Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM MENGENAI AKSI DEMONSTRASI

MAHASISWA SERTA DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB


ANARKISME DLAM PELAKSANAAN DEMONSTRASI

Ditujukan Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Sosiologi Hukum

Disusun Oleh

NAMA NPM
Pratiwi Perucha P19 4301 027
Wawan Purnawarman P20 4301 006
Agus Bara P20 4301 011
Nelvia P P20 4301 012
Winny Silviany Sukma P20 4301 013
Prasetya Bintang Dirgantara P20 4301 019
Wigan Kurniawan P20 4301 022

Dosen

Prof. Dr. H. Krisna Harahap, S.H., M.H.

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia
adalah Negara hukum”. Salah satu ciri negara negara hukum adalah adanya
kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi dan adanya jaminan
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Indonesia sebagai negara hukum, sudah sepantasnya melindungi hak serta
kewajiban setiap warga negaranya. Salah satu hak dari warga negara adalah hak
untuk menyampaikan pendapat/ ide/ gagasan. Hal ini juga merupakan perwujudan
dari bentuk pemerintahan Indonesia yang menganut sistem demokrasi.
Demonstrasi merupakan bentuk aspirasi masyarakat dalam mengeluarkan
pendapatnya sebagai hak warga negara yang bebas menyampaikan pendapatnya.
Namun haruslah dilakukan secara bertanggung jawab. Begitu pentingnya
kebebasan berpendapat di muka umum sehingga dijamin dan disebutkan dalam
beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 yang berbunyi:
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”. Pasal 28 E
Ayat (3) juga menegaskan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum yang disebutkan dalam beberapa pasal berikut:
- Pasal (2) ”Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas
menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.
- Pasal 19 “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai
pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima

1
2

dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga
dan dengan tidak memandang batas-batas.”
3. Ketetapan MPR no XVV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19
menegaskan bahwa “Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Dalam iklim demokrasi, pilihan demonstrasi itu wajar untuk
mengungkapkan aspirasi, karena landasan negara demokratis adalah kebebasan. 1
Salah satu kebebasan itu dalam bentuk kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), dan
kebebasan untuk memilih presiden. Kebebasan-kebebasan tersebut merupakan
bagian penting dari negara demokrasi. 2
Namun dalam pelaksanaanya tak sedikit para demonstran yang
mengartikan dan menterjemahkan kewajiban yang mesti dijalankan oleh para
demonstran, seperti keributan, bentrokan, serta kerusuhan selalu saja terjadi dalam
aksi unjuk rasa atau demonstrasi.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik untuk
menyusun suatu makalah dengan judul “Tinjauan Sosiologi Hukum mengenai
Aksi Demontrasi Mahasiswa serta Analisis Faktor-Faktor Penyebab
Anarkisme Dalam Pelaksanaan Demonstrasi”.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum mengenai demonstrasi mahasiswa?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya anarkisme dalam pelaksanaan
demonstrasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tinjauan sosiologi hukum mengenai demonstrasi
mahasiswa
2. Untuk mengetahui faktor-fator penyebab terjadinya anarkisme dalam
pelaksanaan demonstrasi.

1
Diane Revitch, Demokrasi Klasik dan Modern, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005), hlm. 13.
2
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), hlm. 211.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Demonstrasi Mahasiswa Dalam


Masyarakat
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan
demokrasi dimana setiap warga negara mempunyai hak dalam mengemukakan
pendapat berkaitan dengan pengambilan keputusan pemerintah. Kebebasan
mengeluarkan pendapat dimuka umum diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hal ini juga diatur di
dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyebutkan
secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun
Undang-Undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi
unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Kegiatan unjuk rasa atau demonstrasi adalah hak pribadi yang masuk
dalam prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Semua diatur dalam
UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pengertian HAM
dalam Pasal 1 UU N0. 39 Tahun 1999, yaitu seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugrahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kebebasan dalam hak melakukan unjuk rasa atau demonstrasi, terjamin
dalam Pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu
setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat,
permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka
pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan
maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4

Setelah mendapat hak, maka warga negara yang


ingin menyampaikan pendapatnya harus memenuhi kewajibannya.
Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain yang dimaksud adalah harus
sesuai dengan ideologi pancasila dan ikut memelihara, menjaga hak dan
kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai. Menghormati
aturan-aturan moral yang diakui umum adalah mengindahkan norma agama,
kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan menjaga
dan menghormati keamanan dan ketertiban umum yang dimaksud adalah
perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketentraman dan
keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan.
Sedangkan yang dimaksud dengan “menjaga keutuhan persatuan dan
kesatuan bangsa” adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras dan antara
golongan dalam masyarakat.
Umumnya tindakan demonstrasi telah diatur oleh undang-undang
sebagai bentuk pengakuan hak kebebasan berpendapat dimuka umum dengan
tanggung jawab tanpa menimbulkan adanya pihak-pihak yang dirugikan, baik
berupa tindakan-tindakan atau aksi-aksi yang dapat memberikan kerugian bagi
pengguna jalan lainnya.
Pelanggaran yang sering dilakukan mahasiswa ketika sedang
berdemonstrasi adalah memacetkan jalan, pengrusakan dan pembakaran
fasilitas umum atau kendaraan pemerintahan. Akibatnya akan memberikan
kerugian bagi masyarakat. Selain itu pembakaran ban mobil perilaku
mahasiswa yang melakukan demonstasi tersebut tidak sesuai dengan Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Di Muka Umum Konsekuensinya adalah polisi harus membubarkan
demonstrasi dan meminta pertanggung jawaban atas demonstrasi tersebut.
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Anarkisme Saat Demonstrasi
a. Faktor Penyebab Terjadinya Demonstrasi
Mahasiswa sebagai kaum terpelajar secara teoritis mempunyai kritis yang
jauh lebih tinggi dari masyrakatawam pada umumnya didalam memahami dan
5

menilai pola kepemimpinan seseorang untuk menjalani roda pemerintahan.


Kesadaran kritis tersebut menjadikan mahasiswa melakukan gerakan-gerakan
moral ketika sistem kepemimpinan nasional menimbulkan krisis ekonomi. 3
Faktor-faktor pendorong munculnya gerakan mahasiswa adalah kondisi ekonomi
yang memprihatinkan, ketidakpuasan sosial, kebijakan luar negeri pemerintah
yang tidak adil, ketidak puasan terhadap penguasa, politik yang tidak demokratis,
semua dipandangng sebagai penyebab gerakan politik mahasiswa. Pada umumnya
gerakan mahasiswa terjalin dengan kereswahan masyarakat, kondisi sosial politik
yang kritis pada waktu itu dan semakin memburuknya kondisi ekonomi
memunculkan suatu angkatan baru yang mendapat kesempatan memainkan
peran. 4
b. Jenis-jenis Demonstrasi Mahasiswa
Menurut Ahmad Najib Wiyadi (2004:15) terdapat tiga jenis gerakan mahasiswa,
yaitu:
1) Gerakan mahasiswa yang dimotori oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
dan senat pada perguruan tinggi yang memakai tradisi ideologi demokrasi
liberal dengan visi merubah kebijakan publik sesuai dengan aspirasi rakyat;
2) Gerakan mahasiswa yang dimotori oleh kaum muda yang mempunyai visi
strategi atau taktik perjuangan melalui gerakan ekstra parlementer dengan
karakter gerakan marxis komunis;
3) Gerakan mahasiswa yang dimotori oleh jaringan demokrasi gerakan
mahasiswa radikal yang berideologi sosilis marxis yang 24 mempunyai visi
mengganti pemerintah dengan kepemimpinan alternatif.
c. Hak dan Kewajiban dalam Melakukan Demonstrasi
Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyatakan Pendapat di Muka Umum pasal 5 tertulis dengan jelas bahwa
seseorang yang menyampaikan pendapat di muka umum atau mimbar bebas
bagian dari hak sebagai warga negara. Sebagaimana tertulis dalam pasal 5 yang
berbunyi:

3
Arie Sudjito dan Bambang Hudoyono, 2001
4
Andi Rahmat, & Mukhammad Najib. Gerakan Perlawanan Dari Majis Kampus.
(Jakarta : Purimedia. 2001)
6

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:


1) Mengungkapkan pikiran secara bebas;
2) Memperoleh perlindungan hukum. 5
Dalam muatan isi pasal tersebut, tertulis jelas bahwa mengeluarkan pikiran
secara bebas diakui oleh negara. Lebih dari itu, negara memberikan perlindungan
hukum kepada warga negara yang menggunakan hak ini. Hak ini bisa digunakan
oleh siapa saja baik dari kalangan masyarakat bawah maupun masyarakat
kalangan atas.
Di samping itu, ada kewajiban-kewajiban yang mesti dipatuhi dalam
menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana yang ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 pasal 6 yang berbunyi:
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk:
1) Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
2) Menghormati aturan-aturan normal yang diakui hukum;
3) Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
4) Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan;
5) Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kegiatan unjuk rasa atau demonstrasi adalah hak pribadi yang masuk
dalam prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.Semua diatur dalam UU
No.39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Pengertian HAM dalam
Pasal 1 UU N0. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugrahnya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan 29 dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Serta
kebebasan dalam hak melakukan unjuk rasa atau demonstrasi, terjamin dalam
Pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu setiap orang

5
Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di
Muka Umum.
7

baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan,


pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan
pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan
tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setelah mendapat hak,
maka warga negara yang menyampaikan ingin menyampaikan pendapatnya harus
memenuhi kewajibannya. Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain yang
dimaksud adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain
untuk hidup aman, tertib, dan damai. Yang dimaksud dengan “menghormati
aturan-aturan moral yang diakui umum” adalah mengindahkan norma agama,
kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat.6

Beberapa faktor yang menyebabkan suatu demonstrasi menjadi anarki


antara lain:
1) Faktor Potensial
Faktor Potensial Faktor potensial kerusuhan adalah psikologi masyarakat
yang yang mempunyai kemampuan atau potensi sebagai pemicu terjadinya
kerusuhan. Hal ini akan semakin jelas jika didorong oleh unsur unsur seperti
kondisi perekonomian masyarakat yang mengalami tekanan terburuk dan kondisi
sosio kultur masyarakat.7
Keadaan psikologi seseorang yang memang memiliki potensi untuk
tejadinya kerusuhan bisa berupa mudahnya seseorang itu dipengaruhi atau meniru
perilaku masyarakat atau massa yang rusuh pada saat unjuk rasa. Massa yang
melakukan kerusuhan bisa diakibatkan oleh gerakan yang menyinggung harga diri
kelompok, atau adanya hasutan dari provokator untuk melakukan kekerasan.
Yochelson dan Samenow mengidentifikasi sebanyak 52 pola berpikir yang
pada umumnya ada pada penjahat yang mereka teliti. Keduanya berpendapat
bahwa para penjahat adalah orang yang ”marah”, yang merasa suatu sense

6
Skripsi Rizki Nur Aprilia, Tinjauan Sosiologi Hukum Perspektif Masyarakat terhadap
Demonstrasi Mahasiswa. 2014. Hal. 29.
7
Sihombing, Deus L. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Yang Terjadi
Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut). 2010.
8

superioritas, menyangka tidak bertanggung jawab atas tindakan yang mereka


ambil, dan mempunyai harga diri yang sangat melambung. Tiap dia ada merasa
ada suatu serangan terhadap harga dirinya, ia akan memberikan reaksi yang sangat
kuat, sering berupa kekerasan. 8
Psikologi masyarakat dalam hal ini juga merupakan psiklogi massa.
Psikologi adalah ilmu tentang perilaku dan proses mental. Massa dapat diartikan
sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan).Oleh karena itu psikologi massa akan
berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok
massa. Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif
(Collective Behavior). Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali
muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur,
ambigu atau membingungkan, dan tidak stabil.
Perilaku kolektif yang suka melakukan kekerasan disebut dengan Mob.
Mob adalah kerumunanan (Crowds) yang emosional yang cenderung melakukan
kekerasan atau penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya
mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung.
Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi, adanya
perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob ini
dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa. Mereka melakukan
pengrusakan fasilitas umum dan apapun yang dipandang menjadi sasaran
kemarahanannya. 9
2. Faktor Kesengajaan (Rekayasa)
Faktor rekayasa merupakan kesengajaan yang dibuat pihak tertentu karena
adanya kepentingan tertentu yang ingin di capai untuk dengan cara meletupkan
kerusuhan. 10
Dalam demonstrasi, penggerak kerusuhan dan kepentingan ada dua
kemungkinan. Pertama, aktor di balik kerusuhan adalah mereka yang tidak

8
Topo Santoso, SH, MH dan Eva Achjani Zulfa, SH, Kriminologi, (Jakarta :Raja
Grafindo Persada, 2004,) hlm.49-50
9
ibid
10
Sihombing, Deus L. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Yang
Terjadi Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut). 2010.
9

memiliki akses dalam politik formal. Mekanisme ketatanegaraan yang ada tidak
benar-benar terbuka dan mampu menyalurkan aspirasi dan kekecewaan sebagian
kelompok politik masyarakat. Kelompok ini, umumnya the powerless, atau tak
punya kekuatan lalu menggunakan kerusuhan atau aksi protes sebagai mekanisme
artikulasi politik. Itulah satu-satunya sarana yang mereka punya.
Kedua, mungkin pula aktor di balik kerusuhan adalah bagian dari counter
movement. Yaitu sekelompok elite politik yang merasa dirugikan oleh sebuah
perubahan besar. Jika perubahan ini terjadi secara stabil dan nyaman, kelompok
itu mungkin akan diadili, masuk penjara, disita kekayaannya, atau kehilangan
hakhak khusus yang selama ini mereka punya. Perubahan itu mengancam mereka.
Akibatnya dengan segala cara mereka mengganggu perubahan itu dengan
menciptakan kerusuhan. Agar efektif, kerusuhan ini haruslah terjadi dalam skala
nasional dengan akibat yang menakutkan. 11
3. Faktor Kurang Koordinasi Antara Demonstran dengan Aparat Kepolisian
Faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kerusuhan sebagai
kurangnya koordinasi antara para pengunjuk rasa dengan aparat keamanan dalam
hal ini Kepolisian tidak adanya pemberitahuan secara lebih terperinci kepada
pihak Kepolisian tentang kegiatan unjuk rasa. Hal ini merupakan faktor teknis.
koordinator lapangan (korlap) demonstrasi sudah harus memberi tahu pihak
kepolisian 3 x 24 jam sebelum dilaksanakan, seperti diatur dalam Pasal 9 dan 10
UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum. Hal ini
dapat menjadi penyebab kerusuhan karena di dalam tata cara menyampaikan
pendapat di muka umum harus diberitahukan berapa estimasi massa yang akan
ikut dalam kegiatan unjuk rasa tersebut, sebagaimana yang ada pada pasal 11
undang undang nomor 9 tahun 1998. Karena bisa saja ada sekelompok orang yang
tidak bertanggung jawab masuk kedalam barisan, lalu berusaha mengacaukan
keadaan.12 Koordinasi yang dilakukan antara pengunjuk rasa dengan aparat
keamanan bukan hanya dilakukan sebelum terjadinya kegiatan saja. Tetapi juga
dilakukan koordinasi pada saat kegiatan berlangsung. Koordinasi dalam hal ini
11
http://groups.yahoo.com/group/milis-ct/message/774. Diakses pada 30 Oktober 2020.
12
Sihombing, Deus L. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Yang
Terjadi Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut). 2010.
10

merupakan koordinasi dengan pihak negosiator dari kepolisian sebagai upaya


pengamanan kegiatan unjuk rasa.13
4. Faktor Ketidakpuasan Masyarakat
Kelompok orang yang melakukan unjuk rasa merupakan kelompok orang
yang ingin menyampaikan aspirasinya secara merdeka kepada suatu instansi yang
dituju. Dengan melakukan unjuk rasa, para pengunjuk rasa berharap apa yang
disampaikan didengar serta diberikan solusi kepada permasalahan yang dibawa.
Namun dalam beberapa kegiatan unjuk rasa, respon dari instansi yang dituju
terhadap para pengunjuk rasa sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Atau bahkan tidak mendapat tanggapan dari instansi yang dituju tersebut. Maka
ketidakpuasn masyarakat atas kejadian tersebut dapat memicu terjadinya
kerusuhan. Rasa lelah dalam berunjuk rasa dan merasa tidak dihargai serta
besarnya harapan akan perubahan yang diharapkan tidak mendapat tanggapan dari
instansi terkait menjadi penyulut aksi diluar konteks hukum yang berlaku. Aksi
aksi teror, pengrusakan, intimidasi ataupun tindak pidana terhadap jiwa dan benda
lain dapat terjadi dalam hal ini. Faktor potensi psikologi massa yang tidak stabil
juga berpengaruh dalam timbulnya kerusuhan ini. Massa yang tidak menerima
hasil yang dari usaha yang dilakukan atau hasil yang tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, akan dengan mudah tersulut emosinya dan melakukan tindakan
melanggar hukum. 14
5. Faktor Pengamanan yang Kurang
Dalam hal ini melaksanakan prosedur tetap (protap) sesuai Peraturan
Kepala Polri No 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa yang
mengatur cara bertindak, jumlah kekuatan, peralatan yang digunakan, dan strategi
pelaksanaannya. Kesempatan untuk melakukan tindakan rusuh dan anarkis dapat
saja dilakukan oleh para demonstran karena melihat kekuatan serta peralatan yang
dipakai oleh Polisi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam Peraturan
Kepala Polri No 16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa.
Pemantauan terhadap setiap perilaku massa pengunjuk rasa harus tetap dilakukan.

13
Ibid.
14
Ibid.
11

Pemantauan ini dilakukan oleh setiap fungsi dari kepolisian sesuai dengan
fungsinya masing masing. Dalam menyampaikan pendapat di muka umum harus
dipersiapkan dengan matang rencana pengamanan supaya tidak terjadi kerusuhan.
Disamping itu juga harus berhati hati dengan isu yang diberikan. 15 Karakteristik
massa yang dihadapi juga harus terlebih dahulu dikenali supaya dapat melakukan
penanggulangan apabila terjadi kerusuhan.

15
Ibid.
12

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarakan uraian di atas, penulis dapat menarik simpulan:
1. Ditinjau dari sosiologi hukum demonstrasi merupakan salah satu cara efektif
dalam menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah dalam
pengambilan suatu kebijakan publik, yang pada pelaksaannya harus
berpedoman pada aturan yang berlaku dalam hal ini Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum sehingga penyampaian pendapat berjalan efektif sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai.
2. Faktor faktor penyebab terjadinya anarkisme saat demonstrasi adalah:
a. Faktor Potensial Faktor potensial kerusuhan adalah psikologi masyarakat
yang yang mempunyai kemampuan atau potensi sebagai pemicu
terjadinya kerusuhan.
b. Faktor Kesengajaan (Rekayasa) Faktor rekayasa merupakan kesengajaan
yang dibuat pihak tertentu karena adanya kepentingan tertentu yang ingin
di capai untuk dengan cara meletupkan kerusuhan.
c. Faktor Kurang Koordinasi antara demonstran dengan aparat kepolisian.
d. Faktor Ketidakpuasan masyarakat.
e. Faktor pengamanan yang kurang.
13

B. Saran
Adapun saran-saran yang peneliti hendak kemukakan berdasarkan hasil
penelitian ini, yaitu:
1. Demonstrasi hendaknya dilakukan secara tertib santun dan memperhatikan
etika-etika atau moral sesuai dengan aturan-aturan yang dibuat pemerintah
dalam Undang-Undang Pasal 9 Tahun 1998 Tentang Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum sehingga tujuan dari aksi demonstrasi berupa
penyampaian aspirasi masyarakat dapat disalurkan dan lebih mudah diterima
berdasarkan aturan yang berlaku.
2. Dalam melakukan suatu perbuatan hendaknya kita dapat berpikir dampak dari
suatu perbuatan yang akan kita lakukan dapat merugikan diri sendiri dan
masyarakat. Tindakan anarkis bukanlah jalan keluar yang tepat dalam
menyelesaikan persoalan terkait kurangnya penerimaan aspirasi masyarakat
oleh pemerintah. Berpikir rasional dan taat aturan dalam penyampaian
aspirasi di muka umum dapat membuat komunikasi antara pemerintah dan
demonstran berjalan efektif sehingga aspirasi dari demonstran (mahasiswa/
masyarakat) dapat diterima dengan baik oleh pemerintah.
3. Perlu adanya koordinasi yang baik antara demonstran dengan aparat
keamanan dalam hal ini polri untuk mencegah terjadinya tindakan anarkis
dari para demonstran.
DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku:
Ali, Achmad. 1998. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Edisi
Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ali, Zainudin. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Arie Sudjito dan Bambang Hudoyono, 2001.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Rahmat, Andi dan Mukhammad Najib. 2001. Gerakan Perlawanan Dari Majis
Kampus. Jakarta : Purimedia.
Revitch, Diane. 2005. Demokrasi Klasik dan Modern.Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 1969. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI-PRESS.
Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2004. Kriminologi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Karya Tulis Ilmiah:
Ahmad Burhan Wijaya. Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Menangani Aksi
Massa Unjuk Rasa Di Bawah Kondisi Konflik Peran. Pasca Sarjana
Fakultas Psikologi Universitas Indonesi.
Rizki Nur Aprilia, Tinjauan Sosiologi Hukum Perspektif Masyarakat terhadap
Demonstrasi Mahasiswa. 2014.
Sihombing, Deus L. 2010. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan
Yang Terjadi Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut).
Dokumen-Dokumen:
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Ketetapan MPR no XVV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Internet:
http://suryanto.blog.unair.ac.id/2008/12/03/memahami-psikologi-massa-
danpenanganannya/http://alqudsy.blog.friendster.com/2008/07/psikologi-massa/.
Diakses pada 30 Oktober 2020.
http://groups.yahoo.com/group/milis-ct/message/774. Diakses pada 30 Oktober
2020

Anda mungkin juga menyukai