhi prestasi sama sekali. 31

29
R. Subekti, Hukum Perjanjian Cet. Ke-II, Pembimbing Masa, Jakarta, 1970, h.
50
30
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, h.
60
31
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian cet. 6, Putra Abadin, Jakarta,
1999, h. 18
21

Sedangkan Subekti berpendapat bahwa wujud wanprestasi

seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu:

a. Memenuhi atau melaksanakan perjanjian;


b. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
c. Membayar ganti rugi;
d. Membatalkan perjanjian; dan
e. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi. 32

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan

wanprestasi perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan

jangka waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal

tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu

memperingatkan debitur supaya dia memenuhi prestasi. Dalam hal telah

ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan Pasal 1238

KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang

telah ditetapkan dalam perikatan. Kemudian jika debitur tidak memenuhi

prestasinya pada waktu yang ditentukan maka dapat diberitahu melalui

peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib

memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu

debitur tidak memenuhinya maka debitur telah lalai atau wanprestasi.

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi

adalah hukuman atau sanksi hukum sebagai berikut :

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh

kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).

32
M. Yahya harahap, Op. Cit, h. 56
22

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan

atau pembatalan perikatan melalui pengadilan (Pasal 1266

KUHPerdata).

c. Perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur

sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 Ayat (2) KUHPerdata).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan

atau pemabatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267

KUHPerdata).

e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka

pengadilan negeri dan debitur dinyatakan bersalah. 33

Menurut Munir Fuady, Kitab Undang- Undang Hukum

Perdata, mengatur ganti rugi dalam 2 (dua) pendekatan yaitu ganti

rugi umum dan ganti rugi khusus. Yang dimaksdud dengan ganti

rugi umum dalam hal ini adalah ganti rugi yang berlaku untuk

semua kasus, baik untuk kasus-kasus wanprestasi kontrak maupun

kasus-kasus yang berkenaan dengan periktan lainnya. Ketentuan

tentang ganti rugi yang umum ini oleh KUHPerdata diatur dalam

bagian keempat dari buku ketiga mulai dari Pasal 1243 sampai

Pasal 1252. Dalam hal ini untuk ganti rugi tersebut, KUHPerdata

secara konsisten untuk ganti rugi digunakan istilah Biaya, Rugi dan

Bunga.34

33
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, h. 242-243
34
Steven Kawet, “Wanprestasi Terhadap Penanaman Modal Ventura Di Indonesia
Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. III, No. 3, Jul-Sep, 2015, h. 180
23

Merujuk kepada Pasal 1237 KUHPerdata, dapat dipahami

bahwa wanprestasi telah terjadi saat debitor atau pihak yang

mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tidak

melaksanakan prestasinya, dalam arti dia lalai menyerahkan

benda/barang yang jumlah, jenis, dan waktu penyerahanya telah

ditentukan secara tegas dalam kontrak.35

C. Perlindungan Hukum

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Menurut CST Kansil, perlindungan hukum adalah berbagai

macam upaya hukum yang diberikan oleh aparat penegak hukum

untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari

gangguan dan berbagai macam ancaman dari pihak manapun. 36

Menurut Setiono, perlindungan hukum merupakan tindakan

atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan

sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan

hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga

memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.37

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan

kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan


35
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafika, Jakarta, 2011, h. 96
36
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta,
Balai Pustaka, 1989, h. 102
37
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 2004, h. 3
24

hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap

dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam

pergaulan hidup antar sesama manusia.38

Perlindungan hukum merupakan segala upaya pemenuhan

hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada

sanksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban sebagai

bagian dari perlindungan masyarakat dapat diwujudkan dalam

berbagai bentuk, yaitu melalui pemberian restitusi, kompensasi,

pelayanan medis dan bantuan hukum.

Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum

ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun

yang bersifat represif, serta baik yang lisan maupun yang tertulis.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum

dilihat sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu

sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu

keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. 39

2. Bentuk Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang dilindungi

subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu

sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

38
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, h. 14
39
http://www.suduthukum.com/2015/09/perlindungan-hukum diunduh pada
tanggal 10 November 2021 pukul 22.01 WIB.
25

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan

tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud

untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan suatu

batasan dalam melakukan suatu kewajiban. 40

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum

diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat

bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya

sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi

tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak

karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif

pemerintah terdorong untuk lebih bersifat hati-hati dalam

mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia

belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum

preventif.41

b. Perlindungan Hukum Represif

Merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti

denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila

40
Muchsin, Op. Cit, h. 20
41
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Bina
Ilmu, Surabaya, 1987, h. 30
26

sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran

hukum.42

Perlindungan hukum represif bertujuan untuk

menyelesaikan suatu sengketa. Penanganan perlindungan hukum

oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia

termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah

bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut

sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada

pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan

pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum

terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum.

Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan

dengan tujuan negara hukum.43

D. Penyelesaian Sengketa

Pada dasarnya penyelesaian sengketa dapat dan biasanya

dilakukan menggunakan dengan dua cara yaitu penyelesaian

42
Muchsin, Loc. Cit
43
Philipus M. Hadjon, Loc Cit.
27

sengketa melalui Lembaga litigasi (melalui pengadilan) dan

penyelesaian sengketa melalui non-litigasi (di luar pengadilan).

a. Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi

Dalam peraturan perundang-undangan tidak ada yang

memberikan definisi mengenai litigasi, namun dapat dilihat di dalam

Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase, selanjutnya disebut UU No. 30 Thn 1999, yang pada

intinya mengatakan bahwa sengketa dalam bidang perdata dapat

diselesaikan para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa

yang dilandasi itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian

secara litigasi di Pengadilan Negeri. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa litigasi merupakan proses menyelesaikan perselisihan

hukum di pengadilan yang mana setiap pihak bersengketa memiliki

hak dan kewajiban yang sama baik untuk mengajukan gugatan

maupun membantah gugatan melalui jawaban. 44

Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan upaya

penyelesaian sengketa melalui Lembaga pengadilan. Menurut

Frans Hendra Winarta, dalam bukunya yang berjudul Hukum

Penyelesaian Sengketa mengatakan bahwa litigasi merupakan

penyelesaian sengketa secara konvensional dalam dunia bisnis

seperti dalam bidang perdagangan, perbankan, proyek


44
Yessi Nadia, Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Non-Litigasi (Tinjauan
Terhadap Mediasi dalam Pengadilan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan,
https://www.academia.edu/29831296/Penyelesaian_Sengketa_Litigasi_dan_NonLitigasi_
Tinjauan_terhadap_Mediasi_dalam_Pengadilan_sebagai_Alternatif, diakses tanggal 10
November 2021
28

pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan

sebagainya. Proses litigasi menempatkan para pihak saling

berlawanan satu sama lain. Selain itu, penyelesaian sengketa

secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah

upaya-upaya alternatif penyelesaian sengketa tidak membuahkan

hasil.45

b. Penyelesaian Sengketa Secara Non-Litigasi

Rachmadi Usman, mengatakan bahwa selain melalui

litigasi (pengadilan), penyelesaian sengketa juga dapat

diselesaikan melalui jalur non-litigasi (di luar pengadilan), yang

biasanya disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) di

Amerika, di Indonesia biasanya disebut dengan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut APS). 46

Istilah APS merupakan penyebutan yang diberikan untuk

pengelompokan penyelesaian sengketa melalui proses negosiasi,

mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Pasal 1 Angka (10) UU 30/1999

tentang Arbitrase merumuskan bahwa APS sendiri merupakan

Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui

prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian sengketa

di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi atau penilaian ahli.47


45
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional
Indonesia dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, h. 1-2
46
Rachmadi Usmani, Mediasi di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik, Sinar
Grafika, Jakarta, 2012, h. 8
47
Pasal 1 Angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian dalam penulisan skripsi ini

adalah Studi Kasus Putusan Nomor 650/Pdt.G/2019/PN Mdn tentang

wanprestasi pada perjanjian kerjasama penyertaan modal investasi dan

kompensasi bagi hasil.

B. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

bersifat deskriptif dimana penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk

mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu

populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat, karateristik-karateristik

atau faktor-faktor tertentu.48 Penelitian deskriptif analisis mengarah kepada

penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang bertitik tolak dari

permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan,

kemudian menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

C. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

diskriptif yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi

yuridis positivis, yakni bahwa hukum identik dengan norma tertulis yang

48
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2011, h. 35

29
30

dibuat oleh yang berwenang, selama ini hukum dibuat sebagai suatu

sistem normatif yang bersifat otonom tertutup dan terlepas dari kehidupan

masyarakat.49

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menitikberatkan pada data sekunder, maka teknik

pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui Studi Kepustakaan, yaitu

dengan melakukan penelusuran bahan hukum berupa putusan-putusan

pengadilan, statistik kejahatan berbagai peraturan perundangan, berbagai

literatur pendukung, hasil penelitian, dan penelusuran melalui teknologi

informasi.50

1. Sumber Data

Teknik pengumpulan data antara lain melalui studi pustaka yang

dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari bahan hukum

primer, sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri

atas Putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau bahan

lainnya yang berkaitan dengan wanprestasi pada perjanjian kerjasama

penyertaan modal investasi da kompensasi bagi hasil pada PT.

Sedangkan bahan hukum sekunder terdiri atas buku-buku, jurnal,

makalah, laporan hasil penelitian dan bentuk tulisan-tulisan lain yang

berakitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Selanjutnya bahan

hukum tersier yaitu berupa kamus-kamus.

49
Soemitro Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2008, h. 11
50
Jhoni Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,
Malang, 2006, h. 47
31

2. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah

dengan studi kepustakaan, yaitu Putusan Nomor 650/Pdt.G/2019/PN Mdn

dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

E. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, dalam pengolahannya

dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Penelitian kembali (data) yang didapat dengan melakukan

pengecekanvaliditas data, tujuannya adalah agar data yang diperoleh

lengkap dan terjamin.

2. Proses pengklasifikasian (data) kemudian dengan permasalahan yang

ada, yang tujuannya adalah untuk mempermudah analisis yang

dikemukakan.

3. Mencatat data secara sistematis dan konsisten, data-data yang

diperoleh dituangkan dalam suatu rancangan konsep untuk kemudian

dijadikan dasar utama dalam memberikan analisis sehingga pada

akhirnya terdapat keselarasan data dengan analisis yang diberikan.

Sebagai tahapan terakhir dari penelitian ini adalah analisis data.

Peneliti telah mengorganisasikan data dalam rangka menginterpretasikan

data secara kualitatif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis data

deskriptif-kualitatif yaitu mengemukakan data dan informasi tersebut

kemudian dianalisis dengan memakai beberapa kesimpulan sebagai

temuan dari hasil penelitian.


32

Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif yaitu

menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan asas-asas, norma-

norma, teori/doktrin ilmu hukum khususnya hukum perdata. Setelah data

terkumpul peneliti melakukan analisis isi Putusan Hakim Nomor

650/Pdt.G/2019/PN Mdn menggunakan literatur yang berkaitan dengan isi

putusan yakni peraturan perundang-undangan.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN, yang terdiri dari, yaitu Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, dan Definisi Operasional.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA yang terdiri dari sub bab yaitu :

Perjanjian Pada Umumnya, Pengertian Perjanjian,

Syarat-syarat sah perjanjian, Asas-Asas Perjanjian,

Berakhirnya Perjanjian, Wanprestasi, Pengertian

Wanprestasi, Bentuk Wanprestasi, Perlindungan Hukum,

Pengertian Perlindungan Hukum, Bentuk Perlindungan

Hukum, Penyelesaian Sengketa.

BAB III : METODE PENELITIAN meliputi : Objek Penelitian, Sifat

Penelitian, Metode Pendekatan, Teknik Pengumpulan

Data Terdiri

Dari Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data, Analisis

Data, Sistematika Penulisan.


33

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang meliputi

Perlindungan Hukum Terhadap Pihak-Pihak Yang

Melakukan Perjanjian Kerjasama Penyertaan Modal

Investasi, Penyelesaian Hukum Terhadap Sengketa

Wanprestasi Dalam Perjanjian Kerjasama Penyertaan

Modal Investasi, Pertimbangan Hakim Dalam Putusan

Perkara (Studi Kasus Putusan Nomor

650/Pdt.G/2019/PN-Mdn)

BAB V : Kesimpulan dan Saran.

G. Jadwal Penelitian

WAKTU
No KEGIATAN
I II III IV

1 Persiapan

Penelitian/Proposal

2
Pengumpulan Data

3 Hasil disusun

sesuai penelitian

4 Penyusunan laporan
penelitian skripsi dan
pengadaan
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2000

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aitya Bakti,


Bandung, 2011

Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatiif ke Pemaknaan Sosial,


Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004

Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, BPFE,


Yogyakarta, 2001

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo


Persada, Jakarta, 2011

Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta,


2014

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,


Jakarta, Balai Pustaka, 1989

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Tim Penyusunan Kamus


Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990

Faizal Henry, Investasi Pengelolaan Keuangan Bisnis Dan


Pengembangan Ekonomi Masyarakat, Indeks, Jakarta Barat,
2006

Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase


Nasional Indonesia dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,
2012

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia, Pustaka Yustisia,


Yogyakarta, 2009

Jhoni Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif,


Bayumedia, Malang, 2006

J. Satrio, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1999


Libertus Jehani, Pedoman Praktis Menyususn Surat Perjanjian, Cet. IV,
Visimedia, Jakarta, 2008
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, Malang, Setara Press, 2016

Marzuki Usman Singgih dan Riphat Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar


Pasar Modal, Jurnal Keuangan dan Moneter, Jakarta, 1997

Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi


Aksara, Jakarta, 2002

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung ,


1994

M. Yahya harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986

-------------------------------, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,


1982

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di


Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003

Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa


Perdata di Pengadilan, Raja Grafindo Persada, 2012

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia,


Bina Ilmu, Surabaya, 1987

Rachmadi Usmani, Mediasi di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik,


Sinar Grafika, Jakarta, 2012

Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni,


Bandung, 2006

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta ,


1987

-----------------, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian cet. 6, Putra Abadin,


Jakarta, 1999

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2000

---------------, Hukum Perjanjian Cet. Ke-II, Pembimbing Masa, Jakarta,


1970

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata,


Jakarta, Rajawali Press, 2014
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,
Sinar Grafika, Jakarta, 2011

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 2014

Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Universitas Sebelas Maret,


Surakarta, 2004

Soemitro Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri,


Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,


Jogyakarta, 1993

Tandelilin E, Analisis Investasi Dan Manajemen Portofolio Edisi


Pertama, BPFE, Yogyakarta, 2001

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung,


Bandung, 1982

B. Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

C. Jurnal

Steven Kawet, “Wanprestasi Terhadap Penanaman Modal Ventura Di


Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perdata”, Lex Privatum,
Vol. III, No. 3, Jul-Sep, 2015

Hartana, Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjian Karya


Pengusahaan Pertambangan Batubara), Jurnal Komunikasi
Hukum, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016, h. 160
D. Internet

http://www.suduthukum.com/2015/09/perlindungan-hukum diunduh pada


tanggal 10 November 2021 pukul 22.01 WIB.

Yessi Nadia, Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Non-Litigasi


(Tinjauan Terhadap Mediasi dalam Pengadilan sebagai Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan,https://www.academia.edu/29831296/Penyelesaian_Sengket
a_Litigasi_dan_NonLitigasi_Tinjauan_terhadap_Mediasi_dalam_Pengadil
an_sebagai_Alternatif, diakses tanggal 10 November 2021

Anda mungkin juga menyukai