PENGADILAN HAM
KUSWANI DKK.
Kasus posisi
Pada tanggal 4 april 1999 massa pro kemerdekaan pimpinan jacinto da costa
melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah milik kelompok pro integrasi.
Pembakaran tersebut dilakukan karena massa bmp dianggap telah melakukan
pembakaran terhadap rumah kelompok pro kemerdekaan dan membunuh salah satu
anggota kelompok pro kemerdekaan.
Pada tanggal 5 april 1999 massa dari kelompok pro integrasi dan kelompok
pro kemerdekaan mengungsi ke kediaman pastor rafael. Pastor henry mengatakan
bahwa kelompok massa bmp akan datang menyerang. Kelompok pro kemerdekaan
pimpinan jacinto da costa kemudian berangkat ke perbatasan maubara-liquisa untuk
mengatasi rencana penyerangan kelompok pro integrasi bmp.
Namun pada saat bertemu di batu blete, pihak kelompok pro integrasi bmp
dibantu TNI telah menembak anggota kelompok pro kemerdekaan dan menyebabkan
tujuh orang tewas. Hingga pukul 13.00 wita massa bmp, TNI dan Polri melakukan
penembakan ke udara dan membuat pengungsi dari kelompok pro kemerdekaan
panik.
Pada hari selasa tanggal 6 april 1999 pukul 07.00 wita, sebanyak 300 orang
kelompok massa pro integrasi bmp pimpinan manuel saosa mulai berkumpul di
kediaman pastor rafael dengan membawa senjata api dan senjata rakitan. Pukul 08.00
wita kelompok bmp dan pastor rafael didatangi dua orang anggota Brimob, yaitu
damianus dapa dan fransiskus salamali meminta jacinto da costa dan gregorio dos
santos untuk diserahkan kepada kelompok pro integrasi bmp.
Tetapi keinginan itu ditolak oleh pastor rafael. Pukul 11.30 WITA datang lima
orang anggota Polri pimpinan lettu. Pol. Jhon rea dan meminta agar jacinto da costa
diserahkan. Pastor rafael bersedia menyerahkan hanya jika mereka dibawa ke polda
timor-timur dan dili, dan massa bmp ditarik dari liquisa. Massa bmp juga melakukan
ancaman-ancaman untuk menyerang gereja. Jhon rea kemudian menyampaikan kabar
itu ke markas kodim 1638 dan juga melaporkan bahwa massa bmp akan menyerang
gereja apabila hingga pukul 12.00 jacinto tidak diserahkan.
Namun ketika jhon rea hendak menyampaikan kabar itu, terdengar tembakan
dari arah gereja, da para pengungsi berhamburan ke luar. Kemudian disusul dengan
penyerangan ke dalam gereja oleh kelompok bmp. Kejadian tersebut mengakibatkan
jatuh korban sebanyak 22 orang meninggal dunia dan tujuh orang luka-luka.
A. Dakwaan kumulatif
Dakwaan kesatu
2. Dakwaan subsidair : Melanggar pasal 42 ayat (1) jis pasal 7 huruf b, pasal
9
Melanggar pasal 42 ayat (2) jis pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a, pasal 37
Undang-undang nomor 26 tahun 2000.
Melanggar pasal 42 ayat (2) jis pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a, pasal 37
Undang-undang nomor 26 tahun 2000.
Dakwaan kedua
Primair
Pasal 42 jis pasal 7 huruf b, pasal 9 hururf h, jis., pasal 40 undang - Undang
nomor 26 tahun 2000 jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 2 kuhp.
Subsidair
Melanggar pasal 42 ayat (1) jis pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf h jis., pasal 40
Melanggar pasal 42 ayat (2) jis pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf h, pasal 40 undang-
Melanggar pasal 42 ayat (2) jis pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf h, pasal 40 undang-
Permasalahan yang akan dianalisa dalam putusan ini adalah penentuan pasal-
pasal yang didakwakan terhadap terdakwa. Dalam teknik penyusunan pasal yang
Didakwakan, pada beberapa dakwaan terlihat bahwa jpu mencampur adukkan pasal
dari Undang-undang nomor 26 tahun 2000 dengan pasal 55 KUHP tentang
penyertaan. Hal ini menunjukkan bahwa jpu tidak cermat dan tidak paham mengenai
makna pembentukan undang-undang nomor 26 tahun 2000.
Selain Itu, pasal 10 menyatakan selain tidak ditentukan lain oleh UU ini maka
hukum acara yang berlaku di pengadilan HAM untuk beracara adalah hukum acara
pidana. Pernyataan ini mengindikasikan basis pengadilan HAM untuk beracara tetap
mengandalkan hukum acara pidana yang berlaku di peradilan umum.
Pengadilan HAM adalah jenis pengadilan baru dan jam terbang para penegak
Hukum di bidang ini boleh dibilang belum banyak. Pengalaman bertahun-tahun dalam
beracara di peradilan umum belum cukup untuk menjamin terciptanya proses
pengadilan HAM yang dapat memenuhi standar internasional. Diperlukan
pengetahuan dan kemampuan yang baik untuk dapat memahami konsep-konsep dari
pelanggaran HAM berat dan juga pelaksanaan beracaranya.
Sesuai dakwaan pada perkara ini, jpu mendakwa para terdakwa dengan
dakwaan pelanggaran kejahatan terhadap kemanusiaan. Mengingat konsep kejahatan
terhadap kemanusiaan yang ada di pasal 9 undang- Undang nomor 26 tahun 2000
diambil atau diadopsi dari instrumen HAM Internasional, maka kita juga tidak dapat
melepaskan pengaturan batasan-batasaan mengenai konsep kejahatan terhadap
kemanusiaan dari batasan-batasan yang dikeluarkan atau diatur oleh pengadilan
pidana internasional yang memeriksa dan mengadili perkara serupa.
Unsur-unsur dari kejahatan terhadap kemanusiaan yang dapat ditelaah lebih Lanjut
berdasarkan pasal 9 undang-undang nomor 26 tahun 2000 antara lain:
1. Unsur perbuatan.
Perbuatan dalam suatu tindak pidana adalah elemen yang penting yang dapat
Menjuruskan apakah suatu peristiwa merupakan peristiwa pidana atau bukan. Pelaku
perbuatan pidana adalah orang yang dapat mempertanggungjawabkan Perbuatannya.
Berkaitan dengan adanya suatu perbuatan, tindak pidana dapat Dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain:
A. Dilakukan dengan perbuatan aktif atau biasa disebut dengan delik komisi.
Artinya si pelaku melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan
perbuatan Yang aktif.
B. Dilakukan dengan perbuatan pasif atau biasa disebut dengan delik omisi.
Artinya Pelaku melakukan tindakan melawan hukum karena perbuatan yang
seharusnya Ia lakukan namun tidak ia lakukan.
2. Bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap
Huruf a-j. dari unsur-unsur tersebut dapat dilihat bahwa hal utama yang harus
ada pada kejahatan terhadap kemanusiaan adalah adanya perencanaan yang matang
atau bias juga disebut dengan kebijakan.
Dari unsur-unsur tersebut juga dapat dilihat bahwa pada kejahatan terhadap
kemanusiaan hampir bisa dipastikan pelakunya lebih dari satu orang dan masing-
masing pelaku dapat bertindak sebagai pelaku konsepsional. Ia bertugas
merencanakan dengan matang semua serangan yang akan dilakukan, biasanya ia juga
bertindak sebagai atasan atau komandan yang memberikan perintah.
Apabila jpu tidak dapat membuktikan unsur niat bersama ini, maka perbuatan-
perbuatan tersebut hanya akan menajdi tindak pidana biasa dan bukan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Bentuk penyertaan yang digunakan jpu pada perkara ini
adalah penyertaan turut serta. Menurut doktrin, bentuk penyertaan ini memerlukan
lebih dari satu orang pelaku yang secara sadar sepakat untuk bekerja sama
mewujudkan niat bersama mereka.
Sedangkan dalam turut serta tidak ada persyaratan bahwa pelaku- pelaku yang
melakukan tindak pidana harus mempunyai hubungan atasan-bawahan. Walaupun
sepintas hubungan atasan bawahan yang menjadi salah satu unsur dari kejahatan
terhadap kemanusiaan terlihat seperti salah satu sarana yang disebutkan Dalam pasal
55 ayat 1 ke-2, yaitu mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan,
sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan, namun sebenarnya
hubungan atasan bawahan tidak sama dengan sarana tersebut.
Bawahan pada perkara kejahatan terhadap kemanusiaan sadar betul bahwa apa
yang dilakukannya memang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan ia
berniat untuk melakukan hal tersebut sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematis yang ditujukan terhadap pendududuk sipil, jadi bukan karena ia dijanjikan
sesuatu atas perbuatan yang ia lakukan tersebut.
Usulan tersebut antara lain berupa fotokopi dan alat bukti elektronik, seperti e-
mail dan juga rekaman video. Usulan Tersebut bertujuan untuk mengantisipasi
sulitnya penyelidik dan penuntut umum untuk mencari dan menghadirkan alat bukti
yang kuat untuk mendakwa para terdakwa pelanggar ham berat, terutama untuk
kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lampau, dimana biasanya
bukti-bukti yang autentik sudah hilang atau tidak layak up to date lagi untuk
dihadirkan ke persidangan dan mendukung dakwaan penuntut umum.