Anda di halaman 1dari 16

Nama : Dian Suryani

NPM : P20 4301 029

Kelas : Magister Hukum

Mata kuliah : Filsafat Ilmu & filsafat Hukum

Dosen : Prof, Dr, H. Dwidja Priyanto, S.H., M.H.

Prihal : UTS

Jawaban

1. Karena Radikal bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar),


tidak tanggung-tanggung sampai dengan berbagai konsekwensinya dengan tidak
terbelenggu oleh berbagai pemikiran yang sudah diterima umum. Telaah kritis
diarahkan untuk mengkaji ilmu empirik dan juga ilmu rasional, juga untuk
membahas studi-studi bidang etika dan estetika, studi sejarah, antropologi, geologi
dll
2. Hubungan antara etika, filsafat, dan ilmu pengetahuan
a. Hubungan Etika, Filsafat, dan dan ilmu pengetahuan :
- Filsafat adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai
interpretasi tentang hidup manusia.
- Etika merupakan bagian dari filsafat, yaitu filsafat moral.
 Filsafat moral adalah cabang dari filsafat tentang tindakan manusia
- Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan
suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Dalam
hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi
filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat
perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga filsuf..
 Kesimpulan :
– suatu ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan buruk manusia
berdasarkan kehendak dalam mengambil keputusan yang mendasari
hubungan antar sesama manusia.
3. Filsafat muncul sejak manusia ada dan sejak adanya pembicaraan manusia. Maka
sejarah lahirnya filsafat dimana-mana yunani.india, persia karena filsafat memiliki
kualifikasi tertentu, maka lahirnya filsafat di identikan dengan yunani, hal ini sesuai
dengan karakter orang yunani ialah Rasional, yakni ketika orang orang mulai
berpikir tentang diskusi akan keadaan. Alam, dunia dan Lingkungan di sekaitar
mereka tidak menggantungkan diri pada agama lagi untuk mencari jawaban atas
pertanyaan ini.
4. Kita harus berangkat dari rasio terbatas dalam cara beradanya yang terbatas. Bagi
tasio yang tidak terbatas tidak ada yang disebut supra rasional, dengan demikian
yang supra rasional ialah apa yang dalam realitas eksistensinya yang penuh terletak
di balik daya intelektual rasio yang terbatas ( kususnya rasio manusia), cara berada
positif makhluk murni rohani dan khususnya alam eksistensi ilahi harus juga di
sebut supra rasional, karena kita dapat berpikir tentang hal-hal ini hanya secara
analog dan secara tidak sempurna melalui negasi dan perbandingan dengan
eksistensi eksistensi material dan terbatas lainya, apa yang supra rasional mutlak,
yakni bukan hanya bagi rasio manusia tatapi bagi setiap rasio terbatas adalah yang
supernatural (adikodrat) mutlak
5. Fungsi prediksi, meramalkan kejadian yang besar kemungkinan terjadi
sehingga dapat dicari tindakan percegahannya
6. Setiap tingkatpengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran
yang berbeda.Pengetahuan inderawi merupakan struktur yang terendah. Tingkat
pengetahuan yanglebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat
yang lebihrendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan
padaumumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh
sebabitulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih
tinggi.Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan
penataanpengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.
7. Refleksi sekunder atas illmu dan ini merupakan syarat mutlak untuk menentang
bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak
seimbang dari ilmu-ilmu yang ada, melalui pemahaman tentang asas-asas, latar
belakang serta hubungan yang dimiliki/dilaksanakan oleh suatu kegiatan ilmiah.
Sumbangan tersebut bisa berbentuk (1) mengarahkan metode-metode penyelidikan
ilmiah kejuruan kepada penyelenggaaraan kegiatan ilmiah; (2) menerapkan
penyelidikan kefilsafatan terhadap terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal
ini mempertanyakan kembali secara de-jure mengenai landasan-landasan serta
azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi pembenaran pada dirinya serta
apa yang dianggapnya benar.

8. Penerapan dari ilmu membutuhkan dimensi etika sebagai pertimbangan dan yang
mempunyai pengaruh pada proses perkembangannya lebih lanjut. Tanggung jawab
etika menyangkut pada kegiatan dan penggunaan ilmu. Dalam hal ini
pengembangan ilmu pengetahuan harus memperhatikan kodrat manusia, martabat
manusia, keseimbangan ekosistem, bersifat universal dan sebagainya, karena pada
dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh
eksistensi manusia dan bukan untuk menghancurkannya. Penemuan baru dalam
ilmu pengetahuan dapat mengubah suatu aturan alam maupun manusia. Hal ini
menuntut tanggung jawab etika untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan
tersebut merupakan hasil yang terbaik bagi perkembangan ilmu dan juga eksistensi
manusia secara utuh.
9. Penerapan dari ilmu membutuhkan dimensi etika sebagai pertimbangan dan yang
mempunyai pengaruh pada proses perkembangannya lebih lanjut. Tanggung jawab
etika menyangkut pada kegiatan dan penggunaan ilmu. Dalam hal ini
pengembangan ilmu pengetahuan harus memperhatikan kodrat manusia, martabat
manusia, keseimbangan ekosistem, bersifat universal dan sebagainya, karena pada
dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh
eksistensi manusia dan bukan untuk menghancurkannya. Penemuan baru dalam
ilmu pengetahuan dapat mengubah suatu aturan alam maupun manusia. Hal ini
menuntut tanggung jawab etika untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan
tersebut merupakan hasil yang terbaik bagi perkembangan ilmu dan juga eksistensi
manusia secara utuh.
10. Filsafat Ilmu, Dalam bab terdahulu telah dikemukakan ciri-ciri dari suatu ilmu, ciri-
ciri tersebut pada prinsipnya merupakan suatu yang normatif dalam suatu disiplin
keilmuan. Namun dalam perkembangannya ilmu khususnya teknologi sebagai
aplikasi dari ilmu telah banyak mengalami perubahan yang sangata cepat,
perubahan ini berdampak pada pandangan masyarakat tentang hakekat ilmu,
perolehan ilmu, serta manfaatnya bagi masyarakat, sehingga ilmu cenderung
dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dalam mendasari berbagai kebijakan
kemasyarakatan, serta telah menjadi dasar penting yang mempengaruhi penentuan
prilaku manusia. Keadaan ini berakibat pada karakterisasi ciri ilmu modern, adapun
ciri-ciri tersebut adalah :

Bertumpu pada paradigma positivisme. Ciri ini terlihat dari pengembangan ilmu
dan teknologi yang kurang memperhatikan aspek nilai baik etis maupun agamis,
karena memang salah satu aksioma positivisme adalah value free yang mendorong
tumbuhnya prinsip science for science.

Perkembangannya sangat cepat . Pencapaian sain ddan teknologi modern


menunjukan percepatan yang menakjubkan , berubah tidak dalam waktu tahunan
lagi bahkan mungkin dalam hitungan hari, ini jelas sangat berbeda denngan
perkembangan iptek sebelumnya yang kalau menurut Alfin Tofler dari gelombang
pertama (revolusi pertanian) memerlukan waktu ribuan tahun untuk mencapai
gelombang ke dua (revolusi industri, dimana sebagaimana diketahui gelombang
tersebut terjadi akibat pencapaian sains dan teknologi.

Paradigma Ilmu Modern Menurut Beberapa Aliran

Secara historis paradigma sains telah mengalami tahapan-tahapan perubahan


sebagaimana dikemukakan oleh S Nasution dalam bukunya “Metode penelitian
naturalistik kualitatif. Tahap pertama disebut masa pra-positivisme, yang diawali
dari jaman

Aristiteles sampai David Hume, dimana aplikasinya dalam penelitian adalah


mengamati secara pasif, tidak ada upaya memanipulasi lingkungan dan melakukan
eksperimen terhadap lingkungan . Tahapan ini kemudian berganti dengan tahapan
positivisme, dimana paradigma ini menjadi dasar bagi metode ilmiah dengan
bentuk penelitian kuantitatif , yang mencoba mencari prinsip-prinsip atau hukum-
hukum umum tentang dunia kenyataan . Paradigma berikutnya yang muncul adalah
paradigma post positivisme sebagai reaksi atas pendirian positivisme, dimana
dalam pandangan ini, kebenaran bukan sesuatu yang tunggal (it is an increasing
complexity) sebagaimana diyakini positivisme.

Dari segi bentuk pengetahuan, positivistik sama dengan formalistik, interpretatif


sama dengan teoritis, sedangkan paradigma kritis sama dengan paradigma
pengamat partisipan , demikian juga dilihat dari segi model verifikasi banyak
kesamaannya, hanya dari tugas dan titik berat keenam paradigma itu berbeda.

Namun demikian paradigma yang paling menonjol sekarang ini adalah paradigma
positivistik, dimana kenyataan menunjukan paradigma ini banyak memberikan
sumbangan bagi perkembangan teknologi dewasa ini , akan tetapi tidak berarti
paradigma lainnya tidak berperan , peranannya tetap ada terutama dalam hal-hal
yang tak dapat dijelaskan oleh paradigma positivistik , hal ini terlihat dengan
berkembangnya paradigma naturalistik yang telah mendorong berkembangnya
penelitian kualitatif . oleh karena itu nampaknya paradigma-paradigma tersebut
tidak bersifat saling menghilangkan tapi lebih bersipat saling melengkapi , hal ini
didasari keyakinan betapa kompleksnya realitas dunia dan kehidupan di dalamnya.

11. Filsafat Ilmu, Bidang kajian filsafat ilmu ruang lingkupnya terus mengalami
perkembangan, hal ini tidak terlepas dengan interaksi antara filsafat dan ilmu yang
makin intens. Bidang kajian yang menjadi telaahan filsafat ilmu pun berkembang
dan diantara para akhli terlihat perbedaan dalam menentukan lingkup kajian filsafat
ilmu, meskipun bidang kajian iduknya cenderung sama, sedang perbedaan lebih
terlihat dalam perincian topik telaahan. Berikut ini beberapa pendapat akhli tentang
lingkup kajian filsafat ilmu :
I. Edward Madden menyatakan bahwa lingkup/bidang kajian filsafat ilmu
adalah:
a. Probabilitas
b. Induksi
c. Hipotesis
II. Ernest Nagel
a. Logical pattern exhibited by explanation in the sciences
b. Construction of scientific concepts
c. Validation of scientific conclusions
III. Scheffer
a. The role of science in society
b. The world pictured by science
c. The foundations of science
Dari beberapa pendapat di atas nampak bahwa semua itu lebih bersifat
menambah terhadap lingkup kajian filsafat ilmu, sementara itu Jujun S.
Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemology yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu.
Dalam bentuk pertanyaan, pada dasar filsafat ilmu merupakan telahaan
berkaitan dengan objek apa yang ditelaah oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses
pemerolehan ilmu (epistemologi), dan bagaimana manfaat ilmu (axiologi), oleh
karena itu lingkup induk telaahan filsafat ilmu adalah :
1. ontologi
2. epistemologi
3. axiologi
Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu, dalam kajian ini
mencakup masalah realitas dan penampakan (reality and appearance), serta
bagaimana hubungan ke dua hal tersebut dengan subjek/manusia. Epistemologi
berkaitan dengan bagaimana proses diperolehnya ilmu, bagaimana prosedurnya
untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar. Axiologi berkaitan dengan apa
manfaat ilmu, bagaimana hubungan etika dengan ilmu, serta bagaimana
mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan.
Ruang lingkup telaahan filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan di atas di
dalamnya sebenarnya menunjukan masalah-masalah yang dikaji dalam filsafat
ilmu, masalah-masalah dalam filsafat ilmu pada dasarnya menunjukan topik-topik
kajian yang pastinya dapat masuk ke dalam salahsatu lingkup filsafat ilmu. Adapun
masalah-masalah yang berada dalam lingkup filsafat ilmu adalah (Ismaun) :
1. masalah-masalah metafisis tentang ilmu
2. masalah-masalah epistemologis tentang ilmu
3. masalah-masalah metodologis tentang ilmu
4. masalah-masalah logis tentang ilmu
5. masalah-masalah etis tentang ilmu
6. masalah-masalah tentang estetika
metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada, istilah metafisika ini
terkadang dipadankan dengan ontologi jika demikian, karena sebenarnya
metafisika juga mencakup telaahan lainnya seperti telaahan tentang bukti-bukti
adanya Tuhan. Epistemologi merupakan teori pengetahuan dalam arti umum baik
itu kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, maupun pengetahuan
filosofis, metodologi ilmu adalah telaahan atas metode yang dipergunakan oleh
suatu ilmu, baik dilihat dari struktur logikanya, maupun dalam hal validitas
metodenya. Masalah logis berkaitan dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah
berfikir benar, terutama berkenaan dengan metode deduksi. Problem etis berkaitan
dengan aspek-aspek moral dari suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk ilmu,
ataukah ilmu juga perlu memperhatikan kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral
masyarakat. Sementara itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan
atau nilai-nilai keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan aspek
aplikasinya dalam kehidupan masyarakat.
12. Pengetahuan, Ilmu, dan Filsafat memilikis suatu keterkaitan satu sama lain. Ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode
keilmuan yaitu gabungan antara berpikir secara rasional dan empiris. Hal ini
mengindikasikan bahwa tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Tidak semua
pengetahuan dikategorikan ilmu. Sebab, definisi pengetahuan itu sendiri sebagai
berikut: Segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas panca indera untuk
mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada
keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh, luas, dan dalam
dari pengetahuan.
Hubungan antara Filsafat dengan Ilmu Ditinjau dari segi historis. Hubungan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok.
Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh
pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian
hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno
yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah
(Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982)..

Filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang
lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam
The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great
mother of the sciences).

13. ONTOLOGI (TEORI HAKIKAT) Pembahasan pengetahuan objek itu dipikirkan


secara mendalam sampai pada hakikat
EPISTEMOLOGI (TEORI PENGETAHUAN) Cara memperoleh pengetahuan
logika dengan cara membentuk pengetahuan itu sendiri
AKSIOLOGI (teori nilai ) guna pengetahuan etika-estetika (nilat dan guna
pengetahuan) terdiri dari
14. teori kebenaran (Theory of Truth), yang dapat dikategorikan ke dalam beberapa
jenis teori kebenaran yaitu :1. Teori korespondensi (The Correspondence theory of
truth). Menurut teori ini kebenaran, atau sesuatu itu dikatakan benar apabila
terdapat kesesuaian antara suatu pernyataan dengan faktanya (a proposition - or
meaning - is true if there is a fact to which it correspond, if it expresses what is the
case). Menurut White Patrick “truth is that which conforms to fact, which agrees
with reality, which corresponds to the actual situation. Truth, then can be defined
as fidelity to objective reality”. Sementara itu menurut Rogers, keadaan benar
(kebenaran) terletak dalam kesesuaian antara esensi atau arti yang kita berikan
dengan esensi yang terdapat di dalam objeknya. Contoh : kalau seseorang
menyatakan bahwa Kualalumpur adalah ibukota Malayasia, maka pernyataan itu
benar kalu dalam kenyataannya memang ibukota Malayasia itu Kualalumpur. 2.
Teori Konsistensi (The coherence theory of truth). Menurut teori ini kebenaran
adalah keajegan antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah
diakui kebenarannya, jadi suatu proposisi itu benar jika sesuai/ajeg atau koheren
dengan proposisi lainnya yang benar. Kebenaran jenis ini biasanya mengacu pada
hukum-hukum berfikir yang benar. Misalnya Semua manusia pasti mati, Uhar
adalah Manusia, maka Uhar pasti mati, kesimpulan uhar pasti mati sangat
tergantung pada kebenaran pernyataan pertama (semua manusia pasti mati). 3.
Teori Pragmatis (The Pragmatic theory of truth). Menurut teori ini kebenaran
adalah sesuatu yang dapat berlaku, atau dapat memberikan kepuasan, dengan kata
lain sesuatu pernyataan atau proposisi dikatakan benar apabila dapat memberi
manfaat praktis bagi kehidupan, sesuatu itu benar bila berguna.
Teori-teori kebenaran tersebut pada dasarnya menunjukan titik berat kriteria yang
berbeda, teori korespondensi menggunakan kriteria fakta, oleh karena itu teori ini
bisa disebut teori kebenaran empiris, teori koherensi menggunakan dasar fikiran
sebagai kriteria, sehingga bisa disebut sebagai kebenaran rasional, sedangkan teori
pragmatis menggunakan kegunaan sebagai kriteria, sehingga bisa disebut teori
kebenaran praktis.
15. Hubungan antara filsafat dengan ilmu yang dapat terintegrasi dalam filsafat ilmu,
dimana filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ilmu,
menunjukan adanya keterbatasan ilmu dalam menjelaskan berbagai fenomena
kehidupan. Disamping itu dilingkungan wilayah ilmu itu sendiri sering terjadi
sesuatu yang dianggap benar pada satu saat ternyata disaat lain terbukti salah,
sehingga timbul pertanyaan apakan kebenaran ilmu itu sesuatu yang mutlak ?, dan
apakah seluruh persoalan manusia dapat dijelaskan oleh ilmu ?. pertanyaan-
pertanyaan tersebut sebenarnya menggambarkan betapa terbatasnya ilmu dalam
mengungkap misteri kehidupan serta betapa tentatifnya kebenaran ilmu.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya diungkapkan pendapat para akhli
berkaitan dengan keterbatasan ilmu
16. Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu
mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan
yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk :
 Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
 Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
 Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap
bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
 Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang
lain di luar bidang ilmunya.
17. Belajar filsafat ilmu bagi mahasiswa sangat penting, karena beberapa manfaat yang
dapat dirasakan, antara lain :
 Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin
kritis dalam sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus
diharapkan untuk bersikap kritis terhadap berbagai macam teori
yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun dari sumber-sumber
lainnya.
 Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan kegunaan bagi para
mahasiswa sebagai calon ilmuwan untuk mendalami metode ilmiah
dan untuk melakukan penelitian ilmiah. Dengan mempelajari
filsafat ilmu diharapkan mereka memiliki pemahaman yang utuh
mengenai ilmu dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut
sebagai landasan dalam proses pembelajaran dan penelitian
ilmiah.
 Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah
mahasiswa lulus dan bekerja mereka pasti berhadapan dengan
berbagai masalah dalam pekerjaannya. Untuk memecahkan
masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis
berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat ilmu
diterapkan.
18. sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk
membangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut
adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan
pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam
arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia ke arah yang
dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka
diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus
sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
 Menurut Kusumaatmaadja bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas
dari hukum sebagai alat karena:
 Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum
lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang
menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court) pada
tempat lebih penting.
 Konsep hukum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan pada
zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan
kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu.
 Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep
hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum
konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional.
19. teori pembaharuan hukum agar dapat menciptakan hukum yang sesuai dengan
nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, sebagai hukum integratif. Maka tidak
bisa menafikan hukum hanya bergerak dalam pendulum norma positivistik saja.
Demikianpula sebaliknya peranan realisme hukum, yang memberi kritik atas
kentalnya formalisme dan objektivisme hukum juga tidak dapat berdiri
sendiri. Sebab jika pendekatan ilmu hukum normatif saja, maka hukum tersebut
akan demikian menjadi kaku, sedangkan pendekatan empirik terhadap hukum
sejatinya akan membiarkan “hukum” bergerak di ruang bebas tanpa ada
kekuatannya sebagai hukum yang dapat menjadi landasan (kepastian hukum). Di
sinilah pentingnya keterpaduan, saling berkelindan pendekatan tersebut,
sebagaimana yang dianjurkan oleh Sidharta bahwa antara penstudi hukum eksternal
dengan penstudi hukum internal harus berkombinasi dalam menemukan hukum
yang bisa tergolong progresif, pembangunan hukum, dan hukum integratif.
20. Sociological Jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat
hukum yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat,
sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai
gejala sosial yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan sejauh
mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di
samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap
masyarakat.Dari dua hal tersebut (sociological jurisprudence dan sosiologi hukum)
dapat dibedakan cara pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara
pendekatannya bertolak dari hukum kepada masyarakat, sedangkan sosiologi
hukum cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada hukum.Roscoe Pound
menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of social
engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan harmoni dan
keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan
manusia dalam masyarakat. Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang
harmonis dan tidak memihak dalam mengupayakan kepentingan anggota
masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang ideal itu diperlukan
kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.
21. Salah seorang sarjana bernama Friedman membahas aliran ini dalam kaitannya
sebagai salah satu subaliran dari positivisme hukum. Sebab, pangkal pikir dari
aliran ini bersumber pada pentingnya rasio atau akal sebagai sumber hukum.
Pendasar mazhab/aliran ini ialah John Chipman, Gray, Oliver Wendell Holmes,
Karl Llewellyn, Jerome Frank, William James dan sebagainya. Friedman juga
berpendapat bahwa Roscoe Pound juga dapat digolongkan ke dalam Pragmatic
Legal Realism di samping masuk ke dalam Sociological Jurisprudence. Hal ini
disebabkan oleh pendapat atau pandangan Roscoe Pound yang mengatakan bahwa
hukum itu adalah a tool of social engineering.Realisme hukum bukanlah suatu
aliran/ mazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja
tentang hukum.Realisme adalah sautu konsepsi mengenai hukum yang berubah-
ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan sosial, maka tiap bagiannya harus
diselidiki mengenai tujuan maupun hasilnya.Realisme mendasarkan ajarannya atas
pemisahan sementara anatara sollen dan sein untuk keperluan suatu penyelidikan.
Agar antara penyelidikan itu mempunyai tujuan maka hendaknya diperhatikan
adanya nilai-nilai itu haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh
kehendak observer maupun tujuan-tujuan kesusilaan.Realisme tidak mendasarkan
pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme bermaksud
melukiskan apa yang dilakukan sebenarnya oleh pengadilan dan orang-orangnya.
Untuk itu dirumuskan defenisi-defenisi dalam peraturan-peraturan yang
merupakan ramalan umum tentang apa yang dikerjakan oleh pengadilan-
pengadilan. Sesuai dengan keyakinan ini, maka realisme menciptakan
penggolongan-penggolongan perkara dan keadaan-keadaan hukum yang lebih
kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang ada pada masa
lampau.Gerakan realisme menekankan pada perkemabangan setiap bagian hukum
haruslah diperhatikan dengan seksama mengenai akibat-akibatnya.
22. Dalam bukunya Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif (The
Pure Theory of Law) (hal. 218), Hans Kelsen memulai dengan membedakan apa
yang ada (is) dan apa yang seharusnya (ought). Apa yang ada menggambarkan
kenyataan di dalam masyarakat, yang pengaturannya berdasarkan hukum alam.
Penilaian atas kondisi tersebut menurut Kelsen bersifat subjektif, karena
bergantung pada persepsi individu atas tindakan tersebut.Kelsen kemudian
mengajukan norma sebagai mekanisme penafsiran objektif, dengan menetapkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang.Wewenang untuk menetapkan apa
yang seharusnya tersebut diperoleh dari norma. Kelsen kemudian
mengajukan prinsip keabsahan norma sebagai mekanisme penilaian objektif
perilaku manusia.Menurut Hans Kelsen, suatu norma dikatakan absah apabila
dibentuk oleh pihak yang berwenang untuk membentuk norma tersebut.
Kewenangan tersebut diperoleh dari norma lain yang berkedudukan lebih
tinggi.Dalam praktik, wewenang yang diperoleh berdasarkan amanat suatu
peraturan perundang-undangan juga dikenal dengan istilah atribusi. Penjelasan
mengenai atribusi dapat Anda simak dalam artikel Pengertian Atribusi, Delegasi
dan Mandat.Lebih lanjut, masih menurut Kelsen, hubungan antara keabsahan
norma dan kewenangan pembentukan norma tersebut kemudian membentuk rantai
hierarki norma-norma yang berujung pada grundnorm. John Austin adalah seorang
ahli teori dan pembaharu hukum abad kesembilan belas yang mencapai ketenaran
secara anumerta untuk karyanya yang diterbitkan tentang yurisprudensi analitik,
filsafat hukum yang memisahkan hukum positif dari prinsip-prinsip moral.
Menurut Austin, hukum positif adalah rangkaian perintah eksplisit dan implisit dari
otoritas yang lebih tinggi. Hukum mencerminkan keinginan penguasa dan
didasarkan pada kekuasaan penguasa. Didukung oleh sanksi dan hukuman, itu tidak
sama dengan hukum ketuhanan atau ajaran moral yang diilhami oleh manusia.
Melihat hukum dengan cara ini, Austin tidak begitu banyak mempertanyakan apa
yang seharusnya tetapi mengungkapkannya untuk apa yang dia pikirkan.
YURISPRUDENCE analitis berusaha untuk mempertimbangkan hukum secara
abstrak, di luar penerapan etika atau sehari-hari. Dalam pandangan Austin, prinsip-
prinsip agama atau moral seharusnya tidak mempengaruhi pelaksanaan hukum.
23. Salah satu karya Kant yang berjudul Metaphysische Anfangsgruende der
Rechtslehre (Dasar Permulaan Metafisika Ajaran Hukum merupakan bagian dari
karyanya yang berjudul Metaphysik der Sitten) pokok pikirannya ialah bahwa
manusia menurut darma kesusilaannya mempunyai hak untuk berjuang bagi
kebebasan lahiriahnya untuk menghadirkan dan melaksanakan kesusilaan. Dan
hukum berfungsi untuk menciptakan situasi kondisi guna mendukung perjuangan
tersebut. Hakekat hukum bagi Kant adalah bahwa hukum itu merupakan
keseluruhan kondisi-kondisi di mana kehendak sendiri dari seseorang dapat
digabungkan dengan kehendak orang lain di bawah hukum kebebasan umum yang
meliputi kesemuanya.
24. Tokoh-tokohnya antara lain Friedrich Carl von Savigny (1778-1861) dan Puchta
(1789-1846). Sebagian dari pokok ajarannya ialah bahwa hukum itu tidak dibuat,
tetapi pada hakekatnya lahir dan tumbuh dari dan dengan rakyat, berkembang
bersama dengan rakyat, namun ia akan mati, manakala rakyat kehilangan
kepribadiannya (das recht wirdnicht gemacht, es wachst mit dem volke vort, bilden
sich aus mit diesem, und strirbt endlich ab sowie das volk seineen eigentuum
lichkeit verliert). Sumber hukum intinya adalah hukum kebiasaan adalah volksgeist
jiwa bangsa atau jiwa rakyat. Paton memberikan sejumlah catatan terhadap
pemikiran Savigny sebagai berikut: 1. Jangan sampai kepentingan dari golongan
masyarakat tertentu dinyatakan sebagai volksgeist dari masyarakat secara
keseluruhannya. 2. Tidak selamanya peraturan perundang-undangan timbul begitu
saja, karena dalam kenyataannya banyak ketentuan mengenai serikat kerja di
Inggris yang tidak akan terbentuk tanpa perjuangan keras. 3. Jangan sampai
peranan hakim dan ahli hukum lainnya tidak mendapat perhatian, karena walaupun
volksgeist itu dapat menjadi bahan kasarnya, tetap saja perlu ada yang
menyusunnya kembali untuk diproses menjadi bentuk hukum. 4. Dalam banyak
kasus peniruan memainkan peranan yang lebih besar daripada yang diakui oleh
penganut Mazhab Sejarah. Banyak bangsa yang dengan sadar mengambil alih
Hukum Romawi dan mendapat pengaruh dari Hukum Perancis.
25. Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling
mempengaruhi satu sama lain. Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang
perilaku manusia. Sehingga hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi
bisa disebut sebagai kesatuan aturan yang membentuk sebuah sistem. Sedangkan
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk
mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan
perilaku. Bisa dibayangkan dampak apabila hukum dan kekuasaan saling
berpengaruh. Di satu sisi kekuasaan tanpa ada sistem aturan maka akan terjadi
kompetisi seperti halnya yang terjadi di alam.

Anda mungkin juga menyukai