Anda di halaman 1dari 10

MEDIASI DAN PERDAMAIAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Dosen Pengampu: Fajar Santoso, S.H., M.H.

Oleh:
Rizky Nanang Sugianto 17230054
Endah Trirahayu 17230059
Nazilatur Rohmah 17230064

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020`
MEDIASI DAN PERDAMAIAN

A. Pengertian Mediasi
Kata "mediasi" berasal dari bahasa Inggris, "mediation” yang artinya
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau
penyelesaian sengketa secara menengahi, yang menengahinya dinamakan
mediator atau orang yang menjadi penengah. Secara umum, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah
proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan
sebagai penasehat.Sedangkan pengertian perdamaian menurut hukum positif
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1851 KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Perdata) adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak dengan
menyerahkan, menjanjikam atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu
perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara
Kemudian dikenal juga dengan istilah dading yaitu suatu persetujuan tertulis
secara damai untuk menyelesaikan atau memberhentikan berlangsungnya terus
suatu perkara.
Sedangkan secara yuridis, pengertian mediasi hanya dapat dijumpai
dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 dalam pasal 1 ayat 7, yang menyebutkan
bahwa: “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.”
Beberapa unsur penting dalam mediasi antara lain sebagai berikut:
1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan
2. Mediator terlibat dan diterima para pihak yang bersengketa didalam
perundingan
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian.
4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
perundingan berlangsung.

1
5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang
diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Sebagai seorang mediator yang dituntut untuk mengedepankan negosiasi
yang bersifat kompromis, hendaklah memiliki ketrampilan-ketrampilan khusus.
ketrampilan khusus yang dimaksud ialah Mengetahui bagaimana cara
mendengarkan para pihak yang bersengketa, Mempunyai ketrampilan bertanya
terhadap hal-hal yang dipersengketakan.
Sedangkan pengertian perdamaian menurut hukum positif sebagaimana
dicantumkan dalam Pasal 1851 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata)
adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara kemudian. Dikenal juga
dengan istilah dading yaitu suatu persetujuan tertulis secara damai untuk
menyelesaikan atau memberhentikan berlangsungnya terus suatu perkara. Dalam
Undang-Undang No.30 Tahun 1999 penjelasannya tidak ditemukan pengertian
mediasi,namun hanya memberikan keterangan bahwa jika sengketa tidak
mencapai kesepakatan maka sengketa bisa diselesaikan melalui penasehat ahli
atau mediator.
B. Manfaat Mediasi
Dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, diharapkan para pihak
mampu mencapai kesepakatan diantara mereka, sehingga manfaat mediasi sangat
dirasakan. Bahkan dalam mediasi yang gagal, meskipun belum ada penyelesaian
yang dicapai, proses mediasi yang sebelumnya berlangsung telah mampu
mengklarifikasi persoalan dan mempersempit perselisihan. Dengan demikian
para pihak dapat memutuskan penyelesaian seperti apa yang dapat mereka terima
dari pada mengejar hal-hal lain yang tidak jelas. Untuk menyelesaikan sengketa
memang sulit, namun mediasi dapat memberikan beberapa manfaat penyelesain
sebagai berikut:
a) Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relatif
murah dibandingkan membawa perselisihan tersebut kepengadilan.

2
b) Mediasi akan mefokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata,
jadi bukan hanya pada hak-hak hukumnya.
c) Mediasi memberi kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara
langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
d) Mediasi memberi para pihak kemampuan untuk melakukan control terhadap
proses dan hasilnya.
e) Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan
saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa
karena mereka sendiri yang memutuskannya.
f) Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir
selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan
oleh hakim di pengadilan.
g) Mediasi proses cepat acaranya cepat, kerahasiannya terjamin, biaya yang
ditimbulkan tidak mahal, lebih memberikan rasa keadilan bagi para pihak
dan berhasil baik dalam penyelesaian masalah tanpa masalah.
C. Prosedur Mediasi
Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi
di pengadilan, mewajibkan terlebih dahulu ditempuh upaya perdamaian dengan
bantuan mediator. Paling lama sehari setelah sidang pertama. Para pihak harus
memilih mediator yang dimiliki oleh Pengadilan dan yang tidak tercantum dalam
daftar Pengadilan. Apabila tidak tercapai kesepakatan mengenai mediator
tersebut maka wajib menunjuk mediator dari daftar yang disediakan oleh
Pengadilan saja. Apabila hal tersebut tidak juga berhasil, dalam jangka waktu
satu hari kerja berdasarkan penetapan,
Ketua majelis berwenang menunjuk seorang mediator. Proses mediasi
harus selesai dalam jangka waktu paling lama 40 hari kerja sejak pemilihan atau
penetapan penunjukkan mediator. Seandainya mediator berasal dari luar
lingkungan pengadilan jangka waktu tersebut diperpanjang menjadi 30 hari.
Apabila mediasi berhasil, kesepakatan lengkap dengan klausula pencabutan
perkara atau pernyataan perkara telah selesai disampaikan dalam sidang. Majelis

3
Hakim kemudian akan mengkukuhkan kesepakatan itu sebagai akta perdamaian.
Tetapi apabila gagal adalah tugas mediator untuk melaporkannya secara tertulis
kepada Majelis Hakim. Konsekuensi kegagalan tersebut memaksa Majelis Hakim
melanjutkan proses perkara. Pasal 1851 KUHPerdata dan dikuatkan dengan
Perma No 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perdamaian itu
sendiri pada dasarnya harus mengakhiri perkara, harus dinyatakan dalam bentuk
tertulis, perdamaian harus dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam
perkara dan oleh orang 3 yang mempunyai kuasa untuk itu, dan ditetapkan
dengan akta perdamaian sebagai bagian dari suatu formalitas perjanjian.
Perdamaian harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam
perkara dan oleh orang yang mempunyai kuasa untuk itu, dan ditetapkan dengan
akta perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum dan sifatnya final. Jadi
sebelum pemeriksaan perkara dilakukan hakim pengadilan negeri selalu
mengupayakan perdamaian para pihak di persidangan. Hakim harus dapat
memberikan pengertian, menanamkan kesadaran dan keyakinan kepada para
pihak yang berperkara, bahwa penyelesaian perkara dengan perdamaian
merupakan suatu cara penyelesaian yang lebih baik dan lebih bijaksana dari pada
diselesaikan dengan putusan pengadilan, baik dipandang dari segi waktu, biaya
dan tenaga yang digunakan.
Hakim berperan secara aktif, sehingga untuk keperluan perdamaian itu
sidang lalu diundur untuk memberi kesempatan mengadakan perdamaian. Pada
hari sidang berikutnya apabila mereka berhasil mengadakan perdamaian,
disampaikanlah kepada hakim di persidangan hasil perdamaiannya yang
lazimnya berupa surat perjanjian di bawah tangan yang ditulis di atas kertas
bermaterai. Berdasarkan adanya perdamaian antara kedua belah pihak itu maka
hakim menjatuhkan putusannya (acta van vergelijk), yang isinya menghukum
kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat oleh
mereka. Adapun kekuatan putusan perdamaian ini sama dengan putusan biasa.
Didalam pemeriksaan perkara perdata di muka sidang Pengadilan
tersebut, Ketua Mejelis Hakim diberi wewenang menawarkan perdamaian

4
kepada para pihak yang berperkara. Tawaran perdamaian dapat diusahakan
sepanjang pemeriksaan perkara sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusan.
Perdamaian ini ditawarkan bukan hanya pada hari sidang pertama, melainkan
juga pada setiap kali sidang. Hal ini sesuai dengan sifat perkara perdata inisiatif
berperkara datang dari pihak-pihak, karena pihak-pihaknya juga yang dapat
mengakhiri sengketa secara damai melalui perantara Majelis Hakim di muka
sidang pengadilan. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaaan Kehakiman, Pasal 16 ayat (2) menjelaskan bahwa
“Pengadilan tidak menutup usaha penyelesaiaan perkara perdata secara
perdamaian”.
Terdapat beberapa syarat formal yang harus dipenuhi oleh para pihak
yang bersengketa untuk dapat dilakukannya upaya perdamaian, antara lain
sebagai berikut :
Adanya Persetujuan Kedua Belah Pihak. Dalam usaha melaksanakan
perdamaian yang dilakukan oleh Majelis Hakim didalam persidangan, kedua
belah pihak harus bersepakat dan menyetujui dengan suka rela untuk mengakhiri
perselesihan yang sedang berlangsung. Persetujuan ini harus betulbetul murni
dating dari kedua belah pihak. Persetujuan yang memenuhi syarat formil adalah
sebagai berikut :
a. Adanya kata sepakat secara sukarela.
b. Kedua belah pihak cakap membuat persetujuan.
c. Objek persetujuan mengenai pokok yang tertentu
d. Berdasarkan alasan yang diperbolehkan. Mengakhiri sengketa.

Apabila perdamaian telah dapat dilaksanakan maka dibuat putusan


perdamaian yang lazim disebut dengan Akta Perdamaian. Putusan perdamaian
yang dibuat dalam Majelis Hakim harus betul-betul mengakhiri sengketa yang
sedang terjadi diantara pihak-pihak yang berperkara secara tuntas. Putusan
perdamaian hendaknya meliputi keseluruhan sengketa yang diperkarakan, hal ini
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya perkara lagi dengan masalah yang

5
sama. Mengenai sengketa yang telah ada. Syarat untuk dijadikan dasar putusan
perdamaian itu hendaknya persengketaan para pihak sudah terjadi, baik yang
sudah terwujud maupun yang sudah nyata terwujud tetapi baru akan diajukan ke
pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah
terjadinya perkara di sidang pengadilan.

Bentuk perdamaian harus tertulis. Persetujuan perdamaian itu sah


apabila dibuat secara tertulis, syarat ini bersifat imperative (memaksa), jadi tidak
ada persetujuan perdamaian apabila dilaksanakan dengan cara lisan dihadapan
pejabat yang berwenang. Jadi akta perdamaian harus dibuat secara tertulis sesuai
dengan format yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku. Berdasarkan
PERMA No 1 tahun 2008, pada Pasal 17 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Jika
suatu mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan
bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai
dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator”. Setelah perjanjian
perdamaian tersebut disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang
bersengketa, maka selanjutnya para pihak yang bersengketa mengajukan
kesepakatan perdamaian yanhg telah dicapainya tersebut kepada Hakim untuk
dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian (Pasal 17 ayat (5) PERMA No. 1 Tahun
2008).

Menurut PERMA No 1 Tahun 2008, dalam Pasal 23 ayat (3)


menjelaskan bahwa Hakim dihadapan para pihak akan menguatkan dan
menyetujui kesepakatan perdamaian yang dituangkan dalam bentuk akta
perdamaian apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Sesuai dengan kehendak para pihak.


b) Tidak bertentangan dengan hokum.
c) Tidak merugikan pihak ketiga
d) Dapat di eksekusi
e) Dilakukan dengan iktikad baik.
D. Akibat Hukum Mediasi atau Perdamaian

6
Akibat hukum dari adanya akta perdamaian tersebut adalah putusan
perdamaian yang berbentuk akta perdamaian tersebut mempunyai kekuatan
hukum tetap sama halnya dengan putusan Pengadilan. Dalam putusan
perdamaian tersebut melekat kekuatan hukum mengikat kepada para pihaknya.
Para pihak tidak dapat membatalkannya secara sepihak. Para pihak harus wajib
untuk mentaati dan melaksanakan sepenuhnya isi putusan perdamaian tersebut.
Dalam Akta Perdamaian No. 253/Pdt.G/2013/PN.Ska salah satu klausulnya telah
disebutkan mengenai akibat hukum dari adanya putusan/akta perdamaian yang
telah berkekuatan hukum tetap tersebut. Dijelaskan pada Pasal 9, yang berbunyi
bahwa “Perjanjian berlaku mengikat seperti UndangUndang bagi para pihak,
terhitung sejak para pihak membubuhkan tanda tangannya masing-masing di
dalam perjanjian perdamaian ini”.
Pernyataan tersebut diatas sesuai dengan ketetentuan pada Pasal 130
ayat (2) HIR : “Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada
waktu sidang diperbuat sebuah akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak
dihukumkan akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan
berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa”.
Apabila salah satu pihak tidak mau melaksanakan isi persetujuan
perdamaian secara sukarela, maka pihak lain dapat mengajukan permohonan
eksekusi kepada Pengadilan Negeri, supaya pihak yang ingkar tadi dipaksa untuk
memenuhi isi putusan perdamaian dan jika perlu Pengadilan dapat meminta
bantuan kekuasaan umum (dari pihak kepolisian).
Prosedur eksekusi tersebut diatas sesuai dengan ketentuan pada Pasal
195 ayat (1) HIR, yang menyatakan “Pelaksanaan putusan perkara-perkara
yang pada tingkat pertama telah diadili oleh Pengadilan Negeri dilakukan atas
perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan yang telah memeriksa dan
memutusnya pada tingkat pertama…” Dengan demikian dapat diketahui
mengenai akibat hukum yang timbul dari mediasi adalah putusan/akta
perdamaian yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana diuraikan diatas sudah
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan yang

7
berlaku, yaitu sesuai dengan Pasal 130 ayat (2) HIR dan Pasal 195 ayat (1) HIR.
intinya akibat hukum dari putusan/akta perdamaian tersebut adalah sejak
disepakati serta ditandatanganinya akta perdamaian tersebut maka berlaku
sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, para pihak harus
wajib memenuhi dan mentaati isi dari perjanjian perdamaian yang tertuang dalam
akta perdamaian tersebut.
E. Contoh Kasus
Kalianda - Senin, tanggal 11 Desember 2017, bertempat di ruang
mediasi Pengadilan Negeri Kalianda dilaksanakan agenda mediasi perkara
perdata nomor 65/Pdt.G/2017/PN Kla antara Hj. SUKARTINAH selaku
penggugat dengan NGALIMAN selaku tergugat dan P2T Jalan Tol Ruas
Bakauheni-Terbanggi Besar (KANTOR PERTANAHAN LAMSEL) sebagai
turut tergugat. Objek sengketa dalam perkara ini adalah Tanah Kebun seluas
600.000 m2 (60 Ha) milik penggugat yang terletak di Desa Tanjung Sari
Kecamatan Natar, Lampung Selatan.
Agenda mediasi ini dimediatori oleh Hakim MADELA NATALIA SAI
REEVE, S.H., M.H. yang telah ditunjuk oleh majelis hakim dalam perkara yang
bersangkutan, didampingi oleh SYAMSUDIN, S.H. selaku panitera pengganti.
Dalam mediasi ini, para pihak sepakat untuk mengadakan perdamaian dengan
ketentuan secara singkat sebagai berikut :
1. Pihak pertama dan kedua sepakat untuk melakukan perdamaian dalam
gugatan perkara perdata Nomor 65/Pdt.G/2017/PN Kla
2. Pihak kedua bersedia memberikan uang kompensasi sebesar Rp 25.000.000,-
kepada pihak pertama dari hasil pembayaran UGR yang diterima pihak
kedua
3. Uang tersebut akan diserahkan secara tunai pada saat pencairan UGR
4. Atas perdamaian tersebut kedua pihak sepakat mencabut gugatan perkara
Nomor 65/Pdt.G/2017/PN Kla
5. Biaya-biaya gugatan perkara Nomor 65/Pdt.G/2017/PN Kla ditanggung oleh
pihak pertama

8
Dalam kaitannya dengan capaian keberhasilan Mediasi di Pengadilan
Negeri Kalianda, keberhasilan Mediasi yang dicapai kali ini adalah keberhasilan
untuk yang keempat kalinya dalam tahun 2017.

1. Keberhasilan Mediasi pertama yaitu mediasi perkara perdata Nomor


61/Pdt.G/2016/PN Kla. Meskipun perkara ini masuk pada tahun 2016,
namun keberhasilan mediasi dicapai pada tanggal 19 Januari 2017 dengan
mediator Hakim MADELA NATALIA SAI REEVE, S.H., M.H. didampingi
oleh Panitera Pengganti NURIAH, SH., M.H.
2. Keberhasilan Mediasi yang kedua yaitu mediasi perkara perdata Nomor
29/Pdt.G/2017/PN Kla yang dicapai pada tanggal 20 September 2017
dengan mediator Hakim DEKA DIANA, S.H., M.H. didampingi oleh
Panitera Pengganti YAN SUDARMAN, S.H., M.H.
3. Keberhasilan Mediasi yang ketiga yaitu mediasi perkara perdata Nomor
31/Pdt.G/2017/PN Kla yang dicapai pada tanggal 5 Desember 2017 dengan
mediator Hakim MADELA NATALIA SAI REEVE, S.H., M.H.didampingi
oleh Panitera Pengganti SYAHRIAL.
Sumber : http://www.pn-kalianda.go.id/index.php/berita/297-keberhasilan-
mediasi-perkara-perdata-nomor-65-pdt-g-2017-pn-kla

Anda mungkin juga menyukai