Anda di halaman 1dari 4

Perkawinan Campuran akibat Perpindahan Penduduk (Migration) Dalam Kaitannya dengan HAM

Aktivitas pariwisata, merupakan salah satu pendorong terjadinya migrasi. Semakian terkenal suatu
tempat sebagai destinasi wisata, maka akan banyak orang yang berkunjung dan menetap di tempat
tersebut. Indonesia pada umumnya dan Bali pada khususnya, dikenal sebagai salah satu destinasi
wisata tingkat dunia. Banyak Warga Negara Asing (WNA) yang merasa betah untuk tinggal dan
beraktivitas di Indonesai, hingga akhirnya memutuskan untuk bermigrasi atau berpindah tempat
tinggal di Indonesia, Perpindahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung membawa
dampak terhadap hak – hak mereka baik dibidang sipil, ekonomi, sosial, budaya.

Interaksi dengan penduduk lokal, seringkali berujung dengan terjadinya perkawinan campuran
antara WNA dengan Warga Negara Indonesia (WNI) yang sesungguhnya membawa akibat hukum
terhadap status hukum masing – masing pihak. Menurut Pasal 26 Ayat (1) Undang – Undang
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dalam hal terjadinya perkawinan campuran
maka Perempuan Warga Negara Indonesia kehilangan Kewarganaegaraan Republik Indonesia,
jika sebagai akibat dari perkawianan tersebut. Apakah rumusan ketentuan merupakan suatu
pelanggaran HAM terhadap perempuan Indonesia yang melakukan perkawinan campuran?

Pendapat saya:

Jika dianalisi kembali ketentuan pada pasal 26 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan adalah :

Ayat (1) : “Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya,
kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut”.

Ayat (2) : “Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya,
kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut”.

Ayat (3) : “Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan
mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut
mengakibatkan kewarganegaraan ganda”.

Ayat (4) : “Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3
(tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung”.

Jika kita melihat ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3) UU Kewarganegaraan, dapat diketahui
bahwa apabila hukum negara asal si suami memberikan kewarganegaraan kepada pasangannya
akibat perkawinan campuran, maka istri yang WNI dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia,
kecuali jika dia mengajukan pernyataan untuk tetap menjadi WNI.

Dari ketentuan tersebut, seorang wanita ataupun laki – laki Warga Negara Indonesia akan
kehilangan status kewarganegaraan jika menikah dengan suami/istri Warga Negara Asing jika
akibat perkawinan campuran tersebut Istri/Suami WNI harus mengikuti kewarganagaraan
pasangannya tersebut. Dengan kata lain istri/suami akan kehilangan WNI jika menurut hukum
negara asal Pasangannya, kewarganegaraan istri/suami WNI mengikuti kewarganegaraan
pasangan sebagai akibat perkawinan tersebut. Hal ini sejalan dengan asas kesatuan atau kesamaan
hukum dimana pasangan suami atau istri tunduk akan satu sistem hukum. Dalam ketentuan pasal
26 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan juga telah diberikan
kemudahan agar istri/suami WNI yang melakukan perkawinan campuran tetap dengan warga
negara Indonesia dengan ketentuan yang telah diatur diatas, dalam hal ini pada Undang – Undang
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan mengakui asas persamaan derajat, yang dimana
suatu perkawinan campuran tidak menyebabkan berubahnya kewarganegaraan masing – masing
pihak. Atau dengan kata lain masing – masing pihak bisa tetap dengan kewarganegarannya
tersebut.

Dari analisis diatas, ketentuan pasal 26 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan, tidaklah melanggar HAM, baik secara khusus kepada perempuan indonesia,
maupun secara umum kepada warga negara indonesia. Hal itu sejalan dengan asas kesatuan atau
kesamaan hukum dan asas persamaan derajat .

Asas kesatuan hukum adalah asas yang mengkehendaki bila terjadi perkawinan campuran
maka salah satu pihak harus mengikuti status hukum pihak lainnya sehingga terjadi kesatuan
hukum antara keduanya. Asas ini tidaklah melanggar HAM karena asas ini tidaklah bermaksud
untuk mendiskriminasi salah satu pihak atau menguntungkan salah satu pihak, tetapi asas ini
membantu agar terciptanya keharmonisan didalam keluarga melalui menyatukan hukum dari
kedua belah pihak. Dengan kesatuan hukum ini maka diantara orang yang melaksanakan
perkawinan campuran tersebut akhirnya tidak akan terdapat perbedaan yang dapat mengganggu
keutuhan, kesejahteraan, dan kesatuan keluarganya. Karena dengan kesatuan hukum yang artinya
tunduk pada hukum yang sama pasangan suami istri tersebut tidak perlu lagi merasa kesulitan
dalam melaksanakan hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Keduanya mempunyai hak
dan kewajiban yang sama baik publik maupun privat. Asas kesatuan hukum ini pun nantinya akan
berpengaruh positif pada masalah keperdataan misalnya masalah pengaturan harta kekayaan,
status anak, dan lain-lain. Tidak akan muncul kesulitan yang timbul karena perbedaan
kewarganegaraan dan perbedaan hukum. Karena itu akan baik dan bahagia sebuah rumah tangga
jika dalam keluarga tersebut memiliki kewarganegaraan yang sama yang secara otomatis tunduk
pada satu hukum yang sama.

Asas persamaan derajat terdapat pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
mengatakan “warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga Negara indonesia dapat
memperoleh kewarganegaraan republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi
warga Negara di hadapan pejabat”. Karena pada ketentuan itu Warga Negara Indonesia diberikan
kemudahan untuk memilih apakah tetap menjadi WNI atau mengikuti kewarganegaraan
pasangannya tersebut sesuai dengan ketentuan undang – undang. Jadi pada rumusan ketentuan
tersebut tidaklah melanggar Hak Asasi Manusia.
TUGAS HUKUM HAM LANJUTAN

ANITA SARASWATI (1516051008)

MADE FETTY PRIDAYANTI (1516051046)

NI LUH GEDE DEBBY ANDRIANI L. (1516051057)

NI KOMANG AYU GENDIS SARASWATI (1516051062)

NI MADE ADINDA WIKAN DEWI (1516051065)

FAKULTAS HUKUM PROGRAM REGULER SORE

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Anda mungkin juga menyukai