Anda di halaman 1dari 15

ARBITRASE SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN

SENGKETA DI LUAR PENGADILAN DALAM SENGKETA


HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Oleh:
I Putu Wisnu Karma**
I Ketut Artadi***
Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas
Udayana

Abstrak

Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property


Rights/IPR) merupakan hak kekayaan yang lahir dari kemampuan
intelek manusia yang ada dalam lingkup ilmu pengetahuan, seni
dan sastra. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk
mendaftarkan Hak atas Kekayaan Intelektual guna keamanan dari
hasil karya mereka menyebabkan banyaknya jumlah pelanggaran
terkait Hak Kekayaan Intelektual yang terjadi baik itu terkait
dengan hasil karya seni maupun hasil cipta seseorang.
Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
Arbitrase dapat digunakan dalam menyelesaikan sengketa perdata
dan dapatkah Arbitrase digunakan sebagai upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dalam sengketa Hak Kekayaan
Intelektual. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode
penelitia hukum normatif. Seluruh data yang terkumpul dianalisis
dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini
disajikan dalam suatu laporan yang bersifat diskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penyelesaian sengketa
melalui Arbitrase hanya ditujukan untuk penyelesaian sengketa
perdagangan dan Hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak.
Dalam sebuah perjanjian perdata bila menggunakan klausula
arbitrase sebagai penyelesaian sengketa sengketa maka pendapat
hukum dari badan arbitrase tersebut akan mengikat perjanjian
pokok sehingga tidak dapat melakukan upaya hukum apapun. B

* Makalah ilmiah ini disarikan dan dikembangkan lebih lanjut dari


Skripsi yang ditulis oleh Penulis atas bimbingan Pembimbing Skripsi I Ketut
Artadi, S.H., S.U.dan Pembimbing Skripsi II Nyoman Satyayudha Dananjaya,
S.H., M.Kn.
**
I Putu Wisnu Karma adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Udayana. Korespondensi : wisnukarma@yahoo.com
*** I Ketut Artadi, dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

1
adan Arbitrase Naional Indonesia (BANI) sebagai Lembaga
arbitrase sesuai dengan BANI rules and procedures yang
berpatokan pada Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki beberapa
perbedaan dengan Singapore International Arbitration Centre
(SIAC) dimana perbedaannya berada pada mekanisme, penamaan
dan waktu.

Kata kunci: Arbitrase, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,


Hak Atas Kekayaan Intelektual.

Abstract

ARBITRATION AS A DESCRIPTION OF SETTLEMENT


DISTRIBUTION OUTSIDE THE COURT IN THE DISPOSAL
OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS

Intellectual Property Rights are property rights born from the


intellectual capabilities of human beings within the scope of science,
art and literature. The low awareness of Indonesians to register
Intellectual Property Rights for the security of their work led to the
large number of violations related to intellectual property rights that
occurred both related to the work of art and the results of someone's
creation.
This scientific work aims to find out the extent to which
arbitration can be used in resolving civil disputes and can arbitration
be used as an attempt to resolve disputes outside the court in a
dispute of Intellectual Property Rights. The study was conducted
using normative legal research methods. All data collected were
analyzed using qualitative method. The results of this study are
presented in a descriptive analysis.
The results indicate that the Settlement of disputes through
Arbitration is only intended for the settlement of trade disputes and
Rights which are fully controlled by the parties. In a civil agreement
when using a clause arbitration as a dispute settlement of the
dispute the legal opinion of the arbitration body shall bind the
principal agreement so that it can not perform any remedy.
Arbitration Board of Naional Indonesia (BANI) as an Arbitration
Institution in accordance with BANI rules and procedures based on
Law no. 30 Year 1999 on Arbitration and Alternative Dispute
Settlement has some differences with Singapore International
Arbitration Center (SIAC) where the difference lies in mechanism,
naming and time.

1
Keywords: Arbitration, Dispute Settlement Outside Court, Intellectual
Property Rights.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari
Intellectual Property Rigths/IPR yang merupakan hak kekayaan
yang lahir dari kemampuan intelektual dalam diri manusia yang
ada dalam lingkup ilmu pengetahuan, seni, dan sastra,2 Manusia
yang lahir di dunia ini memiliki bakat atau kesenian tersendiri,
dimana ada yang terlahir dengan memiliki suara atau kesenian di
bidang musik, ada yang lahir dengan kreativitas-kreativitas yang
tidak dimiliki oleh orang lain. Hal tersebut adalah sekian banyak
aspek yang terkait dengan Hak atas Kekayaan Intelektual.
Pada masyarakat Indonesia, masih terdapat kesadaran yang
rendah terhadap pentingnya untuk mendaftarkan Hak atas
Kekayaan Intelektualnya guna keamanan dari hasil-hasil tersebut.
Padahal masa moderen ini sangat diperlukan jaminan bagi hasil-
hasil seni yang diciptakan oleh pelaku seni dan segala kreativitas
yang dihasilkan oleh masyarakat di negeri ini. Banyak kasus yang
terjadi terkait dengan sengketa Hak Kekayaan Intelektual di
Indonesia ini, baik dalam hasil cipta, paten, merek dan lain-lain.
Hukum memberikan jaminan terhadap hasil-hasil tersebut,
perlindungan tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun
2014 tentang Hak Cipta dimana hak ekslusif pencipta dilindungi
dengan memberikan jaminan-jaminan kepada hasil ciptanya
apabila suatu saat ada pihak-pihak yang mempersengketakan
ciptaannya tersebut, dimana tersebut merupakan upaya dalam
memberikan rasa aman atau nyaman kepada pemilik aslinya atau

2Sulasno, 2009, Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Terhadap


Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Jurnal Ilmiah, Tanggal 3 Oktober

2
pencipta bila ada masalah-masalah yang timbul di kemudian hari.
Adapun upaya yang dapat dilakukan ketika suatu saat ada
perkara-perkara yang disebabkan oleh pelaku yang menyalahi
aturan itu, sudah ditetapkan oleh undang-undang, maka pemilik
dari kekayaan intelektual ini dapat memperkarakan hal tersebut.
Penyelesaian perkara Hak atas Kekayaan Intelektual dapat
diselesaikan melalui jalur pidana maupun jalur perdata (niaga).
Dalam lingkup pidana bila dalam perkara Hak atas Kekayaan
Intelektual tersebut berisi unsur kejahatan atau pelanggaran yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia, sedangkan bila
perkara Hak atas Kekayaan Intelektual murni, maka yang
memiliki wewenang untuk mengadili adalah lingkungan pada
Pengadilan Niaga.
Secara umum penyelesaian sengketa dalam Hak atas
Kekayaan Intelektual bisa melalui dua cara, yaitu: melalui proses
litigasi (pengadilan) atau melalui jalur alternatif penyelesaian
sengketa.3 Penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan
adalah penyelesaian sengketa terhadap para pihak yang
menghasilkan sebuah putusan yang bersifat mengikat para pihak,
sedangkan penyelesaian melalui jalur alternatif penyelesaian
sengketa diatur dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dimana diatur bahwa
“Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa yang prosedur dan mekanismenya ditentukan oleh para
pihak”.
Selain itu, hukum positif Indonesia telah mengatur
mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai

3
Susanti Adi Nugroho, 2015, Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dan
Penerapan Hukumnya, Prenadamedia Group, Jakarta, h. 15

3
upaya untuk menyelesaikan sengketa lebih dengan cara
kekeluargaan, di beberapa bidang Hak Kekayaan Intelektual
sebagaimana sudah tercantum dalam beberapa peraturan
perundang-undangan tentang Hak Kekayaan Intelektual. Secara
kelembagaan dalam penyelesaian melalui alternatif penyelesaian
sengketa juga sudah dibentuk lembaga yang bersifat independen
untuk menangani penyelesaian sengketa Hak Kekayaan
Intelektual melalui Arbitrase yaitu melalui BANI (Badan Arbitrase
Nasonal Indonesia). Dengan melalui Arbitrase diharapkan akan
terwujud penyelesaian sengketa yang cepat, murah dan juga bisa
menjaga nama baik dari para pihak dan menjaga kepentingan
mereka yang bersengketa4.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang diangkat dalam penulisan
ini adalah:
1. Apakah arbitrase dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian
sengketa Hak Atas Kekayaan Intelektual di luar pengadilan?
2. Bagaimana mekanisme penggunaan Arbitrase sebagai
penyelesaian sengket Hak Atas Kekayaan Intelektual?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
Arbitrase dapat digunakan dalam menyelesaikan sengketa Hak
Kekayaan Intelektual dan bagaimana mekanisme penyelesaian
sengketa dengan mengunakan lembaga Arbitrase sebagi alternatif
penyelesaian sengketa Hak Atas Kekayaan Intelektual di luar
pengadilan.

4
Susanti adi nugroho, 2015, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan
Penerapan Hukumnya, Prenadamedia Group, Jakarta h.77

4
II. ISI MAKALAH
2.1 Metode Penelitian
Penulisan ini dibuat dengan metode penelitian hukum
normatif atau metode kepustakaan artinya penelitian yang
berfokus pada studi dokumen atau bahan pustaka.5
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum
yang berasal dari literatur-literatur yang berfokus pada penelitian
asas-asas, sistemik, penelitian taraf sinkronisasi vertikal dan
horisotal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.6
Tahap awal dalam penelitian hukum nomatif yaitu penelitian
untuk mendapatkan hukum objektif, caranya yaitu melakukan
penelitian pada permasalahan hukum. Tahap selanjutnya yaitu
melakukan penelitian untuk memperoleh hukum subjektif.7 Data
sekunder adalah data yang didapatkan dari studi kepustakaan,
yaitu dari berbagai bahan hukum, Data sekunder dapat
diklarifikasikan atas tiga bentuk, yaitu:8
1. Bahan primer adalah bahan hukum yang mengikat, seperti
Undang-Undang yang terkait dengan apa yang dibahas.
2. Bahan sekunder adalah bahan yang menjelaskan lebih lanjut
dari bahan primer, yaitu: buku-buku dan artikel-artikel dari
hasil penelitian atau pendapat dari ahli hukum.
3. Bahan tersier adalah bahan hukum yang lebih menjelaskan
terkait dengan apa yang dimaksud dadi bahan primer dan
bahan sekunder, yaitu: kamus hukum.

5Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif,


Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13
6 Ibid h. 12

7 Hardijan Rusli, 2006, “Metode Penelitian Hukum Normatif:

Bagaimana?”, Law Review Fakulta Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume


V No. 3, h. 50
8 Amirudin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 30


5
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode
penelitia hukum normatif. Seluruh data yang terkumpul dianalisi
dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini
disajikan dalam suatu laporan yang bersifat diskriptif analisis.
2.2 Hasil dan Analisis
2.2.1 Ruang Lingkup Kewenangan Arbitrase Dalam Menangani
Sengketa Hak Atas Kekayaan Intelektual
Proses beracara di Pengadilan diatur dalam Pasal 130
Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Hakim mewajibkan kepada
kedua belah pihak untuk melakukan perdamaian dan upaya
hukum di luar pengadilan sebelum beracara di pengadilan.9
Kedudukan Arbitrase diatur dalam Undang-Undang Arbitrase dan
Penyelesaian Sengketa Alternatif sehingga kewenangan dan
kedudukan Badan Abitrase di Indonesia tidak diragukan lagi dan
dapat dijadikan upaya hukum utama di luar pengadilan.10 Adapun
ruang lingkup Arbitrase dalam menyelesaikan sengketa HKI diatur
dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, dimana Arbitrase dapat menyelesaikan
sengketa dalam bidang perdagangan dan sengketa terkait dengan
pelanggaran hak oleh para pihak yang bersengketa, adapun yang
termasuk dalam bidang perdagangan adalah perbangkan,
perniagaan, industri, hak milik, dan penanaman modal. Bila
dilihat dari penjelasan dalam undang-undang maka penyelesaian
sengketa menggunakan jalur arbitrase dapat meliputi sengketa
yang timbul dari perjanjian-perjanjian mengenai perdagangan
industri dan keuangan.

9
I Wayan Wiryawan dan I Ketut Artadi, 2009, Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan, Udayana University Pers, Denpasar, h. 93
10
Munir Fuady, 2003, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bisnis), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 39
6
Dengan demikian Arbitrase tidak diperkenankan untuk
menyelesaikan sengketa dalam lingkup keluarga dimana yang
menjadi fokus penyelesaian sengketa arbitrase adalah untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam perdagangan, modern
ini arbitrase sangat laku digunakan dalam penyelesaian sengketa
pengusaha karena sangat menguntungkan mereka.11
Dalam sebuah perjanjian perdata bila menggunakan
klausula arbitrase sebagai penyelesaian sengketa maka pendapat
hukum dari badan arbitrase tersebut akan mengikat perjanjian
pokok, sehingga segala hal yang bersimpangan dengan pendapat
hukum merupakan pelanggaran terhadap perjanjian. Oleh karena
itu bila sudah menggunakan klausula arbitrase tidak dapat
melakukan upaya hukum apapun.
Putusan Arbitrase bersifat final dimana mempunyai
kekuatan hukum tetap, yang berarti ketua pengadilan dalam
kewenanganya memberikan eksekusi terhadap putusan terebut
tidak bisa memeriksa alasan ataupun pertimbangan dari putusan
yang sudah di putus oleh arbiter tersebut.12
Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang
Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif, pengadilan wajib
untuk menghormati proses arbitrase dan tidak ikut campur dalam
proses arbitrase tersebut, sesuai dengan prinsip limited court
involvement.13
Kenyataannya, ketertiban umum dijadikan pengalihan
untuk menolak dari permohonan arbitrase tersebut, dalam
Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
tidak menjelaskan terkait dengan ketertiban umum, sehingga hal

11
Gatot Soemartono, 2006, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 3
12
Ibid, h. 74
13 Ibid, h. 70

7
tersebut dijadikan celah untuk bisa lolos dari proses eksekusi
Arbitrase dari pengadilan negeri, sulit untuk mencari putusan
arbitrase yang tidak sesuai dengan ketertiban umum,
sederhananya dapat dijabarkan sebagai berikut:14
1. Kelalaian dalam putusan arbitrase dimana melanggar Undang-
Undang dengan contoh tidak mendaftarkan putusan Arbitrase;
2. Tidak disertainya dengan alasan-alasan dalam putusan;
3. Tidak dapatnya kesempatan untuk berargumentasi sebelum
puusan arbitrase dijatuhkan.
Terhadap perkara yang sudah berklausula arbitrase maka
pengadilan tidak berhak untuk ikut campur memproses perkara
tersebut, dan untuk perkara yang sudah diputus arbitrase,
pengadilan hanya berhak atas eksekusi putusan tersebut, tidak
untuk memproses ulang putusan arbitrase tersebut. Kecuali bila
diketahui ada upaya melanggar hukum dalam proses berjalannya
arbitrase, sehingga pihak yang dirugikan bisa menggugat ke
Pengadilan Negeri dengan dalil pengambilan putusan arbitrase
yang berdasarkan itikad tidak baik.

2.2.2 Mekanisme Penggunaan Arbitrase sebagai Penyelesaian


Sengketa Hak Kekayaan Intelektual serta Perbandingan
Badan Arbitrase Indonesia (BANI) dengan Singapore
International Arbitration Centre (SIAC).

Mekanisme penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dalam


Pasal 34 undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa dapat menggunakan Lembaga Arbitrase Nasional
maupun Internasional berdasarkan kesepakatan pihak-pihak, dan
mekanismenya mengikuti lembaga yang dipilih kecuali para pihak

14
Ibid, h. 76
8
yang menetapkannya sendiri.15 Tahapan dalam pelaksanaan
Arbitrase berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
No. 30 tahun 1999 yaitu: Permohonan Arbitrase, Pengangkatan
arbiter, pengajuan surat tuntutan oleh pemohon, jawaban dari
termohon, pemanggilan ke dua belah pihak, pembuktian,
pembacaan putusan. Pada tanggal 3 Desember 1977, dua tahun
sebelum ditetapkan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, atas prakarsa Prof.
R. Subekti, S.H, Harjono Tjitrosubono, S.H dan A.J. Abubakar,
S.H., mendirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa komersial yang
bersifat otonom dan independen.16 Dimana BANI dapat berdiri
sendri tanpa diganggu gugat oleh kekuasaan lainnya, Dengan
demikian, BANI diharapkan bisa melaksanakan tugasnya sesacar
objektif, adil, dan jujur dalam memutuskan perkara.17 Untuk
mekanisme dari BANI tidak ada yang menyimpang dari Undang-
Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Mekanisme pelaksanaan arbitrase menurut SIAC diatur
dalam SIAC Rules. SIAC Rules ini diundangkan pada tanggal 1 Juli
2010. Segala bentuk komunikasi dan perubahan yang
berhubungan dengan arbitrase yang dilaksanakan oleh SIAC
harus dibuat tertulis dan jangka waktunya ditentukan oleh majelis
arbitrase dari SIAC tersebut.
Para pihak yang akan mengadakan proses penyelesaian
sengketa dengan cara arbitrase harus memperhatikan beberapa

15Susanti Adi Nugroho, op.cit, h. 177


16Gatot Soemartono, 2006, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta h. 97
17
Frans Hendra Winartam 2016, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase
Nasional Indonesia dan Internasional, SInar Grafika, Jakarta, h. 96

9
hal. Claimant/Pemohon harus memberikan permohonan dalam
bentuk tertulis dimana berisikan permohonan tersebut berisikan
mengenai: penyelesaian sengketa tersebut didasarkan pada
arbitrase, identitas dari para pihak (nama, alamat, nomor telepon,
e-mail untuk korespondensi), klausul arbirase dalam perjanjian
baik dalam bentuk terpisah atau tergabung dalam perjanjian,
penjelasan mengenai penyebab terjadinya sengketa tersebut,
pernyataan yang menunjukkan bahwa para pihak setuju untuk
menggunakan arbitrase sebagai penyelesaian sengketanya,
proposal yang menunjukkan berapa orang arbiter yang akan
digunakan dalam penyelesaian sengketa tersebut, pemilihan
mengenai dasar hukum, bahasa yang akan digunakan, dan biaya
pengajuan arbitrase.
Permohonan ini disebut dengan Notice of Arbotration. Dalam
Notice of Arbitration tersebut juga dimasukkan suatu The
Statement of Claim. The Statement of Claim ini merupakan suatu
pernyataan yang menyatakan bahwa telah terjadi suatu sengketa
diantara kedua belah pihak tersebut. Surat ini harus diterima
dalam jenjang waktu yang sudah disepakati oleh Tribunal/Majelis
dimana dalam surat ini berisikan mengenai pernyataan dari fakta
yang mendukung gugatan tersebut, dan ganti rugi yang dapat
dihitung. Proses ini menunjuk kanbahwa proses penyelesaian
sengketa dengan arbitrase telah dimulai.
Jawaban dari Statement of Claim ini harus sudah di jawab
oleh responden dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
diterimanya Notice of Arbitration, dimana dalam surat jawaban
tersebut berisikan mengenai: konfirmasi atau penolakan dari
gugatan tersebut, pernyataan secara jelas yang menggambarkan
kedudukan dan keadaan dari gugatan tersebut, tanggapan dari
pernyataan yang terdapat dalam notice of arbitration atau

10
tanggapan lain yang berhubungan dengan gugatan tersebut,
apabila para pihak setuju maka pihak responden mengajukan
siapa yang akan dipilih menjadi arbiter jika dalam perjanjian
arbitrase tersebut diajukan untuk memilih 1(satu) arbiter atau 3
(tiga) arbiter.
Jawaban yang diberikan oleh responden harus juga disertai
dengan Statement of Defence dan/atau Statement of Counterclaim.
Statement of Defence ini berisikan mengenai pembelaan/tanggapan
atas Statement of Claim. Sedangkan Statement of Counterclaim
merupakan pernyataan yang berisikan mengenai gugatan balik
atas apa yang tertulis dalam Statement of Claim.
Adapun perbedaanya dimana mekanisme pelaksanaan
arbitrase BANI dan SIAC ini pada dasarnya adalah sama yaitu
dimana para pihak yang akan melakukan penyelesaian sengketa
dengan arbitrase memiliki perjanjian dimana di dalamnya terdapat
mengenai klausula arbitrase. Dengan adanya klausula tersebut
maka para pihak tersebut bisa menggunakan arbitrase untuk
upaya penyelesaian sengketa.
Pihak yang yang ingin melakukan arbitrase BANI disebut
dengan Pemohon, sedangkan di SIAC disebut dengan Claimant.
Pihak yang dimohonkan disebut dengan Termohon dalam BANI,
sedangkan di SIAC disebut dengan Respondent.
Pemohon tersebut mengajukan suatu surat permohonan
kepada BANI ataupun SIAC, surat tersebut disebut surat
permohonan untuk arbitrase. Sedangkan dalam SIAC, surat
tersebut disebut dengan notice of arbitration dan di dalamnya
terdapat statement of claim.
Surat permohonan arbitrase yang diajukan melalui BANI
menggunakan akta notaris sedangkan untuk arbitrase yang
diajukan di SIAC hanya memerlukan perjanjian sebagai bukti

11
bawa para pihak telah menyetujui menggunakan arbitrase sebagai
alternatif penyelesaian sengketa mereka. Isi dari surat
permohonan yang diajukan di BANI maupun SIAC adalah berbeda
dimana surat permohonan BANI berisikan mengenai identitas para
pihak yang bersengketa, permasalahan/sengketa yang dihadapi,
tuntutan/besarnya kompensasi, bukti-bukti, identitas para
arbiter, waktu untuk penyelesaian sengketa, kesediaan para pihak
untuk membayar dari arbitrase tersebut. Isi surat dari
permohonan SIAC tidak mencantumkan bukti-bukti, sedangkan
dalam surat ke BANI, adanya bukti-bukti dicantumkan dalam
surat tersebut.
Jangka waktu yang ditentukan oleh BANI dalam hal
tanggapan yang diberikan oleh termohon adalah 30 (tiga puluh)
hari. Sedangkan menurut SIAC, Respondent harus memberikan
tanggapan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya
notice of arbitration. Hal ini menunjukkan bahwa SIAC
memberikan jangka waktu lebih cepat dibandingkan dengan BANI.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Arbitrase menurut Undang-Undang dapat
digunakan untuk menyelesaikan sengketa Hak Kekayaan
Intelektual. Hal ini diatur baik dalam Undang-Undang No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa maupun pada Perundang-undangan
terkait HKI. Dalam sebuah perjanjian perdata bila
menggunakan klausula arbitrase sebagai penyelesaian
sengketa maka pendapat hukum dari badan arbitrase
tersebut akan mengikat perjanjian pokok sehingga tidak
dapat melakukan upaya hukum apapun.

12
3.1.2 Tahapan dalam pelaksanaan Arbitrase
berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan No.
30 tahun 1999 yaitu: Permohonan Arbitrase, Pengangkatan
arbiter, pengajuan surat tuntutan oleh pemohon, jawaban
dari termohon, pemanggilan ke dua belah pihak,
pembuktian, pembacaan putusan. Perbedaan antara SIAC
dengan BANI hanya terletak pada beberapa mekanisme serta
perbedaan antara nama dan waktu, pada SIAC surat
permohonan hanya memerlukan perjanjian sebagai bukti
sedangkan BANI menggunakan akta notaris.
3.2 Saran
3.2.1 Dalam menerapkan Klausula Arbitrase agar
para pihak agar bisa lebih menghormati badan Arbitrase dan
percaya dengan Lembaga Arbitrase sebagai badan yang akan
menyelesaikan sengketanya sesuai dengan yang tertulis
dalam klausula Arbitrase, dan untuk Pengadilan agar lebih
memperhatikan klausula dalam perjanjian tersebut,
sehingga pengadilan tidak ikut campur dalam
menyelesaikan sengketa yang seharusnya diselesaikan
Lembaga Arbitrase.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Adi Nugroho, Susanti, 2015, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan
Penerapan Hukumnya, Prenadamedia Group, Jakarta.
Fuady, Munir, 2003, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bisnis), PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Hendra Winartam, Frans 2016, Hukum Penyelesaian Sengketa
Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Sinar
Grafika, Jakarta.

13
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 2007, Penelitian Hukum
Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soemartono, Gatot, 2006, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wiryawan, I Wayan dan I Ketut Artadi, 2009, Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan, Udayana University Pers,
Denpasar.
Jurnal Ilmiah
Deasy Soeikromo, Kontrak Standar Perjanjian Arbitrase Sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Kegiatan Bisnis,
Vol.22, No.6, Edisi Juli 2016,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnalhukumunsrat/
article/view/13189/12775, Diakses tanggal 5 Januari 2018
pukul 14.32 wita.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek,
2004, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tijtrosudibio,
Pradnya Paramita, Jakarta.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Internet
Peraturan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia,
URL: http://www.baniarbitration.org/ina/procedures.php,
Diaskses tanggal 5 Januari 2018 pukul 14.40 wita.
Singapore Intenrnational Arbitration Cenrte Rules, URL:
http://www.siac.org.sg/our-rules, Diakses tanggal 5 Januari
2018 pukul 15.30 wita.

14

Anda mungkin juga menyukai