Disusun Oleh
NAMA NPM
Pratiwi Perucha P19 4301 027
Wawan Purnawarman P20 4301 006
Agus Bara P20 4301 011
Nelvia P P20 4301 012
Winny Silviany Sukma P20 4301 013
Prasetya Bintang Dirgantara P20 4301 019
Wigan Kurniawan P20 4301 022
Dosen
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga
dan dengan tidak memandang batas-batas.”
3. Ketetapan MPR no XVV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19
menegaskan bahwa “Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Dalam iklim demokrasi, pilihan demonstrasi itu wajar untuk
mengungkapkan aspirasi, karena landasan negara demokratis adalah kebebasan. 1
Salah satu kebebasan itu dalam bentuk kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), dan
kebebasan untuk memilih presiden. Kebebasan-kebebasan tersebut merupakan
bagian penting dari negara demokrasi. 2
Namun dalam pelaksanaanya tak sedikit para demonstran yang
mengartikan dan menterjemahkan kewajiban yang mesti dijalankan oleh para
demonstran, seperti keributan, bentrokan, serta kerusuhan selalu saja terjadi dalam
aksi unjuk rasa atau demonstrasi.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik untuk
menyusun suatu makalah dengan judul “Tinjauan Sosiologi Hukum mengenai
Aksi Demontrasi Mahasiswa serta Analisis Faktor-Faktor Penyebab
Anarkisme Dalam Pelaksanaan Demonstrasi”.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum mengenai demonstrasi mahasiswa?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya anarkisme dalam pelaksanaan
demonstrasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tinjauan sosiologi hukum mengenai demonstrasi
mahasiswa
2. Untuk mengetahui faktor-fator penyebab terjadinya anarkisme dalam
pelaksanaan demonstrasi.
1
Diane Revitch, Demokrasi Klasik dan Modern, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005), hlm. 13.
2
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), hlm. 211.
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
Arie Sudjito dan Bambang Hudoyono, 2001
4
Andi Rahmat, & Mukhammad Najib. Gerakan Perlawanan Dari Majis Kampus.
(Jakarta : Purimedia. 2001)
6
5
Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di
Muka Umum.
7
6
Skripsi Rizki Nur Aprilia, Tinjauan Sosiologi Hukum Perspektif Masyarakat terhadap
Demonstrasi Mahasiswa. 2014. Hal. 29.
7
Sihombing, Deus L. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Yang Terjadi
Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut). 2010.
8
8
Topo Santoso, SH, MH dan Eva Achjani Zulfa, SH, Kriminologi, (Jakarta :Raja
Grafindo Persada, 2004,) hlm.49-50
9
ibid
10
Sihombing, Deus L. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Yang
Terjadi Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut). 2010.
9
memiliki akses dalam politik formal. Mekanisme ketatanegaraan yang ada tidak
benar-benar terbuka dan mampu menyalurkan aspirasi dan kekecewaan sebagian
kelompok politik masyarakat. Kelompok ini, umumnya the powerless, atau tak
punya kekuatan lalu menggunakan kerusuhan atau aksi protes sebagai mekanisme
artikulasi politik. Itulah satu-satunya sarana yang mereka punya.
Kedua, mungkin pula aktor di balik kerusuhan adalah bagian dari counter
movement. Yaitu sekelompok elite politik yang merasa dirugikan oleh sebuah
perubahan besar. Jika perubahan ini terjadi secara stabil dan nyaman, kelompok
itu mungkin akan diadili, masuk penjara, disita kekayaannya, atau kehilangan
hakhak khusus yang selama ini mereka punya. Perubahan itu mengancam mereka.
Akibatnya dengan segala cara mereka mengganggu perubahan itu dengan
menciptakan kerusuhan. Agar efektif, kerusuhan ini haruslah terjadi dalam skala
nasional dengan akibat yang menakutkan. 11
3. Faktor Kurang Koordinasi Antara Demonstran dengan Aparat Kepolisian
Faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kerusuhan sebagai
kurangnya koordinasi antara para pengunjuk rasa dengan aparat keamanan dalam
hal ini Kepolisian tidak adanya pemberitahuan secara lebih terperinci kepada
pihak Kepolisian tentang kegiatan unjuk rasa. Hal ini merupakan faktor teknis.
koordinator lapangan (korlap) demonstrasi sudah harus memberi tahu pihak
kepolisian 3 x 24 jam sebelum dilaksanakan, seperti diatur dalam Pasal 9 dan 10
UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum. Hal ini
dapat menjadi penyebab kerusuhan karena di dalam tata cara menyampaikan
pendapat di muka umum harus diberitahukan berapa estimasi massa yang akan
ikut dalam kegiatan unjuk rasa tersebut, sebagaimana yang ada pada pasal 11
undang undang nomor 9 tahun 1998. Karena bisa saja ada sekelompok orang yang
tidak bertanggung jawab masuk kedalam barisan, lalu berusaha mengacaukan
keadaan.12 Koordinasi yang dilakukan antara pengunjuk rasa dengan aparat
keamanan bukan hanya dilakukan sebelum terjadinya kegiatan saja. Tetapi juga
dilakukan koordinasi pada saat kegiatan berlangsung. Koordinasi dalam hal ini
11
http://groups.yahoo.com/group/milis-ct/message/774. Diakses pada 30 Oktober 2020.
12
Sihombing, Deus L. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Yang
Terjadi Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut). 2010.
10
13
Ibid.
14
Ibid.
11
Pemantauan ini dilakukan oleh setiap fungsi dari kepolisian sesuai dengan
fungsinya masing masing. Dalam menyampaikan pendapat di muka umum harus
dipersiapkan dengan matang rencana pengamanan supaya tidak terjadi kerusuhan.
Disamping itu juga harus berhati hati dengan isu yang diberikan. 15 Karakteristik
massa yang dihadapi juga harus terlebih dahulu dikenali supaya dapat melakukan
penanggulangan apabila terjadi kerusuhan.
15
Ibid.
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarakan uraian di atas, penulis dapat menarik simpulan:
1. Ditinjau dari sosiologi hukum demonstrasi merupakan salah satu cara efektif
dalam menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah dalam
pengambilan suatu kebijakan publik, yang pada pelaksaannya harus
berpedoman pada aturan yang berlaku dalam hal ini Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum sehingga penyampaian pendapat berjalan efektif sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai.
2. Faktor faktor penyebab terjadinya anarkisme saat demonstrasi adalah:
a. Faktor Potensial Faktor potensial kerusuhan adalah psikologi masyarakat
yang yang mempunyai kemampuan atau potensi sebagai pemicu
terjadinya kerusuhan.
b. Faktor Kesengajaan (Rekayasa) Faktor rekayasa merupakan kesengajaan
yang dibuat pihak tertentu karena adanya kepentingan tertentu yang ingin
di capai untuk dengan cara meletupkan kerusuhan.
c. Faktor Kurang Koordinasi antara demonstran dengan aparat kepolisian.
d. Faktor Ketidakpuasan masyarakat.
e. Faktor pengamanan yang kurang.
13
B. Saran
Adapun saran-saran yang peneliti hendak kemukakan berdasarkan hasil
penelitian ini, yaitu:
1. Demonstrasi hendaknya dilakukan secara tertib santun dan memperhatikan
etika-etika atau moral sesuai dengan aturan-aturan yang dibuat pemerintah
dalam Undang-Undang Pasal 9 Tahun 1998 Tentang Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum sehingga tujuan dari aksi demonstrasi berupa
penyampaian aspirasi masyarakat dapat disalurkan dan lebih mudah diterima
berdasarkan aturan yang berlaku.
2. Dalam melakukan suatu perbuatan hendaknya kita dapat berpikir dampak dari
suatu perbuatan yang akan kita lakukan dapat merugikan diri sendiri dan
masyarakat. Tindakan anarkis bukanlah jalan keluar yang tepat dalam
menyelesaikan persoalan terkait kurangnya penerimaan aspirasi masyarakat
oleh pemerintah. Berpikir rasional dan taat aturan dalam penyampaian
aspirasi di muka umum dapat membuat komunikasi antara pemerintah dan
demonstran berjalan efektif sehingga aspirasi dari demonstran (mahasiswa/
masyarakat) dapat diterima dengan baik oleh pemerintah.
3. Perlu adanya koordinasi yang baik antara demonstran dengan aparat
keamanan dalam hal ini polri untuk mencegah terjadinya tindakan anarkis
dari para demonstran.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:
Ali, Achmad. 1998. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Edisi
Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ali, Zainudin. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Arie Sudjito dan Bambang Hudoyono, 2001.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Rahmat, Andi dan Mukhammad Najib. 2001. Gerakan Perlawanan Dari Majis
Kampus. Jakarta : Purimedia.
Revitch, Diane. 2005. Demokrasi Klasik dan Modern.Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 1969. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI-PRESS.
Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2004. Kriminologi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Karya Tulis Ilmiah:
Ahmad Burhan Wijaya. Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Menangani Aksi
Massa Unjuk Rasa Di Bawah Kondisi Konflik Peran. Pasca Sarjana
Fakultas Psikologi Universitas Indonesi.
Rizki Nur Aprilia, Tinjauan Sosiologi Hukum Perspektif Masyarakat terhadap
Demonstrasi Mahasiswa. 2014.
Sihombing, Deus L. 2010. Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan
Yang Terjadi Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut).
Dokumen-Dokumen:
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Ketetapan MPR no XVV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Internet:
http://suryanto.blog.unair.ac.id/2008/12/03/memahami-psikologi-massa-
danpenanganannya/http://alqudsy.blog.friendster.com/2008/07/psikologi-massa/.
Diakses pada 30 Oktober 2020.
http://groups.yahoo.com/group/milis-ct/message/774. Diakses pada 30 Oktober
2020