Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

NOTA PEMBELAAN ( PLEDOI )

Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana


Semester / Kelas : III / E-1 Pagi
Dosen Pengampu : Faisal Riza, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1. Aura Eka Rahayu 2106200236


2. Amelia Putri 2106200242
3. Ayu Fahriza 2106200256
4. Bunga Febiola 2106200253
4. Sabila Eka Putri 2106200231
5. Trie Adila Putri 2106200229

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan judul "Nota
Pembelaan ( Pledoi )". Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan
kita yakni Nabi Muhammad saw, yang telah membawa ajaran yang benar semoga
kita diberi syafa'at beliau.
Kami sebagai penyusun makalah ini dengan berusaha semaksimal
mungkin agar penyajian makalah ini dapat bermanfaat mengenai pengetahuan
tentang Nota Pembelaan ( Pledoi ) baik bagi penyusun sendiri maupun bagi para
pembaca.
Di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala
kritik dan saran yang bersifat perbaikan dari dosen pembimbing dan teman –
teman sekalian akan kami terima dengan senang hati. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dalam menjalankan kehidupan yang lebih baik, baik akhirat maupun
dunia fana.

Medan, 27 November 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................

A. Latar Belakang..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................ 3

C. Tujuan Pembahasan ............................................................ 3

D. Metode Penelitian ................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................

A. Pengertian Nota Pembelaan ( Pledoi ) ................................ 5

B. Tujuan Nota Pembelaan ( Pledoi ) ...................................... 8

C. Tata Cara Pengajuan Tuntutan Pidana dan Pembelaan........ 9

D. Pelaksana Pembelaan Perkara Pidana.................................. 11

E. Tindakan yang Dapat Dilakukan Oleh Penasihat Hukum.... 13

F. Perbedaan dan Persamaan Antara Klemensi dan Pledoi...... 14

G. Teknik Menyusun Nota Pembelaan ( Pledoi ) ..................... 16

BAB III PENUTUP ....................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................... 25

B. Saran.................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan hasil dari interaksi sosial dengan kehidupan masyarakat.
Hukum adalah gejala masyarakat, karenanya perkembangan hukum (timbulnya,
berubahnya, lenyapnya) sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan
hukum merupakan kaca dari pembangunan masyarakat1.
Untuk menentukan seseorang secara fakta bersalah, diperlukan pembuktian.
Pembuktian ini dilakukan oleh penegak hukum menurut aturan yang telah
ditentukan, sehingga tidak terjadi kesewenang - wenangan. Peraturan tentang
bagaimana menegakkan hukum pidana materiil inilah yang disebut sebagai
hukum pidana formil. Hukum pidana formil mengatur tentang siapa yang
berwenang melakukan pembuktian, bagaimana caranya membuktikan, apa yang
dapat dipakai sebagai alat bukti, bagaimana perlakuan terhadap orang yang
disangka atau didakwa melakukan tindak pidana, serta menentukan siapa yang
berwenang dan bagaimana melaksanakan putusan pengadilan2.
Dalam suatu pemeriksaan perkara tindak pidana di muka persidangan, setelah
Penuntut Umum membacakan tuntutan kepada Terdakwa, maka akan diberikan
hak Terdakwa dan/atau Penasihat Hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan
(pledooi). Nota pembelaan (pledooi) ini sendiri bertujuan untuk memberikan
analisis terhadap proses pemeriksaan perkara terhadap Terdakwa dan/atau
Penasihat Hukumnya untuk kemudian sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim
dalam memutus perkara tersebut. Sebelum dibacakan nota pembelaan dari
Penasihat Hukum, Terdakwa diberi kesempatan untuk membacakan klemensi.
Pada prinsipnya, terdakwa adalah seseorang yang dituntut, diperiksa, dan diadili di
sidang pengadilan. Seorang Terdakwa telah melakukan pelanggaran terhadap hak
orang lain yang bertentangan dengan tata ketertiban umum. Oleh sebab itu,

1
Riduan Syahrini, Rangkuman Intisari Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999),
hlm. 51.
2
Surya Dharma Jaya, Ida Bagus, dkk, Buku Ajar & Klinik Manual Klinik Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Udayana, (Denpasar : Udayana University Press, 2015), hlm. 70.

1
Terdakwa diberi kesempatan untuk mengakui perbuatannya melalui klemensi
yang telah dibuat .
Dalam hukum acara pidana dikenal istilah pledoi. Pledoi merupakan salah satu
tahapan dalam persidangan perkara pidana. Pembacaan pledoi dapat dilakukan
oleh terdakwa ataupun penasihat hukumnya setelah tuntutan pidana dibacakan
oleh penuntut umum. Secara umum pembelaan ( pledoi ) oleh advokat adalah
melindungi hak – hak tersangka / terdakwa dari pelakuan sewenang – wenang
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Nota pembelaan ( pledoi ) adalah idealisme keadilan bagi terdakwa atas
perkara yang dihadapinya. Jika terdakwa benar – benar melakukan tindak pidana,
ia dapat menyampaikan perasaan bersalahnya dan keinginan untuk mendapat
kesempatan bertaubat dan menebus kesalahannya. Namun, jika terdakwa tidak
melakukan tindak pidana yang didakwakan, dia memberikan pembelaan dengan
konsep idealism tentang keadilan menurut diri terdakwa sendiri. Dengan
demikian, nota pembelaan mampu membuat pemahaman ( lain ) bagi Majelis
Hakim dan Penuntut Umum atas perkara yang dihadapi terdakwa.
Nota pembelaan ( pledoi ) umumnya berisi pandangan keyakinan atas benar
tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa. Selain itu, bisa juga
ditambahi dan digaris bawahi dengan iman kepercayaan yang dianut oleh
terdakwa. Ayat – ayat dari kitab suci dapat digunakan, terlebih lagi jika
mengetahui kepercayaan dari Majelis Hakim adalah sama dengan terdakwa.
Walaupun struktur Nota Pembelaan ( Pledoi ) bisa berbeda satu sama lain,
antara pembela hukum yang satu dengan yang lain, semuanya memiliki substansi
yang sama. Struktur nota pembelaan ( pledoi ) bergantung dari posisi kasus,
dibuat dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, mempunyai alur cerita
( benang merah ) yang jelas, berdasar hukum yang kuat, serta disertain bukti –
bukti dan fakta – fakta yang terjadi pada saat persidangan3.

3
Frans Satriyo Wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Nota Pembelaan (Pledoi), (Visi
Media, 2009), hlm. 2.

2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini tentang Nota Pembelaan
( Pledoi ) meliputi :
1. Pengertian Nota Pembelaan ( Pledoi )
2. Tujuan Nota Pembelaan ( Pledoi )
3. Tata Cara Pengajuan Tuntutan Pidana dan Pembelaan ( Pledoi )
4. Pelaksana Pembelaan ( Pledoi ) Perkara Pidana
5. Tindakan yang Dapat Dilakukan Oleh Penasihat Hukum
6. Perbedaan dan Persamaan antara Klemensi dan Nota Pembelaan ( Pledoi )
7. Teknik Menyusun Nota Pembelaan ( Pledoi )

C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui dan mencoba memahami lebih rinci tentang Nota
Pembelaan ( Pledoi )

D. Metode Penelitian
1. JENIS DAN SIFAT PENELITIAN
1.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk dalam
kategori atau jenis penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian normatif
karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk
selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian
dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek
hukum4. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
2.1. Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya, maka penelitian ini termasuk penelitian dekskriptif.
Penelitian dekskriptif berfokus pada penjelasan sistematis tentang fakta yang
diperoleh saat penelitian dilakukan. Penelitian dekskriptif merupakan penelitian
yang memberikan uraian mengenai gejala social yang diteliti dengan

4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penulisan Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1995), hlm. 13.

3
mendekskripsikan tentang nilai variable berdasarkan indicator yang diteliti tanpa
membuat hubungan dan perbandingan dengan sejumlah variable yang lain.

2. PROSEDUR PENELITIAN
Metode penelitian kepustakaan ini digunakan untuk menyusun konsep
mengenai Nota Pembelaan ( Pledoi ) dalam Hukum Acara Pidana. Adapun
langkah – langkah dalam penelitian kepustakaan menurut Kuhlthau (2002)
adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan topik
2. Eksplorasi informasi
3. Menentukan fokus penelitian
4. Pengumpulan sumber data
5. Persiapan penyajian data
6. Penyusunan laporan

3. SUMBER DATA
Sumber data yang menjadi bahan akan penelitian ini berupa buku, jurnal
dan artikel yang terkait dengan topik yang telah dipilih. Sumber data
penelitian ini terdiri dari 7 buku, 3 jurnal dan 3 artikel tentang Nota
Pembelaan ( Pledoi ) dalam Hukum Acara Pidana

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nota Pembelaan ( Pledoi )


Kata “pledoi” berasal dari bahasa Belanda, yaitu "Pleidooi" yang artinya
Pembelaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pledoi diartikan dengan
pidato pembelaan terhadap terdakwa yang dibacakan oleh advokat (pembela) atau
terdakwa sendiri. Sedangkan secara terminologi, pledoi atau "nota pembelaan"
adalah suatu tahap pembelaan yang dilakukan terdakwa untuk dapat melakukan
sanggahannya mengenai tuntutan yang dituntutkan oleh penuntut umum. Pledoi
dibuat atau dilakukan secara tertulis dan dibacakan di muka persidangan. Pledoi
merupakan upaya terakhir dari seorang terdakwa atau pembela dalam rangka
mempertahankan hak-hak dari kliennya, membela kebenaran yang diyakininya,
sesuai dengan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan5.
Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi kesimpulan dalam nota pembelaan
(pledoi). Pertama, Terdakwa minta dibebaskan dari segala dakwaan (bebas murni)
karena tidak terbukti. Kedua, terdakwa supaya dilepaskan dari segala tuntutan
hukum, karena dakwaan terbukti, tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana.
Ketiga, Terdakwa meminta dihukum yang seringan-ringannya karena telah
terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan. Ketiga kesimpulan
pledoi di atas menunjukan bahwa terbukti atau tidaknya terdakwa melakukan
tindak pidana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan kata lain bahwa tidak ada hukum atau keadilan di luar aturan, ini
merupakan ajaran dari warisan penjajah di Indonesia6.
Sebuah pembelaan pada dasarnya dilakukan oleh tergugat dengan
menolak, menyanggah, dan melakukan perlawanan di muka persidangan. Namun
tidak jarang tergugat di pengadilan akan diwakilkan oleh pengacara 7.

5
Jeremias Lemek, Penuntun Praktis Membuat Pledoi, Cet. 2, (Yokyakrta: New Merah
Putih, 2009), hlm 16.
6
Muhammad Helmi, Pembelaan (Pledoi) Advokat berdasar Paradigma Critical Theory
Guba And Lincoln, Jurnal Pandecta, Vol. 16 No. 01 (2021), hlm. 47.
7
Badriyah Harun, Tata Cara Menghadapi Gugatan, (Yokyakarta: Pustaka Yustita, 2009),
hlm 30.

5
Pledoi merupakan sebuah instrumen yang sangat penting dari pekerjaan
seorang (lawyer) dalam mendampingi seorang terdakwa dalam persidangan.
Menurut istilah pembelaan diri adalah suatu hak dan kewajiban manusia
untuk menjaga dirinya atau orang lain, atau hak manusia untuk mempertahankan
hartanya atau harta orang lain dari setiap pelanggaran dan penyerangan yang tidak
sah8.
Dalam mengajukan pembelaan ( pledoi ) biasanya terdakwa dan atau
penasehat hukumnya mengajukan tanggapan, antara lain :
 Surat dakwaan jaksa penuntut umum kabur.
 Jaksa penuntut umum keliru dalam menerapkan undang - undang atau
pasal - pasal yang didakwakan.
 Jaksa penuntut umum keliru melakukan analisa terhadap unsur - unsur
delik yang didakwakan dan penerapan terhadap perbuatan terdakwa yang
dipandang terbukti.
 Jaksa penuntut umum keliru dalam menilai alat - alat bukti atau
menggunakan alat bukti yang saling tidak mendukung.
 Delik yang didakwakan adalah delik materil bukan formil.
 Mengajukan alibi pada saat terjadinya perbuatan pidana.
 Perbuatan terdakwa bukanlah perbuatan pidana tetapi perbuatan perdata.
 Barang bukti yang diajukan bukanlah milik terdakwa dan lain sebagainya
sesuai dengan kasus yang dihadapi.
Berkaitan dengan alibi dalam yurisprudensi MARI No. 429K/Pid/1995 : Alibi
yang dikemukakan oleh terdakwa bahwa ia pada saat dilakukannya delik oleh para
saksi (menjadi terdakwa dalam perkara lain) berada di tempat lain, maka alibi ini
dapat diterima oleh hakim, karena alibi tersebut dibenarkan oleh para saksi yang
keterangannya bersesuaian satu dengan lainnya, dan diperkuat pula adanya surat
bukti (buku jurnal). Dengan adanya alibi tersebut, maka dalam putusannya, hakim
menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan delik sebagaimana
didakwakan jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya 9.

8
Muladi Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, hlm 1.
9
Andi Akbar, Penjelasan Pledoi, Replik, Duplik dalam KUHAP,
https://www.academia.edu/24599116/Penjelasan_Pledoi_Replik_Duplik_Dalam_KUHAP diakses
pada 27 November 2022 pukul 21.54

6
Dalam menyusun jawaban atas pembelaan (replik) dari terdakwa atau
penasehat hukumnya, jaksa penuntut umum harus mampu mengantisipasi arah
dan wujud serta materi pokok dari pembelaan terdakwa dan penasehat hukumnya
dalam replik tersebut.
Jaksa penuntut umum harus menginventarisir inti (materi pokok)
pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya dalam repliknya
sebagai bantahan/sanggahan atas pembelaan terdakwa atau penasehat hukumnya.
Pembelaan atau pledoi adalah pembelaan yang bersifat lisan atau tulisan
baik terdakwa maupun dari penasihat hukumnya berkenaan dengan tuntutan
penuntut umum, dalam pembelaan atau pledoi ini dapat dijawab oleh penuntut
umum yang atau penasihat hukumnya yang duplik10. Sebagai penutup dari replik
dan duplik dibuat suatu kesimpulan yang menyimpulkan semua tanggapan dan
tangkisan.
Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (“KUHAP”) dikenal dengan istilah pembelaan. Dasar hukum
pledoi diatur dalam Pasal 182 ayat (1) KUHAP, yang mengatakan:
a. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan
tuntutan pidana.
b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan
pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan
ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum selalu mendapat giliran
terakhir.
c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis
dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan
turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP di atas, dapat dipahami
bahwa mengajukan pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan Jaksa merupakan
hak terdakwa dan/atau penasehat hukum11.

10
Zulkarnain Lubis, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah, hlm 149
11
Advent Kristanto Nababan, Hak Terdakwa atas Pembelaan ( Pledoi ) dalam Sidang
Pidana, https://www.hukumonline.com/klinik/a/hak-terdakwa-atas-pembelaan-pledoi-dalam-
sidang-pidana-lt6216925c94ec2 diakses pada 27 November 2022 pukul 20.52

7
Terdakwa atau penasehat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat
dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa penasihat hukum
selalu mendapat giliran terakhir.
Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP menentukan bahwa tuntutan,
pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan
setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dalam hal
terdakwa tidak dapat menulis, panitera mencatat pembelaannya12.
Pengertian Terdakwa adalah seseorang yang diduga telah melakukan
suatu tindak pidana dan ada cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan di muka
sidang pengadilan. Adapun menurut Kitab Undang - Undang Hukum Acara
Pidana pasal 1 terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan
diadili di persidangan.
Seseorang dianggap sebagai terdakwa apabila berkas perkara penyidik dan
berkas perkara penyelidikannya sudah diselesaikan oleh penyidik dan berkas
penyelidikannya dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum.
Terdakwa merupakan status yang lebih tinggi dibandingkan dari
tersangka. Setelah seseorang berstatus sebagai tersangka, apabila ditemukan bukti
lebih lanjut mengenai dugaan terhadap tindak pidana, maka akan ditetapkan
sebagai terdakwa. Kemudian berkas perkara penyelidikan yang telah lengkap
menjadi bahan untuk memulai sidang di pengadilan13.

B. Tujuan Nota Pembelaan ( Pledoi )


Hak dari terdakwa pidana untuk mendapatkan pembelaan hukum merupakan
suatu hak fundamental yang dijamin oleh hukum dan Negara kepada terdakwa
dari suatu tindak pidana untuk mendapatkan pembelaan hukum dari seorang
pembela yang terakreditasi. Menurut R. Soesilo, bahwa tujuan daripada hukum
acara pidana, adalah sebagai berikut “pada hakekatnya memang mencari
kebenaran. Para Penegak hukum mulai dari polisi, jaksa sampai kepada Hakim

12
KUHP&KUHAP, (Surabaya: Sinarsindo, 2015), hlm 235.
13
Adnan Paslyada, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan Republik
Indonesia, 1997), hlm 69.

8
dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara senantiasa harus berdasar
kebenaran, dan harus berdasarkan kepada hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi14.
Bersumber pada asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang
berarti bahwa setiap orang yang disangka, dituntut dan didakwa atau dihadapkan
di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya keputusan
Pengadilan yang telah menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti15.
Seorang Advokat memiliki tanggung jawab yang besar atas ilmu yang
dimilikinya untuk membela serta mempertahankan hak-hak seorang terdakwa.
Dengan berdasarkan asas Presemption of innocent (Praduga tak bersalah), seorang
terdakwa tidak bisa dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan oleh putusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap16.
Dalam asas Presmption of Innoncent, Terdakwa harus ditempatkan pada
kedudukan manusia yang memiliki martabat yang dinilai sebagai subjek, bukan
objek. Jadi, pembelaan dari advokat terhadap terdakwa sangatlah penting karena
mengingat resiko yang akan dihadapi manakala pihak terdakwa tidak dapat
membela diri17. Maka dari itu, pembelaan ( pledoi ) ini bertujuan untuk
memperoleh putusan hakim yang membebaskan terdakwa dari segala dakwaan
atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum ataupun setidak - tidaknya
hukuman pidana yang seringan – ringannya.

C. Tata Cara Pengajuan Tuntutan Pidana dan Pembelaan


Pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan baru dapat dilakukan setelah
terlebih dahulu ada pernyataan hakim ketua sidang bahwa pemeriksaan perkara
telah selesai. Dengan kata lain, penuntutan dan pembelaan merupakan tahap

14
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I, Cet.
3, Pustaka Kartini, 1993, hlm 62.
15
M. Hanafi Asmawie, Ganti Rugi dan Rehabilitasi Menurut KUHAP, hlm 136.
16
Jimly Asshiddiqie, dalam Kitab Advokat Indonesia, Tim Sekretariat Peradi (Editor),
(Jakarta: PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia)), hlm 89.
17
Munir Fuady, Hak Asasi Tersangka Pidana, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm 49.

9
lanjutan setelah pemeriksaan terhadap perkara dianggap selesai oleh ketua sidang.
Berikut ini adalah tata cara pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan18 :
1. Diajukan atas permintaan hakim ketua sidang
Walaupun tindakan penuntutan merupakan fungsi yang melekat pada instansi
penuntut umum, fungsi tersebut baru dapat digunakan setelah ketua sidang
meminta kepadanya untuk mengajukan penuntutan. Demikian halnya dengan
pengajuan pembelaan. Walaupun merupakan hak yang melekat pada diri terdakwa
atau penasihat hukum, giliran untuk mengajukan pembelaan disampaikan pada
tahap tertentu setelah hakim memintanya untuk mengajukan pembelaan.

2. Mendahulukan pengajuan tuntutan dari pembelaan


KUHAP telah menentukan giliran antara penuntut umum dan terdakwa
atau penasihat hukum dalam mengajukan tuntutan dan pembelaan maupun
jawaban atas pembelaan. Giliran pertama diberikan kepada penuntut umum untuk
mengajukan tuntutan pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Setelah
mengajukan tuntutan, baru giliran terdakwa atau penasihat hukum mengajukan
pembelaan atas tuntutan tersebut. Alasan kenapa pembelaan terdakwa
ditempatkan setelah penuntut umum mengajukan tuntutan adalah agar ia dapat
menanggapi selengkapnya dasar-dasar dan alasan yang dikemukakan penuntut
umum dalam tuntutannya.

3. Jawab-menjawab dengan syarat terdakwa mendapat giliran terakhir


Giliran terakhir untuk menjawab diberikan kepada terdakwa atau penasihat
hukum merupakan syarat dalam jawab-menjawab. Selama penuntut umum
masih diberikan kesempatan untuk menjawab atau menanggapinya, selama itu
pula terdakwa atau penasihat hukum harus diberikan kesempatan yang sama,
kecuali mereka sendiri tidak mempergunakan hak tersebut.

18
Penjelasan Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP dan Yahya Harahap, Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan
Peninjauan Kembali). (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 261-262.

10
4. Tuntutan, pembelaan, dan jawaban dibuat secara tertulis
Bentuk tuntutan pidana, pembelaan, dan semua jawaban yang
berhubungan dengan penuntutan dan pembelaan dibuat dengan cara tertulis.
Setelah itu dibacakan dan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan
turunannya kepada pihak yang berkepentingan.
Pembelaan dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua di mana aslinya
diserahkan kepada ketua sidang setelah selesai dibacakan. Turunan tuntutan dan
jawaban penuntut umum diserahkan ke terdakwa atau penasihat hukum.
Sebaliknya, turunan pembelaan dan jawabannya juga diserahkan ke penuntut
umum oleh terdakwa atau penasihat hukum.

5. Pengecualian bagi terdakwa yang tidak pandai menulis


Bagi terdakwa yang tidak pandai menulis, maka pembelaan dan jawaban dapat
dilakukan secara lisan di persidangan dan dicatat oleh panitera dalam berita acara
siding.

D. Pelaksana Pembelaan Perkara Pidana


Dalam perkara pidana, tersangka/terdakwa didampingi seseorang yang
membela perkaranya, yang dalam istilah KUHAP disebut sebagai seseorang
penasehat hukum. Penasehat hukum ini adalah seseorang yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang- undang untuk memberi
bantuan hukum (Pasal 1 angka 13 KUHAP).
Dalam hal ini dapat dikatakan penasihat hukum sebagai proses yang
melakukan fungsi: menyelenggarakan jasa hukum serta memberikan nasihat-
nasihat hukum. Dalam undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang
Advokat, disebutkan dalam pasal 1 angka 1, bahwa advokat adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi
advokat yang dilaksanakan oleh organisasi Advokat dengan menyampaikan

11
salinan surat keputusan pengangkatan advokat tersebut kepada mahkamah agung
dan menteri.
Pada pasal III undang – undang advokat disebutkan bahwa untuk dapat diangkat
menjadi advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Warga Negara republik Indonesia
b. Bertempat tinggal di Indonesia
c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau jabatan Negara;
d. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum;
f. Lulus ujian yang diadakan Organisasi Advokat.
g. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor advokat
h. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
i. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang
tinggi.

Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud


di atas dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang
tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan. Bagi penasihat hukum (Advokat) untuk dapat mendampingi dan
membela seorang tersangka / terdakwa harus memenuhi syarat / syarat sebagai
berikut:
1. Mempunyai surat kuasa dari tersangka / terdakwa
2. Ditunjuk surat kuasa dari tersangka / terdakwa di muka siding, kalau terdakwa
tidak sempat membuat surat kuasa khusus kepada penasehat hukumnya,
3. telah terdaftar sebagai advokat (memiliki kartu izin beracara),
4. Apabila penasehat hukum bukan advokat, seperti: akademisi (dosen) dari
fakultas hukum yang memiliki Lembaga Bantuan Hukum dalam rangka program
pengabdian dan laboratorium praktik, dengan syarat yang bersangkutan memiliki
pengetahuan dan kualifikasi khusus tentang acara peradilan pidana.

12
E. Tindakan - Tindakan yang Dapat Dilakukan Penasihat Hukum
Tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang penasihat hukum disesuaikan
dengan tahapan dalam hukum secara pidana. Adapun tindakan hukum dalam
pembelaan perkara pidana dapat berupa19 :
1. Pada Tahap Penyidikan
Pada tahap penyidikan, penasehat hukum dapat melakukan persiapan-
persiapan untuk membela pemberi kuasa (klien), mengajukan permohonan
penangguhan penahanan si tersangka, permohonan pra peradilan dan ganti rugi,
dan lain sebagainya terkait dengan pelaksanaan penyidikan (termasuk mengajukan
bukti-bukti kepada penyidik). Selain itu, tujuan utama pembelaan oleh penasehat
hukum dalam penyidikan adalah melakukan pendampingan dalam pemeriksaan
untuk memberikan dorongan moral menghindari potensi tindakan penyimpangan
(misalnya sikap dan tindakan penyidik yang merugikan hak-hak tersangka) yang
mungkin dilakukan oleh penyidik atau penyidik pembantu.

2. Pada Tahap Penuntutan


Pada tahap penuntutan, setelah dibacakan surat dakwaan oleh Penuntut
umum, penasihat hukum membuat eksepsi (baik secara lisan maupun tulisan) atau
pledoi.

3. Pada Tahap Pemeriksaan di Pengadilan


Pada taha pemeriksaan, penasehat hukum dapat mengajukan pertanyaan -
pertanyaan kepada terdakwa dan saksi-saksi. Setelah dibacakan tuntutan
(requistoir) dari jaksa penuntut umum haruslah di tanggapi dengan pembelaan
(pledoi) oleh penasehat hukum.

4. Upaya Hukum Biasa terhadap Putusan Pengadilan Negeri


Apabila setelah diputus oleh hakim di Pengadilan tingkat pertama, ia
merasa tidak terima/menolak isi putusan tersebut, banding ke pengadilan tinggi
untuk diperiksa dan diputus oleh hakim pengadilan tingkat banding. Apabila
setelah diperiksa dan diputus oleh Hakim Agung terhadap putusan pengadilan di

19
Sugianto, HUKUM ACARA PIDANA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI
INDONESIA, (Yogyakarta : CV. BUDI UTAMA, 2018), hlm. 50 – 52.

13
bawahnya. Setelah diputus oleh MA dalam pengadilan tingkat kasasi, maka
putusan tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

5. Upaya Hukum Luar Biasa terhadap Putusan Pengadilan


Terhadap putusan kasasi di Mahkamah Agung yang sudah memperoleh
kekuatan hukum tetap tersebut, dapat diajukan Peninjau Kembali (PK) ke
Mahkamah Agung, dan kemudian juga bisa diajukan Grasi kepada presiden. Perlu
diingat bahwa sebelum memberikan pembelaan perkara pidana, terlebih dahulu
penasihat hukum harus mendapat suara kuasa khusus dari terduga, tersangka atau
terdakwa sebagai pemberi kuasa, baik tanpa substitusi maupun dengan hak
substitusi. Yang dimaksud dengan memberikan kuasa dengan hak substitusi
adalah pemberian hak dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk
melimpahkan atau mewakilkan kuasa yang diberikan kepada orang lain mereka
tercantum dalam surat kuasa diatas. Tetapi tentu saja harus juga melalui
pelimpahan secara resmi dan sah menurut hukum yaitu melalui surat
kuasa pula kepada mereka yang mewakili penerima kuasa pertama.
Tanpa surat kuasa tersebut, maka seorang tim atau penasihat hukum tidak
bisa bertindak apa-apa dalam peradilan pidana. Selain itu, seorang advokat atau
pengacara harus memiliki kartu izin bercara yang bisa dimiliki melalui ujian
khusus advokat.

F. Perbedaan dan Persamaan antara Klemensi dan Nota Pembelaan


( Pledoi )
Pledooi atau nota pembelaan adalah pembelaan yang diucapkan oleh
Terdakwa maupun Penasihat Hukum yang berisikan tangkisan terhadap tuntutan
atau tuduhan Penuntut Umum dan mengemukakan hal-hal yang meringankan dan
kebenaran dirinya20. Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP, Terdakwa
atau Penasihat Hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh
Penuntut Umum, dengan ketentuan bahwa Terdakwa atau Penasihat Hukum selalu
mendapat giliran terakhir. Pada huruf c, ditentukan bahwa tuntutan, pembelaan,

20
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik,( Jakarta : Djambatan, 2002)

14
dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan,
segera diserahkan kepada Hakim ketua sidang. Dalam hal Terdakwa tidak dapat
menulis, Panitera mencatat pembelaannya. Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat
menjadi kesimpulan dalam nota pembelaan (pledooi).
 Pertama, Terdakwa minta dibebaskan dari segala dakwaan (bebas murni)
yang lazim disebut Vrijspraak, karena tidak terbukti.
 Kedua, terdakwa supaya dilepaskan dari segala tuntutan hukum, karena
dakwaan terbukti, tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana.
 Ketiga, Terdakwa minta dihukum yang seringan-ringannya karena telah
terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan. Sedangkan
Klemensi merupakan permohonan yang diucapkan oleh Terdakwa maupun
Penasihat Hukum terhadap tuntutan atau tuduhan Penuntut Umum agar
meringankan hukuman terhadap dirinya.

Perbedaan selanjutnya antara pengajuan klemensi dan pledooi adalah terletak


pada masalah kesalahan, dimana dalam klemensi Terdakwa atau Penasihat
Hukum mengakui bahwa Terdakwa telah bersalah melakukan suatu tindak pidana.
Sedangkan pada pledooi adalah sebaliknya, yakni Terdakwa atau Penasihat
Hukum menyatakan bahwa Terdakwa tidak bersalah atas perbuatan yang
didakwakan kepadanya. Perbedaan yang terakhir yaitu terletak pada tujuannya.
Dalam sebuah klemensi, Terdakwa mengakui bahwa memang benar bersalah
dengan tujuan meminta keringanan hukuman. Sedangkan pada nota pembelaan
(pledooi), Terdakwa atau Penasihat Hukumnya tidak mengaku bersalah dengan
tujuan meminta dibebaskan atau dilepas dari segala tuntutan hukum. Adapun
persamaan dari klemensi dan nota pembelaan (pledooi) yaitu sama- sama
merupakan hak Terdakwa dan/atau Penasihat Hukumnya. Oleh karena merupakan
hak, maka dapat digunakan dan dapat pula tidak digunakan. Persamaan lainnya
terletak pada teknik penyampaiannya, dimana hanya dapat dilakukan setelah
pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum dan di muka persidangan.

15
G. Teknik Menyusun Nota Pembelaan ( Pledoi )
Struktur penyusunan Nota Pembelaan ( Pledoi ) pada umumnya sebagai
berikut21 :
1. Judul Nota Pembelaan ( Pledoi )
Judul dari Nota Pembelaan ( Pledoi ) dimaksudkan untuk membuat garis
besar hal – hal yang akan diungkapkan dalam Nota Pembelaan ( Pledoi ) tersebut,
sehingga dapat dipahami oleh Majelis Hakim, Jaksa dan masyarakat yang
menyaksikan serta mendengarkannya pada saat dipersidangan. Judul Nota
Pembelaan ( Pledoi ) dapat bernuansa formal contoh :

NOTA PEMBELAAN ( PLEDOI )


TERDAKWA....................
PERKARA PIDANA NO..../Pid/..../PN....

2. Eksepsi
Eksepsi adalah tangkisan atas dakwaan jaksa penuntut umum ( JPU ) oleh
terdakwa atau pembela hukum terdakwa, karena dinilai salah dalam menerapkan
prosedur dan bukan mengenai substansi dakwaan. Eksepsi berkaitan dengan 2
kompetensi dari pengadilan :
 Kompetensi Absolut : kompetensi pengadilan dalam menangani bidang
perkara yang diajukan kepada pengadilan yang menerima pengajuan
tuntutan dari jaksa penuntut umum.
 Kompetensi Relatif : kompetensi pengadilan dalam menangani perkara
sehubungan dengan wilayah hukum dari pengadilan tersebut.

21
Frans Satriyo Wicaksono, Op. Cit., hlm 21-37

16
3. Pendahuluan
Pendahuluan naskah Nota Pembelaan ( Pledoi ) berisi kata – kata sa;am
untuk majelis hakim dan pokok pikiran dari pembela hukum terdakwa, terdakwa
sendiri / keduanya yang bersifat memberi arah. Kata pendahuluan dimaksudkan
untuk memengaruhi pikiran dan perasaan majelis hakim dari segi hukum, sosial
kemasyarakatan, politik dan agama sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan
kepada terdakwa.
Jika merasa di dalam persidangan majelis hakim bertindak netral dan tidak
memihak, dalam Nota Pembelaan ( Pledoi ) dapat dicantumkan kalimat ucapan
terima kasih dan hormat kepada majelis Hakim. Namun, jika merasa majelis
hakim telah cenderung memihak kepada salah satu pihak dengan melakukan
kesalahan – kesalahan penerapan hukum yang menjadi acuan dalam memeriksa
perkara, dalam nota pembelaan ( pledoi ) tersebut dapat kita tuliskan kalimat
pengingat untuk menerapkan hukum secara benar dalam hukum acara pidana
dengan disertai pasal – pasal terkait dan ditambah konsep keadilan yang dapat
diambil dari yurisprudensi dan preseden hukum baik di dalam maupun luar negeri.

4. Tinjauan Atas Dakwaan


Jaksa selaku penuntut umum harus teliti dan cermat dalam membuat
dakwaan serta sesuai dengan rumusan yang telah ditentukan dalam Pasal 143
KUHAP. Jika surat dakwaan tidak sesuai dengan rumusan pasal tersebut, maka
dapat diajukan eksepsi sehingga surat dakwaan tersebut harus diperbaiki lagi oleh
jaksa dan diajukan kembali. Hal yang paling penting dalam nota pembelaan (
pledoi ) adalah membahas pasal – pasal yang didakwakan kepada terdakwa,
sehingga unsur – unsur dalam pasal tersebut dikupas mendalam untuk mencari
kebenaran material dalam persidangan pidana.
Tinjauan atas dakwaan lebih dari sebuah perang intelektual antara
terdakwa secara pribadi / diwakili pembela hukum dengan jaksa penuntut umum.
Hal yang tidak mengandung logika hukum harus dikesampingkan oleh masing –
masing pihak, sehingga dalam persidangan akan muncul suatu perdebatan

17
intelektual berdasarkan hukum. Dalam surat dakwaan dibedakan menjadi 2
golongan, yaitu surat dakwaan Primair dan surat dakwaan Subsidair 22.
1. Dakwaan Primair adalah dakwaan yang memiliki arti utama, paling utama
diruntutkan sebagaimana dakwaan primair ini tergolong kedalam kategori Tindak
pidana berat, Namun jika dakwaan ini tidak terbukti maka pembuktian akan
dilanjutkan kepada dakwaan berikutnya dengan kategori tindak pidana yang lebih
ringan yaitu dakwaan subsidair sebagai pilihan atau penggantinya.
2. Dakwaan subsidair adalah dakwaan pengganti sebagai opsi atau pilihan
bilamana Dakwaan primair tidak terbukti. Didalam dakwaan subsidair termuat
kategori Tindak pidana ringan
Contoh pencantuman tinjauan atas dakwaan :

Dengan dilatar belakangi pentingnya dakwaan harus dibuktikan


dalam persidangan ini dan tidak wajib membuktikan hal – hal diluar
dakwaan, sehingga untuk mempermudah memadukan fakta – fakta hukum
dengan dakwaan dalam pembela ini, saya mengutip surat dakwaan penuntut
umum, sebagai berikut :
Primair:.....................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...............................................................................................

Subsidair:..................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
..................................................................................................

22
Grasiara Naya S, Perbedaan Dakwaan Primair dan Subsidair,
https://www.kompasiana.com/grasiaranayas5321/62e8f2baa51c6f715735ff36/perbedaan-dakwaan-
primair-dan-subsidair diakses pada tanggal 28 November 2022 pukul 17.45

18
5. Fakta dalam Persidangan
Keterangan saksi – saksi, ucapan yang terucap dari majelis hakim selama
memimpin persidangan, harus disimak secara cermat dan lengkap. Hal ini
disesuaikan dengan bunyi pasal 185 ayat ( 1 ) KUHAP : "Keterangan saksi
sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di depan persidangan". Fakta di
persidangan dapat diungkapkan dengan lengkap dan cermat sebagai bahan nota
pembelaan, sehingga pada akhirnya majelis hakim benar – benar netral dan
objektif dalam membuat putusan. Contoh pencantuman fakta – fakta dalam
persidangan yang dituang dalam nota pembelaan :

Fakta – fakta dipersidangan dapat kami sampaikan sebagai


pembanding dengan tuntutan dari saudara jaksa penuntut umum, yang kami
rekam dan catat melalui media elektronik yang sangat maju untuk
menghindari manipulasi.

Bahwa saksi..........., umur..........., alamat.........., dalam sidang ke.........,


tanggal..........., menyampaikan hal – hal sebagai berikut :
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

6. Tinjauan Yuridis
Dalam membuat tinjauan yuridis, diperlukan pengetahuan yang luas dalam
berbagai aspek kehidupan. Pembela hukum juga harus memberikan tinjauan
hukum yang objektif, sehingga dalam persidangan diperlihatkan debat ilmiah
yang objektif dam berdasarkan hukum yang berlaku serta mempertimbangkan
rasa keadilan bagi terdakwa. Contoh penempatan tinjauan yuridis dalam nota
pembelaan ( pledoi ) :

19
Sebagaimana diketahui umum bahwa dakwaan penuntut umum
kepada terdakwa adalah dalam bentuk subsidaritas, yaitu :

Primair :
Pasal........... jo Pasal......... UU No. ............ Tahun.......... tentang............ jo
Pasal........... KUHP.

Subsidair :
Pasal........... jo Pasal......... UU No. ............ Tahun.......... tentang............ jo
Pasal........... KUHP.

Sebelum kami sampai pada pembahasan tentang tinjauan/analisis


yuridis, perlu kami berikan pernyataan tentang masalah...........secara
yuridis, sebagai berikut.

Menurut teori..............., .................. adalah....................;


Menurut pendapat ahli..................., adalah....................;

Sehubungan dengan analisis hukum di atas, maka didapatkan bukti –


bukti petunjuk sebagai berikut : ................

7. Fakta dalam persidangan berkaitan dengan tuntutan dan dakwaan


Isi surat dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum biasanya dibuat
dengan memasukkan unsur – unsur sebagai berikut :
 Unsur barang siapa ( subjek pelaku tindak pidana ), menunjuk pada
siapa yang melakukan tindak pidana yang didakwakan.
 Unsur kesengajaan atas perbuatan pidana yang memenuhi pasal –
pasal tertentu, seperti dalam pembuatan nota pembelaan ( pledoi )
dalam kasus pembunuhan harus perlu pengamatan yang baik
dicermati dengan baik, apakah terdakwa benar – benar melakukan
secara sengaja atau untuk membela diri dalam peristiwa pidana
tersebut.

20
 Unsur perbuatan pidana yang memenuhi pasal – pasal tertentu,
seperti kasus penggelapan, hal – hal yang dituangkan dalam surat
dakwaan jaksa penuntut umum harus berdasarkan pada
pemeriksaan saksi – saksi dan bukti – bukti, bukan pada berkas
berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.
Contoh tinjauan atas fakta – fakta dalam persidangan yang berkaitan dengan
dakwaan yang dimasukan dalm nota pembelaan ( pledoi ) :

Bahwa jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya menyatakan


bahwa terdakwa telah melakukan............., sesuai bukti............, padahal fakta
dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa :
1. ..........
2. ..........
3. .........., dst

Berdasarkan fakta – fakta dalam persidangan tersebut, pasal – pasal


yang didakwakan kepada terdakwa adalah terlihat janggal dan dipaksakan
oleh penuntut umum untuk disidangkan demi kepentingan pihak – pihak
tertentu.

8. Tinjauan terhadap tuntutan


Apakah tuntutan dari jaksa sesuai dengan fakta yang terungkap pada
persidangan/ malah bertentangan? Ada potensi kesengajaan dari jaksa untuk
melakukan manipulasi fakta kesaksian saksi – saksi atau menuangkan keterangan
saksi yang ada dalam berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik, hanya
untuk menguatkan tuntutan yang diajukan kepada majelis hakim. Contoh tinjauan
terhadap tuntutan jaksa penuntut umum yang dimasukan dalam nota pembelaan :

21
Bahwa jaksa penuntut umum dalam tuntutannya menyatakan bahwa
terdakwa telah terbukti melakukan................ sesuai dengan bukti...............,
padahal fakta dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa.......... dan
menurut ilmu hukum yang menyatakan bahwa.................., maka..............
sangat tidak berdasarkan hukum – hukum yang berlaku dan fakta – fakta
yang terungkap dalam persidangan.

Berdasarkan analisis hukum yang telah kami lakukan terhadap surat


dakwaan dan surat tuntutan, terbukti bahwa penuntut umum tidak
konsisten dengan yang didakwakan dan dituntut kepada terdakwa, sehingga
kejanggalan – kejanggalan yang timbul dalam perkara ini memberi kesan
bahwa kasus ini dipaksakan oleh penuntut umum untuk disidangkan demi
kepentingan pihak – pihak tertentu.
"Bahwa terhadap pendapat penuntut umum tersebut, kami tim
penasihat hukum terdakwa............, atas nama terdakwa menyatakan
menolak pendapat tersebut dan tetap pada suatu keyakinan bahwa setiap
proses peradilan haruslah didasarkan pada suatu ketentuan hukum dengan
sistem acara yang dianut dalam hukum positif sebagai bentuk wujud nyata
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan. Kami dan
terdakwa tidak menaruh kekhawatiran sedikit pun dan oleh peradilan
apapun yang akan dihadapkan kepada terdakwa tidak akan mengubah
sesuatu fakta bahwa terdakwa tidak melakukan sesuatu perbuatan seperti
apa yang diuraikan dalam surat tuntutan penuntut umum."

9. Penutup atau Kesimpulan


Memuat permintaan terdakwa/pembela hukum terdakwa untuk
kepentingan terdakwa agar terdakwa bebas/lepas demi hukum. Selain itu, nisa
juga berupa permintaan putusan majelis hakim yang seadil – adilnya berdasarkan
fakta – fakta yang terungkap dalam persidangan. Jika terdakwa tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana yang didakwakan
kepadanya, terdakwa/pembela hukum terdakwa menagjukan permohonan untuk

22
dibebaskan dari dakwaan ( vrijspraak ). Namun, jika terdakwa terbukti melakukan
perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak
pidana/terdapat alasan pembenar atau pemaaf, terdakwa atau pembela hukum
terdakwa mengajukan permohonan untuk dilepaskan dari dakwaan ( onslag van
alle rechts vervolging ). Contoh kalimat penutup dalam nota pembelaan ( pledoi ):

Majelis hakim yang kami muliakan,


Penuntut umum yang kami hormati,

Bahwa oleh karena persidangan dan nota pembelaan ( pledoi ) ini


telah selesai kami uraikan satu persatu, maka dengan segala kerendahan hati
kami tim penasihat hukum terdakwa, memohon dengan hormat kepada
majelis hakim yang mengadili perkara ini berkenan memutuskan :
1. Menyatakan terdakwa............, tidak terbukti secara sah dan menyakinkan
melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam dakwaan primair
dan dakwaan subsidair;
2. Membebaskan terdakwa.............., dari dakwaan – dakwaan tersebut
( vrijspraak ) sesuai pasal............... ayat.............. KUHAP atau setidak –
tidaknya melepaskan terdakwa................ dari semua tuntutan hukum
( onstlaag van alle rechtvervolging ) sesuai pasal............. ayat..............
KUHAP;
3. Membebaskan terdakwa.............. dari tahanan;
4. Mengembalikan nama baik terdakwa.................. di masyarakat, dengan
mewajibkan kepada penuntut umum agar mengiklankan di beberapa harian
( media massa ) antara lain: ................ dan .................;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Atau,
Jika majelis hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang
seadil – adilnya ( ex aequo at bono ) dengan tetap menjunjung tinggi hak –
hak dasar ( asasi ) terdakwa sebagai manusia.

Semoga Tuhan memberkati.

23
10. Tanda Tangan
Terdakwa/pembela hukum terdakwa selaku pembuat membubuhkan tanda
tangan pada nota pembelaan ( pledoi ) yang ditujukan kepada majelis hakim dan
jaksa penuntut umum.

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi kesimpulan dalam nota
pembelaan (pledoi). Pertama, Terdakwa minta dibebaskan dari segala dakwaan
(bebas murni) karena tidak terbukti. Kedua, terdakwa supaya dilepaskan dari
segala tuntutan hukum, karena dakwaan terbukti, tetapi bukan merupakan suatu
tindak pidana. Ketiga, Terdakwa meminta dihukum yang seringan-ringannya
karena telah terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan.
Dalam menyusun jawaban atas pembelaan (replik) dari terdakwa atau
penasehat hukumnya, jaksa penuntut umum harus mampu mengantisipasi arah
dan wujud serta materi pokok dari pembelaan terdakwa dan penasehat hukumnya
dalam replik tersebut.
Jaksa penuntut umum harus menginventarisir inti (materi pokok)
pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya dalam repliknya
sebagai bantahan/sanggahan atas pembelaan terdakwa atau penasehat hukumnya.
Pembelaan atau pledoi adalah pembelaan yang bersifat lisan atau tulisan
baik terdakwa maupun dari penasihat hukumnya berkenaan dengan tuntutan
penuntut umum, dalam pembelaan atau pledoi ini dapat dijawab oleh penuntut
umum yang atau penasihat hukumnya yang duplik. Sebagai penutup dari replik
dan duplik dibuat suatu kesimpulan yang menyimpulkan semua tanggapan dan
tangkisan.
Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (“KUHAP”) dikenal dengan istilah pembelaan. Dasar hukum
pledoi diatur dalam Pasal 182 ayat (1) KUHAP, yang mengatakan:
a. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan
tuntutan pidana.
b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan
pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan
ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum selalu mendapat giliran
terakhir.

25
c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis
dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan
turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP di atas, dapat dipahami
bahwa mengajukan pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan Jaksa merupakan
hak terdakwa dan/atau penasehat hukum.
Terdakwa atau penasehat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat
dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa penasihat hukum
selalu mendapat giliran terakhir
Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP menentukan bahwa tuntutan,
pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan
setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dalam hal
terdakwa tidak dapat menulis, panitera mencatat pembelaannya.
Maka dari itu, pembelaan ( pledoi ) ini bertujuan untuk memperoleh
putusan hakim yang membebaskan terdakwa dari segala dakwaan atau
melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum ataupun setidak - tidaknya
hukuman pidana yang seringan – ringannya.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis merekomendasikan berupa saran-
saran sebagai berikut:
1. Penulis berharap pembelaan terhadap terdakwa dapat direalisasikan sesuai
dengan aturan yang berlaku.
2. Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi kepada pembaca untuk
mengetahui pembelaan terhadap terdakwa dalam hukum acara pidana

26
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Paslyada, 1997, Hukum Pembuktian, Pusat Diktat Kejaksaan Republik Indonesia,
Jakarta

Darwan Prinst, 2002, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta

Jeremias Lemek, 2009, Penuntun Praktis Membuat Pledoi, Cet. 2, New Merah
Putih, Yogyakarta

Muhammad Helmi, 2021, Pembelaan (Pledoi) Advokat berdasar Paradigma


Critical Theory Guba And Lincoln, Jurnal Pandecta, Vol. 16 No. 01

Munir Fuady, 2015, Hak Asasi Tersangka Pidana, Kencana, Jakarta

M. Yahya Harahap, 1993, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I,


Cet. 3, Pustaka Kartini

Riduan Syahrini, 1999, Rangkuman Intisari Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,1995, Penulisan Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Grafindo Persada, Jakarta

Sugianto, 2018, HUKUM ACARA PIDANA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI


INDONESIA, CV. BUDI UTAMA, Yogyakarta

Surya Dharma Jaya, Ida Bagus, dkk, 2015, Buku Ajar & Klinik Manual Klinik
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, Udayana
University Press, Denpasar

27

Anda mungkin juga menyukai