Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keragaman pada masyarakatnya. sehingga kecencerungan munculnya perselisihan sangatlah besar, baik itu konflik yang dikarenakan oleh tabiat maupun kepentingan. Dalam penyelesaian sengketa, keadilan adalah hal yang paling dicari. Masyarakat saat ini lebih sering menyelesaikan sengketa yang ada melalui lembaga peradilan untuk mengharapkan adanya keadilan. Padahal, menyelesaikan sengketa melalui jalur peradilan mengeluarkan biaya yang cukup besar. Sebenarnya, ada sarana yang lebih efektif, efisien, dan tidak mengeluarkan biaya besar untuk menyelesaikan sengketa, yaitu dengan jalan Perdamaian. Hal ini tertera jelas dalam Pasal 130 HIR /154 Rbg. Cara ini jauh lebih efektif, dan efisien dikarenakan penyelesaian dilakukan informal, diselesaikan oleh para pihak sendiri, jangka ringan, tidak terkait pada aturan pembuktian. Tahun 2003, Mahkamah Agung Republik Indonesia, melakukan perubahan terhadap upaya perdamaian ini. Mahkamah Agung mengubahnya menjadi lebih bersifat memaksa. Hal ini terlihat jelas dalam PERMA No.2 Tahun 2003, yang kemudian dilakukan perubahan sehingga munculah PERMA No. 1 Tahun 2008, tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Oleh karena itu, para pihak yang berperkara tidak mempunyai pilihan lain selain harus lebih dahulu menempuh proses mediasi atau harus lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. waktu penyelesaian pendek, biaya

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara penyelesaian perkara menurut pasal 130 HIR /154 Rbg? 2. Bagaimana materi muatan PERMA No. 1 tahun 2008? 3. Apa persamaan dan perbedaan antara penyelesaian sengketa melalui upaya perdamaian menurut pasal 130 HIR /154 Rbg dengan mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008

C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui cara penyelesaian perkara menurut pasal 130 HIR /154 Rbg. Page 1

2. Mengetahui materi muatan dari PERMA No. 1 Tahun 2008. 3. Mengetahui persamaan dan perbedaan antara penyelesaian sengketa melalui upaya perdamaian dan mediasi.

Page 2

BAB II LANDASAN TEORI


1. Pengertian Perdamaian Perdamaian dapat diartikan sebagai suatu persetujuan di mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,mengakhiri suatu sengketa yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara, dan persetujuan perdamaian tidak sah melainkan harus dibuat secara tertulis.

2. Perdamaian berdasarkan Pasal 130 HIR dan 154 Rbg. Pasal 130 HIR

(1) Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak menghadap, maka pengadilan negeri, dengan perantaraan ketuanya, akan mencoba memperdamaikan mereka itu. (IR. 239.) (2) Jika perdamaian terjadi, maka tentang hal itu, pada waktu sidang, harus dibuat sebuah akta, dengan mana kedua belah pihak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yahg dibuat itu; maka surat (akta) itu berkekuatan dan akan dilakukan sebagai keputusan hakim yang biasa. (RV. 31; IR. 195 dst.) (3) Terhadap keputusan. yang demikian tidak diizinkan orang minta naik banding. (4) Jika pada waktu mencoba memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu dipakai seorang juru bahasa, maka dalam hal itu hendaklah dituruti peraturan pasal berikut.

Pasal 154 RBg

(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya. (2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa. (3) Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding. Page 3

(4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.)

3. Pengertian Mediasi Berdasarkan pasal Pasal 1 Ayat (7) Perma No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, pengertian dari mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.1

Pasal 1 Ayat (7) PERMA No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Page 4

BAB III PEMBAHASAN


A. Penyelesaian perkara melalui upaya perdamaian menurut pasal 130 HIR /154 Rbg Dalam suatu proses persidangan perkara perdata, hal pertama yang dilakukan oleh majelis hakim adalah mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara, hal ini berdasarkan pasal 130 HIR dan pasal 154 Rbg yang berbunyi : Pasal 130 HIR

(1) Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak menghadap, maka pengadilan negeri, dengan perantaraan ketuanya, akan mencoba memperdamaikan mereka itu. (IR. 239.) (2) Jika perdamaian terjadi, maka tentang hal itu, pada waktu sidang, harus dibuat sebuah akta, dengan mana kedua belah pihak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yahg dibuat itu; maka surat (akta) itu berkekuatan dan akan dilakukan sebagai keputusan hakim yang biasa. (RV. 31; IR. 195 dst.) (3) Terhadap keputusan. yang demikian tidak diizinkan orang minta naik banding. (4) Jika pada waktu mencoba memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu dipakai seorang juru bahasa, maka dalam hal itu hendaklah dituruti peraturan pasal berikut. Pasal 154 Rbg

(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya. (2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa. (3) Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding. (4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.)

Kalau pada hari sidang telah ditetapkan kedua belah pihak hadir, maka hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Pada saat ini lah hakim dapat berperan secara aktif sebagaimana Page 5

di kehendaki oleh HIR. Untuk keperluan perdamaian itu sidang lalu di undur untuk memberikan kesempatan mengadakan perdamaian. Pada hari sidang berikutnya apabila mereka berhasil mengadakan perdamaian, disampaikanlah kepada hakim di persidangan hasil perdamaiannya, yang lazim berupa surat perjanjian di bawah tangan yang ditulis di atas kertas bermaterai. 2 Sebagai penyempurnaan dari pasal 130 HIR dan 154 Rbg tersebut, maka Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan

Pengadilan Tingkat Pertama menerapkan lembaga Damai. Penerbitan SEMA ini bertitik tolak dari salah satu hasil Rakernas MA di Yogyakarta pada tanggal 24 s/d 27 September 2001. Motivasi yang mendorongnya untuk membatasi perkara kasasi secara substantive dan prosesual, sebab apabila peradilan tingkat pertama mampu menyelesaikan perkara melalui perdamaian, maka akan ada turunnya jumlah perkara pada tingkat kasasi.

B. Materi muatan dari PERMA No. 1 Tahun 2008 1. Pengertian Mediasi Ada beberapa ahli yang mengungkapkan pengertian dari mediasi. Menurut Prof. Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Selanjutnya, Gary goodpaster menyebutkan bahwa mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Di dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2008 juga di tuliskan bahwa mediasi adalah salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu , secara umum dapat kita simpulkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.3 Dasar Hukum Mediasi di Indonesia :
2 3

Mertokusumo Sudikno,HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA,Yogyakarta:LIBERTY,2002.Hal.104. Lihat Pasal 1 Ayat (7) Perma No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Page 6

HIR pasal 130 dan Rbg pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa.

SEMA No 1 tahun 2002 tentang pemberdayaan lembaga perdamaian dalam pasal 130 HIR/154 Rbg.

PERMA No 02 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. PERMA No 01 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Mediasi atau APS di luar Pengadilan diatur dalam pasal 6 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Seperti yang kita ketahui, dalam proses mediasi dibutuhkan mediator dalam mencapai kesepakatan dalam penyelesaian perkara yang ada. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.4 Proses menentukan mediator berlangsung saat para pihak hadir pada sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada saat itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim. Pemilihan atau penunjukan mediator dilakukan oleh para pihak yang bersengketa atau melalui kuasa hukumnya dari daftar mediator yang telah terdaftar di pengadilan atau mediator di luar pengadilan. Menurut pasal 8 Perma No. 01 Tahun 2008 para pihak berhak menjadi mediator adalah5: a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan; b. Advokat atau akademisi hukum; c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa; d. Hakim majelis pemeriksa perkara; e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d. Apabila setelah jangka waktu maksimal para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Selanjutnya hakim segera menunjuk hakim bukan
4 5

Lihat Pasal 1 Ayat (6) Perma No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Lihat Pasal 8 Perma No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Page 7

pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. Pada hakikatnya mediator harus mampu berorientasi pada keseragaman tindakan dan pola pikir dari masing-masing pihak yang bersengketa, sehingga diharapkan dapat menciptakan suatu penyelesaian masalah yang benar-benar di dibutuhkan oleh para pihak yang berperkara. Ada beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh mediator, yaitu6 : a. melakukan diagnosis konflik; b. mengidentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak; c. menyusun agenda; d. memperlancar dan mengendalikan komunikasi; e. mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar-menawar; dan f. membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem. Sebagai pihak netral yang melayani kedua belah pihak, mediator berperan melakukan interaksi dengan para pihak, baik secara bersama atau secara individu, dan membawa mereka pada tiga tahap sebagai berikut7: 1) memfokuskan pada upaya membuka komunikasi di antara para pihak; 2) memanfaatkan komunikasi tersebut untuk menjembatani atau menciptakan saling pengertian di antara para pihak (berdasarkan persepsi mereka atas perselisihan tersebut dan kekuatan serta kelemahan masing-masing); dan 3) memfokuskan pada munculnya penyelesaian sengketa.

2. Proses Mediasi Mediasi memiliki beberapa tahapan, yaitu : (a). Tahap Pra Mediasi8 1) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. 2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. 3) Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.
6 7

Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006, hal. 136 Ibid,. hal. 137 8 Pasal 7 PERMA No. 01 Tahun 2008

Page 8

4) Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. 5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. 6) Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa (b). Tahap Proses Mediasi9. 1) Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk Mediator yang disepakati atau setelah ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim, masingmasing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada Hakim Mediator yang ditunjuk. 2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak Mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Majelis Hakim. 3) Mediator wajib mempersiapkan jadwal pertemuan Mediasi kepada para pihak untuk disepakati. 4) Apabila dianggap perlu Mediator dapat melakukan Kaukus. 5) Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah Gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau Kuasa Hukumnya telah 2 kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan Mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

3. Konsekuensi dari proses Mediasi Konsekuensi logis dari penerapan mediasi dalam proses penyelesaian sengketa di pengadilan yakni kesepakatan. Berdasarkan Pasal 17 PERMA No. 1 Tahun 2008, mengenai mediasi mencapai kesepakatan, maka10 : 1) Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian maka wajib dirumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan Mediator. 2) Jika mediasi diwakili oleh Kuasa Hukum para maka pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atau kesepakatan yang dicapai. 3) Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim pada hari Sidang yang telah ditentukan untuk memberi tahukan kesepakatan perdamaian tersebut.
9

10

Pasal 13 PERMA No. 01 Tahun 2008 Pasal 17 PERMA No. 01 Tahun 2008

Page 9

4) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada Hakim untuk dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian. 5) Apabila para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta perdamaian maka harus memuat clausula pencabutan Gugatan dan atau clausula yang menyatakan perkara telah selesai. Dapat kita simpulkan, kesepakatan yang telah dicapai telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sekaligus penyelesaian itu harus selesai dalam tingkat peradilan pertama atau dengan kata lain tidak dapat diajukan banding. Oleh sebab itu pelaksanaannya tidak dapat terlepas dari Pasal 130 HIR/154 RBg terutama ayat 2 dengan penyebutannya sebagai berikut: Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa. Dalam tingkatan ini juga dikuatkan dengan pernyataan pasal 130 HIR/154 RBg ayat 3 yang berbunyi: Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan banding. Para pihak dengan bantuan mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian. Dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa. Syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian, sebagai berikut11: a. sesuai kehendak para pihak; b. tidak bertentangan dengan hukum; c. tidak merugikan pihak ketiga; d. dapat dieksekusi; e. dengan itikad baik. Dalam hal perkara yang telah berhasil mendapatkan kesepakatan perdamaian ini tidak dibenarkan untuk mengajukan gugatan pada kasus yang sama karena pasti dinyatakan ne bis in idem. Mediasi yang demikian hanya mengikat kedua belah pihak dan karena itu apabila salah satu
11

Lihat Pasal 23 Perma Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Page 10

pihak tidak mentaatinya, persoalan tetap harus diajukan ke depan persidangan pengadilan (litigasi). Ada dua pilihan ketika mediasi mengalami kegagalan, dalam kaitannya dengan kelanjutan proses tersebut, yakni: I. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, jika upaya mediasi tidak dapat dicapai, para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan upaya penyelesaian melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.12 II. Berdasarkan Pasal 18 PERMA Nomor 01 Tahun 2008, jika dalam waktu yang telah ditetapkan, mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, maka13 : 1) Jika Mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, Mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada Hakim. 2) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara Hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan Putusan. 3) Jika mediasi gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan.

Dari pasal di atas terlihat jelas, bahwa apabila perdamaian yang dilaksanakan pada saat mediasi mengalami kegagalan, pada tiap tahapan pemeriksaan pengadilan, dari pemeriksaan awal sampai sebelum putusan, dibuka seluas-luasnya untuk usaha perdamaian. Pada pasal 21 Perma No. 01 Tahun 2008 disebutkan: Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus. Hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mengusahakan agar tetap tercipta perdamaian yang dimaksud. Penyampaian keinginan para pihak untuk berdamai harus disampaikan kepada hakim pemeriksa perkara dan berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak hari penyampaian tersebut.

12 13

Gatot Soemartono, Op. Cit., hal. 151 Pasal 18 PERMA No. 01 Tahun 2008

Page 11

Upaya perdamaian dapat diajukan para pihak secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama terhadap perkara yang sedang diproses atau diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus. Hakim pemeriksa pada tingkatan itu wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh perdamaian. Mengenai tempat pelaksanaannya dilaksanakan pada pengadilan di tingkat pertama atau tempat lain atas persetujuan para pihak.

4. Tempat dan Biaya Mediasi Pelaksanaan mediasi di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama atau tempat lain yang disepakati oleh para pihak. Pada dasarnya tidak ada pembebanan biaya apapun dari pengadilan untuk proses mediasi. Apabila mediasi dilaksanakan di ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya, sebaliknya jika mediasi dilakukan di tempat lain, maka pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.14 Pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar biaya perkara. Pada saat mencapai kesepakatan, maka biaya pemanggilan para pihak ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan para pihak itu sendiri, namun jika mediasi gagal, pembebanan biaya pemanggilan diberikan kepada pihak yang oleh hakim dihukum membayar biaya perkara.15 Penggunaan jasa mediator dari kalangan hakim tidak ada pemungutan biaya. Akan tetapi penggunaan mediator yang bukan berasal dari hakim pembayaran biaya ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak. Pembiayaan untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses mediasi ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.16

C. Persamaan dan Perbedaan Proses Penyelesaian Perkara Melalui Perdamaian Berdasarkan Pasal 130 HIR/154 Rbg dan Melalui Proses Mediasi Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008

a. Persamaan Proses Penyelesaian Perkara Melalui Perdamaian Berdasarkan Pasal 130 HIR/154 Rbg dan Melalui Proses Mediasi Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008
14 15

Pasal 20 PERMA No. 01 Tahun 2008 Pasal 3 PERMA No. 01 Tahun 2008 16 Pasal 16 PERMA No. 01 Tahun 2008

Page 12

(1) Persamaan dari kedua cara ini adalah sama-sama ingin mencari penyelesaian perkara tanpa melalui proses peradilan yang panjang (penyelesaian bersifat informal) (2) Hakim wajib berupaya mendamaikan para pihak yang berperkara, hal ini terlihat jelas dalam ketentuan Pasal 131 ayat (1) HIR dan Pasal 18 ayat 2 PERMA Nomor 1 Tahun 2008. PERMA No. 1 Tahun 2008 mewajibkan hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Apabila hal ini tidak dilakukan maka dianggap telah melakkan pelanggaran terhadap pasal 130 HIR dan 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

b. Perbedaan Proses Penyelesaian Perkara Melalui Perdamaian Berdasarkan Pasal 130 HIR/154 Rbg dan Melalui Proses Mediasi Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008

(1) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 mengatur mediasi dapat dilakukan di semua tingkat pengadilan sehingga jangkauan upaya mediasi dalam menyelesaikan sengketa dapat lebih luas dan lebih baik karena mengutamakan perdamaian; (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 mengatur pelaksanaan mediasi yang lebih fleksibel seperti diperbolehkannya proses mediasi dengan jarak jauh dan menggunakan alat komunikasi sehingga pelaksanaan mediasi akan lebih mudah diberlakukan; (3) Pasal 130 HIR mengatur bahwa pada hari pertama sidang pengadilan yang telah ditentukan maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan pihak yang bersengketa. Apabila kemudian tercapai suatu perdamaian diantara para pihak maka pada waktu bersidang itu dibuat suatu akta dimana kedua belah pihak harus melakukan hal-hal yang tercantum dalam surat tersebut. Surat tersebut berkekuatan seperti layaknya putusan pengadilan. Keputusan dari proses mediasi tersebut tidak diizinkan banding. Peraturan ini memungkinkan adanya jurubahasa jika diperlukan untuk medamaikan kedua belah pihak. Perbedaannya dengan Perma No. 1 Tahun 2008 adalah Perma No. 1 Tahun 2008 mengatur proses mediasi dengan lebih mendetail. Akta kesepakatan tersebut selain mencantumkan klausula perdamaian antara para pihak namun juga mengatur klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai (Pasal 17 ayat (6)). Mengenai jurubahasa tidak diatur secara detail di dalam Perma No. 1 Tahun 2008. Namun disebutkan dibolehkannya mediator mengundang Page 13

seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberkan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat diantara mereka (Pasal 16). Namun tidak jelas apakah juru bahasa termasuk dalam kategori ahli yang dimaksud daam Perma.

Page 14

BAB IV PENUTUP
Kesimpulan: a. Dalam suatu proses persidangan perkara perdata, hal pertama yang dilakukan oleh majelis hakim adalah mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara, hal ini berdasarkan pasal 130 HIR dan pasal 154 Rbg b. Berdasarkan pasal Pasal 1 Ayat (7) Perma No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, pengertian dari mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi memiliki 2 tahapan, yaitu pra mediasi dan proses mediasi. Mediasi tak selalu menghasilkan suatu penyelesaian perkara, terkadang juga sebaliknya, oleh sebab itu hakim wajib mengupayakan perdamaian pada tiap tahapan pemeriksaan pengadilan, dari pemeriksaan awal sampai sebelum putusan. c. Persamaan Proses Penyelesaian Perkara Melalui Perdamaian Berdasarkan Pasal 130 HIR/154 Rbg dan Melalui Proses Mediasi Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008: Persamaan dari kedua cara ini adalah sama-sama ingin mencari penyelesaian perkara tanpa melalui proses peradilan yang panjang (penyelesaian bersifat informal) Hakim wajib berupaya mendamaikan para pihak yang berperkara, hal ini terlihat jelas dalam ketentuan Pasal 131 ayat (1) HIR dan Pasal 18 ayat 2 PERMA Nomor 1 Tahun 2008.

Perbedaan Proses Penyelesaian Perkara Melalui Perdamaian Berdasarkan Pasal 130 HIR/154 Rbg dan Melalui Proses Mediasi Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008: PERMA Nomor 1 Tahun 2008 mengatur mediasi dapat dilakukan di semua tingkat pengadilan sehingga jangkauan upaya mediasi dalam menyelesaikan sengketa dapat lebih luas dan lebih baik karena mengutamakan perdamaian; PERMA Nomor 1 Tahun 2008 mengatur pelaksanaan mediasi yang lebih

fleksibel seperti diperbolehkannya proses mediasi dengan jarak jauh dan menggunakan alat komunikasi sehingga pelaksanaan mediasi akan lebih mudah diberlakukan; Page 15

Pasal 130 HIR mengatur bahwa pada hari pertama sidang pengadilan yang telah ditentukan maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan pihak yang bersengketa. Apabila kemudian tercapai suatu perdamaian diantara para pihak maka pada waktu bersidang itu dibuat suatu akta dimana kedua belah pihak harus melakukan hal-hal yang tercantum dalam surat tersebut. Surat tersebut berkekuatan seperti layaknya putusan pengadilan. Keputusan dari proses mediasi tersebut tidak diizinkan banding. Peraturan ini memungkinkan adanya jurubahasa jika diperlukan untuk medamaikan kedua belah pihak. Perbedaannya dengan Perma No. 1 Tahun 2008 adalah Perma No. 1 Tahun 2008 mengatur proses mediasi dengan lebih mendetail. Akta kesepakatan tersebut selain mencantumkan klausula perdamaian antara para pihak namun juga mengatur klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai (Pasal 17 ayat (6)). Mengenai jurubahasa tidak diatur secara detail di dalam Perma No. 1 Tahun 2008. Namun disebutkan dibolehkannya mediator mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberkan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat diantara mereka (Pasal 16).

Page 16

Daftar Pustaka
Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2006 Sutantio, S.H., Retnowulan. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung : CV. Mandar Maju. 2009 Mertokusumo, S.H., Prof. Dr. Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. 2006. PERMA Nomor 1 Tahun 2008

Page 17

Anda mungkin juga menyukai