Anda di halaman 1dari 17

Hukum Tata Negara

KELOMPOK 6
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Presentasi

Dosen Pengampu: Drs. Abu Tamrin SH, M.Hum

Maulana Satria Putra P 11210480000184


Nadhira Rahmah 11210480000169
Galuh Retno Oktavyanti 11210480000049
Muh.Habiburrahman FM 11210480000017
Azkal Asmawi 11210480000093
Shain Ahmad Za’farani 11210480000185
Rafi Fatan Rabbani 11210480000086
Kelas: Hukum Tata Negara

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2022 M/1444 H

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah Subhanahu wa


ta’ala berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya untuk Allah
atas segala berkat, rahmat yang sangat besar, penyusunan makalah ini dapat kami
selesaikan.

Dalam penyusunannya, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada


dosen yang telah memberikan bimbingan, dukungan, kasih, dan kepercayaan yang
begitu besar. Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun kami berharap isi dari penyusunan makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun kesempurnaan itu sepertinya hal yang mustahil.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas
makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, semoga hasil penyusunan


makalah ini bermanfaat.

Tangsel, 16 Oktober 2022

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4

1.3 Tujuan ............................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 5

A. Pengertian Hukum Tata Negara Darurat (HTND). ............................................ 5

B. Asas-asas dari Hukum Tata Negara Darurat (HTND). ...................................... 8

C. Jenis-jenis Hukum Tata Negara Darurat (HTND)............................................ 10

D. UU yang mengatur & Penggolongannya. ........................................................ 12

E. Contoh kasus dari Hukum Tata Negara Darurat (HTND). ............................... 14

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 16

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 16

B. Saran ................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi Negara Dalam Keadaan Darurat dan berbagai norma hukum yang

ditentukan berlaku dalam keadaan darurat itu penting untuk dipelajari secara

tersendiri. Oleh Karena itu, di dunia akademis, Khususnya Hukum Tata Negara,

perlu dibedakan antara Hukum Tata Negara yang berlaku dalam keadaan biasa atau

normal dan Hukum Tata Negara yang berlaku dalam keadaan luar biasa atau tidak

normal. Hukum Tata Negara yang terakhir inilah yang kita namakan Hukum Tata

Negara Darurat,

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian dari Hukum Tata Negara Darurat?

2. Apa saja Asas-asas Hukum Tata Negara Darurat?

3. Jenis-jenis dari Hukum Tata Negara Darurat?

4. Undang-undang yang mengatur & penggolongannya?

5. Contoh kasus dari Hukum Tata Negara Darurat?

1.3 Tujuan

1. Agar kita lebih mengetahui arti dari Hukum Tata Negara Darurat, dan apa-apa

saja yang berkaitan dengan Hukum Tata Negara Darurat (HTND).

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Tata Negara Darurat (HTND).

Herman Sihombing mengatakan bahwa Hukum Tata negara Darurat (HTN

Darurat) selaku Hukum Tata Negara Darurat dalam bahaya atau darurat, ialah

rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk

dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya

yang mengancam, kedalam kehidupan biasa.1

Meski demikian, Herman Sihombing menyadari pula bahwa defenisi

ataupun rumusan yang demikian itu bukanlah sebagai rumusan atau defenisi yang

telah lengkap atau sempurna, namun beliau mengatakan dengan definisi atau

rumusan yang demikian itu minimal sudah dapat dipakai untuk mengartikan arti

dan dan hakekat Hukum Tata Negara Darurat. Beliau melanjutkan bahwa dengan

defenisi yang yang demikian itu, unsur yang terutama harus ada dalam Hukum Tata

Negara Darurat itu ialah:2

a. Adanya bahaya negara yang patut dihadapi dengan upaya luar biasa.

b. Upaya luar biasa, pranata yang umum dan lazim tidak memadai untuk digunakan

menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada.

1
Herman.S, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, Op.cit, hlm. 1
2
Ibid., hlm.1

5
c. Kewenangan luar biasa yang diberikan dengan hukum kepada pemerintah negara

tidak secepatnya mengakhiri bahaya darurat tersebut, kembali kedalam kehidupan

normal.

d. Wewenang luar biasa itu dan Hukum Tata Negara Darurat itu adalah untuk

sementara waktu saja, sampai keadaan darurat itu dipandang tidak membahayakan

lagi.

Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa Hukum Tata Negara Darurat

itu berbeda dan memang harus dibedakan dengan Hukum Tata Negara biasa yaitu

Hukum Tata Negara yang berlaku dalam keadaan normal. Berangkat dari defenisi

dan unsur dalam Hukum Tata Negara yang dikemukakan diatas, dapatlah ditelaah

lebih jauh bahwa yang paling fundamental atau prinsipil yang membedakan antara

Hukum Tata Negara Darurat dengan Hukum Tata Negara biasa adalah syarat bahwa

adanya bahaya yang mengancam, yang harus dihadapi dengan upaya luar biasa.

Dengan demikian menjadi paralel bahwa untuk Hukum Tata Negara Darurat harus

dihadapi dan diatasi dengan upaya darurat atau luar biasa pula, atau dengan kata

lain tidak dapat dilakukan dengan upaya ataupun penanganan dalam konteks negara

dalam keadaan normal atau berlakunya Hukum Tata Negara dalam keadaan biasa

atau normal. Adapun alasan atau reasoning terhadap hal ini dijawab dalam unsur

yang kedua diatas yaitu, pranata yang umum dan lazim tidak memadai untuk

digunakan menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada. Dengan demikian

bahwa patut disadari, tidak terbantahkan bahwa penanganan negara ketika berada

dalam keadaan darurat harus menempuh upaya luar biasa.

6
Istilah Hukum Tata Negara Darurat (HTN Darurat) itu dipakai sebagai

terjemahan perkataan “staatsnoodrecht” yang membahas mengenai hukum negara

darurat atau negara dalam keadaan bahaya (nood) itu. Oleh sebab itu harus

dibedakan antara “staatsnodrecht” dengan “noodstaatsrecht”. Perkataan “nood”

dalam “staatsnoodrecht” menunjuk kepada keadan darurat negara, sedangkan

“nood” dalam perkataan “staatsrecht” menunjuk kepada pengertian keadaan

hukumnya yang bersifat darurat.

Disamping itu, pokok soal dalam “noodstaatsrecht” adalah “staatsrecht”.

Artinya, yang dipersoalkan dalam istilah “noodstaatrecht” itu adalah hukum tata

negaranya yang berada dalam keadaan darurat. Sedangkan, dalam istilah

“staatsnoodrecht” negaranya yang berada dalam keadaan darurat sehingga hukum

yang berlaku adalah hukum yang memang dimaksudkan untuk berlaku dalam

keadaan darurat. Dengan demikian, pengertian hukum yang dimaksud dalam

“staatsnoodrecht” lebih luas daripada “noodstaatsrecht’” yang hanya menyangkut

hukum tata negara saja.3

3
Kabul Arifin dkk, sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara
Darurat Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2010, Hal. 18-19.

7
B. Asas-asas dari Hukum Tata Negara Darurat (HTND).

• Asas Proklamasi

Keadaan darurat harus diumumkan atau diproklamirkan kepada seluruh

masyarakat. Bila keadaan darurat tersebut tidak diproklamirkan maka tindakan

yang diambil oleh pemerintah tidak mendapat keabsahan.

• Asas Legalitas

Asas legalitas disini berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh negara dalam

keadaan darurat. Tindakan yang diambil harus tetap dalam koridor hukum, baik

hukum nasional maupun hukum internasional.4

• Asas Komunitas

Negara yang mengalami keadaan darurat harus mengomunikasikan keadaan

tersebut kepada seluruh warga negara. Selain kepada warganya pemerintah juga

harus memberitahukan kepada negara lain secara resmi. Pemberitahuan dilakukan

melalui perwakilan negara bersangkutan dan kepada pelapor khusus PBB “special

rapporteur on state of emergency”.

• Asas Kesementaraan

Dalam penetapan keadaan darurat harus ada kepastian hukum yakni jangka waktu

pemberlakuan keadaan darurat. Hal ini dikarenakan negara dalam keadaan darurat

4
Danel Aditia Situngkir, Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Nasional Dan Hukum
Pidana Internasional, Soumatera Law Review, Volume 1, Nomor 1, 2018,

8
dapat mencederai hak dasar warga negara. Sehingga pemberlakukan keadaan

darurat harus jelas mengenai awal pemberlakuan dan waktu berakhirnya.

• Asas Keistimewaan

Ancaman Krisis yang menimbulkan keadaan darurat harus benar-benar terjadi atau

minimal mengandung potensi bahaya yang siap mengancam negara. Ancaman yang

ada haruslah bersifat istimewa tersebut karena menimbulkan ancaman terhadap

nyawa, fisik, harta benda, kedaulatan, keselamatan dan eksistensi negara, atau

kehidupan bersama dalam sebuah negara.

• Asas Proporsionalitas

Tujuan pemberlakuan keadaan darurat terhadap negara adalah agar negara dapat

mengembalikan dalam kedaan semula dengan waktu yang cepat. Oleh karena itu

tindakan yang diambil haruslah tepat sesuai dengan gejala terjadi. Jangan sampai

negara mengambil tindakan yang tidak sesuai dengan cenderung berlebihan.

• Asas Intangbility

Asas ini terkait dengan hak asasi manusia. Dalam keadaan darurat pemerintah tidak

boleh membubarkan organ pendampingannya yakni legislatif maupun yudikatif.5

• Asas Pengawasan

Pemberlakuan keadaan darurat juga harus mendapatkan kontrol. Harus mematuhi

prinsip negara hukum dan demokrasi. Parlemen harus mengawasi jalannya keadaan

darurat tidak mengurangi kewenangan mengawasi kebijakan yang diambil

5
Laurensius Arliman S, Pengadilan Hak Asasi Manusia Dari Sudut Pandang Penyelesaian
Kasus Dan Kelemahannya, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Volume 2, Nomor 1, 2017.

9
pemerintah. Jadi didalam keadaan darurat negara bisa mengurangi sebagian dari

hak asasi manusia. Tetapi negara tidak boleh mengurangi sedikitpun hak asasi

manusia diantara yakni:

1. Hak untuk hidup

2. Hak untuk tidak disiksa

3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani

4. Hak beragama

5. Hak untuk tidak diperbudak

6. Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum

7. Hak untuk dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Maka dari itu, hukum tata negara darurat menjadi penting karena terkait

dengan pelanggaran hak dasar warga negara yang mungkin terjadi dalam keadaan

darurat tersebut. Keadaan darurat membolehkan apa yang tidak dibolehkan atau

yang dilarang sebagaimana istilah “onrecht word rech”, yang awalnya tidak boleh

menjadi boleh. Kata darurat berasal dari bahasa Arab yakni “dhorurot” yang berarti

keadaan mendesak.

C. Jenis-jenis Hukum Tata Negara Darurat (HTND).

Hukum Tata Negara Darurat (staatsnoodrecht) dibagi menjadi 2 macam yaitu:

Hukum Tata Negara Darurat subjektif (staatsnoodrecht subjectip) dalam

arti subjektif yang merupakan hak negara untuk bertindak dalam arti subjektif yang

merupakan hak negara untuk bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat bisa

10
dengan cara menyimpang dari ketentuan undang-udang, dan bahkan apabila

memang diperlukan, menyimpang dari undang-undang dasar.

Hukum Tata Negara Darurat subjektif subjek utamanya adalah keadaan

darurat negara atau keadaan bahaya yang terjadi meskipun hanya disuatu daerah

tertantu saja, hal itu memberikan hak kepada negara untuk bertindak dalam

mengatasinya. Tujuan dari Hukum Tata Negara Darurat Subjektif adalah untuk

secepatnya dapat melindungi hak asasi manusia masyarakat yang terancam karena

keadaan bahaya. Hukum Tata Negara Darurat Subjektif merupakan hukum yang

tidak tertulis tetapi diakui disemua negara di dunia.

Sumber dari Hukum Tata Negara Darurat Subjektif itu adalah hak-hak asasi

manusia yang pada mulanya merupakan hukum tidak tertulis yang bersandar pada

hukum asasi sebagai hukum objektif. Namun demikian, karena pengaruh

perkembangan aliran positivisme dan ajaran tentang negara hukum formil, barulah

setelah itu berkembang istilah Hukum Tata Negara Darurat objektif.

Hukum Tata Negara Darurat objektif adalah hukum yang berlaku dalam masa

negara berada dalam keadaan darurat itu, yang diutamakan dalam HTND objektif

adalah keadaan daruratnya.

Dengan kata lain, Hukum Tata Negara Darurat objektif (staatsnoodrecht

objetip) merupakan hukum tata negara yang berlaku atau baru berlaku pada waktu

negara berada dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, atau dalam keadaan genting.

Sumber HTND Objektif sebagai dasar lahirnya adalah undang-undang yang

11
tertulis6 Lahirnya Hukum Tata Negara Darurat objektif adalah dikarenakan

berkembangnya ajaran tentang Negara hukum dalam arti formil. Dimana dalam

ajaran Negara hukum dalam arti formil dikatakan ciri-ciri Negara hukum adalah:

· Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap HAM

· Adanya pembagian kekuasaan (trias politica)

· Pemerintahan harus berdasarkan undan undang tertulis (asas legalitas)

· Adanya pengadilan administrasi

· Karena adanya ciri Negara hukum yang menyatakan bahwa pemerintahan


harus berdasarkan undang-undang tertulis, maka untuk mengatasi keadaan
bahaya perlu di buatkan suatu Undangundang tentang keadaan bahaya.7

Hukum darurat negara itu dapat berupa hukum tata negara, hukum administrasi

negara, hukum pidana, ataupun lapangan hukum perdata.

D. UU yang mengatur & Penggolongannya.

A. Penggolongan Hukum Tata Negara Darurat

Jimly Asshiddiqie menggolongkan atau mengelompokkan HukumTata Negara

Darurat itu yaitu kedalam:8

1. Hukum Tata Negara Darurat Subjektif

6
Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Medan Area (2021). “Hukum Tata
Negara Darurat” https://mh.uma.ac.id/hukum-tata-negara-darurat/. Diakses pada 14 Okt. 22.
7
Yulianti, E. “Pengertian Hukum Tata Negara Darurat”, Universitas Eka Sakti, Maret
2020, Hal. 4.
8
Kabul Arifin dkk, sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara
Darurat Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2010, Hal. 18-19.

12
2. Hukum Tata Negara Darurat Objektif

Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa, Hukum Tata Negara Darurat

Subjektif atau “staatsnoodrecht” dalam arti subjektif adalah hak, yaitu hak negara

untuk bertindak dalam keadaan darurat dengan cara menyimpang dari ketentuan

undang-undang, dan bahkan apabila memang diperlukan, menyimpang dari

Undang-Undang Dasar. Dalam banyak literatur, istilah “staatsnoodrecht” dalam arti

subjektif ini biasa disebut “staatsnoodrecht” saja, tanpa tambahan subjektif. Oleh

karena itu, jika kita menemukan istilah “staatsnoodrecht” dalam berbagai literatur,

kita dapat memahaminya dalam konteks pengertian yang bersifat subjektif itu.

Selanjutnya beliau menuturkan, berbeda dengan pengertian hukum tata negara

subjektif atau “staatsnoodrecht” dalam arti subjektif, maka yang dimaksud dengan

“staatsnoodrecht” dalam arti objektif adalah hukum yang berlaku dalam masa

negara dalam keadaan darurat itu.

B. Undang-Undang yang Mengatur Hukum Tata Negara Darurat

Untuk di Indonesia, setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959,

konstitusi Indonesia kembali ke UUD 1945. Dalam pasal 12 UUD 1945 dapat

dibentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam keadaan bahaya,

dan salah satunya Peraturan pemerintah yang dibuat adalah Peraturan Pemerintah

pengganti undang-undang No.23 tahun 1959 tentang keadaan bahaya.L.

Hukum yang mengatur tentang HTN Darurat adalah pasal 12 UUD 1945

yang mengatur tentang keadaan bahaya dan pasal 22 UUD 1945 yang menegaskan

bahwa dalam keadaan yang genting bagi negara, presiden berhak menerapan

peratutan pemerintah pengganti undang-undang.

13
E. Contoh kasus dari Hukum Tata Negara Darurat (HTND).

1. Peristiwa yang terjadi pada bulan agustus hingga pada puncaknya yaitu

pada tanggal 30 september 1962 (G-30-S). Bermula dari eskalasi politik yang kian

memanas, akibat adanya pertentangan di kalangan elite politik terhadap beberapa

permasalahan sistem ketatanegaraan antara lain : gerakan NASAKOM, perebutan

pengatuh dalam lingkar kekuasaan Presiden Soekarno, Khususnya PKI dengan

Kelompok (TNI-AD), Gerakan di tingkat akar rumput antara beberapa organisasi

massa dari berbagai unsur kemasyrakatan, agama, sosial politik, serta adanya klik-

klik dalam tubuh militer baik di intern AD maupun antarangkatan, terutama dengan

AU.

2. Proses Peralihan Kepemimpinan dari Presiden Soeharto ke Presiden B.J.

Habibie terjadi lagi gerakan massa yang sangat massif mirip apa yang terjadi pada

1965- 1966. Pada pertengahan 1998 krisis moneter melanda Indonesia. Di tengah

krisis moneter itu, Indonesia kembali mengadakan Sidang Umum MPR dengan

agenda pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dimana Soeharto menjadi calon

tunggal. Dapat dimengerti karena situasi politik pada saat itu memang sangat tidak

memungkinkan kekuatan politik menyatakan tidak kepada sosok yang sudah

berkuasa sejak tahun 1966 itu. Oleh karena itu, ia kembali sebagai Presiden untuk

masa jabatan ketujuh pada 11 Maret 1998 meski ia sendiri sudah mulai ragu. Untuk

kembali memperkuat legitimasi pemerintahan, MPR mengelurakan TAP

No.V/MPR/1998 tentang pemberian tugas dan wewenang dan Pengamanan

Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

3. Porong Sidoarjo Jawa Timur, yaitu penanganan bencana semburan

lumpur panas. Setelah setahun berlangsung, belum juga berhasil dihentikan

14
terjadilah lumpur panas itu juga jelas merupakan bencana yang banyak

menimbulkan korban jiwa,harta benfa dan lingkungan dengan segala dampak-

dampak sosialnya. Kerugian yang terjadi, bukan saja bagi PT Lapindo Brantas,

tetapi juga bagi rakyat atau penduduk sekitar dan kualitas lingkungan hidup yang

lebih luas. Untuk mengatasi keadaan yang timbul di Porong tersedia dua pilihan,

yaitu dilakukan dengan cara biasa berdasarkan peraturan perundang- undangan

yang normal (ordinary law) atau dilakukan dengan cara-cara tidak biasa

berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan yang darurat (exceptional

law). Misalnya, untuk mengatasi keadaan, Presiden menetapkan Peraturan Presiden

No. 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, artinya

negara menganggap penting bahwa masalah yang terjadi di Sidoarjo itu bersifat

khusus sehingga menganggapnya perlu diatur khusus dalam Peraturan Presiden

yang tersendiri.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum Tata Negara Darurat dalam bahaya atau darurat, ialah rangkaian pranata

dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam,

kedalam kehidupan biasa.

B. Saran

Dengan adanya pemaparan materi dari makalah ini. Kita bisa lebih memahami apa

itu Hukum Tata Negara Darurat (HTND) dan hal-hal yang berkaitan dengan Hukum

Tata Negara Darurat (HTND).

16
DAFTAR PUSTAKA

- Danel Aditia Situngkir, Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Nasional Dan
Hukum Pidana Internasional, Soumatera Law Review, Volume 1, Nomor
1, 2018.

- Laurensius Arliman S, Pengadilan Hak Asasi Manusia Dari Sudut Pandang


Penyelesaian Kasus Dan Kelemahannya, Jurnal Ilmu Hukum Tambun
Bungai, Volume 2, Nomor 1, 2017.

- Kabul Arifin. Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta: Rajawali Press, 2010

- Yulianti, E, Pengertian Hukum Tata Negara Darurat, Padang: Universitas


Eka Sakti, 2020.

- Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Medan Area (2021).


“Hukum Tata Negara Darurat” https://mh.uma.ac.id/hukum-tata-negara-
darurat/. Diakses pada 14 Okt. 22.

- Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta: Djambatan,


1996

17

Anda mungkin juga menyukai