Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengujian Peraturan
Perundang-Undangan” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami juga berterima kasih pada Ibu Dr. Tanti Kirana Utami, S.H., M.H.selaku
Dosen mata kuliah Teori Perundang-Undangan yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai jenis-jenis pengujian peraturan
perundang-undangan serta lembaga apa saja yang memiliki wewenang untuk
melakukan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia . Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik, saran, dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di kesempatan-kesempatan
berikutnya, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan di hati.
Kelompok 5
1
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................................................ 12
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia kita mengenal istilah judicial
review. Judicial review sering diartikan sebagai pengujian terhadap undang-undang
dasar. Judicial review awal mula lahir di Amerika Serikat sejak tahun 1803. Terjadi
kasus Madison vs William Marbury. Hakim John Marshal yang melahirkan putusan
judicial review. Saat itu ia ditantang oleh madison untuk melakukan pengujian
terhadap undang-undang yang ditetapkan oleh kongres. Namun di Amerika judicial
review dilakukan oleh Mahkamah Agung (Supreme Court). Amerika tidak
mengenal adanya lembaga Mahkamah Konstitusi. Judicial review telah
diperbincangkan sejak dulu oleh para founding father Indonesia antar Supomo dan
Muh Yamin. Supomo beranggapan bahwa judicial review tidak diperlukan karena
memposisikan lembaga peradilan lebih tinggi dari lembaga lain dan bertentangan
dengan konsep trias politica. Namun hal tersebut dibantah oleh Muh. Yamin ia
mengatakan bahwa judicial review itu diperlukan.
Peraturan perundang-undangan itu dibuat, disahkan lalu diberlakukan, bukan
tidak mungkin ada beberapa kepentingan-kepentingan politik yang menyertainya.
Bukan hanya itu saja, namun terkadang peraturan perundang-undangan tersebut
hanya menguntungkan kepada satu atau beberapa golongan saja, tidak untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya. Tidak sedikit di Indonesia
sering terjadi penyimpangan-penyimpangan peraturan yang menjadi hambatan dan
factor yang memperlambat urgensi laju Pembangunan. Untuk menindaklanjuti hal
ini, dikenal dengan istilah Judicial Review atau uji materiil sebuah peraturan
perundang-undangan dimana dalam sistem hukum di Indonesia, baru diadopsi
setelah amandemen UUD 1945. Sebelumnya, tidak dikenal uji materiil sebuah
peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi. 1
Kemudian untuk menjamin agar segala kepentingan-kepentingan suatu
birokrasi tersebut dapat terkendali, harus ada pengawasan yang efektif dan efisien.
Ini bertujuan untuk menyeimbangkan segala bentuk kehidupan demokrasi yang ada
3
di Negara tersebut, pengawasan ini hendaknya menjadi suatu upaya untuk
melindungi warga Negara Indonesia dari berbagai ketimpangan-ketimpangan yang
dapat merusak tatanan kehidupan demokrasi di Indonesia. Selain itu pengawasan ini
juga harus memiliki sikap yang tegas dan transparan, demi terwujudnya keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
1. Apa definisi dari pengujian peraturan perundang-undangan ?
2. Lembaga apa saja yang berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-
undangan ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk pengujian terhadap peraturan perundang-undangan ?
D. Kegunaan Makalah
1. Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai definisi dari segi istilah maupun
definisi menurut pakar hukum mengenai pengujian peraturan perundang-
undangan
2. Untuk memberikan penjelasan mengenai macam-macam lembaga yang
berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-undangan.
3. Untuk meningkatkan kemampuan analisa berbagai bentuk jenis pengujian
peraturan perundang-undangan
4
E. Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan adalah metode kuantitatif yaitu mengutip dari Buku
yang berjudul
5
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis, istilah hak menguji bersal dari bahasa belanda yaitu
toetsingsrecth , yang berarti hak kewenangan untuk menguji atau hak uji.
Toetsingsrecth sering dikenal dengan judicial review dalam hal ini review disebut
dengan pengujian kembali atau peninjauan kembali, lalu judicial adalah pengujian
kembali atau peninjauan kembali yang menunjuk kepada hakim atau lembaga
yudisial.
Judicial review, menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam buku
Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, adalah pengujian yang dilakukan
melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma. Jimly
Asshiddiqie menjelaskan dalam bukunya bahwa dalam teori pengujian (toetsing),
dibedakan antara materiile toetsing dan formeele toetsing. Pembedaan tersebut
biasanya dikaitkan dengan perbedaan pengertian antara wet in materiile zin
(undang-undang dalam arti materiil) dan wet in formele zin (undang-undang dalam
6
arti formal). Kedua bentuk pengujian tersebut oleh UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi dibedakan dengan istilah pembentukan undang-undang dan
materi muatan undang-undang. Pengujian atas materi muatan undang-undang
adalah pengujian materiil, sedangkan pengujian atas pembentukannya adalah
pengujian formil. Jadi judicial review mencakup pengujian terhadap suatu norma
hukum yang terdiri dari pengujian secara materiil (uji materiil) maupun secara
formil (uji formil). Dan hak uji materiil adalah hak untuk mengajukan uji materiil
terhadap norma hukum yang berlaku yang dianggap melanggar hak-hak
konstitusional warga negara.3
Selain itu pengujian terhadap peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah
dilakukan oleh pemerintah itu sendiri baik dari sebelum ataupun sesudah peraturan
itu berlaku. Jika ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, suatu pengawasan atau
kontrol dibagi menjadi 2, yaitu:
3 Prof. Dr. Jimliy Asshiddiqqi, SH. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta : Konstitusi Press,
2006.
Hlm. 45.
7
Dalam pelaksanaannya di Indonesia judicial review dilakukan oleh dua
lembaga yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Dalam UUD 1945
diatur bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berhak menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar. Sedangkan Mahkamah Agung (MA) berhak menguji
produk perundang-undangan dibawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang.
Inilah letak kekurangan sistem pengujian di Indonesia yang seharusnya pengujian
seluruh peraturan perundang-undangan dilakukan oleh satu badan saja. Sehingga
putusan yang dikeluarkan tidak akan menimbulkan pertentangan.
4 Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-undangan 2: Proses dan Teknik Pembentukannya,
Yogyakarta:
Kanisius.hlm. 95.
8
3. Pengujian dalam penetapan vonis (judgement)
Selain itu, keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya
pemerintahan negara yang stabil dan merupakan koreksi terhadap pengalaman
kehidupan ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan tafsir ganda terhadap
konstitusi. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa “MK berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD”, dalam pasal tersebut sudah
jelas bahwa MK memiliki kewenangan pengujian undang-undang. Namun,
seiring berjalannya waktu muncul pro-kontra tentang kewenangan MK dalam
menguji undang-undang yang mengatur eksistensinya. Pro-kontra ini diawali
dengan putusan MK No.004/PUU-I/2003 perihal pengujian Undang-undang
No.14 Tahun 1985 yang menyatakan bahwa MK berwenang menguji undang-
undang tersebut dan mengenyampingkan Pasal 50 UU MK No.24/2003.
Berawal dari putusan tersebut, Putusan MK No. 066/PUU-II/2004
menjadi langkah awal “keberanian” MK dalam menguji undang-undang yang
mengatur eksistensinya, sebab putusan tersebut menyatakan batal Pasal 50 UU
MK No.24/2003 “Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah
undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD 1945”.
9
peraturan yang bersifat khusus dapat dinyatakan tetap berlaku oleh hakim,
meskipun isinya bertentangan dengan materi peraturan yang bersifat umum.
10
UUD dan UU Mahkamah Konstitusi. UUD memberikan hak kepada masyarakat
untuk dapat mengajukan pengujian undang-undang baik materiil maupun formil
atas suatu undang-undang kepada MK. Sedangkan, pengujian peraturan
perundang-undangan dibawah UU, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, dan Peraturan Daerah kewenangan menguji baik secara materiil
maupun formil peraturan perundang-undangan di bawah UU berada pada
Mahkamah Agung. Pengujian Undang-undang secara materiil adalah pengujian
materi muatan dalam ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang terhadap
UUD. Pengujian ini untuk membuktikan apakah materi dalam suatu undang-
undang baik berupa ayat, pasal atau bagian dari undang-undang bertentangan
dengan materi UUD.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Judicial Review adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga
peradilan terhadap kebenaran suatu norma. yakni menguji bertentangan-tidaknya
suatu undang-undang terhadap konstitusi, dan peraturan UU dengan UU yang lebih
tinggi. Sementara Sri Soemantri berpendapat bahwa Hak menguji materiil adalah
suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan
perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende acht) berhak
mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Jadi hak menguji materiil ini berkenaan
dengan isi dari suatu peraturan dalam hubungannya dengan peraturan yang lebih
tinggi derajatnya.
12
Daftar Pustaka
REFERENSI BUKU
2. Ismail Hasani & Prof. Dr. A. Gani Abdullah, SH. Pengantar Ilmu Perundang-
undangan, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
JURNAL :
13