Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengujian Peraturan
Perundang-Undangan” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami juga berterima kasih pada Ibu Dr. Tanti Kirana Utami, S.H., M.H.selaku
Dosen mata kuliah Teori Perundang-Undangan yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai jenis-jenis pengujian peraturan
perundang-undangan serta lembaga apa saja yang memiliki wewenang untuk
melakukan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia . Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik, saran, dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di kesempatan-kesempatan
berikutnya, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan di hati.

Cianjur, 19 November 2019

Kelompok 5

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 3

B. Identifikasi Masalah ................................................................................................................ 4

C. Maksud dan Tujuan ................................................................................................................. 4

D. Kegunaan Makalah .................................................................................................................. 4

E. Metode Penelitian ................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 6

A. Pengertian Pengujian Peraturan Perundang-undangan ......................................................... 6

B. Lembaga-Lembaga yang Berwenang dalam Pengujian Peraturan Perundang-undangan ...... 7

C. Bentuk-Bentuk Pengujian Peraturan Perundang-undangan ................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ............................................................................................................................ 12

Daftar Pustaka ................................................................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia kita mengenal istilah judicial
review. Judicial review sering diartikan sebagai pengujian terhadap undang-undang
dasar. Judicial review awal mula lahir di Amerika Serikat sejak tahun 1803. Terjadi
kasus Madison vs William Marbury. Hakim John Marshal yang melahirkan putusan
judicial review. Saat itu ia ditantang oleh madison untuk melakukan pengujian
terhadap undang-undang yang ditetapkan oleh kongres. Namun di Amerika judicial
review dilakukan oleh Mahkamah Agung (Supreme Court). Amerika tidak
mengenal adanya lembaga Mahkamah Konstitusi. Judicial review telah
diperbincangkan sejak dulu oleh para founding father Indonesia antar Supomo dan
Muh Yamin. Supomo beranggapan bahwa judicial review tidak diperlukan karena
memposisikan lembaga peradilan lebih tinggi dari lembaga lain dan bertentangan
dengan konsep trias politica. Namun hal tersebut dibantah oleh Muh. Yamin ia
mengatakan bahwa judicial review itu diperlukan.
Peraturan perundang-undangan itu dibuat, disahkan lalu diberlakukan, bukan
tidak mungkin ada beberapa kepentingan-kepentingan politik yang menyertainya.
Bukan hanya itu saja, namun terkadang peraturan perundang-undangan tersebut
hanya menguntungkan kepada satu atau beberapa golongan saja, tidak untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya. Tidak sedikit di Indonesia
sering terjadi penyimpangan-penyimpangan peraturan yang menjadi hambatan dan
factor yang memperlambat urgensi laju Pembangunan. Untuk menindaklanjuti hal
ini, dikenal dengan istilah Judicial Review atau uji materiil sebuah peraturan
perundang-undangan dimana dalam sistem hukum di Indonesia, baru diadopsi
setelah amandemen UUD 1945. Sebelumnya, tidak dikenal uji materiil sebuah
peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi. 1
Kemudian untuk menjamin agar segala kepentingan-kepentingan suatu
birokrasi tersebut dapat terkendali, harus ada pengawasan yang efektif dan efisien.
Ini bertujuan untuk menyeimbangkan segala bentuk kehidupan demokrasi yang ada

1 Armenyasir,S.H.,MM.Hum,Hukum Perundang-Undangan,Jakarta, 2013,hal: 59

3
di Negara tersebut, pengawasan ini hendaknya menjadi suatu upaya untuk
melindungi warga Negara Indonesia dari berbagai ketimpangan-ketimpangan yang
dapat merusak tatanan kehidupan demokrasi di Indonesia. Selain itu pengawasan ini
juga harus memiliki sikap yang tegas dan transparan, demi terwujudnya keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Identifikasi Masalah
1. Apa definisi dari pengujian peraturan perundang-undangan ?
2. Lembaga apa saja yang berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-
undangan ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk pengujian terhadap peraturan perundang-undangan ?

C. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami definisi dari segi istilah maupun definisi menurut para pakar hukum
mengenai pengujian peraturan perundang-undangan.
2. Mampu mengidentifikasi lembaga apa saja yang berwenang melakukan
pengujian peraturan perundang-undangan.
3. Mampu menganalisis dan membedakan bentuk-bentuk pengujian peraturan
perundang-undangan

D. Kegunaan Makalah
1. Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai definisi dari segi istilah maupun
definisi menurut pakar hukum mengenai pengujian peraturan perundang-
undangan
2. Untuk memberikan penjelasan mengenai macam-macam lembaga yang
berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-undangan.
3. Untuk meningkatkan kemampuan analisa berbagai bentuk jenis pengujian
peraturan perundang-undangan

4
E. Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan adalah metode kuantitatif yaitu mengutip dari Buku
yang berjudul

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengujian Peraturan Perundang-undangan


Reisman memberikan suatu pendapat, hukum merupakan suatu proses
keputusan yang berasal dari lembaga yang memiliki otoritas dan berwenang, oleh
sebab itu hukum dalam hal ini undang-undang harus menyesuaikan diri dengan
harapan - harapan yang dituntut dan dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat ,
dalam hal ini pengujian peraturan perundang undangan merupakan suatu proses
keputusan yang berasal dari suatu lembaga atau otoritas yang diberikan mandat
untuk merancang suatu peraturan agar menyalurkan harapan – harapan yang akan
diwujudkan melalui mekanisme pengujian peraturan perundang – undangan.2

Pengujian peraturan perundang undangan, yaitu:

1. Pengujian oleh badan perdailan (judicial review)


2. Pengujian oleh badan yang sifatnya politik (political review)
3. Pengujian oleh pejabat atau badan administrasi (administrative review)

Secara etimologis, istilah hak menguji bersal dari bahasa belanda yaitu
toetsingsrecth , yang berarti hak kewenangan untuk menguji atau hak uji.
Toetsingsrecth sering dikenal dengan judicial review dalam hal ini review disebut
dengan pengujian kembali atau peninjauan kembali, lalu judicial adalah pengujian
kembali atau peninjauan kembali yang menunjuk kepada hakim atau lembaga
yudisial.

Judicial review, menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam buku
Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, adalah pengujian yang dilakukan
melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma. Jimly
Asshiddiqie menjelaskan dalam bukunya bahwa dalam teori pengujian (toetsing),
dibedakan antara materiile toetsing dan formeele toetsing. Pembedaan tersebut
biasanya dikaitkan dengan perbedaan pengertian antara wet in materiile zin
(undang-undang dalam arti materiil) dan wet in formele zin (undang-undang dalam

2. Menachem Mautner. “Michael Reisman’s Jurisprudence of Suspicion”. The Yale Journal Of


International Law,Vol. 34: 505, 2009, hlm. 506.

6
arti formal). Kedua bentuk pengujian tersebut oleh UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi dibedakan dengan istilah pembentukan undang-undang dan
materi muatan undang-undang. Pengujian atas materi muatan undang-undang
adalah pengujian materiil, sedangkan pengujian atas pembentukannya adalah
pengujian formil. Jadi judicial review mencakup pengujian terhadap suatu norma
hukum yang terdiri dari pengujian secara materiil (uji materiil) maupun secara
formil (uji formil). Dan hak uji materiil adalah hak untuk mengajukan uji materiil
terhadap norma hukum yang berlaku yang dianggap melanggar hak-hak
konstitusional warga negara.3

Disamping melalui badan peradilan, ada beberapa negara yang melakukan


pengujian terhadap UU yang sudah berlaku atau UU yang belum diundangkan
kepada badan yang bukan yudisial, dan badan tersebut dinamakan Badan Politik.

Selain itu pengujian terhadap peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah
dilakukan oleh pemerintah itu sendiri baik dari sebelum ataupun sesudah peraturan
itu berlaku. Jika ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, suatu pengawasan atau
kontrol dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Kontrol A-priori, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum


dikeluarkannya suatu keputusan pemerintah atau peraturan lainnya.
2. Kontrol A-posteriori, yaitu pengawasan yang dilakukan setelah terjadinya
suatu tindakan atau perbuatanpemerintah.

B. Lembaga-Lembaga yang Berwenang dalam Pengujian Peraturan Perundang-


undangan
1. Mahkamah Konstitusi (MK)
2. Mahkamah Agung (MA)
3. Dewan Perwakilan Rakyat
4. Departemen Dalam Negeri

3 Prof. Dr. Jimliy Asshiddiqqi, SH. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta : Konstitusi Press,
2006.
Hlm. 45.

7
Dalam pelaksanaannya di Indonesia judicial review dilakukan oleh dua
lembaga yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Dalam UUD 1945
diatur bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berhak menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar. Sedangkan Mahkamah Agung (MA) berhak menguji
produk perundang-undangan dibawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang.
Inilah letak kekurangan sistem pengujian di Indonesia yang seharusnya pengujian
seluruh peraturan perundang-undangan dilakukan oleh satu badan saja. Sehingga
putusan yang dikeluarkan tidak akan menimbulkan pertentangan.

Ruang lingkup Judicial Review/Toetsingrecht di Indonesia terbagi menjadi 3,


yaitu :
1. Peraturan Perundang-undangan (regeling) :
a. Menguji undang-undang terhadap UUD dilakukan oleh MK (Constitutional
Review)
b. Menguji peraturan perundang-undang di bawah undang-undang terhadap
undang-undang oleh MA

2. Pengujian keputusan (beschikking) dilakukan oleh Peradilan Tata Usaha


Negara

Dalam konteks ketatanegaraan, MK dikonstruksikan sebagai pengawal


konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional ditengah
masyarakat, MK bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati
dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan
bertanggung jawab, ditengah kelemahan sistem konstitusi yang ada MK
berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai
keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat”.

Fungsi MK yaitu sebagai pengawal konstitusi, penafsir konstitusi, juga adalah


pengawal demokrasi (the guardian and the sole interpreter of the constitution,
as well as guardian of the process of democratization).4

4 Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-undangan 2: Proses dan Teknik Pembentukannya,
Yogyakarta:
Kanisius.hlm. 95.

8
3. Pengujian dalam penetapan vonis (judgement)
Selain itu, keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya
pemerintahan negara yang stabil dan merupakan koreksi terhadap pengalaman
kehidupan ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan tafsir ganda terhadap
konstitusi. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa “MK berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD”, dalam pasal tersebut sudah
jelas bahwa MK memiliki kewenangan pengujian undang-undang. Namun,
seiring berjalannya waktu muncul pro-kontra tentang kewenangan MK dalam
menguji undang-undang yang mengatur eksistensinya. Pro-kontra ini diawali
dengan putusan MK No.004/PUU-I/2003 perihal pengujian Undang-undang
No.14 Tahun 1985 yang menyatakan bahwa MK berwenang menguji undang-
undang tersebut dan mengenyampingkan Pasal 50 UU MK No.24/2003.
Berawal dari putusan tersebut, Putusan MK No. 066/PUU-II/2004
menjadi langkah awal “keberanian” MK dalam menguji undang-undang yang
mengatur eksistensinya, sebab putusan tersebut menyatakan batal Pasal 50 UU
MK No.24/2003 “Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah
undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD 1945”.

C. Bentuk -Bentuk Pengujian Peraturan Perundang-undangan


Menurut pendapat dari Prof. Jimly Asshiddiqie pengujian terhadap undang-
undang ada dua macam bentuk yaitu pengujian materiil dan pengujian formil.

1. Pengujian materiil (materiele toetsingrecht)


Pengujian materiil yaitu suatu pengujian atas bagian undang-undang
yang bersangkutan. Bagian tersebut dapat berupa bab, ayat, pasal, atau kata
bahkan kalimat dalam suatu pasal atau ayat dalam sebuah undang-undang.
Dasar dari suatu pengujian materil berkaitan dengan kemungkinan pertentangan
materi suatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun
menyangkut kekhususan-kekhususan yang dimiliki suatu aturan dibandingkan
dengan norma-norma yang berlaku umum. Misalnya menggunakan asas – asas
hukum salah satunya yaitu ‘lex specialis derogate lex generalis’, maka suatu

9
peraturan yang bersifat khusus dapat dinyatakan tetap berlaku oleh hakim,
meskipun isinya bertentangan dengan materi peraturan yang bersifat umum.

2. Pengujian formil (formele toetsingrecht)


Pengujian formil yaitu suatu pengujian yang dilakukan terhadap format dan
aspek-aspek formalisasi substansi norma yang diatur itu menjadi suatu bentuk
hukum tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ,Sehingga
substansi norma hukum yang dimaksud menjadi mengikat untuk umum. Dengan
kata lain pengujian formil biasanya terkait dengan soal-soal prosedural dan
berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi yang membuatnya. Hakim dapat
membatalkan suatu peraturan yang ditetapkan dengan tidak mengikuti aturan
resmi tentang pembentukan peraturan yang bersangkutan. Hakim juga dapat
menyatakan batal suatu peraturan yang tidak ditetapkan oleh lembaga yang
memang memiliki kewenangan resmi untuk membentuknya.5

Kedua bentuk pengujian tersebut oleh UU No. 24 Tahun 2003 tentang


Mahkamah Konstitusi dibedakan dengan istilah pembentukan undang-undang dan
materi muatan undang-undang. Pengujian atas materi muatan undang-undang
adalah pengujian materiil, sedangkan pengujian atas pembentukannya adalah
pengujian formil. Jadi judicial review mencakup pengujian terhadap suatu norma
hukum yang terdiri dari pengujian secara materiil (uji materiil) maupun secara
formil (uji formil). Dan hak uji materiil adalah hak untuk mengajukan uji materiil
terhadap norma hukum yang berlaku yang dianggap melanggar hak-hak
konstitusional warga negara.6

Pengujian peraturan perundang-undangan merupakan pengenalan dasar


tentang judicial review (uji materiil sebuah peraturan perundang-undangan), yang
di dalam sistem hukum di Indonesia, baru diadopsi setelah amandemen UUD
1945.7. Pengujian Undang-Undang dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia
merupakan salah satu bentuk kewenangan MK. Kewenangan ini diatur dalam

5 Ibid., hlm. 46.


6 Ismail Hasani & Prof. Dr. A. Gani Abdullah, SH. Pengantar Ilmu Perundang-undangan, FSH UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2006
7 Prof. Dr. Jimliy Asshiddiqqi, SH. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta : Konstitusi Press,
2006.

10
UUD dan UU Mahkamah Konstitusi. UUD memberikan hak kepada masyarakat
untuk dapat mengajukan pengujian undang-undang baik materiil maupun formil
atas suatu undang-undang kepada MK. Sedangkan, pengujian peraturan
perundang-undangan dibawah UU, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, dan Peraturan Daerah kewenangan menguji baik secara materiil
maupun formil peraturan perundang-undangan di bawah UU berada pada
Mahkamah Agung. Pengujian Undang-undang secara materiil adalah pengujian
materi muatan dalam ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang terhadap
UUD. Pengujian ini untuk membuktikan apakah materi dalam suatu undang-
undang baik berupa ayat, pasal atau bagian dari undang-undang bertentangan
dengan materi UUD.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Judicial Review adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga
peradilan terhadap kebenaran suatu norma. yakni menguji bertentangan-tidaknya
suatu undang-undang terhadap konstitusi, dan peraturan UU dengan UU yang lebih
tinggi. Sementara Sri Soemantri berpendapat bahwa Hak menguji materiil adalah
suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan
perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende acht) berhak
mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Jadi hak menguji materiil ini berkenaan
dengan isi dari suatu peraturan dalam hubungannya dengan peraturan yang lebih
tinggi derajatnya.

Lembaga Yang Berwenang Dalam Pengujian Peraturan Perundang-undangan


adalah sebagai berikut :
1. Mahkamah Konstitusi
2. Mahkamah Agung
3. Dewan Perwakilan Rakyat
4. Departemen Dalam Negeri

Kemudian dalam melakukan judicial review dilakukan dengan 2 bentuk


pengujian yaitu :
Pengujian materiil yaitu suatu pengujian atas bagian undang-undang yang
bersangkutan. Bagian tersebut dapat berupa bab, ayat, pasal, atau kata bahkan
kalimat dalam suatu pasal atau ayat dalam sebuah undang-undang .

12
Daftar Pustaka

REFERENSI BUKU

1. Armenyasir,S.H.,MM.Hum,Hukum Perundang-Undangan, Jakarta, 2013

2. Ismail Hasani & Prof. Dr. A. Gani Abdullah, SH. Pengantar Ilmu Perundang-
undangan, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

3. Prof. Dr. Jimliy Asshiddiqqi, SH. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang,


Jakarta : Konstitusi Press, 2006.

4. Sri Soemantri M, Hak Uji Material di Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung:


1997

5. Maria Farida Indrati, , Ilmu Perundang-undangan 2: Proses dan Teknik


Pembentukannya, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

JURNAL :

1. Menachem Mautner. “Michael Reisman’s Jurisprudence of Suspicion”. The


Yale Journal Of International Law, Vol. 34: 505, 2009
2. Moh. Mahfud MD., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
Konstitusi, Jakarta: LP3ES, 2007, h. 17.
3. Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi (Menguatnya Model Legislasi
Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia), Jakarta: PT Radja Garfindo
Persada, 2010, h. 7.

13

Anda mungkin juga menyukai