Anda di halaman 1dari 72

ABSTRAK

FAISAL HADI PINEM

Efektivitas dalam menggunakan gugatan sederhana (small claim


court) sebagai produk hukum yang dimaksudkan untuk memenuhi asas
peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Mahkamah Agung melalui
kewenangannya mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 2015 tentang Penyelesaian Gugatan Sederhana sebagai dasar
hukum berlakunya gugatan sederhana (small claim court) di Indonesia.
Kewenangan dari small claim court berada pada peradilan umum yaitu
Pengadilan Negeri. Penelitian ini mengkaji efektifitas penyelesaian
gugatan sederhana (small claim court) menurut peraturan Mahkamah
Agung RI No. 2 Tahun 2015 dalam penyelesaian sengketa cidera janji.
Adapun pokok bahasan dalam penelitian ini adalah prosedur dalam
mengajukan gugatan sederhana (small claim court) dan kelebihan serta
kekurangan penyelesaian sengketa melalui gugatan sederhana (small
claim court). Metode pendekatan yang dipakai dalam dalam penelitian ini
yaitu pendekatan yuridis normatif. Objek penelitian adalah Perma No. 2
Tahun 2015, sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Data dalam
penelitian ini adalah data sekunder, alat pengumpulan data dengan studi
perpustakaan yaitu mendownload Perma No. 2 Tahun 2015, putusan
Pengadilan Negeri Medan Nomor : 02/Pdt.G.S/2015/PN-Mdn, dan data
yang terkumpul akan dianalisis menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sengketa yang dapat
diselesaikan melalui gugatan sederhana (small claim court) adalah
sengketa dengan nilai gugatan materiil maksimal Rp 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) dan small claim court yang dikeluarkan ini efektif di
Pengadilan Negeri Medan. Perkara yang bisa ditangani adalah perkara
yang bukan termasuk pada perkara lingkup Peradilan Khusus dan bukan
sengketa hak atas tanah. Tata cara penyelesaian sengketa melalui small
claim court terbagi menjadi delapan tahap, yaitu pendaftaran,
pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana, penetapan hakim dan
penunjukkan panitera pengganti, pemeriksaan pendahuluan, penetapan
hari sidang dan pemanggilan para pihak, pemeriksaan sidang dan
perdamaian, pembuktian, dan putusan. Kelebihan penyelesaian sengketa
melalui small claim court antara lain mengurangi jumlah pekara di
Mahkamah Agung, asas cepat, sederhana dan biaya ringan terpenuhi,
para pihak tidak diwajibkan menggunakan kuasa hukum atau jasa
advokat. Sedangkan kelemahan small claim court antara lain, hakim
tunggal, tidak diperkenankan mengajukan tuntutan provisi, adanya
pembatasan lingkungan peradilan, sita jaminan dan belum
tersosialisasikan dengan baik dan banyak yang belum tahu khususnya
masyarakat pencari keadilan.

Kata kunci: Efektivitas, Gugatan Sederhana, Penyelesaian Sengketa,


Cidera Janji.

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunian-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan kepada penulis

sehingga mampu untuk menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

Efektivitas Gugatan Sederhana (Small Claim Court) Menurut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2015 Dalam

Penyelesaian Sengketa Cidera Janji. Atas petunjuk Allah SWT skripsi ini

dapat terselesaikan, sehingga berbagai pihak berkenan memberikan

bantuan, bimbingan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti

studi, demikian juga dalam proses bimbingan dan penyelesaian skripsi ini.

Renungan khidmat yang sedalam-dalamnya beserta doa, penulis

sampaikan kehadirat Allah SWT, kepada Ayahanda Pres Pinem dan

Ibunda Yustina Br Pelawi, adik-adik penulis Ika Pratiwi Br Pinem dan

Hasanudin Pinem serta saudara penulis atas segala curahan kasih

sayang dan motivasi serta doa yang tulus, semoga senantiasa dalam

keridhoan Allah SWT.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada

semua pihak, yaitu :

1. Rektor Universitas Islam Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. Mhd. Asaad,

M.Si

2. Pimpinan Fakultas Hukum dan juga selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Islam Sumatera Utara Dr. Marzuki SH, M.Hum.,

ii
3. Bapak H. Jauhari Ginting SH. MH, selaku Pembantu Dekan I

4. Ibu Hj. Susilawati, SH. M.Hum sebagai Pembantu Dekan II

5. Azhari AR, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III

6. Ibu Nurasiah Harahap SH. M.Hum sebagai Ketua Prodi S1 Ilmu

Hukum

7. Bapak Tajuddin Noor, SH. M.Hum. SP.N selaku Ketua Bagian Hukum

Keperdataan, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I

8. Ibu Maria Rosalina, SH. M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II

Demikian juga terima kasih dan penghargaan kepada Bapak/Ibu

para dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan wawasan

berfikir sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum

Universitas Islam Sumatera Utara.

Terima kasih kepada Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional

Indonesia (GMNI) dan kawan seperjuangan di Organisasi GMNI Bung

Bayu Iqbal Lingga, Bung Grace J.A.Daud, Bung Ramanda, Bung Ridwan,

dan kawan-kawan yang telah membantu, mendukung dan memberikan

masukan agar terselesaikannya skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia

pendidikan.

Medan, Desember 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

BAB I: PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .............................................................. 7

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7

E. Definisi Operasional ............................................................... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 10

A. Hukum Acara Perdata ......................................................... 10

1. Pengertian Hukum Acara Perdata ................................. 10

2. Asas Peradilan Cepat, Sederhana,

dan Biaya Ringan .......................................................... 11

3. Proses Hukum Acara Dalam Penyelesaian

Gugatan Sederhana (small claim court) ........................ 12

4. Tugas Hakim dalam Penyelesaian Gugatan

Sederhana (small claim court) .......................................15

B. Cidera Janji Dalam Perjanjian Secara Umum .................... 17

1. Pengertian Perjanjian .................................................... 17

2. Pengertian Cidera Janji (wanprestasi) ........................... 19

iv
3. Bentuk-bentuk Dari Cidera Janji .................................... 21

C. Gugatan Sederhana (small claim court) ............................. 23

1. Pengertian Gugatan Sederhana (small claim court) ..... 23

2. Syarat Mengajukan Gugatan Sederhana

(small claim court) ..........................................................23

3. Upaya Hukum Gugatan Sederhana

(small claim court) .......................................................... 24

D. Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung Sebagai

Regulasi Tertulis ................................................................. 28

BAB III : METODE PENELITIAN ........................................................... 31

A. Objek Penelitian .................................................................. 31

B. Sifat Penelitian .................................................................... 31

C. Metode Pendekatan ............................................................ 31

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 32

1. Sumber Data ................................................................... 32

2. Alat Pengumpulan Data................................................... 32

E. Analisis Data ....................................................................... 32

F. Sistematika Penelitian ......................................................... 33

BAB IV : PEMBAHASAN ...................................................................... 35

A. Prosedur Dalam Mengajukan Gugatan

Sederhana (small claim court)............................................ 35

v
B. Kelebihan dan Kekurangan Penyelesaian

Gugatan Sederhana (small claim court)............................. 47

1. Kelebihan Peraturan Mahkamah Agung RI

Nomor 2 Tahun 2015 .................................................... 47

2. Kekurangan Peraturan Mahkamah Agung RI

Nomor 2 Tahun 2015 .................................................... 52

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 56

A. Kesimpulan ....................................................................... 56

B. Saran ................................................................................. 59

Daftar Pustaka

Lampiran

vi
vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum yang memberikan batasan dan ketetapan-ketetapan dalam

kehidupan masyarakat haruslah selalu mengikuti dan menjawab seluruh

tantangan perubahan sosial dan zaman yang terjadi di tengah-tengah

kehidupan masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat tidak mengalami

kesenjangan hukum, serta hukum yang mengikat masyarakat tersebut

mampu tidak bertentangan dengan perubahan dan perkembangan

kehidupan sosial yang setiap waktu akan selalu berubah kearah yang

lebih baik. Dalam hukum, tantangan-tantangan baru selalu muncul seiring

perkembangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, demi

tercapainya rasa keadilan bagi para pencari keadilan. Salah satu cara

agar tercapainya rasa keadilan bagi para pencari keadilan adalah dengan

mengajukan gugatan ke pengadilan.

Di dalam kehidupan bermasyarakat tiap-tiap individu atau orang

mempunyai kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang

lainnya. Adakalanya kepentingan mereka itu saling bertentangan, hal

mana dapat menimbulkan suatu sengketa. Sengketa dapat disebabkan

oleh berbagai macam faktor, diantaranya perbedaan kepentingan ataupun

perselisihan antar pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Sengketa

juga dapat disebabkan oleh adanya aturan-aturan kaku yang diangap

sebagai penghalang dan menghambat untuk dapat mencapai tujuan

1
2

masing-masing pihak. Setiap pihak akan berupaya semaksimal mungkin

untuk mencapai tujuannya, sehingga potensi terjadinya sengketa semakin

besar.

Untuk menghindari gejala tersebut, mereka mencari jalan untuk

mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaidah

hukum yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat agar dapat

mempertahankan hidup bermasyarakat. Dalam kaidah hukum yang

ditentukan itu, setiap orang diharuskan untuk bertingkah laku sedemikian

rupa, sehingga kepentingan anggota masyarakat lainnya akan terjaga dan

dilindungi dan apabila kaidah hukum tersebut dilanggar, maka kepada

yang bersangkutan akan dikenakan sanksi atau hukum. Kepentingan

adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata, yang diatur dalam

hukum perdata materil. Sebagai lawan hukum perdata materil adalah

hukum perdata formil. Hukum acara perdata juga disebut hukum perdata

formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata

sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materil. Hukum acara

perdata berfungsi untuk mempertahankan, memelihara dan menegakkan

ketentuan hukum perdata materil

Dalam hal penyelesaian gugatan, proses penyelesaian gugatan

secara sederhana sudah dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke

pengadilan dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan adalah hakim dalam
3

mengadili suatu perkara harus semaksimal mungkin untuk menyelesaikan

perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama dan murah.

Namun dalam prakteknya, penyelesaian sengketa perdata

memerlukan mekanisme yang panjang dan tidak sesederhana seperti

yang diharapkan, hal ini dikarenakan proses penyelesaian perkara

perdata di pengadilan negeri dilakukan melalui beberapa tahapan dan

prosedur, antara lain tahap persiapan, tahap pengajuan dan pendaftaran

surat gugatan, dan tahap persidangan.

Pada tahap persidangan pertama, Majelis Hakim yang telah

ditunjuk dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri menawarkan

adanya mediasi sebagaimana di atur dalam Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi, selanjutnya disebut

dengan Perma No. 1 Thn 2016. Pasal 24 Ayat (2) Perma No. 1 Thn 2016

menyatakan bahwa proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga

puluh) hari dan Ayat (3) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak berakhir jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

Ayat (2) atas permintaan para pihak. Apabila mediator tidak berhasil

mendamaikan para pihak, dalam proses pemeriksaan perkara selanjutnya

Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan para pihak untuk

menyelesaikan sengketanya secara damai sesuai ketentuan Pasal 130

Het Herziene Indonesisch Reglement, selanjutnya disebut HIR.

Dengan tidak tercapainya perdamaian melalui mediasi,

persidangan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan dan tergugat


4

ataupun turut tergugat mengajukan jawaban yang isinya dapat berupa

tuntutan provisionil, eksepsi atau tangkisan, jawaban mengenai pokok

perkara, rekonvensi dan permohonan petitum putusan. Apabila dari

serangkaian tahapan atau proses jawab-menjawab, replik, duplik dan

pembuktian dari masing-masing pihak telah selesai, maka para pihak

dapat mengajukan kesimpulan dan pada akhirnya permohonan putusan.

Jika dilihat dari proses persidangan yang panjang serta penerapan

sistem peradilan berjenjang mulai dari pengadilan tingkat pertama,

pengadilan tingkat banding dan berujung di Mahkamah Agung Republik

Indonesia (selanjutnya disingkat MA RI), sebagai pengadilan negara

tertinggi, membuat lamanya proses penyelesaian sengketa. Hal tersebut

tidak menguntungkan bagi para pihak terutama pelaku bisnis terlebih lagi

bagi sengketa-sengketa yang nilai gugatannya kecil. Gugatan dengan nilai

yang kecil apabila menggunakan tahapan dan prosedur yang panjang

serta sistem peradilan yang berjenjang, dikhawatirkan biaya yang

diperlukan dalam menyelesaikan sengketa melebihi dari nilai gugatan itu

sendiri. Dengan demikian asas peradilan sederhana, cepat dan biaya

ringan menjadi tidak terpenuhi.

Mengatasi persoalan diatas diperlukan langkah atau prosedur yang

tepat agar peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan menjadi terpenuhi

dan juga tidak membuat semakin banyak perkara yang menumpuk untuk

segera diselesaikan pula. Hal inilah yang menjadi pertimbangan

diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2015


5

tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, selanjutnya disebut

dengan Perma No. 2 Thn 2015. Prosedur penyelesaian sengketa tersebut

dikenal dengan penyelesaian gugatan sederhana (small claim court),

selanjutnya disebut small claim court yaitu, prosedur penyelesaian

sengketa dengan memberikan kewenangan pada pengadilan untuk

menyelesaikan perkara didasarkan pada besar kecilnya nilai objek

sengketa, sehingga dapat tercapai penyelesaian sengketa secara cepat,

sederhana, dan biaya ringan, tetapi tetap memberikan kekuatan hukum

berupa putusan hakim yang mempunyai daya paksa untuk dilaksanakan

(kekuatan mengikat).1 Di dalam hukum acara perdata di Indonesia tidak

mengenal kelembagaan small claim court. Sebagaimana telah disebutkan

terdahulu bahwa keberadaan small claim court diatur oleh MA RI dengan

mengeluarkan Perma No. 2 Thn 2015.

Dengan dikeluarkannya Perma No. 2 Thn 2015 ini, membantu

masyarakat pencari keadilan untuk mendapatkan haknya serta

mengurangi penumpukan perkara di pengadilan khususnya di MA RI.

Pasal 3 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015 menjelaskan bahwa gugatan

sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan

melawan hukum dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp

200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Berdasarkan penjelasan Pasal 3

Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015 ini, tidak semua perkara dapat diadili,

diperiksa dengan gugatan sederhana. Hanya gugatan yang mempunyai


1
Efa Laela Fakhriah, Eksistensi Small claim court Dalam Mewujudkan Tercapainya
Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan, tersedia
http://www.repository.unpad.ac.id/18336/1 Eksistensi-Small-Calim-Court.pdf,2012, h. 10 diakses
pada 04 Nopember 2017
6

kriteria gugatan cidera janji, atau perbuatan melawan hukum, atau cidera

janji dan perbuatan melawan hukum, dengan nilai gugatan tidak melebihi

atau paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Dalam Pasal

3 hanya diatur jumlah maksimum nilai gugatan sederhana, sedangkan

jumlah minimum nilai dari gugatan tidak ditentukan, sehingga memberikan

kesempatan bagi pencari keadilan untuk mengajukan gugatan ke

pengadilan meskipun jumlah kerugian yang dialaminya relatif minim

(sedikit). Selain maksimal nilai gugatan materil yang sudah ditentukan

dalam Pasal 3 Perma No. 2 Tahun 2015 ini, dalam proses pemeriksaan

small claim court ini diperiksa oleh hakim tunggal tidak dapat diajukan

tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau

kesimpulan.

Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk menulis dan

menganalisis tentang prosedur dalam gugatan sederhana, serta tentang

kelebihan dan kekurangan gugatan sederhana yang penulis jabarkan

dalam bentuk skripsi yang berjudul Efektivitas Gugatan Sederhana

(Small Claim Court) Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2

Tahun 2015 Dalam Penyelesaian Sengketa Cidera Janji.

B. Rumusan Masalah
7

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, ditetapkanlah

perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur dalam mengajukan gugatan sederhana

(small claim court) menurut Perma No. 2 Thn 2015 ?

2. Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan penyelesaian sengketa

melalui gugatan sederhana (small claim court) menurut Perma No. 2

Thn 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui prosedur dalam mengajukan gugatan sederhana

(small claim court).

2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penyelesaian sengketa

melalui gugatan sederhana (small claim court).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kegunaan teoritis

Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai dasar

pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hukum

perdata khususnya hukum acara perdata mengenai penyelesaian

sengketa melalui gugatan sederhana (small claim court).


8

b. Kegunaan Praktis

Sebagai bahan pengetahuan dan informasi bagi penulis sendiri,

mahasiswa fakultas hukum, dan praktisi hukum mengenai

penyelesaian sengketa melalui gugatan sederhana (small claim

court).

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah kerangka yang menggambarkan

hubungan antara definisi-definisi atau konsep-konsep khusus yang akan

diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi definisi operasional adalah :

1. Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2

2. Gugatan sederhana (small claim court) menurut Pasal 1 angka 1

Perma No.2 Thn 2015 menyatakan bahwa gugatan sederhana adalah

tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata

dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp. 200.00.000,- juta yang

diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.

3. Sengketa adalah kondisi adanya perbedaan pendapat yang saling

dipertahankan antar para pihak yang memiliki akibat hukum. 3

4. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban

sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. 4

2
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Liberti,
Yogyakarta, 2001, h. 44
3
https://kamushukum.web.id>artikata diakses pada tanggal 04 November 2017
4
Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, P.T. Alumni, Bandung, 2006, h.
218
9

5. Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah lembaga tinggi negara


dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang
kekuasaan kehakiman di Indonesia.
6. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indoenesia adalah pada
dasarnya suatu bentuk peraturan yang berisi ketentuan bersifat
hukum acara yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung RI.
7. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2015 merupakan
peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung yang mengatur
tentang beracara dalam menyelesaikan gugatan yang nilai materilnya
paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) yang
diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian yang sederhana.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Acara Perdata

1. Pengertian hukum acara perdata

Hukum acara perdata bisa juga disebut dengan hukum perdata

formal, namun sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai dari pada

hukum perdata formal. Hukum acara perdata merupakan bagian daripada

hukum perdata. Sebab, di samping hukum perdata formal, juga ada

hukum perdata materil. Hukum perdata materil ini lazimnya hanya disebut

dengan hukum perdata saja.

Jika kita membaca literatur-literatur hukum acara perdata, maka

kita akan menemui berbagai macam definisi hukum acara perdata ini dari

para ahli, yang satu sama lain merumuskan berbeda-beda, namun pada

prinsipnya mengandung makna tujuan yang sama.

Menurut pandangan ahli hukum acara perdata Sudikno

Mertokusumo berpandangan bahwa hukum acara perdata adalah

peraturan hukum yang mengatur sebagimana caranya menjamin

ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. 5

R. Wirjono Prodjodikoro berpendapat hukum acara perdata adalah

rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus

bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan bagaimana cara

5
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Revisi, Cahaya Atma
Pustaka, Yogyakarta, 2010, h. 2

10
11

pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan

berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. 6

2. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman, selanjutnya disebut UU No. 48 Thn 2009,

dijelaskan tepatnya diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) mengatakan bahwa

“Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang

sederhana, cepat, dan biaya ringan”. Asas sederhana, cepat dan biaya

ringan merupakan asas yang dalam proses beracara di pengadilan dalam

mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk

menyelesaikan perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama serta biaya

ringan. Asas sederhana dapat diartikan bahwa hakim dalam

pelaksanaannya mengadili para pihak yang sedang berperkara di dalam

memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan keterangan yang

akurat dari para pihak dan para saksi diupayakan memakai bahasa atau

kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pihak yang

sedang berperkara. Cepat, dalam suatu persidangan bahwa hakim dalam

memeriksa para pihak yang sedang berperkara harus mengupayakan

agar proses penyelesaiannya setelah ada bukti-bukti yang akurat dari

para pihak dan para saksi segera memberikan keputusan dan waktunya

tidak diulur-ulur atau mengadakan penundaan persidangan yang jarak

6
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia Cet. IX, Sumur Bandung, ,
Jakarta, 1982, h. 13
12

waktu antara persidangan pertama dan kedua dan seterusnya tidak terlalu

lama. Apabila suatu perkara dapat diselesaikan dengan cara sederhana

dan cepat, maka sudah barang tentu biaya yang dikeluarkan oleh para

pihak yang sedang berperkara juga akan semakin ringan. Oleh karena itu

agar dalam suatu persidangan dapat dilaksanakan dengan sederhana,

cepat, dan biaya ringan, maka hakim dalam menyelesaikan sengketa

harus profesional dan betul-betul orang yang ahli dalam bidangnya serta

penuh dengan kearifan di dalam menangani suatu perkara, sehingga

permaslahan yang dihadapi oleh para pihak yang sedang berperkara

dapat terselesaikan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

3. Proses hukum acara dalam penyelesaian small claim court

Perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan secara

kekeluargaan, tidak boleh diselesaikan dengan cara main hakim sendiri,

akan tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan. Pihak yang merasa

dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan

untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya. Proses

penyelesaian perkara dengan sederhana, cepat dan biaya ringan dapat

dilakukan dengan adanya penyelesaian melalui gugatan sederhana (small

claim court). Adapun proses dalam small claim court pada intinya sama

dengan proses pemeriksaan hukum acara perdata, hanya dalam small

claim court tidak dapat mengajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi,

intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.


13

Adapun proses hukum acara penyelesaian small claim court sebagai

berikut :

a. Pendaftaran gugatan

Sebelum gugatan diajukan ke pengadilan maka yang harus

diperhatikan apakah persyaratan untuk mengajukan small claim court

telah terpenuhi. Setelah persayaratan terpenuhi selanjutnya, gugatan

didaftarkan di kepaniteraan yang dibuktikan dengan identitas Penggugat

dan Tergugat, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 6 Ayat (1)

Perma No. 2 Thn 2015 bahwa “Penggugat mendaftarkan gugatannya di

kepaniteraan pengadilan” dan Ayat (2) bahwa “Penggugat dapat

mendaftarkan gugatannya dengan mengisi blanko yang disediakan di

kepaniteraan”.

Pada Pasal 11 Perma No. 2 Thn 2015 tentang pemeriksaan

pendahuluan dijelaskan bahwa hakim memeriksa materi gugatan

sederhana berdasarkan syarat yang sudah ditentukan. Pasal 11 Ayat (3)

Perma No. 2 Thn 2015 menjelaskan bahwa apabila dalam pemeriksaan,

hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan

sederhana, maka hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan

bahwa gugatan tersebut bukan gugatan sederhana, kemudian mencoret

dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara

kepada penggugat.
14

b. Perdamaian

Dalam persidangan hari pertama, hakim akan mengupayakan

perdamaian antara para pihak. Apabila perdamaian tercapai, maka hakim

akan membuat Putusan Akta Perdamaian. 7 Namun, apabila proses

peradamaian tidak tercapai, maka hakim akan memulai mendengarkan

gugatan yang disampaikan Penggugat dan jawaban dari Tergugat.

Selanjutnya Pasal 17 Perma No. 2 Thn 2015 ini menerangkan bahwa

“Dalam proses pemeriksaan melalui small claim court tidak dapat diajukan

tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau

kesimpulan”. Jadi apabila perdamaian gagal maka hakim langsung

memeriksa pokok perkara yang lanjutkan dengan jawaban dari Tergugat.

c. Pembuktian

Dalam Pasal 18 Perma No. 2 Thn 2015 mengatur tentang

pembuktian, dimana Ayat (1) menyebutkan bahwa “Gugatan yang diakui

dan/atau tidak dibantah, tidak perlu dilakukan pembuktian”, dan

sebaliknya Ayat (2) menyebutkan “Terhadap gugatan yang dibantah,

hakim melakukan pemeriksaan pembuktian berdasarkan hukum acara

yang berlaku”. Pembuktian adalah upaya yang dilakukan dalam

berperkara untuk menguatkan dan membuktikan dalil-dalil yang diajukan

oleh para pihak. Pada saat pembuktian hakim dapat menentukan hal apa

saja yang harus dibuktikan dari kedua belah pihak. 8 Oleh karena itu,

7
Buku Saku Gugatan Sederhana yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung RI, Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP),
2015, h. 28
8
Ibid, h. 29
15

hanya perlu untuk mempersiapkan apa saja yang diminta oleh hakim

untuk dibuktikan.

d. Putusan

Setelah proses pembuktian selesai, hakim akan membuat putusan.

Putusan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada

hari yang sama dengan pembuktian atau pada persidangan berikutnya. 9

Setelah mengucapkan putusan, hakim akan memberitahukan hak-hak

para pihak antara lain menerima atau menolak putusan. Jika putusan

yang dijatuhkan tidak dapat diterima oleh salah satu pihak, maka dapat

mengajukan permohonan keberatan kepada ketua pengadilan negeri

setempat. Keberatan adalah upaya hukum terakhir sehingga putusan

hakim di tingkat keberatan bersifat final. 10 Hal ini diatur dalam Pasal 21

Perma No. 2 Thn 2015 tentang upaya hukum. Pada Ayat (1) nya

menjelaskan bahwa “Upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 adalah dengan mengajukan

keberatan”.11

4. Tugas hakim dalam penyelesaian small claim court

Hakim sangat berperan sebagai penentu masa depan hukum

karena setiap putusan hakim akan menjadi pusat perhatian masyarakat.

Hakim tidak hanya berperan sebagai corong undang-undang, tetapi hakim

juga berperan sebagai penemu hukum, sesuai dengan nilai-nilai budaya

yang hidup di masyarakat, terutama nilai-nilai Pancasila. Menurut Undang-


9
Ibid
10
Ibid
11
Pasal 21 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015
16

Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Pasal 1 Ayat (5)

“Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua

lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta

hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.” Menurut Bambang Waluyo

mengatakan bahwa hakim adalah organ pengadilan yang dianggap

memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan

tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang

berdasarkan kepada tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan

dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada

satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar

Tuhan Yang Maha Esa.12

Maka dalam melaksanakan tugas hakim penyelesaian small claim

court tidak berbeda jauh dengan tugas hakim pada umumnya, yaitu hakim

bertugas untuk memeriksa materi small claim court melalui pemeriksaan

pendahuluan, menetapkan hari sidang pertama, melakukan pemeriksaan

pembuktian, membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum,

melakukan pemberitahuan hak para pihak untuk mengajukan keberatan,

Pasal 14 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015 menyatakan bahwa peran hakim

dalam menyelesaikan small claim court, yaitu :

a. Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara

berimbang kepada para pihak;

12
Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaaan Kehakiman Repunlik Indonesia, Sinar Grafika
Edisi 1 Cet. 1, Jakarta, 1991, h. 11
17

b. Mengupayakan penyelasaian perkara secara damai termasuk

menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian diluar

persidangan;

c. Menuntun para pihak dalam pembuktian; dan

d. Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.

Ayat (2) Peran aktif hakim sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus

dilakukan dalam persidangan yang dihadiri oleh para pihak.

B. Cidera Janji Dalam Perjanjian Secara Umum

1. Pengertian Perjanjian

Istilah kontrak atau perjanjian dapat dijumpai dalam Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPdt), bahkan didalam

ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian.

Menurut Pasal 1313 KHUPerdata perjanjian adalah perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih.

Menurut pendapat Abdulkadir Muhammad perjanjian

mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua

orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal

mengenai harta kekayaan. 13

Menurut J. Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti

luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap

perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki

13
` Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aitya Bakti, Bandung,
2011, h. 229
18

oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan

dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada

hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja,

seperti yang dimaksud oleh buku III KUHPerdata.

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, selalu ada tiga

kemungkinan wujud prestasi, yaitu :

a. Memberikan sesuatu

Dalam Pasal 1235 KUHPdt tiap-tiap perikatan untuk memberikan

sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan

kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang

bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahannya.

b. Berbuat sesuatu

Berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti melakukan

perbuatan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Jadi wujud

prestasi disini adalah melakukan perbuatan tertentu. 14 Dalam

melaksanakan prestasi ini debitur harus mematuhi apa yang telah

ditentukan dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab atas

perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh

para pihak. Namun bila ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka disini

berlaku ukuran kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam

masyarakat.

c. Tidak berbuat sesuatu


14
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung , 1994, h. 20
19

Tidak berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti tidak

melakukan suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan. Jadi wujud

prestasi disini adalah tidak melakukan perbuatan. Di sini kewajiban

prestasinya bukan sesuatu yang bersifat aktif, tetapi justru sebaliknya

yaitu bersifat pasif yang dapat berupa tidak berbuat sesuatu atau

membiarkan sesuatu berlangsung.15 Berdasarkan hal terseut bila ada

pihak yang berbuat tidak sesuai dengan perikatan ini maka ia bertanggung

jawab atas akibatnya.

Syarat-syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPdt :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang telah menetapkan apa-

apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas

menurut kata-katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan-

keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengertian lain. Proses

pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam, yaitu pembatalan

karena tidak memenuhi syarat subjektif, dan pembatalan karena adanya

cidera janji (wanprestasi) dari debitur.

2. Cidera janji (wanprestasi)

15
J. Satrio, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1999, h. 52
20

Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh debitur dalam

setiap perikatan. Prestasi merupakan isi daripada perikatan. Apabila

debitur tidak memenuhi prestasi sebagaiamana yang telah ditentukan

dalam perjanjian, ia dikatakan cidera janji (wanprestasi).16

Menurut Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa wanprestasi

adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu

hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. 17

Menurut R. Subekti, mengemukakan bahwa wanprestasi itu adalah

kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu :

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupkan dilakukan.


2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang diperjanjiakan.
3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat
dilakukan.18

Menurut M. Yahya Harahap mengatakan bahwa wanprestasi dapat

dimaksudkan juga sebagai pelaksaan kewajiban yang tidak tepat pada

waktunya atau dilaksanakan tidak selayaknya.19

Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi

atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau

yang telah mereka buat maka yang telah melanggar isi perjanjian tersebut

telah melakukan perbuatan wanprestasi. Cidera janji memberikan akibat

hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi

16
Riduan Syahrani, Loc.Cit.
17
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Bandung, 1982,
h. 17
18
R. Subekti, Hukum Perjanjian Cet. Ke-II, Pembimbing Masa, Jakarta, 1970, h. 50
19
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, h. 60
21

terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang

melakukan cidera janji untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum

tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi.

3. Adapun bentuk atau wujud dari wanprestasi yaitu :

a. Tidak memenuhi prestasi samasekali;

Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestainya

maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan

pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak

tepat waktunya.

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru;

Debitur yang memenuhi prestsi tetapi keliru, apabila prestasi

yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan

tidak memenuhi prestasi sama sekali. 20

Sedangkan Subekti berpendapat bahwa wujud wanprestasi

seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu:

a. Memenuhi atau melaksanakan perjanjian;


b. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
c. Membayar ganti rugi;
d. Membatalkan perjanjian; dan
e. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi. 21

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan

wanprestasi perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan


20
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian cet. 6, Putra Abadin, Jakarta, 1999, h.
18
21
Yahya harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, h. 56
22

jangka waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal

tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu

memperingatkan debitur supaya dia memenuhi prestasi. Dalam hal telah

ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan Pasal 1238 KUHPdt

debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah

ditetapkan dalam perikatan. Kemudian jika debitur tidak memenuhi

prestasinya pada waktu yang ditentukan maka dapat diberitahu melalui

peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib

memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu

debitur tidak memenuhinya maka debitur telah lalai atau wanprestasi.

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi

adalah hukuman atau sanksi hukum sebagai berikut :

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh

kreditur (Pasal 1243 KUHPdt).

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan

atau pembatalan perikatan melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPdt).

c. Perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur

sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 Ayat (2) KUHPdt).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan

atau pemabatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267

KUHPdt).

e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka

pengadilan negeri dan debitur dinyatakan bersalah. 22


22
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, h. 242-243
23

C. Gugatan Sederhana

1. Pengertian Gugatan Sederhana (small claim court)

Small claim court merupakan gugatan perdata dengan nilai gugatan

materil paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) yang

diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana. 23

Menurut Efa Laela Fakhriah small claim court adalah suatu

mekanisme pengadilan yang bersifat informal (di dalam pengadilan tetapi

mekanismenya di luar mekanisme pengadilan pada umumnya) dengan

pemeriksan perkara yang cepat untuk mengambil keputusan atas tuntutan

ganti kerugian atau utang piutang yang nilai gugatannya kecil. 24 Menurut

Wasis Priyanto small claim court merupakan sebuah mekanisme

penyelesaian perkara secara cepat sehingga yang diperiksa dalam small

claim court tentunya adalah perkara-perkara yang sederhana. 25

2. Syarat mengajukan gugatan sederhana (small claim court)

Dalam proses peradilan umum tidak semua perkara-perkara yang

dapat diajukan dan diselesaikan melalui small claim court. Adapun

perkara yang dapat diajukan dan diselesaikan melalui small claim court

yaitu perkara memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang tercantum

dalam Perma No. 2 Thn 2015, Pasal 3 yaitu :

23
Ibid, h. 10
24
Efa Laela Fakhriah, Eksistensi Small Claim Court Dalam Sistem Acara Perdata
http://www.pembaruanperadilan.net Eksistensi-Small-Calim-Court-dlm-sistem-Hk-Acara-Perdata-Efa-Laela-
Fakhriah.pdf, 2012, h. 6
25
http://googleweblight.com/?lite_url=http://waktuterindah.blogspot.com/2015/09/
pemeriksaangugatansederhanasmall.html&ei=5R8oVgi8&lc=idID&s=1&m=444&host=www.google.co.id&ts=1
506179702&sig=ANTY_L050o0G4vWulEVCMQZ3fa0KIEyi3A diakses pada 05 November 2017
24

a. Hanya untuk persoalan sengketa cidera janji, perbuatan melawan

hukum, cidera janji dan perbuatan melawan hukum.

b. Nilai gugatan materil maksimal Rp 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah).

c. Bukan perkara yang dalam kompetensi Pengadilan Khusus seperti

sengketa Tata Usaha Negara, sengketa niaga, dan sengketa tanah.

d. Pasal 4 Perma No. 2 Thn 2015 menyatakan bahwa para pihak dalam

gugatan sederhana hanya Penggugat dan Tergugat yang masing-

masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali meiliki kepentingan hukum

yang sama.

e. Terhadap Tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak

dapat diajukan gugatan sederhana.

f. Penggugat dan Tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di

daerah hukum pengadilan yang sama.

g. Penggugat dan Tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap

persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

3. Upaya hukum dalam small claim court

Setelah proses pembacaan putusan yang diucapkan oleh hakim

dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari yang sama

dengan pembuktian atau pada persidangan berikutnya, selanjutnya hakim

akan memberitahukan hak-hak para pihak antara lain menerima atau

menolak putusan. Jika dalam putusan yang ditetapkan oleh hakim tidak

memberikan rasa keadilan bagi salah satu pihak yang bersengketa, maka
25

upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengajukan

permohonan keberatan. Hal ini tercantum dalam Pasal 21 Ayat (1) Perma

No. 2 Thn 2015 mengatakan bahwa “Upaya hukum terhadap putusan

gugatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 adalah

dengan mengajukan keberatan”.

Keberatan diajukan kepada ketua Pengadilan dengan menanda

tangani akta pernyataan keberatan di hadapan panitera disertai alasan-

alasannya.26 Dalam Pasal 22 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015 mengatakan

bahwa “Permohonan keberatan diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak

putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan”. Permohonan

keberatan harus disertai dengan alasan-alasan yang blankonya

disediakan di kepaniteraan dilengkapi dengan Memori Keberatan. Oleh

karena memori keberatan sudah menjadi bagian dari kelengkapan

permohonan keberatan, maka setiap permohonan keberatan, Pemohon

sudah pasti mengajukan keberatan, hal ini tercantum dalam Pasal 22 Ayat

(2) Perma No. 2 Thn 2015 mengatakan bahwa “Permohonan keberatan

diajukan kepada Ketua Pengadilan dengan mengisi blanko permohonan

keberatan yang disediakan di kepaniteraan”. Jika dalam mengajukan

permohonan keberatan sudah lewat dari batas waktu yang diberikan maka

tidak dapat diterima, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 22 Ayat (3)

Perma No. 2 Thn 2015 mengatakan bahwa “Permohonan keberatan yang

diajukan melampaui batas waktu pengajuan sebagaimana dimaksud pada

26
Pasal 21 Ayat (2) Perma No. 2 Thn 2015
26

Ayat (1) dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua

pengadilan berdasarkan surat keterangan panitera”.

Pada Pasal 23 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015 mengatakan

bahwa “kepaniteraan menerima dan memeriksa kelengkapan berkas

permohonan keberatan yang disertai dengan memori keberatan”,

dilanjutkan dalam Ayat (2) bahwa “Kontra memori keberatan dapat

diajukan kepada Ketua pengadilan dengan mengisi blanko yang

disediakan di kepaniteraan”.

Dalam pemeriksaan keberatan ketua pengadilan menetapkan

Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutus permohonan keberatan

paling lambat 1 (satu) hari setelah dinyatakannya lengkap permohonan

yang diajukan kepada Ketua Pengadilan. 27 Majelis Hakim yang memeriksa

dan memutuskan permohonan keberatan dilakukan oleh hakim senior

yang ditunjuk oleh ketua pengadilan, hal ini dijelaskan dalam Pasal 25

Ayat (2) mengatakan bahwa “Pemeriksaan keberatan dilakukan oleh

Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim senior yang ditunjuk oleh Ketua

Pengadilan”.

Pemeriksaan permohonan segera dilakukan setelah

ditetapkannya Majelis Hakim. Adapun pemeriksaan keberatan hanya

menyangkut tentang :

a. Putusan dan berkas gugatan sederhana;

b. Permohonan keberatan dan memori keberatan; dan

27
Pasal 25 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015
27

c. Kontra memori keberatan.28

Pemeriksaan keberatan harus segera diputus setelah tanggal

penetapan Majelis Hakim paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, 29 sedangkan

pemberitahuan putusan keberatan disampaikan kepada para pihak paling

lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diucapkan. 30 Dalam hal ini putusan dari

permohonan keberatan adalah putusan akhir yang tidak tersedia upaya

hukum baik banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali. Putusan yang

telah inkract akan dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak. Terkait

dengan eksekusi dan upaya paksa, tidak dijelaskan dalam Perma No. 2

Thn 2015. Berdasarkan Perma No. 2 Thn 2015, pokok-pokok perkara

yang akan diselesaikan harus benar-benar teliti sejak awal pemeriksaan

yang dikenal dengan pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan surat

gugatan apakah termasuk dalam objek small claim court atau perdata

biasa.

Upaya hukum dalam penyelesaian small claim court memang

cukup terbatas dengan hanya dapat diajukannya upaya hukum berupa

keberatan maka dari itu perlu banyak pertimbangan dalam memutuskan

perkara dengan objek materi small claim court agar tercapai suatu

kepastian, kemanfaatan dan keadilan. Dalam small claim court, upaya

hukum yang dapat diajukan cukup terbatas tidak seperti acara

pemeriksaan perdata biasa yang dapat diajukan upaya hukum baik biasa

maupun luar biasa.


28
Pasal 26 Ayat (2) Perma No. 2 Thn 2015
29
Pasal 27 Perma No. 2 Thn 2015
30
Pasal 29 Perma No. 2 Thn 2015
28

Dalam putusan kasus perdata dengan acara pemeriksaan biasa

khususnya pada tingkat pertama para pihak yang kalah kebanyakan tidak

akan menerima putusan tersebut, dan secara serta merta, para pihak

biasanya akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan tidak

menutup kemungkinan juga akan mengajukan Kasasi ke MA RI apabila

masih tidak puas dengan putusan ditingkat banding tersebut. Putusan

dalam small claim court hanya dapat diajukan upaya hukum berupa

keberatan, jika pihak yang bersengketa tidak menerima putusan yang

diberikan oleh hakim.

D. Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung sebagai Regulasi

Tertulis

Mahkamah Agung merupakan salah satu penyelenggara

kekuasaan kehakiman di Indonesia, berdasarkan Pasal 24 D Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya

disebut UUD NRI 1945 mengatakan bahwa “Mahkamah Agung

merupakan berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,

dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan undang-undang”.

Mahkamah Agung diberikan kewenangan oleh undang-undang

untuk menerbitkan suatu regulasi atau peraturan yang berfungsi sebagai

pengisi kekosongan ataupun pelengkap kekurangan aturan terhadap

hukum acara demi memperlancar penyelenggaraan peradilan. Sejak

pertama kali diterbitkan pada tahun 1954 peraturan yang diperoleh


29

berdasarkan delegasi kewenangan itu dinamakan Peraturan Mahkamah

Agung yang biasa disingkat dengan Perma. Terkait dengan kedudukan

Perma paling tidak terdapat tiga hal yang patut dicermati, yakni

kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif di dalam

mengeluarkan sebuah peraturan yang terkadang memiliki karakteristik

sebagai suatu perundang-undangan, kedudukan Perma di dalam sistem

perundang-undangan Indonesia, dan tentang peranan peraturan itu di

dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya

di bidang peradilan. 31

Selaras dengan prinsip pemisahan kekuasaan (separation of

power), kewenangan membuat peraturan yang bersifat mengikat dan

membatasi kebebasan setiap warga negara bukanlah kewenangan

Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif, tetapi menjadi ranah dari

lembaga legislatif.

Selain itu, sesuai prinsip judge made law didalam sistem hukum

Eropa Kontinental dalam bentuk rechtshepping, seharusnya Mahkamah

Agung menciptakan hukum melalui putusan-putusan hakim berupa

yurisprudensi, utamanya jika belum tersedianya aturan perundang-

undangan yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.

Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah mengakui

keberadaan Perma sebagai salah satu jenis peraturan perundang-

31
http://www.bphn.go.id/data/documents/eksistensi_peraturan_perundang-
undangan.pdf diakses pada tanggal 04 November 2017 pukul 09:13
30

undagan dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang

diperintahkan langsung oleh peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi dan dibentuk berdasarkan kewenangan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian dalam penulisan skripsi ini

adalah Perma No. 2 Thn 2015, yang dikaitkan dengan Putusan Nomor :

02/Pdt.G.S/2015/PN Mdn, dan Putusan Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla

tentang Putusan Keberatan.

B. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang

menuliskan keadaan obyek atau peristiwa tanpa maksud untuk mengambil

kesimpulan yang berlaku secara umum, sebab hanya menggambarkan

objek yang menjadi pokok permasalahan. 32 Penelitian deskriptif analisis

mengarah kepada penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang bertitik

tolak dari permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di

lapangan, kemudian menghubungkannya dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

C. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian ini mempergunakan

pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan

untuk menganalisa peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan

yang relevan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

32
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003,
h. 24

31
32

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

dalam penelitian ini bersumber dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan-

peraturan hukum mengenai gugatan sederhana.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer berupa buku-buku

yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier yakni yang memberi informasi lebih lanjut

mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

seperti kamus hukum.

2. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah

dengan studi kepustakaan dengan cara mendownload Perma No. 2 Thn

2015 dari internet kemudian mengfotocopy peraturan tersebut. Disamping

itu mencari dan memfotocopi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor :

02/Pdt.G.S/2015/PN-Mdn, dan Putusan Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla.

E. Analisa Data

Data yang terkumpul akan dianalisa dengan seksama dengan

menggunakan analisis kualitatif atau dijabarkan dengan kalimat. Analisis

kualitatif adalah analisis yang didasarkan pada paradigma hubungan

dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan


33

balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan

pada data yang dikumpulkan.33

F. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN, yang terdiri dari, yaitu Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, dan Definisi Operasional.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA yang terdiri dari sub bab yaitu :

Pengertian Hukum Acara Perdata, Proses Hukum Acara

Dalam Penyelesaian Gugatan Sederhana (small claim

court), Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya

Ringan, Tugas Hakim Dalam Penyelesaian Gugatan

Sederhana (small claim court), Cidera Janji Dalam

Perjanjian Secara Umum, Pengertian Perjanjian,

Pengertian Cidera Janji, Bentuk-Bentuk Dari Cidera

Janji, Gugatan Sederhana (small claim court),

Pengertian Gugatan Sederhana (small claim court),

Syarat Mengajukan Gugatan Sederhana (small claim

court), Upaya Hukum, Kedudukan Peraturan Mahkamah

Agung RI Sebagai Regulasi Tertulis.

BAB III : METODE PENELITIAN meliputi : Objek Penelitian, Sifat

Penelitian, Metode Pendekatan, Teknik Pengumpulan

33
Ibid h. 26
34

Data Terdiri Dari Sumber Data dan Alat Pengumpulan

Data, Analisis Data, Sistematika Penulisan.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang meliputi

Prosedur Dalam Mengajukan Gugatan Sederhana (small

claim court), Kelebihan Dan Kekurangan Penyelesaian

Sengketa Melalui Gugatan Sederhana (small claim

court).

BAB V : Kesimpulan dan Saran.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Prosedur Dalam Mengajukan Small Claim Court

Pengertian prosedur menurut kamus besar bahasa Indonesia

adalah tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas. 34 Prosedur

penyelesaian small claim court yang berarti adalah tahapan-tahapan yang

harus dilalui para pihak yang berperkara di pengadilan dengan materi

obyek small claim court.

Hukum acara perdata di Indonesia yang masih berpegang pada

HIR maupun RBg sebagai hukum positif dalam menyelesaikan sengketa

perdata di pengadilan tidak mengenal penyelesaian sengketa secara

cepat maupun singkat. HIR maupun RBg hanya membedakan perkara

menjadi gugatan dan permohonan yang diselesaikan melalui pengadilan,

untuk sengketa jenis apapun para pihaknya terikat untuk mengikuti

prosedur beracara yang sudah ditetapkan.

Dengan perkembangan hukum acara perdata di Indonesia yang

awalnya hanya terdiri dari pemeriksaan secara biasa sekarang telah

disederhanakan seiring dengan terbitnya Perma No. 2 Thn 2015.

Peradilan sederhana yang lazim disebut dengan small claim court adalah

sebuah mekanisme penyelesaian perkara secara cepat, sederhana, dan

biaya ringan sehingga yang diperiksa dalam small claim court adalah

perkara-perkara yang sederhana.

34
Dikutip dari kamus online bahasa Indonesia, tersedia di : http://kbbi.web.id/prosedur
diakses pada tanggal 08 November 2017 pukul 22.34 wib

35
36

Prosedur penyelesaian small claim court berarti tahapan-tahapan

yang harus dilalui para pihak yang berperkara di Pengadilan dengan

materi obyek small claim court. Penyelesaian small claim court

memerlukan jangka waktu pemeriksaan paling lama 25 (dua puluh lima)

hari sejak hari sidang pertama hingga dijatuhkannya putusan, sehingga

tidak meliputi proses acara replik-duplik melainkan langsung dilanjutkan

dengan pembuktian guna meringkas waktu pemeriksaan.

Sesuai dengan ketentuan Perma No. 2 Thn 2015, yang tercantum

dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 18 pemeriksaan small claim court,

Penggugat pertama-tama mendaftarkan gugatan pada kepaniteraan

pengadilan bidang perdata daerah hukum para pihak. Penggugat juga

dapat mendaftarkan gugatannya dengan mengisi blangko gugatan yang

disediakan di kepaniteraan yang berisi keterangan mengenai identitas

Penggugat dan Tergugat, penjelasan ringkas duduk perkara, dan tuntutan

Penggugat. Penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah

dilegalisasi pada saat mendaftarkan small claim court.

Selanjutknya pada Pasal 7 Perma No. 2 Thn 2015 yang

menyatakan “bahwa dalam pemeriksaan kelengkapan small claim court,

panitera melakukan pemeriksaan syarat pendaftaran small claim court

berdasarkan syarat-syarat dari pada small claim court, dan

mengembalikan gugatan yang tidak memenuhi syarat. Jika lolos, maka

small claim court dicatat dalam buku register khusus small claim court.”
37

Selanjutnya, ketua pengadilan menetapkan panjar biaya perkara

yang wajib dibayar penggugat, jika tidak mampu dapat mengajukan

permohonan beracara secara cuma-cuma (prodeo).35 Ketua pengadilan

menetapkan hakim untuk memeriksa small claim court, panitera menunjuk

panitera pengganti untuk membantu hakim dalam memeriksa small claim

court.36 Proses pendaftaran small claim court, penetapan hakim dan

penunjukan panitera pengganti dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari

kerja. 37

Dalam Pasal 11 Perma No. 2 Thn 2015 menyatakan bahwa “Hakim

kemudian memeriksa materi small claim court, guna menilai sederhana

atau tidaknya proses pembuktian yang perlu dilangsungkan nantinya di

persidangan. Jika tidak termasuk kategori small claim court, maka hakim

menerbitkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan small

claim court, mencoret dari register perkara dan memerintahkan

pengembalian sisa biaya perkara kepada Penggugat sehingga tidak

otomatis dialihkan sebagai register perkara perdata biasa, akan tetapi

Penggugat dapat mendaftarkan sengketanya ke pengadilan negeri

dengan acara pemeriksaan perdata biasa.

Setelah penetapan hari sidang, selanjutnya dalam Pasal 13 Perma

No. 2 Thn 2015 menyatakan bahwa hakim akan menetapkan hari sidang

pertama apabila berkas-berkas perkara telah selesai. Penggugat yang

tidak hadir pada hari sidang pertama, tanpa alasan yang sah dan patut
35
Pasal 8 Perma No. 2 Thn 2015
36
Pasal 9 Perma No. 2 Thn 2015
37
Pasal 10 Perma No. 2 Thn 2015
38

maka gugatan dinyatakan gugur, dalam hal Tergugat tidak hadir pada hari

sidang pertama, maka dilakukan pemanggilan kedua secara patut.

Tergugat yang tetap tidak hadir pada hari sidang kedua, maka hakim

memutus perkara tersebut. Terhadap putusan yang tidak dihadiri oleh

tergugat dapat megajukan keberatan, hal ini dijelaskan dalam Pasal 13

Ayat (5) Perma No. 2 Thn 2015 bahwa “Terhadap putusan yang tidak

dihadiri oleh Tergugat pada hari sidang kedua, Tergugat dapat

mengajukan keberatan”. Pihak Tergugat dapat mengajukan upaya hukum

keberatan kepada ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkara small

claim court tersebut. Dalam hal Tergugat pada hari sidang pertama hadir

dan pada hari sidang berikutnya tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka

gugatan diperiksa dan diputus secara contradictoir.38

Gugatan yang diakui dan/atau tidak dibantah oleh Tergugat, tidak

mewajibkan hakim untuk melakukan acara pembuktian. Terhadap gugatan

yang dibantah, hakim melakukan pemeriksaan pembuktian berdasarkan

Hukum Acara yang berlaku.39

38
Pasal 13 Ayat (4) Perma No. 2 Thn 2015
39
Pasal 18 Perma No. 2 Thn 2015
39

Prosedur dalam mengajukan small claim court secara ringkas

dapat dilihat dari skema dibawah ini sebagai berikut : 40

Pemeriksaan Penetapan
Pendaftaran kelengkapan Hakim dan PP
Gugatan
Gugatan Sederhana
Pemanggilan &
Kehadiran Para Penetapan Pemeriksaan
Pihak Hari Sidang Pendahuluan

Pemeriksaan Penyerahan
Sidang & Pembuktian Penutupan Salinan
Perdamaian Putusan

Apabila keseluruhan persyaratan tersebut dipenuhi, maka perkara

perdata yang diajukan ke pengadilan akan diselesaikan melalui

penyelesaian small claim court. Apabila ada persyaratan yang tidak

terpenuhi, maka gugatan dikembalikan kepada Pengguat.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil contoh atas

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 02/Pdt.G.S/2015/PN Mdn,

dan Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla.

Jika dilihat prosedur dari Perma No. 2 Thn 2015, kedua putusan

tersebut dapat dikategorikan sebagai putusan small claim court.

40
Buku Saku Gugatan Sederhana, Op.Cit, h. 33
40

Adapun penjelasan dari duduk perkara kedua putusan tersebut

sebagai berikut :

1. Pengadilan Negeri Medan Putusan Nomor : 02/Pdt.G.S/2015/PN Mdn.

Di dalam putusan tersebut diketahui bahwa gugatan materilnya

sebesar Rp 105.000.000,- (seratus lima juta rupiah). Dasar gugatannya

merupakan perkara cidera janji (wanprestasi) yang berawal dari perjanjian

hutang piutang. Para pihak yaitu Pengggugat dan Tergugat dalam perkara

a quo tidak lebih dari satu yaitu Sofian Siregar melawan Asmansyah

Harahap, SE dan keduanya berdomisili di wilayah hukum Pengadilan

Negeri Medan.

Berdasarkan jenis gugatannya perkara ini bukanlah sengketa

tanah ataupun perkara tertentu yang masuk dalam suatu

kompetensi absolut pengadilan khusus. Bahwa putusan Nomor :

02/Pdt.G.S/2015/PN.Mdn adalah putusan perdamaian yaitu dimana

para pihak dalam perkara a quo sepakat untuk melakukan

perdamaian, dimana Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan

membuat akta perdamaian (van dading).

Selengkapnya amar Putusan Nomor : 02/Pdt.G.S/2015/PN Mdn

sebagai berikut :

- Menghukum kedua belah pihak untuk mentaati kesepakatan yang

telah ditandatangani.
41

- Menghukum kedua belah pihak secara tanggung rentang untuk

membayar biaya perkara sebesar Rp 480.000,- (empat ratus

delapan puluh ribu rupiah)

2. Putusan Pengadilan Negeri Blora Perkara Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN

Bla adalah sebagai berikut :

a. Bahwa gugatan ini berawal dari perjanjian pinjam meminjam uang

sebesar Rp 118.740.429 (seratus delapan belas juta tujuh ratus empat

puluh ribu empat ratus dua puluh sembilan rupiah) antara Marji Sri utami

dengan PD. BPR BKK Blora.

b. Bahwa ternyata Marji Sri Utami telah melanggar kewajiban yang

dipersyaratkan dalam perjanjian kredit.

c. Bahwa sehingga PD. BPR BKK Blora mengalami kerugian per

bulan November 2016 sebagai berikut :

- Pokok pinjaman = Rp. 90.000.000,00

- Bunga = Rp. 26.940.429,00

- Denda keterlambatan = Rp. 1.800.000,00 +

- Total = Rp. 118.740.429,00

(seratus delapan belas juta tujuh ratus empat puluh ribu empat ratus dua

puluh sembilan rupiah).

Penggugat mengajukan gugatan sederhana tanggal 9

November 2016 ke Pengadilan Negeri Blora yang di Kepanitaraan

Pengadilan Negeri Blora pada tanggal 14 November 2016 dalam

Register Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla.


42

d. Bahwa terhadap gugatan Penggugat tesebut, Tergugat (Marji Sri

Utami) telah memberikan jawaban tanggal 9 Desember 2016 yang pada

pokoknya.

e. Bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Pengadilan Negeri Blora

telah menjatuhkan putusan Nomor Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla tanggal

20 Desember 2016 yang amar putusannya sebagai berikut :

- mengabulkan gugatan Penggugta untuk seluruhnya;

- Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan Wanprestasi

kepada Penggugat;

- Menghukum Tergugat untuk membayar kewajibannya kepada

Penggugat sebesar Rp. 118.740.429,-

- Menyatakan Penggugat berhak melakukan lelang melaui KPKNL

Semarang terhadap anggunan berupa Buku Tanah hak Milik No.

306 luas ±3.195 M2 atas nama pemegang hak Kardi yang

lokasinya berada di Blok Gumiring, Desa Sidumolyo, Kecamatan

Banjarejo, kabupaten Blora;

- Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang hingga

kini diperhitungkan sejumlah Rp. 276.000,- (dua ratus tujuh puluh

enam ribu rupiah);

f. Bahwa atas amar putusan yang dibacakan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Blora tersebut, Tergugat (Marji Sri Utami) keberatan,

mengajukan permohonan keberatannya ke Pengadilan Negeri Blora

berdasarkan Akta Pernyataan Permohonan Keberatan Nomor


43

4/Pdt.G.S/2016/PN Bla tanggal 23 Desember 2016 yang dibuat oleh Abdul

Munif, SH, MH., Wakil Panitera Pengadilan Negeri Blora, yang

menerangkan bahwa Pemohon Keberatan semula Tergugat pada tanggal

23 Desember 2016, telah mengajukan permohonan keberatan terhadap

putusan gugatan sederhana Pengadilan Negeri Blora Nomor

4/Pdt.G.S/2016/PN Bla tanggal 20 Desember 2016.

g. Bahwa Pemohon Keberatan semula Tergugat telah menyampaikan

Memori Keberatan tanggal 23 Desember 2016 yang telah diterima di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Blora tanggal 23 Desember 2016.

h. Bahwa Termohon Keberatan semula Penggugat telah

menyampaikan Kontra Memori Keberatan yang diterima di kepaniteraan

Pengadilan Negeri Blora tanggal 30 Desember 2016.

i. Bahwa Majelis Hakim pada tingkat keberatan memutus perkara a

quo dengan amar putusan sebagai berikut :

- Mengadili permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan

semula Tergugat tersebut;

- Menguatkan putusan gugatan sederhana Pengadilan Negeri Blora

Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla tanggal 20 Desember 2016 yang

dimohonkan keberatan tersebut;

- Menghukum Pemohon Keberatan semula Tergugat untuk

membayar biaya perkara ini sejumlah Rp. 261.000,- (dua ratus

enam puluh satu ribu rupiah);


44

Tanggapan penulis terhadap putusan perkara Nomor

4/Pdt.G.S/2016/PN Bla adalah sebagai berikut :

1) Jumlah nilai gugatan

Dalam perkara tersebut sebesar Rp. 118.740.429,- (seratus delapan

belas juta tujuh ratus empat puluh ribu empat ratus dua puluh sembilan

rupiah). Hal ini sesuai dengan syarat dalam small claim court Pasal 3 Ayat

(1) bahwa gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji

dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materil paling

banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

2) Jenis gugatan

Jenis gugatan yang diajukan merupakan cidera janji (wanprestasi)

sesuai dengan syarat small claim cour, seperti yang telah disebutkan

sebelumnya.

3) Pihak yang berperkara

Dalam gugatan tersebut, pihak yang berperkara tidak lebih dari satu

pihak yaitu terdiri dari PD. BPR BKK Blora dengan Marji Sri Utami, sesuai

dengan Pasal 4 Ayat (1) bahwa “Para pihak dalam gugatan sederhana

terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih

dari satu, keculai memiliki kepentingan yang sama”.

4) Tanpa Jasa Kuasa Hukum


45

Para pihak yang berperkara dalam sengketa cidera janji tidak

menggunakan jasa kuasa hukum/advokat, hal ini dikarenakan dalam

beracara dengan menggunakan small claim court sudah disediakan

format dalam membuat gugatan dan jawaban, sehingga prosesnya begitu

mudah, cepat, dan sederhana.

5) Upaya hukum

Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam small claim court yaitu

Keberatan. Upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang berperkara

yaitu keberatan, dimana yang mengajukan permohonan keberatan yaitu

Marji Sri Utami semula disebut Pemohon Keberatan dan kontra memori

keberatan diajukan oleh Termohon Keberatan semula Penggugat.

Pemohon keberatan mengajukan memori keberatan di pengadilan yang

memutus perkara sebelumnya paling lama tujuh hari setelah putusan

diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan, seperti yang dijelaskan

dalam Pasal 22 Ayat (1) bahwa “Permohonan keberatan diajukan paling

lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah

pemberitahuan putusan”. Dan kontra memori keberatan disampaikan

paling lama tiga hari oleh Termohon Keberatan, seperti yang dijelaskan

dalam Pasal 24 Ayat (2) bahwa “Kontra memori keberatan disampaikan

kepada pengadilan paling lambat 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan

keberatan.

Dalam putusan keberatan, rentang waktu dalam pengajuan memori

keberatan hingga putusan Majelis Hakim begitu singkat dan tidak melebihi
46

waktu yang telah ditentukan dalam Perma No. 2 Thn 2015. Waktu

pengajuan memori keberatan dimulai pada saat putusan Pengadilan

Negeri Blora 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla diucapkan oleh Majelis Hakim

tanggal 20 Desember 2016, pada tanggal 23 Desember 2016 Pemohon

keberatan semula Tergugat mengajukan memori keberatan ke Pengadilan

Negeri Blora. Pengadilan Negeri Blora selanjutnya memberitahukan

kepada Termohon Keberatan semula Penggugat pada tanggal 27

Desember 2016 dan Termohon Keberatan semula Penggugat telah

menyampaikan kontra memori keberatan pada tanggal 30 Desember 2016

kepada Pengadilan Negeri Blora. Selanjutnya, memori keberatan yang

telah diterima oleh Majelis Hakim, maka Majelis Hakim diputus pada

tanggal 10 Januari 2017. Dalam hal ini dapat diperhatikan bahwa proses

beracara dalam small claim court sesuai dengan asas cepat, sederhana

dan biaya ringan, karena pembuatan gugatan dan jawaban yang begitu

sederhana dikarenakan sudah ada format yang disediakan oleh

pengadilan sehingga tidak memerlukan lagi jasa kuasa hukum/advokat,

pengajuan upaya hukumnya juga sederhana dan putusan yang diucapkan

oleh Majelis Hakim cepat. Dengan proses beracara yang cepat dan

sederhana sudah tentu biaya yang dikeluarkan juga pastilah ringan.

6) Proses Acara Singkat

Proses beracara dengan menggunakan small claim court tidak ada

proses replik, duplik, tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, atau

kesimpulan yang ada hanya proses pengajuan gugatan, jawaban, bukti,


47

dan putusan. Sehingga hal ini membuat proses beracara dengan small

claim court dapat terwujud cepat, sederhana dan biaya ringan dan

masyarakat pencari keadilan sangat terbantu dalam menyelesaikan

sengketa atau perkara hukum di pengadilan.

B. Kelebihan Dan Kekurangan Penyelesaian Sengketa Melalui

Gugatan Sederhana

Perma No. 2 Thn 2015, Sebagai salah satu sumber hukum tertulis

yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung RI merupakan terobosan yang

baik dalam dunia peradilan.

Maka sebagai bagian dari sebuah sistem hukum Perma juga

memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihan dan kekurangan

Perma No. 2 Thn 2015 sebagai berikut :

1. Kelebihan Perma No. 2 Thn 2015

a. Mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung

Dalam proses beracara dengan menggunakan small claim court

sangat membantu dalam mengurangi jumlah perkara yang ada di

Mahkamah Agung. Menurut data dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan

Umum Mahkamah Agung, ada sekitar 383 perkara small claim court dan

tersebar di 124 Pengadilan Negeri seluruh Indonesia yang berhasil

diselesaikan lewat penyelesaian small claim court. Dari 383 perkara yang

masuk sebanyak 296 perkara atau 77 persen telah diputuskan

pengadilan, sisanya masih dalam proses pemeriksaan. 41 Khusus di

41
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt57d7d504a0587/lima-pengadilan-ini-terbanyak-
tangani-gugtan-sederhana
48

Pengadilan Negeri Medan sejak Perma No. 2 Thn 2015 ini dikeluarkan

jumlah sengketa yang diselesaikan dengan small claim court jumlah

sengeketa yang ada di Pengadilan Negeri Medan sejak 21 Januari 2016

hingga 3 Agustus 2018 berjumlah 34 sengketa, terdiri dari cidera janji

berjumlah 29 dan sengketa perbuatan melawan hukum berjumlah 5

sengketa. Dari ke 29 jumlah sengketa tersebut yang sudah disidangkan

berjumlah 18 sengketa, adapun sengketa yang sampai pada uapaya

hukum keberatan berjumlah 6 sengketa, sedangkan sengketa yang masih

menjalani proses sidang berjumlah 10 sengketa. 42

Dengan melihat dari data tersebut dengan demikian peran dan fungsi

Perma No. 2 Thn 2015 mendapat sambutan yang positif di kalangan

masyarakat dikarenakan sangat membantu para pencari keadilan untuk

meneyelesaikan sengketa perdata.

Kemudian jika dilihat dari perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri

Medan nilai minimal sengketa rata-rata berjumlah Rp 50.000.000,- (lima

puluh juta rupiah). Hal ini juga sesuai dengan ketentuan yang sudah di

atur di dalam Perma No. 2 Thn 2015 dan tidak ada hambatan terkait

dengan nilai materil yang telah menjadi persyaratan tersebut.

Dilihat dari data tersebut menjadi tanda positif bahwa small claim

court menjadi solusi yang efektif dalam menyelesaikan sengketa perdata

ringan di pengadilan.

b. Tercipta asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.

42
Sipp.pn-medankota.go.id, diakses pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 10.05 wib
49

Asas ini mempunyai arti bahwa dalam pemeriksaan dan

penyelesaian perkara tidak berbelit-belit dan tidak menyebabkan sampai

waktu yang sangat lama (bertahun-tahun) serta dengan biaya yang dapat

dijangkau oleh masyarakat. Di samping itu, tentunya dapat pula

memenuhi harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki

peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan demi terwujudnya

keefesiensian dan keefektifan dalam beracara di persidangan dengan

tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari

kebenaran dan keadilan. Dalam UU No. 48 Thn 2009 Pasal 2 Ayat (4),

yaitu peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut, perkataan sederhana

diartikan adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan

cara efisiensi dan efektif, serta biaya ringan adalah biaya yang dapat

dijangkau oleh masyarakat.43

c. Keberatan menjadi satu-satunya upaya hukum

Dalam setiap putusan yang dijatuhkan hakim tentunya tidaklah

mutlak sudah benar dan adil, tetapi masih ada kemungkinan putusan yang

dijatuhkan itu tidak tepat dan dirasakan tidak adil oleh pihak-pihak yang

berperkara. Jadi demi keadilan dan kebenaran setiap putusan pengadilan

dimungkinkan pemeriksaan pada tingkat yang lebih tinggi, agar kekeliruan

dan kesalahan yang terjadi pada putusan tersebut dapat diperbaiki. Untuk

ini disediakan upaya-upaya hukum untuk memperbaiki kekeliruan dan

kesalahan setiap putusan tersebut pada tingkat pemeriksaan.


43
Djamat Samosir, Op. Cit, h. 19
50

Dalam hukum acara perdata diatur 2 macam upaya hukum, yaitu

upaya hukum biasa yang terdiri dari perlawanan (verzet), banding, dan

kasasi, serta upaya hukum luar biasa yang terdiri dari peninjauan kembali

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan

derden verzet.44 Sedangkan, dalam Perma No. 2 Thn 2015 diatur upaya

hukum yang hanya sampai pada upaya hukum keberatan. Upaya hukum

keberatan merupakan upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan. Hal ini

semakin menambah keefesiensian dan kefektifan serta lebih cepat dalam

penyelesaian perkara di persidangan.

d. Para pihak tidak diwajibkan menggunakan kuasa hukum atau jasa

advokat

Dalam melaksanakan proses beracara di pengadilan secara umum,

pihak yang beracara dapat dibantu dengan jasa advokat dikarenakan

proses beracara yang dilakukan sulit dan prosesnya panjang. Tetapi

dalam proses beracara dengan menggunakan penyelesaian small claim

court tidak diwajibkan menggunakan kuasa hukum atau jasa advokat,

akan tetapi dapat didampingi oleh kuasa hukum atau advokat sebab

beracara dengan menggunakan small claim court mudah dipahami, tidak

sulit, prosesnya cepat, dan juga demi terwujudnya biaya ringan ditambah

dengan Penggugat dan Terggugat jika membuat gugatan dan jawaban

cukup dengan mengisi formulir atau blanko gugatan dan jawaban.

e. Mudah dalam membuat gugatan dan jawaban


44
Riduan Syahrani, Op. Cit, h. 92
51

Dalam proses beracara, membuat gugatan dan jawaban merupakan

hal yang sangat penting. Hukum acara perdata dalam membuat gugatan

dan jawaban begitu sulit, tetapi dalam pembuatan gugatan dan jawaban

dalam beracara small claim court mudah dan ringkas. Pasal 6 Perma No.

2 Thn 2015 dijelaskan bahwa Penggugat mendaftarkan gugatannya di

kepaniteraan pengadilan, Penggugat dapat mendaftarkan gugatannya

dengan mengisi blanko gugatan yang disediakan di kepaniteraan, blanko

gugatan berisi keterangan mengenai :

a. Identitas penggugat dan tergugat

b. Penjelasan ringkas duduk perkara, dan

c. Tuntutan penggugat

f. Jangka waktu pemeriksaan yang cepat

Proses hukum acara perdata begitu lama waktu yang dibutuhkan

untuk penyelesaian suatu perkara, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 2 tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat

Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan

bahwa penyelesaian perkara pada pengadilan tingkat pertama paling

lambat dalam waktu 5 (lima) bulan, dilihat dari peraturan ini proses

beracara dalam hukum acara perdata begitu lama jika dibandingkan

dengan proses beracara dalam small claim court.

Dalam small claim court di jelaskan dalam Pasal 5 Ayat (3) bahwa

“Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari

sejak hari sidang pertama”. Begitu juga dalam proses beracara perdata
52

tingkat banding paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan dalam Surat

Edaran Mahkamah Agung, tetapi dalam proses small claim court, waktu

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkara ditingkat keberatan hanya

membutuhkan waktu 1 (satu) hari sejak permohonan keberatan

dinyatakan lengkap, hal tersebut di jelaskan dalam Pasal 25 Ayat (1)

bahwa ketua pengadilan menetapkan Majelis Hakim untuk memeriksa dan

memutus permohonan keberatan, paling lambat 1 (satu) hari setelah

permohonan dinyatakan lengkap.

Dan permohonan keberatan dapat diajukan paling lambat 7 (hari)

setelah putusan diucapkan atau pemberitahuan putusan. 45 Dalam Pasal

27 dinyatakan bahwa “Putusan terhadap permohonan keberatan

diucapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal penetapan Majelis

Hakim”. Serta pemberitahuan putusan keberatan disampaikan para pihak

paling lambat 3 (tiga) hari sejak diucapkan.46

2. Kekurangan Perma No. 2 Thn 2015

a. Hakim tunggal

Persoalan hakim tunggal perlu diperhatikan karena rawan adanya

gugatan mengenai kewenangan hakim. Mengacu pada aturan yang ada

komposisi hakim yang menangani suatu perkara sudah diatur terlebih

dahulu dengan UU No. 48 Thn 2009 pada Pasal 11 Ayat (1) yang

berbunyi “Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara

dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali

45
Pasal 22 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015
46
Pasal 29 Ayat (1) Perma No. 2 Thn 2015
53

undang-undang menentukan lain.” Pada pasal diatas dijelaskan mengenai

pengecualian terhadap ketentuan susunan majelis hakim. Hakim tunggal

juga dikhawatirkan dalam menjatuhkan putusan bersifat subjektif dan tidak

adil.

b. Tidak mengatur adanya sita jaminan.

Penggugat yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri

tentunya bermaksud untuk memulihkan kembali hak perdatanya yang

telah dirugikan oleh tergugat. Oleh karena itu ia tidak saja mengharapkan

agar segala tuntutannya dalam gugatan dapat dikabulkan, akan tetapi

juga mengharapkan putusan pengadilan yang mengabulkan tuntutannya

itu dapat dilaksanakan. Sebab dengan pelaksanaan putusan pengadilan

inilah hak perdata penggugat yang telah dirugikan tergugat dapat

dipulihkan secara nyata.

Sita jaminan merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat

dilaksanakannya putusan pengadilan dalam perkara perdata dikemudian

hari.47

Sita jaminan bertujuan untuk menjamin hak pemohon sita karena


itu juga sita tersebut sita jaminan. Dengan kata lain, sita jaminan itu
berfungsi untuk menjamin hak-hak penggugat, sehingga dapat dicegah
perbuatan yang dapat merugikan penggugat. Dengan demikian,
permohonan sita jaminan tidaklah berdiri sendiri. Dengan sita jaminan ini
terjadilah pembekuan terhadap harta agar tergugat tidak dapat
mengalihkan, yaitu diperjual-belikan, ditukar dengan benda lain,
diwariskan, maupun dihibahkan.48

47
Riduan Syahrani, Op. Cit, h. 38
48
Djamat Samosir, Op. Cit, h. 126
54

Dengan melihat tujuan dan fungsi dari sita jaminan tersebut, maka

sangat disayangkan jika dalam penyelesaian perkara melalui proses

penyelesaian small claim court tidak mengatur adanya sita jaminan, hal

tersebut dapat memberikan celah kepada tergugat untuk tidak

melaksanakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Sehingga penggugat

dalam hal ini hak-haknya tidak terpenuhi dan mengalami kerugian yang

hanya menang di atas kertas belaka.

c. Adanya pembatasan lingkungan peradilan

Di Indonesia terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan dibawah

Mahkamah Agung, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan

militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan pada umumnya

berfungsi sebagai penegak hukum bertugas untuk memeriksa, mengadili,

dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya agar mendapatkan

keadilan. Namun, dalam penyelesaian perkara melalui small claim court

tidak dapat selesaikan melalui peradilan lain hanya diperbolehkan melalui

peradilan umum yakni pengadilan negeri. Padahal dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 telah memberi kewenangan kepada Pengadilan

Agama untuk dapat memeriksa dan memutus perkara ekonomi syariah,

dimana didalamnya juga ada persoalan penuntutan hak.

Mengingat bidang ekonomi syariah yang begitu luas dan

berkembang pesat, potensi kasus dibidang peradilan agama bisa dibilang


55

cukup banyak. Sebagai contoh, dalam mengajukan gugatan wanprestasi

yang timbul dari akad-akad syariah (musyarakah, murabah, dll) para pihak

akan mengajukan ke Pengadilan Agama karena merupakan kompetensi

absolut dari pengadilan ini, belum lagi menangani perkara-perkara lainnya

seperti waris, gugat cerai, cerai talak, dan sebagainya. Dengan demikian,

apabila menggunakan dasar alasan yang sama, seharusnya Perma ini

harus mencangkup pula small claim court di lingkungan peradilan agama

agar rakyat pencari keadilan tidak dirugikan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dengan melihat uraian dalam skripsi ini dapat ditarik kesimpulan

bahwa prosedur dalam mengajukan gugatan sederhana (small claim

court) tidaklah begitu sulit dan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya

ringan dapat terwujud dengan adanya Perma No. 2 Thn 2015. Adapun

prosedurnya dapat di uraikan secara ringkas sebagai berikut :

sesuai dengan ketentuan Perma No. 2 Thn 2015, yang tercantum dalam

Pasal 6 sampai dengan Pasal 18, prosedur tersebut dapat dijelaskan

secara ringkas sebagai berikut :

a. Pendaftaran

b. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana

c. Penetapan Hakim dan penunjukan panitera pengganti

d. Pemeriksaan pendahuluan

e. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak

f. Pemeriksaan sidang dan perdamaian

g. Pembuktian

h. Putusan

Sesuai dengan ketentuan Perma No. 2 Thn 2015, yang tercantum

dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 18, pemeriksaan gugatan

sederhana, penggugat pertama-tama mendaftarkan gugatan pada

kepaniteraan pengadilan bidang perdata daerah hukum para pihak,

56
57

penggugat juga dapat mendaftarkan gugatannya dengan mengisi blangko

gugatan yang disediakan di kepaniteraan yang berisi keterangan

mengenai identitas penggugat dan tergugat, penjelasan ringkas duduk

perkara, dan tuntutan penggugat. Penggugat wajib melampirkan bukti

surat yang sudah dilegalisasi pada saat mendaftarkan small claim court.

Dilanjutkan, pada Pasal 7 Perma No. 2 Thn 2015 yang menyatakan

bahwa panitera menegembalikan gugatan yang tidak memenuhi syarat

sebagai yang telah ditetentukan.

Selanjutnya, Pasal 8 Perma No. 2 Thn 2015 menjelaskan bahwa

ketua pengadilan menetapkan panjar biaya perkara yang wajib dibayar

penggugat, jika tidak mampu dapat mengajukan permohonan beracara

secara cuma-cuma (prodeo). Pada Pasal 9 Perma No. 2 Thn 2015

dijelaskan bahwa Ketua pengadilan menetapkan Hakim untuk memeriksa

small claim court, penitera menunjuk panitera pengganti untuk membantu

Hakim dalam memeriksa small claim court. Pasal 10 Perma No. 2 Thn

2015 bahwa Proses pendaftaran small claim court, penetapan hakim dan

penunjukan panitera pengganti dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari

kerja. Pasal 11 Perma No. 2 Thn 2015 dijelaskan bahwa Hakim kemudian

memeriksa materi small claim court, guna menilai sederhana atau

tidaknya proses pembuktian yang perlu dilangsungkan nantinya di

persidangan. Jika tidak termasuk kategori small claim court, maka hakim

menerbitkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan small

claim court, mencoret dari register perkara dan memerintahkan


58

pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat sehingga tidak

otomatis dialihkan sebagai register perkara perdata biasa.Setelah

penetapan hari sidang, selanjutnya dalam Pasal 13 Perma No. 2 Thn

2015 menyatakan bahwa Hakim akan menetapkan hari sidang pertama

apabila berkas-berkas perkara telah selesai. Pengugat yang tidak hadir

pada hari sidang pertama, tanpa alasan yang sah dan patut, maka

gugatan dinyatakan gugur.

Dalam hal tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama, maka

dilakukan pemanggilan kedua secara patut. Tergugat yang tetap tidak

hadir pada hari sidang kedua, maka hakim memutus perkara tersebut

secara verstek. Terhadap putusan verstek, pihak tergugat dapat

mengajukan upaya hukum keberatan kepada ketua pengadilan negeri

yang memeriksa perkara small claim court tersebut. Dalam hal tergugat

pada hari sidang pertama hadir dan pada hari sidang berikutnya tidak

hadir tanpa alasan yang sah, maka gugatan diperiksa dan diputus secara

contradictoir. Gugatan yang diakui dan/atau tidak dibantah oleh tergugat,

tidak mewajibkan hakim melakukan acara pembuktian. Terhadap gugatan

yang dibantah, hakim melakukan pemeriksaan pembuktian berdasarkan

HukumAcara yang berlaku.

Dengan prosedur yang mudah dan sederhana dalam

penyelesaian sengketa melalui Perma No. 2 Thn 2015, di harapkan asas

peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dapat terwujud dan

memudahkan masyarakat dalam menyelesaikan sengketa.


59

Namun Perma No. 2 Thn 2015 yang merupakan suatu produk

hukum, sudah barangtentu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan

didalamnya, maka dari itu penulis merangkum kelebihan dan kekurangan

di dalam Perma No. 2 Thn 2015 ini sebagai berikut:

Kelebihan dan kekurangan Perma No. 2 Thn 2015

 Kelebihan Perma No. 2 Thn 2015

1. Mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung

2. Asas cepat, sederhana, dan biaya ringan

3. Keberatan menjadi satu-satunya upaya hukum

4. Para pihak tidak diwajibakan menggunakan kuasa hukum atau

jasa advokat.

5. Mudah dalam membuat gugatan dan jawaban

6. Jangka waktu pemeriksaan yang cepat

 Kelemahan Perma No. 2 Thn 2015

1. Hakim tunggal

2. Tidak mengatur adanya sita jaminan.

3. Adanya pembatasan lingkungan peradilan

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut :

1. Aturan mengenai tata cara penyelesaian small claim court di

Indonesia sebaiknya diwajibkan untuk perkara-perkara dengan nilai

gugatan maksimal Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), jadi


60

para pihak yang bersengketa dengan nilai gugatan di bawah Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak berhak memilih prosedur

dengan gugatan biasa, melainkan akan langsung diproses dengan

prosedur small claim court.

2. Demi tercapainya efektivitas dan penerapan yang maksimal dari

Perma No. 2 Thn 2015 serta agar gugatan dapat berjalan dengan baik

dalam pelaksanaannya, maka yang menjadi kelemahan-kelemahan

dalam proses penyelesaian small claim court hendaknya di

minimalisir, misal tidak mengatur adanya sita jaminan, dan adanya

pembatasan lingkungan peradilan. Semua yang menjadi kelemahan

sebaiknya dipertimbangkan kembali. Proses apa saja yang dapat

diterapkan agar dalam penerapannya lebih efektif dan menjamin

kepastian hukum bagi masyarakat yang menggunakan prosedur small

claim court.

3. Harus ada sosialisasi tentang pemahaman Perma No. 2 Thn 2015

tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana (small claim court).

kepada masyarakat dan para pencari keadilan.

4. Tidak adanya sita jaminan yang diatur dalam Perma No. 2 Thn 2015,

hal ini membuat kurang efektifnya peraturan tersebut, sebab jika tidak

adanya jaminan pihak Penggugat tidak terpenuhi dalam mendapatkan

hak-haknya dikarenakan pihak yang kalah tidak ada pembekuan

terhadap hartanya.
61

5. Penggunaan hakim tunggal kurang baik di terapkan karena

dikhawatirkan dalam memeriksa dan memutuskan sengketa tidak

melihat secara meyeluruh dan mudah untuk bersifat subjektif.

Sehingga harus diterapkan hakim berjumlah 3 (tiga) orang agar tidak

terjadi kelemahan dan kesahalahan dalam memutus sengketa.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya


Bakti, Bandung, 2011

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo


Perkasa, Jakarta, 2003

Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata Tahap-Tahap


Penyelesaian Perkara Perdata, Nuansa Aulia, Bandung, 2011

J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), PT. Citra


Aditya Bakti, Bandung, 1992

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, PT. Alumni,


Bandung, 1980

Nurhayati Harahap, Hukum Acara Perdata Kontemporer di


Indonesia, Gelora Madani Press, Medan, 2009

Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, PT.


Alumni, Bandung, 2006

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, jakarta, 1985

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi


Revisi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2010

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia Cet. IX,


Sumur Bandung, Jakarta, 1982

Yahya harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung,


1986

B. Peraturan-Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

Perma RI Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian


Gugatan Sederhana.

C. Internet
Buku saku gugatan sederhana yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung RI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK),
dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan
(LeIP), 2015 tersedia di http://www.pshk.or.id/id/ penelitian/buku-
saku-gugatan-sederhana/ di akses pada tanggal 03 November
2017

Efa Laela Fakhriah, Eksistensi Small claim court Dalam


Mewujudkan Tercapainya Peradilan Sederhana, Cepat dan
Biaya Ringan, pada http://www.repository.unpad.ac.id/18336/1
Eksistensi-Small-Calim-Court.pdf,2012 diakses pada tanggal 04
November 2017

http://www.bphn.go.id/data/documents/
eksistensi_peraturan_perundang- undangan.pdf diakses pada
tanggal 04 November 2017

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt576961058a940/
implementasi-perma-gugatan-sederhana-terbentur-masalah-
domisili diakses pada tanggal 15 November 2017

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55e935c0ecded/gugatan-
sederhana-boleh-tanpa-jasa-advokat diakses pada tanggal 15
November 2017

https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/ diakses pada


tanggal 16 November 2017
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55cc471fd41ba/ma-tetapkan-
kriteria-perkara-ismall-claim-court-i diakses pada tanggal 16
November 2017
https://kamushukum.web.id>artikata diakses pada tanggal 04
November 2017
Kamus online bahasa Indonesia, tersedia di :http://kbbi.web.id/prosedur
diakses pada tanggal 08 November 2017 pukul 22.34 wib

Lampiran

1. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang tata


Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
2. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 02/Pdt.G.S/2015/PN Mdn
3. Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 4/Pdt.G.S/2016/PN Bla

Anda mungkin juga menyukai