Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG – UNDANG ”

( Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi )
Dosen : Amin Nurjamin, S.H., M.H.

Disusun oleh :
Ahmad Kholis Maini NIM : 1153050007
Fikri Haroki Almanar NIM : 1153050037
Ilham Dwianaputra NIM : 1153050049
M. Gian Nur Hawari NIM : 1153050074
Taupiq Nugraha NIM : 1153050117

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas rahmat dan hidayah yang telah Allah berikan
kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu
yang telah diberikan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang
“Hukum Acara Pengujian Undang – Undang ”
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat membantu. mahasiswa dalam proses
pembelajaran.
Saya menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
keritik dan saran dari saudara atau saudari sangat saya harapkan untuk
kesempurnaan makalah pada kemudian hari.

Bandung, April 2018

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... I


DAFTAR ISI .......................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan.................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3
A. Pengujian Formil dan Materil ........................................... 3
B. Kedudukan Hukum Pemohon ........................................... 3
C. Posisi Pembentuk UU dalam Persidangan ....................... 4
D. Keterangan Tambahan....................................................... 4
E. Proses Persidangan dan Pembuktian ................................. 5
F. Putusan ............................................................................... 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..................................................................... 8
B. Kritik dan Saran ............................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia kita mengenal istilah judicial
review. Judicial review sering diartikan sebagai pengujian terhadap undang-undang
dasar. Judicial review awal mula lahir di Amerika Serikat sejak tahun 1803. Terjadi
kasus madison vs william marbury. Hakim john marshal yang melahirkan putusan
judicial review. Saat itu ia ditantang oleh madison untuk melakukan pengujian terhadap
undang-undang yang ditetapkan oleh kongres. Namun di Amerika judicial review
dilakukan oleh Mahkamah Agung (Supreme court). Amerika tidak mengenal adanya
lembaga Mahkamah Konstitusi. Judicial review telah diperbincangkan sejak dulu oleh
para founding father Indonesia antar Supomo dan Muh Yamin. Sopomo beranggapan
bahwa judicial review tidak diperlukan karena memposisikan lembaga peradilan lebih
tinggi dari lembaga lain dan bertentangan dengan konsep trias politica. Namun hal
tersebut dibantah oleh Muh. Yamin ia mengatakan bahwa judicial review itu
diperlukan.

Peraturan perundang-undangan itu dibuat, disahkan lalu diberlakukan, bukan


tidak mungkin ada beberapa kepentingan-kepentingan politik yang menyertainya.
Bukan hanya itu saja, namun terkadang peraturan perundang-undangan tersebut hanya
menguntungkan kepada satu atau beebrapa golongan saja, tidak untuk kesejahteraan
masyarakat Indonesia pada umumnya. Tidak sedikit di Indonesia sering terjadi
penyimpangan-penyimpangan peraturan yang menjadi hambatan dan factor yang
memperlambat urgensi laju Pembangunan. Maka untuk menjamin, agar segala
kepentingan-kepentingan suatu birokrasi tersebut dapat terkendali, harus ada
pengawasan yang efektif dan efisien. Ini bertujuan untuk menyeimbangkan segala
bentuk kehidupan demokrasi yang ada di Negara tersebut, pengawasan ini hendaknya
menjadi suatu upaya untuk melindungi warga Negara Indonesia dari berbagai
ketimpangan-ketimpangan yang dapat merusak tatanan kehidupan demokrasi di
Indonesia. Selain itu pengawasan ini juga harus memiliki sikap yang tegas dan
transparan, demi terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk
menindaklanjuti hal ini, dikenal dengan istilah Judicial Review atau uji materiil sebuah
peraturan perundang-undangan dimana dalam sistem hukum di Indonesia, baru

-1-
diadopsi setelah amandemen UUD 1945. Sebelumnya, tidak dikenal uji materiil sebuah
peraturan perundang-udangan terhadap konstitusi. 1

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimanakah Pengujian Undang – Undang ?
B. Bagaimana Proses Persidangan dan Pembuktian Pengujian Undang – Undang ?
C. Bagaimana Putusan Yang Dikeluarkan Mahkamah Konstitusi Terkait dengan
Pengujian Undang – Undang ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengujian undang – undang.
2. Untuk mengetahui proses persidangan dan pembuktian pengujian undang – undang.
3. Untuk mengetahui putusan yang dikeluarkan MK terkait dengan pengujian UU.

1
Armenyasir,S.H.,MM.Hum,Hukum Perundang-Undangan,2013 hal 59

-2-
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengujian Undang – Undang
a. Pengujian formil dan materil
1. Pengujian materil
Pengujian materiil yaitu suatu pengujian atas bagian undang-undang yang
bersangkutan. Bagian tersebut dapat berupa bab, ayat, pasal, atau kata bahkan kalimat
dalam suatu pasal atau ayat dalam sebuah undang-undang. Dasar dari suatu pengujian
materil berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan
peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan-kekhususan yang
dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku umum.
Misalnya menggunakan asas – asas hukum salah satunya yaitu ‘lex specialis derogate
lex generalis’, maka suatu peraturan yang bersifat khusus dapat dinyatakan tetap
berlaku oleh hakim, meskipun isinya bertentangan dengan materi peraturan yang
bersifat umum.

2. Pengujian Formil

Pengujian formil yaitu suatu pengujian yang dilakukan terhadap format dan
aspek-aspek formalisasi substansi norma yang diatur itu menjadi suatu bentuk hukum
tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ,Sehingga substansi norma
hukum yang dimaksud menjadi mengikat untuk umum. Dengan kata lain Pengujian
formil biasanya terkait dengan soal-soal prosedural dan berkenaan dengan legalitas
kompetensi institusi yang membuatnya. Hakim dapat membatalkan suatu peraturan yang
ditetapkan dengan tidak mengikuti aturan resmi tentang pembentukan peraturan yang
bersangkutan. Hakim juga dapat menyatakan batal suatu peraturan yang tidak ditetapkan
oleh lembaga yang memang memiliki kewenangan resmi untuk membentuknya.2
b. Kedudukan hukum pemohon
Pemohon dapat memperoleh kedudukan hukum dalam perkara pengujian undang –
undang bilamana syarat formil dan material nya terpenuhi , kedudukan hukum (legal
standing) dapat dilihat dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, Achmad Roestandi, , bahwa dengan merujuk pada Pasal

2
. Jimliy Asshiddiqqi,. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta : Konstitusi Press, 2006.hlm.
46.

-3-
51 UU 24/2003, MK dalam beberapa putusannya telah merumuskan kriteria agar
seseorang atau suatu pihak memiliki legal standing, yaitu:3
1. Kriteria Pertama berkaitan dengan kualifikasinya sebagai subjek hukum, dimana
pemohon harus merupakan salah satu dari subjek hukum berikut ini:
a. Perorangan warga negara;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara.
2. Kriteria kedua yang berkaitan dengan anggapan pemohon bahwa hak dan wewenang
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang dengan rincian
sebagai berikut:
a. adanya hak/kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
b. hak/kewenangan konstitusional permohon tersebut dianggap oleh pemohon telah
dirugikan oleh undang-undang yang sedang diuji;
c. kerugian tersebut bersifat khusus (spesifik) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya
undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; dan
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkan permohonan maka kerugian
konstitusional yang didalilkan tersebut akan atau tidak lagi terjadi.
c. Posisi pembentuk UU dalam persidangan
Pembentuk UU dalam persidangan berposisi sebagai saksi , yang dimintai
keterangan oleh MK, Pasal 54 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
mengatur bahwa; ”Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah
rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan/atau Presiden.”
d. Keterangan tambahan
keterangan tambahan dapat berupa : 4
1. Petunjuk

3
Achmad Roestandi. Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi. 2006.hal.43-44
4
http://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/06/soal-dan-jawaban-hukum-acara-mahkamah.html

-4-
UU MK dalam penjelasan Pasal 36 ayat 1 huruf e hanya menyebutkan
bahwa petunjuk yang dimaksud dalam ketentuan ini hanya diperoleh dari keterangan
saksi, surat, dan barang bukti.
2. Informasi elektronik
Adalah suatu alat bukti yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan , diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu.5
3. Penerjemah
Bahasa resmi yang dipakai dalam permohonan dan pemeriksaan permohonan
adalah bahasa Indonesia. Dalam hal permohonan ataupun proses pemeriksaan perkara
pengujian undang-undang itu perlu melibatkan peranan orang yang tidak dapat
berbahasa Indonesia, maka untuk mendengarkan keterangannya dalam persidangan
dapat digunakan jasa penerjemah yang bekerja di bawah sumpah. Sama seperti saksi
atau ahli, sebelum menjalankan tugasnya dalam persidangan, wajib diambil sumpahnya
sebagaimana mestinya.6

B. Proses Persidangan dan Pembuktian


Mengacu pada PMK no.6 Tahun 2005 proses nya adalah sebagai berikut :
1) Pengajuan Permohonan
Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan
ditandatangani oleh pemohon atau kuasa pemohon. Pendaftaran ini dilakukan pada
panitera MK.
2) Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera MK;
Panitera MK yang menerima pengajuan permohonan akan melakukan
pemeriksaan atas kelengkapan administrasi. Apabila dalam permohonan tersebut
syarat-syarat administrasi masih kurang, maka pemohon diberi kesempatan untuk
melengkapinya dalam waktu tujuh hari setelah pemberitahuan mengenai
ketidaklengkapan permohonan diterima oleh pemohon. Apabila dalam waktu tersebut
pemohon tidak memenuhi kelengkapan permohonannya, maka panitera membuat akta
yang menyatakan permohonan tidak diregistrasi dan diberitahukan kepaa pemohon
disertai pengembalian berkas permohonan.
3) Pencatatan permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK);

5
Pasal 36 Ayat 1 Huruf F
6
Pasal 24 PMK no 6 Tahun 2005

-5-
Panitera melakukan pencatatan permohonan yang sudah lengkap ke dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Dalam waktu paling lambat tujuh hari sejak
permohonan dicatat dalam BRPK, MK menyampaikan salinan permohonan kepada
DPR dan Presiden. Selain itu, MK juga memberitahu kepada MA mengenai adanya
permohonan pengujian undang-undang dimaksud dan meberitahukan agar MA
meberhentikan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
yang sedang diuji.
4) Pembentukan Panel Hakim
Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada Ketua
MK untuk menetapkan susunan panel hakim yang akan memeriksa perkara pengujian
undang-undang tersebut.
5) Penjadwalan Sidang;
Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dicatat dalam BRPK,
MK menetapkan hari sidang pertama untuk sidang pemeriksaan permohonan.
Penetapan ini diberitahukan kepada para pihak dan diumumkan masyarakat dengan
menempelkan pada papan pengumuman MK yang khusus untuk itu dan dalam situs
www.mahkamah konstitusi.go.id, serta disampaikan kepada media cetak dan
elektronik.Pemanggilan sidang harus sudah diterima oleh pemohon atau kuasanya
dalam jangka waktu paling lambat tiga hari sebelum hari persidangan.
6) Sidang Pemeriksaan Pendahuluan;
Sebelum memeriksa pokok perkara, MK melalui panel hakim melakukan
pemeriksaan pendahuluan permohonan untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan
materi permohonan, kedudukan hukum (legal standing) pemohon dan pokok
permohonan. Dalam pemeriksaan ini, hakim wajib memberikan nasehat kepada
pemohon atau kuasanya untuk melengkapi dan atau memperbaiki permohonan.
Pemohon diberi waktu selama 14 (empat belas) hari untuk melengkapi dan atau
memperbaiki permohonan tersebut. Nasihat yang diberikan kepada pemohon atau
kuasanya termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tertib persidangan.
Dalam hal hakim berpendapat permohonan telah lengkap dan jelas, dan/atau telah
diperbaiki, panitera menyampaikan salinan permohonan tersebut kepada Presiden, DPR
dan Mahkamah Agung.
7) Sidang pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti;
Dalam sidang pleno dan terbuka untuk umum ini, majelis hakim yang terdiri dari
sembilan hakim MK memulai pemeriksaan terhadap permohonan dan memeriksa bukti-

-6-
bukti yang sudah diajukan. Untuk kepentingan persidangan, majelis hakim wajib
memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan
dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait
dengan permohonan.Pembuktian menggunakan sistem vrijs bewijs dimana , hakim
bebas menentukan kekuatan alat bukti yang diajukan.

C. Putusan
Putusan MK diambil secara musyawarah mufakat dalam forum Rapat
Permusyawaratan Hakim (RPH). Dalam sidang tersebut, setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapatnya secara tertulis. Apabila musyawarah
tidak menghasilkan putusan maka musyawarah ditunda sampai dengan musyawarah
hakim berikutnya. Selanjutnya apabila dalam musyawarah ini masih belum bisa diambil
putusan secara musyawarah mufakat maka putusan diambil berdasarkan suara
terbanyak. Ketua sidang berhak menentukan putusan apabila mekanisme suara
terbanyak juga tidak dapat mengambil putusan.
Putusan MK berkaitan dengan pengajuan permohonan pengujian undang-
undang dapat berupa:
a. Dikabulkan;
Apabila materi muatan yang terdapat dalam undang-undang melanggar UUD
dan apabila pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan pembentukan
undang-undang berdasarkan UUD;
b. Ditolak;
Apabila dalam persidangan terbukti bahwa ternyata undang-undang yang oleh
pemohon diajukan uji materil baik pembentukan maupun materinya tidak bertentangan
dengan UUD;
c. Tidak diterima;
Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang tidak
dipenuhi. Apabila sebuah permohonan pengujian undang-undang dikabulkan, maka
undang-undang, pasal, ayat atau bagian dari sebuah undang-undang yang diajukan
tersebut menjadi tidak berlaku. MK merupakan sebuah lembaga peradilan yang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusannya bersifat final. Tidak ada
upaya hukum yang bisa ditempuh para pihak yang tidak puas dengan putusan MK.7

7
http://abdkarno.blogspot.co.id/2015/11/makalah-konstitusi-tentang-pengujian.html

-7-
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pengujian UU adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan
terhadap kebenaran suatu norma. yakni menguji bertentangan-tidaknya suatu undang-undang
terhadap konstitusi, dan peraturan UU dengan UU yang lebih tinggi, yang terbagi menjadi 2
macam yaitu pengujian formil , dan pengujian materil.Pemohon hanya dapat memperoleh
kedudukan hukum apabila memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana yang telah
diterapkan oleh peraturan perundang – undangan , posisi pembentuk UU dalam hal ini adalah
sebagai saksi ahli yang mewakili pemerintah, adapun keterangan tambahan diperoleh dari
petunjuk , informasi elektronik , dan penerjemah.
Proses persidangan pengujian uu meliputi pengajuan permohonan, pemeriksaan
kelengkapan permohonan oleh panitera mk, pencatatan permohonan dalam buku registrasi
perkara konstitusi (brpk); pembentukan panel hakim, penjadwalan sidang, sidang pemeriksaan
pendahuluan, sidang pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti;dan putusan
Putusan MK berkaitan dengan pengajuan permohonan pengujian undang-undang dapat
berupa diterima , ditolak, tidak diterima

B. Kritik dan Saran


Kami dari kelompok I yang telah menyusun makalah ini , hanyalah manusia biasa yang
tidak luput dari adanya kekhilafan dan kesalahan , kiranya kesalahan yang ada pada kelompok
kami mohon diperbaiki dan adanya kekurangan pada kelompok kami mohon untuk dilengkapi,
dan materi yang ada pada makalah ini semoga bermanfaat bagi penambahan wawasan pembaca
mengenai Hukum Pengujian UU.

-8-
DAFTAR PUSTAKA
A. Dari sumber buku
Achmad Roestandi. Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab. Jakarta: Sekretariat Jendral
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 2006.

Armenyasir, ,Hukum Perundang-Undangan,2013

Jimliy Asshiddiqqi,. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta : Konstitusi Press,


2006

B. Dari peraturan perundang- undangan

PMK No. 6 Tahun 2005

Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003

C. Dari sumber internet

http://abdkarno.blogspot.co.id/2015/11/makalah-konstitusi-tentang-pengujian.html ( diakses
24 April 2018 Pukul 19.00

http://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/06/soal-dan-jawaban-hukum-acara-
mahkamah.html ( diakses 24 April 2018 Pukul 13.00 )

Anda mungkin juga menyukai