Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL SKRIPSI

URGENSI PENGGABUNGAN LEMBAGA ALTERNATIF


PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS) MENJADI SATU ATAP

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Metode
Penelitian Hukum Tahun 2019

Dosen Pengampu : Imam Sukadi, MH.

Oleh:

Ulya Wahidatun Nisa’


NIM 17230050

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2019
A. Latar Belakang

Dalam interaksi antara konsumen dengan Lembaga Jasa Keuangan


(LJK) yang dinamis, ditambah dengan jumlah produk dan layanan jasa
keuangan yang selalu berkembang; kemungkinan terjadinya sengketa tak
terhindarkan. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, di antaranya adalah
adalah perbedaan pemahaman antara konsumen dengan LJK mengenai suatu
produk atau layanan jasa keuangan terkait. Sengketa juga dapat disebabkan
kelalaian konsumen atau LJK dalam melaksanakan kewajiban dalam
perjanjian terkait produk atau layanan dimaksud.

Penyelesaian sengketa harus dilakukan di LJK lebih dahulu. Dalam


Peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan diatur
bahwa setiap LJK wajib memiliki unit kerja dan atau fungsi serta mekanisme
pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen1. Jika penyelesaian
sengketa di LJK tidak mencapai kesepakatan, konsumen dapat melakukan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).

Perlu diketahui, payung hukum LAPS ini berdasarkan Peraturan


OJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Enam LAPS yang beroperasi saat ini yaitu
Badan Mediasi dan Abitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Abitrase
Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP),
Lembaga Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan
Abitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI) dan
Badan Mediasi Pembiayaan dan Pergadaian Indonesia (BMPPI)2.

Saat ini, produk seperti bancassurance (bank-asuransi) dan unitlink


(asuransi-investasi) semakin populer digunakan masyarakat.

1
https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/Lembaga-Alternatif-
Penyelesaian-Sengketa.aspx diakses pada 01 november 2019
2
Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2014

1
Produk jasa keuangan tersebut juga memiliki tingkat risiko sengketa
berbeda. Dalam berbagai kasus, konsumen sering kali kebingungan
mengajukan gugatan apabila merasa dirugikan saat menggunakan produk
tersebut. Terlebih lagi, perusahaan jasa keuangan yang diadukan tersebut
lepas tangan atau menghindar dari tanggung jawab atas kerugian yang
dialami konsumen. Latar belakang terintegrasi ini karena produk jasa
keuangan semakin mingle. Misalnya, mau ambil KPR (kredit pemilikan
rumah) diikat dengan asuransi jiwa3.

Terdapat tiga layanan penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh


melalui LAPS tersebut. Pertama, sengketa dapat diselesaikan melalui jalan
mediasi atau cara penyelesaian dengan menunjuk pihak ketiga (mediator)
untuk membantu para pihak bersengketa mencapai kesepakatan.

Kedua, ajudikasi atau penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga


(ajudikator) yang berhak menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul di
antara para pihak. Putusan ajudikasi mengikat para pihak jika konsumen
menerima. Dalam hal konsumen menolak, konsumen dapat mencari upaya
penyelesaian lainnya.

Ketiga, arbitrase atau penyelesaian sengketa perdata di luar


pengadilan didasari perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Putusan arbitrase ini juga bersifat final dan mengikat
para pihak.

Ada beberapa LAPS yang belum menerima pelimpahan sengketa


atau keluhan dari konsumen yang tidak puas. Salah satunya BAMPPI yang
hingga saat ini belum menerima keluhan. Dana pensiun juga tidak ada yang
mengajukan sampai ini4. Sejak awal tahun hingga Agustus, telah ada 11
laporan yang masuk ke OJK. Pengaduan berasal dari industri perbankan,

3
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ccff431b37f9/urgensi-penggabungan-laps-dalam-
penyelesaian-sengketa-jasa-keuangan diakses pada 01 November 2019
4
https://katadata.co.id/berita/2018/09/06/ojk-akan-gabungkan-6-lembaga-penyelesaian-sengketa-
jasa-keuangan? Diakses tanggal 02 november 2019

2
asuransi, dan multifinance. Pada umumnya, pengaduan ketidakpuasan
konsumen ketika melakukan klaim. Tren pengaduan yang masuk ke OJK
mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini sejalan dengan semakin
sadarnya konsumen terhadap peraturan dan perlindungan. Jadi, bukan karena
industri keuangan secara umum memburuk. Konsumen makin pintar, makin
tahu bahwa ada perlindungan konsumen di OJK, jadi diajukanlah pengaduan.

Berawal dari permasalah diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti


permasalahan tersebut dengan judul “URGENSI PENGGABUNGAN
LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS)
MENJADI SATU ATAP.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menentukan


rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang dibentuknya Lembaga Alternatif Penyelesaian


Sengketa (LAPS) ?
2. Bagaimana urgensi penggabungan Lembaga Altenatif Penyelesain
Sengketa (LAPS) menjadi satu atap?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan


dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan latar belakang dibentuknya Lembaga Alternatif


Penyelesaian Sengketa (LAPS).
2. Mendeskripsikan urgensi penggabungan Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa (LAPS) menjadi satu atap.

D. Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat dari penelitian ini, diantaranya sebagai


berikut:

3
1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian in diharapkan dapat menambah kontribusi dan


pengembangan ilmu hukum khususnya mengenai lembaga alternatif
penyelesaian sengketa dan urgensi penggabungannya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Pembaca.


1) Bagi pembaca dapat menambah wawasan mengenai Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa pada umumnya dan mengetahui
betapa urgensinya penggabungan Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa pada khususnya.
2) Memberikan masukan kepada OJK guna meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap masyarakat khususnya di bidang Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan oleh


peneliti-peneliti sebelumnya baik berupa buku, jurnal maupun laporan yang
telah diterbitkan. Berikut beberapa judul penelitian yang terdahulu yang
memiliki persamaan. Meskipun ada persamaan, bukan berarti penelitian yang
akan diteliti oleh peneliti sama persis dengan penelitian tersebut. Dikarenakan
peneliti telah melakukan pencarian dengan hasil tidak ada yang meneliti tema
dan judul yang sama seperti judul dan tema penelitian yang diteliti oleh
peneliti. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang memiliki persamaan
dengan penelitian ini diantaranya adalah:

Pertama, Abd. Azizi Billah (2018) dengan Jurnal berjudul “PERAN


LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM
SEKTOR JASA KEUANGAN GUNA MENDUKUNG PEMBANGUNAN

4
EKONOMI NASIONAL.” Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.

Hasil Penelitian lembaga Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia


diharapkan dapat memaksimalkan dengan baik aktifitas ekonomi yang ada,
salah satunya dengan mewujudkan perlindungan kepada konsumen.
Pembentukan OJK dimaksudkan pula untuk mewujudkan perekonomian
nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Oleh
karenanya, OJK menerbitkan POJK terkait dengan Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan dan tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
(LAPS). Keberadaan LAPS diharapkan sebagai penunjang tugas OJK seperti
yang diamanatkan dalam UU OJK bahwa OJK diharapkan mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Sesungguhnya peran

LAPS dalam membantu pembangunan ekonomi nasional sangatlah


penting mengingat bahwa UUD 1945 mengamanatkan agar pembangunan
nasional bukan hanya dipundak pemerintah, melainkan bersama-sama di
pundak pemerintah dan masyarakat. Oleh karena untuk memastikan jalannya
kebersamaan itu, haruslah ada lembaga alternatif sebagai penyeimbang yang
hadir dengan prinsip-prinsip yang tidak berpihak pada pemerintah saja.
Dengan adanya lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa
keuangan, maka akan terwujud adanya kepastian bagi konsumen dan lembaga
jasa keuangan atas sengketa yang timbul.

Kedua, Wury Yanti Sinaga (2018) dengan skripsi yang berjudul


“KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA (LAPS) DALAM SENGKETA KONSUMEN PERUSAHAAN
OTORITAS JASA KEUANGAN (POJK) NOMOR 1/POJK.O7/2014”
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian : Untuk mendukung tugas dan fungsi OJK dalam


perlindungan konsumen, OJK telah menciptakan sistem pelindungan
konsumen yang melibatkan lembaga jasa keuangan, lembaga alternatif

5
penyelesaian sengketa maupun internal OJK. LAPS merupakan suatu
alternatif penyelesaian sengketa yang diciptakan untuk menjadi sarana
penyelesaian sengketa antara lembaga jasa keuangan dan konsumennya.
Dalam struktur penyelesaian sengketa secara umum, maka kedudukan
pengaturan LAPS merupakan suatu pembentukan badan arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa dengan mekanisme penyelesaian sengketa
secara alternatif. Kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
yang ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor
1/POJK.07/2014 untuk mewujudkan OJK sebagai lembaga yang independen
yang mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang berintegritas tinggi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor
jasa keuangan. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa itu diyakini tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh OJK tersebut.

Ketiga, Agus Suwandono dan Deviana Yuanitasari (2016)


“KEDUDUKAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA SEKTOR JASA KEUANGAN DALAM HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN” Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran.

Hasil Penelitian : Kedudukan Lembaga Alternaf Penyelesaian


Sengketa (LAPS) dalam penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa
keuangan dinjau berdasarkan hukum perlindungan konsumen di Indonesia
pada dasarnya ditujukan khusus pada konsumen di sektor jasa keuangan.
LAPS dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen di sector jasa
keuangan yang memiliki karakterisk permasalahan-permasalahan di sektor
jasa keuangan.

Hak konsumen dalam penentuan pilihan forum dalam penyelesaian


sengketa konsumen sector jasa keuangan dinjau berdasarkan hukum
perlindungan konsumen di Indonesia merupakan hak dari konsumen. Dalam
hal konsumen memilih penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,

6
pada dasarnya konsumen di sektor jasa keuangan yang merupakan konsumen
akhir sebagaimana dimaksud dalam UUPK dapat memilih menyelesaikan
sengketa konsumen melalui BPSK maupun melalui LAPS. Konsumen sektor
jasa keuangan yang bukan merupakan konsumen akhir sebagaimana
dimaksud dalam UUPK, hanya dapat memilih penyelesaian sengketa
konsumen melalui LAPS. perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi
pengaturan terkait keberadaan LAPS dan BSPSK. Selain itu, perlu adanya
koordinasi terkait kewenangan dari masingmasing lembaga penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan yakni BPSK maupun LAPS.

Untuk mempermudah memahami penelitian terdahuluan diatas maka


akan dipaparkan dalam table berikut ini:

Table 1: Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Isu Hukum

1 Abd. Aziz Billah, Peran Lembaga Sejauah mana lembaga


Fakultas Hukum, Alternatif alternatif penyelesaian
Universitas Indonesia, Penyelesaian Sengketa sengketa berperan
Jurnal Rechtsvinding dalam Sektor Jasa dalam sektor keuangan
(2018) Keuangan guna dalam mendukung
Mendukung pembangunan
Pembangunan ekonomi nasional.
Ekonomi Nasional
2 Wury Yanti Sinaga, Kewenangan Lembaga Peran lembaga
Skripsi, Alternatif alternatif penyelesaian
Universitas Sumatera Penyelesaian sengketa sengketa dalam
Utara, (LAPS) dalam sengketa konsumen
Departemen Hukum sengketa konsumen perusahaan
Ekonomi. perusahaan Otoritas pembiayaan (bank)
2018 Jasa Keuangan terhadap peraturan
(POJK) nomor otoritas jasa keuangan.

7
1/POJK.O7/2014
3. Agus Suwandono dan Kedudukan Lembaga Keberadaan Lembaga
Deviana Yuanitasari Alternatif Alternaf Penyelesaian
Jurnal Bina Mulia Penyelesaian Sengketa Sengketa (LAPS)
Hukum, Sektor Jasa Keuangan sektor jasa keuangan
Fakultas Hukum Dalam Hukum telah membawa
Universitas Padjajaran Perlindungan kepastian hukum
2016. Konsumen penyelesaian sengketa
konsumen di sektor
jasa keuangan. Namun
keberadaan LAPS
sektor jasa keuangan
juga menimbulkan
ketidakjelasan
mengenai kedudukan
dan pilihan forum
penyelesaian sengketa
konsumen terkait
keberadaan Badan
Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK)
dalam kerangka
hukum perlindungan
konsumen di
Indonesia.

F. Kerangka Teori

1. Teori Efektifitas Hukum

8
Penelitian kepustakaan yang ada mengenai teori efektivitas
memperlihatkan keanekaragaman dalam hal indikator penilaian tingkat
efektivitas suatu hal. Hal ini terkadang mempersulit penelaahan terhadap
suatu penelitian yang melibatkan teori efektivitas, namun secara umum,
efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian
target atau tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas memiliki beragam
jenis, salah satunya adalah efektivitas organisasi. Sama halnya dengan
teori efektivitas secara umum, para ahli pun memiliki beragam pandangan
terkait dengan konsep efektivitas organisasi.

Mengutip Ensiklopedia administrasi , menyampaikan pemahaman


tentang efektivitas sebagai berikut :

“Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian


mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki, kalau
seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang
memang dikehendaki. Maka orang itu dikatakan efektif kalau
menimbulkan atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki.”

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal


dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan yang
dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan
pencapaian tujuan dilakukannya tindakan-tindakan untuk mencapai hal
tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat
dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai
tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi
maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam
melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi
instansi tersebut.

Adapun apabila kita melihat efektivitas dalam bidang hukum,


Achmad Ali berpendapat bahwa ketika kita ingin mengetahui sejauh mana

9
efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur
“sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”. Lebih lanjut
Achmad Ali5 pun mengemukakan bahwa pada umumnya faktor yang
banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah
profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para
penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan
terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan
tersebut.

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto6 adalah


bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor,
yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk


maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut


berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena


merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur
daripada efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang
menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau
tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.

5
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1 (Jakarta: Kencana, 2010), 375.
6
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008), 8.

10
Menurut Soerjono Soekanto7 ukuran efektivitas pada elemen
pertama adalah :

1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu


sudah cukup sistematis.

2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu


sudah cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada
pertentangan.

3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang


mengatur bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.

4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan


persyaratan yuridis yang ada.

Pada elemen kedua yang menentukan efektif atau tidaknya kinerja


hukum tertulis adalah aparat penegak hukum. Dalam hubungan ini
dikehendaki adanya aparatur yang handal sehingga aparat tersebut dapat
melakukan tugasnya dengan baik. Kehandalan dalam kaitannya disini
adalah meliputi keterampilan profesional dan mempunyai mental yang
baik.

Menurut Soerjono Soekanto8 bahwa masalah yang berpengaruh


terhadap efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan
tergantung pada hal berikut :

1. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan


yang ada.

2. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan


kebijaksanaan.

3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas


kepada masyarakat.

7
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum (Bandung: Bina Cipta, 1983), 80.
8
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum (Bandung: Bina Cipta, 1983), 82.

11
4. Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan
yang diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-
batas yang tegas pada wewenangnya.

Pada elemen ketiga, tersedianya fasilitas yang berwujud sarana


dan prasarana bagi aparat pelaksana di dalam melakukan tugasnya. Sarana
dan prasarana yang dimaksud adalah prasarana atau fasilitas yang
digunakan sebagai alat untuk mencapai efektivitas hukum. Sehubungan
dengan sarana dan prasarana yang dikatakan dengan istilah fasilitas ini,
Soerjono Soekanto9 memprediksi patokan efektivitas elemen-elemen
tertentu dari prasarana, dimana prasarana tersebut harus secara jelas
memang menjadi bagian yang memberikan kontribusi untuk kelancaran
tugas-tugas aparat di tempat atau lokasi kerjanya.

Kemudian ada beberapa elemen pengukur efektivitas yang


tergantung dari kondisi masyarakat, yaitu :

a. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan walaupun


peraturan yang baik.

b. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan walaupun


peraturan sangat baik dan aparat sudah sangat berwibawa.

c. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan baik,


petugas atau aparat berwibawa serta fasilitas mencukupi.

Elemen tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa disiplin


dan kepatuhan masyarakat tergantung dari motivasi yang secara internal
muncul. Internalisasi faktor ini ada pada tiap individu yang menjadi
elemen terkecil dari komunitas sosial. Oleh karena itu pendekatan paling
tepat dalam hubungan disiplin ini adalah melalui motivasi yang
ditanamkan secara individual. Dalam hal ini, derajat kepatuhan hukum
masyarakat menjadi salah satu parameter tentang efektif atau tidaknya

9
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum (Bandung: Bina Cipta, 1983), 82.

12
hukum itu diberlakukan sedangkan kepatuhan masyarakat tersebut dapat
dimotivasi oleh berbagai penyebab, baik yang ditimbulkan oleh kondisi
internal maupun eksternal.

Kondisi internal muncul karena ada dorongan tertentu baik yang


bersifat positif maupun negatif. Dorongan positif dapat muncul karena
adanya rangsangan yang positif yang menyebabkan seseorang tergerak
untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif. Sedangkan yang bersifat
negatif dapat muncul karena adanya rangsangan yang sifatnya negatif
seperti perlakuan tidak adil dan sebagainya. Sedangkan dorongan yang
sifatnya eksternal karena adanya semacam tekanan dari luar yang
mengharuskan atau bersifat memaksa agar warga masyarakat tunduk
kepada hukum. Pada takaran umum, keharusan warga masyarakat untuk
tunduk dan menaati hukum disebabkan karena adanya sanksi atau
punishment yang menimbulkan rasa takut atau tidak nyaman sehingga
lebih memilih taat hukum daripada melakukan pelanggaran yang pada
gilirannya dapat menyusahkan mereka. Motivasi ini biasanya bersifat
sementara atau hanya temporer.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif yaitu penelitian


tentang norma-norma hukum dan pengertian hukum atau dogmatik
hukum10 dengan menggunakan studi pustaka dan dokumen.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Pendekataan Konseptual .


Pendekatan Konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari

10
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hlm. 14

13
doktrin serta pandangan di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan
ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep
hukum, dan asa-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.
Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti untuk membangun suatu argumentasi
hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi11.

3. Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat


autoritatif, artinya mempunya otoritas. Bahan-bahan hukum primer
terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembutan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim12.
Adapun data primer dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1) Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa


Keuangan.
2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum sekunder adalah semua publikasi tentang


hukum yang merupakan dokumen yang tiak resmi. Publikasi tersebut
terdiri atas: buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau
beberapa permasalah hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi
hukum. Kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
komentar atas putusan hakim. Pubikasi tersebut merupakan penjelas
atau petunjuk mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum
sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar,

11
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi (Jakarta:Prenadamedia Group 2005)
hlm. 135-136
12
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi (Jakarta:Prenadamedia Group 2005)
hlm. 181

14
dan sebagainya13. Adapun data sekunder dalam penelitian ini, sebagai
berikut:

1) Buku teks
2) Skripsi hukum
3) Jurnal hukum

c. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

Teknik yang digunakan untuk memperoleh Bahan Hukum adalah


dengan melalui studi dokumen dan studi kepustakaan. Penyajian data
kemudian dilakukan dengan menggunakan disajakan dalam bentuk
deskriptif normatif melalui studi kepustakaan dengan cara
mengolaborasikan secara sistematik dan terstruktur mengenai
permasalahan yang dibahas.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini nantinya akan disusun secara sistematis yang terdiri


dari lima Bab, yaitu:

Bagian formalitas terdiri atas Halaman sampul, Halaman judul,


Halaman Pernyataan keaslian, Halaman pengesahan, Kata pengantar,
Pedoman transliterasi, Daftar isi dan Abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdiri atas latar belakang


masalah mengapa peneliti melakukan penelitian ini, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penelitian terdahulu, dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKAN. Pada bab ini terdiri atas data


pustakan, kerangka teori atau landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti baik dalam buku yang sudah diterbitkan

13
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hlm. 33-37

15
maupun masih berupa disertasi, thesis, ataupun skripsi yang belum
diterbitkan.

BAB Ill HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini


menguraikan tentang hasil penelitian ini. yaitu terkait rumusan masalah yang
dipaparkan pada Bab sebelumnya.

BAB IV PENUTUP. Pada bab ini peneliti akan menguraikan uraian


yang berisi kesimpulan dan saran berupa jawaban singkat atas rumusan
masalah yang ditetapkan dan pada bagaian terakhir ini juga berisi tentang
daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.

I. Daftar Pustaka

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014

Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1 .


Jakarta: Kencana. 2010

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Prenamedia


Group. 2005

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif:


Suatu TInjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers 2003

Soekanto, Soerjono Penegakan Hukum . Bandung: Bina Cipta.


1983.

Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Penegakan Hukum Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2008

Billah, Abd. Aziz. Peran Lembaga Alternatif Penyelesaian


Sengketa dalam Sektor Jasa Keuangan guna Mendukung Pembangunan
Ekonomi Nasional. Jurnal RechtsVinding Vol.7 Nomor 1 April 2018.

Sinaga, Wury Yanti. Kewenangan Lembaga Alternatif


Penyelesaian Sengketa (LAPS) dalam Sengketa Konsumen Perusahaan

16
Pembiayaan (BANK) dilihat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) Nomor 1/POJK.07/2014. Universitas Sumatera Utara. 2018

Suwandono, Agus dan Deviana Yuanitasari. Kedudukan Lembaga


Altenatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan dalam Hukum
Perlindungan Konsumen. Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 Nomor 1
Sptember 2016.

https://katadata.co.id/berita/2018/09/06/ojk-akan-gabungkan-6-
lembaga-penyelesaian-sengketa-jasa-keuangan? Diakses tanggal 02
November 2019

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ccff431b37f9/urgensi
-penggabungan-laps-dalam-penyelesaian-sengketa-jasa-keuangan
diakses pada 01 November 2019

https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-
konsumen/Pages/Lembaga-Alternatif-Penyelesaian-Sengketa.aspx diakses
pada 01 November 2019

17

Anda mungkin juga menyukai