Anda di halaman 1dari 12

KARYA TULIS ILMIAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEBEBASAN BEREKSPRESI DI


NEGARA DEMOKRASI PANCASILA

DISUSUN OLEH :

IRFAN FURQANI RAMADHAN (A1011201288)

FAKULTAS HUKUM
JURUSAN/PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2020/2021
BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini kemudahan mengakses informasi mengenai berbagai aktifitas


kehidupan sangat mudah dilakukan, apalagi inovasi dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga berkembang pesat.Peran media sosial pun
menjadi sangat penting sebagai sarana dan infrastruktur infomasi dan
komunikasi di tanah air.Kemudahan ini juga yang ternyata mempengaruhi
seseorang dalam mengekspresikan individunya dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara yang dahulunya hanya lewat dunia nyata namun sekarang bisa
dilakukan di dunia maya. dan hal ini sudah menjadi kebiasaan bagi semua
individu di seluruh dunia yang menjadi pewarisan peradaban.Kebebasan
berekspresi merupakan bagian dari hak asasi manusia.Implementasi dari
kebebasan berekspresi ini sendiri dimjlai dari adanya komunikasi yang kemudian
mentransfer beragam informasi,serta tujuan dari informasi ini nantinya adalah
untuk dapat menghasilkan pengaruh yang mengubah kenyataan hidup, cara
pandang, maupun posisi dari si penerima informasi.Maka dari itu kebebasan
berekspresi sangatlah penting untuk dilindungi,Mengingat hal ini dijamin dan
dilindungi oleh konstitusi serta selaras dengan prinsip negara demokrasi
Pancasila dan juga selaras dengan perkembangan,perjuangan,peregerakan, dan
penegakan ham dunia.

1.2 Tujuan Penulisan

1) Menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebebasan berekspresi


2) Implementasi serta perlindungan kebebasan berekspresi yang belandaskan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3) Solusi dan upaya penyelesaian atas permasalahan kebebasan berekspresi di
Indonesia

1.3 Manfaat Penulisan

1) Memahami gambaran umum mengenai kebebasan berekspresi dan


perlindungannya
2) Mengaplikasikan nilai-nilai moral,sosial,agama,dan budaya serta nilai-nilai
Pancasila dalam mengekspresikan segala sesuatu
3) Menemukan solusi dan memcahkan masalah dalam hal kebebasan
berekspresi

BAB II : ISI

2.1 Definisi Kebebasan Berekspresi

Menurut Jhon Locke kebebasan berekspresi adalah cara untuk pencarian


kebenaran.Kebebasan berekspresi ditempatkan sebagai kebebasan untuk mencari,
menyebarkuaskan dan menerima informasi serta kemudian
memperbincangkannya apakah mendukung atau mengkritik perbinacngan
tersebut sebgai sebuah proses untuk menghapus miskonsepsi kita atas fakta dan
nilai.Sedangkan secara umum yang dimaksud kebebasan berekspresi adalah suatu
bentuk kemerdekaan dari setiap individu yang dijamin serta dilindungi negara
dalam bentuk pengungkapan atau proses dalam menyatakan (memperlihatkan
maksud,gagasan,pandangan,dan perasaan) baik dalam bentuk lisan maupun
tulisan serta dilakukan baik secara langsung mapun tidak langsung.Indonesia
sebagai Rechstaat (negara hukum) dan negara demokrasi tentunya sangat
menghormati,menjamin,dan melindungi kebebasan berekspresi warga
negaranya.Walaupun dalam perspektif ham hak kebebasan berkekspresi ini
bersifat limitatif dan dapat diderogasi, namun hal ini tidak dapat dijadikan alasan
pembungkaman dan kriminalisasi terhadap orang-orang yang berpikir kritis.Hal
ini bertujuan untuk menjaga mekanisme check and balance demi
keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.2 Sejarah Singkat Serta Dasar Yuridis dan Normatif Kebebaasan Berekspresi

Kebebasan berekspresi menjadi hal yang sangat vital dalam menjaga


stabilitas serta menjadi alat kontrol dan pengawasan terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Mengingat peran penting dari kebebasan berekspresi tersebut,


menjadikannya salah satu hak asasi yang dijamin dalam Universal
Declaration of Human Rights (DUHAM) yang kemudian diatur di dalam
Pasal 19 DUHAM. Aturan ini kemudian menjadi diperkuat dalam
Internasional Convention on Civil and Political Rights (ICCPR). Kebebasan
berekspresi diatur di dalam Pasal 19 ICCPR dengan rumusan setiap orang
berhak untuk berpendapat dan bebas untuk menyatakan pendapat. Kebebasan
ini juga mencakup bebas untuk mencari, menerima, dan memberikan
informasi dan pemikiran, terlepas dari berbagai pembatasan.

Di Indonesia, jaminan tentang kebebasan berekspresi telah diatur dalam


level konstitusi maupun undang-undang. Pada mulanya, terjadi perdebatan
sengit di Sidang BPUPKI tentang pengaturan HAM. Soekarno dan Soepomo
menolak jaminan HAM dalam konstitusi karena lahir dari pemikiran
individualistis dan tidak sesuai dengan tujuan negara yang hendak
memajukan kesejahteraan umum.

Pendapat yang berseberangan datang dari Hatta dan Yamin. Keduanya


memandang bahwa pemuatan jaminan HAM dalam konstitusi bukanlah
ditujukan untuk melemahkan kekeluargaan dan memperkuat individualisme.
Muatan itu lebih ditujukan pada tujuannya untuk menjamin perlindungan
warga negara sekaligus mencegah Indonesia menjadi negara kekuasaan.
Hingga pada akhirnya, muatan mengenai HAM diatur secara terbatas pada
Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin tentang kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, serta untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Amendemen UUD 1945 membawa angin segar bagi pengaturan tentang


HAM. Jaminan tentang kebebasan berekspresi juga dapat dijumpai pada
Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945. Pasal ini mengatur tentang hak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya. Dengan demikian, warga negara mendapatkan
jaminan konstitusional terkait dengan hak yang berhubungan dengan
informasi.

Pengaturan lainnya juga dapat ditemukan pada UU Nomor 39 Tahun


1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
ICCPR. Kedua UU tersebut pada akhirnya memperkuat jaminan tentang hak
bebas berekspresi bagi warga negara. Jaminan untuk bebas berekspresi dalam
berbagai aturan ini sangat penting terutama Indonesia telah memasuki fase
demokratis. Berbeda dengan fase pada Orde Baru yang serba membatasi
informasi, maka fase demokratis ini tabir pembatas itu kemudian dibuka.

Namun demikian, perlu diingat bahwa dengan adanya jaminan bebas


berekspresi diatur dalam konstitusi bukan berarti tidak dibatasi sama sekali.
Pasal 29 ayat (2) DUHAM menyatakan bahwa HAM dapat dibatasi melalui
undang-undang dan juga nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat.
Dalam pengertian ini, kita memiliki Pancasila sebagai panduan hidup
berbangsa dan bernegara. Dalam level konstitusi telah diatur pada Pasal 28J
ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Sedangkan pada level undang-undang, kita
memiliki UU ITE, khususnya untuk pembatasan ekspresi melalui dunia
maya. Jadi, adanya pembatasan ini bukan berarti untuk membatasi HAM, tapi
untuk mengatur agar HAM tetap dapat dijalankan sesuai dengan koridor yang
berlaku.

2.3 Urgensi Kebebasan Berekspresi di Negara Demokrasi

Negara Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila yang dimana nilai-


nilainya akan menjadi grundnorm dan staatsfundamentalnorm dalam proses
demokrasi yang berlangsung dalam bernegara.Mengacu pada prinsip-prinsip
demokrasi Pancasila yang salah satunya adalah kebebasan atau persamaan yang
merupakan implementasi dari sila kedua Pancasila.Kebebasan atau persamaan ini
dianggap sebagai upaya untuk mencapai kemajuan dan memberikan hasil maksimal
dalam rangka memajukan bangsa dan negara tanpa adanya pembatasan dari
penguasa.Pembatasan penguasa yang dimaksud disini adalah pembatasan yang
bersifat koersif dan pervasi yang menyebabkan seluruh warga negara terbelenggu
dan merasa terkekang oleh upaya konformitas yang dilakukan oleh
penguasa.Sebagaimana kita tahu bahwa tidak semua wewenang dan kehendak
penguasa sesuai dengan kehendak rakyat secara keseluruhan.

Kebebasan berekspresi juga menjadi upaya preventif terhadap


otoritarianisme penguasa yang mengenyampingkan hak sipil dan politik serta hak
ekonomi,sosial,dan budaya masyarakat.Lalu,apa kaitannya kebebasan berekspresi
ini dengan negara demokrasi Pancasila yang dianut oleh masyarakat Indonesia?
Tentu saja berkaitan,sebab suatu pemerintahan yang demokratis mensyaratkan
warganya dapat menilai kinerja pemerintahannya.Penilaian ini tentunya
membutuhkan kritik,analisis,pemikiran,dan penyebaran informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan oleh setiap individu.
Kebebasan berekspresi merupakan salah satu syarat penting yang
memungkinkan berlangsungnya demokrasi dan partipasi publik dalam pembuatan
keputusan-keputusan.Kebebasan berekspresi merupakan pra-syarat bagi perwujudan

prinsip transparansi dan akuntabilitas yang pada akhirnya sangat esensial bagi
pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Kebebasan bereskpresi juga menjadi
pintu bagi dinikmatinya kebebasan berkumpul, berserikat dan pelaksanaan hak untuk
memilih.

Warga negara tidak dapat melaksanakan haknya secara efektif apabila dalam
pembuatan kebijakan-kebijakan publik, mereka tidak memiliki kebebasan untuk
mengakses informasi dan mengeluarkan pendapatnya serta tidak mampu
memberikan pandangannya secara bebas.Namun,yang perlu diingat adalah
kebebasan yang telah diberikan adalah kebebasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dimana setiap individu harus menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban asasinya.

2.4 Kebebasan Berekspresi dan UU ITE

Di era perkembangan industri 4.0 saat ini kebebasan berekspresi bukan


hanya dilakukan melalui interaksi secara lamgsung saja, namun kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi memungkinkan setiap individu untuk mengakses
kebebasan berekspresi mereka melalui media sosial khusnsnya media
elektronik.Dalam rangka mendukung kemajuan teknologi yang berdampak terhadap
kemajuan bangsa dan negara ini tentunya dibutuhkan payung hukum untuk menjaga
stabilitas kehidupan di dunia maya.Maka dari itu Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik menjadi jawaban terhadap permasalahan ini.

Namun di Indonesia saat ini banyak sekali yang menyalahgunakan UU ITE


ini untuk saling mengkriminalisai satu sama lain sehingga hal ini dapat menyebabkan
obstruksi demokratisasi media sosial di Indonesia.Alih-alih memberikan payung
hukum yang jelas, beberapa aturan hukum yang berkaitan dengan media baru,
khususnya media sosial di Indonesia justru beberapa pasal menjadi pasal defamasi
yang menjadi momok menakutkan dalam kehidupan demokrasi media di Indonesia.

Sebagaimana kita tahu di dalam hukum pidana penghinaan serta pencemaran


nama baik seseorang merupakan delik aduan yang berarti perbuatan tersebut baru
bisa diproses apabila individu bersangkutan yang telah mendapat perlakuan ini
melaporkan kepada pihak yang berwajib.Akan tetapi,banyak sekali fakta sosial yang

terjadi bahwa yang melaporkan bukanlah individu yang dihina oleh pelaku
melainkan yang melaporkan adalah para pendukung individu yang dikritisi atau
dihina tersebut serta individu atau akun yang bahkan identitasnya tidak diketahui
secara jelas yang diakibatkan oleh disparitas politik atau yang biasa masyarakat
awam sebut sebagai buzzer politik.

Perbuatan-perbuatan yang dianggap melanggar dalam UU ITE adalah bagian


dari bab VII UU ITE yang terdiri atas pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal
31, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36, dan pasal 37. Akan tetapi
penekanan berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dan kaitannya dengan
kebebasan berekspresi di Indonesia yang selama ini banyak digunakan dan menjerat
sejumlah warga negara Indonesia dengan tuduhan pencemaran nama baik tercantum
dalam pasal 27, khususnya ayat (3).

Pasal inilah yang menjadi hal kontroversial dalam masyarakat dikarenakan


pelanggaran atas Pasal 27 ini akan menimbulkan sanksi sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE tentang ketentuan pidana. Pasal 45 UU ITE ini
menyebutkan, “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).”

Pasal ini juga yang membuat seseorang menjadi saling melapor dan menuduh
satu sama lain bahkan menjadi legal standing bagi aparat penegak hukum untuk
memidanakan seseorang yang seharusnya laporan tersebut harus diselidiki terlebih
dahulu keberadaannya.Kondisi yang demikian ini bisa berpotensi menyebabkan
konflik dalam masyarakat baik itu konflik secara horizontal maupun secara
vertikal.Tentunya,kita tidak mengaharapkan masalah ini terus terjadi karena
permasalahan seperti ini dapat menyebabkan disintegrasi nasional bangsa
Indonesia.Sehingga penting bagi kita untuk tetap terus memupuk rasa nasionalisme
dan bijak dalam menyampaikan serta menerima pendapat dari orang lain sesuai
dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi amanat dan spirit perjuangan dari
para pendiri bangsa.

2.5 Upaya Reformasi Hukum Kebebasan Berekspresi di Indonesia

Dari semua yang dijelaskan pada poin-poin diatas tentunya kita mengaharapkan
kemajuan dalam mengekspresikan diri di Indonesia.Langkah-langkah atau solusi
yang dapat dilakukan oleh semua elemen dalam bernegara untuk mengatasi
permasalahan kebebasan berekspresi ini,antara lain :

1) Kesadaran dan Pemahaman Masing-Masing Individu


Semua orang menginginkan kemajuan bagi bangsa dan
negaranya,perbedaan-perbedaan yang ada tidaklah menghalangi seseorang
untuk memajukan bangsa dan negara.Seperti perbedaan pendapat yang sering
disampaikan melalui media sosial,seseorang harus dapat membedakan yang
mana mengkritik dan yang mana menghina.Seseorang dapat dikatakan
menghina apabila melakukan penyerangan terhadap nama baik dan
kehormatan seseorang (baik itu fisik maupun psikis seseorang) yang
dihina.Namun,apabila yang dibicarakan adalah kinerja dan perilaku dari
seseorang dan tujuannya untuk membangun agar dapat menjadi lebih baik
lagi, maka ini dapat dikatak sebagai suatu kritik.Demikian pentingnya
kesadaran dan pemahaman seseorang terhadap substansi yang mereka
bicarakan sehingga dapat dipertanggungjawabkan nantinya.

2) Sosialisasi dari Pemerintah


Upaya ini dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab
terhadap seluruh entitas untuk dapat meningkatkan kesadaran dan
pemahaman masyarakat yang dapat dilakukan melalui Kementerian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia serta instansi lain yang
terkait.Disini pemerintah bisa mengedukasi masyarakat untuk
mengekspresikan sesuatu sesuai dengan nilai luhur dan moral Pancasila serta
menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggungjawab.

3) Pembaharuan dan Restrukturisasi Peraturan Perundang-undangan


Kebebasan berkekspresi yang tidak hanya dilakukan di dunia nyata tapi juga
dunia maya sering menimbulkan permasalahan hukum baru seperti serangan
siber, pemutusan internet, kriminalisai (pasal karet UU ITE), hoax dan
disinformasi, serta hak privasi dan data pribadi yang dilanggar.Oleh karena
itu dibutuhkan aturan hukum yang bertujuan untuk memberdayakan
seseorang agar mampu untuk mengontrol data pribadinya dan untuk
melindungi dririnya dari penyalahgunaan hukum (kriminalisasi).Sudah
banyak sekali undang-undang yang melindungi kebebasan berkspresi ini
namun, ada baiknya diperlukan perbaikan dari substansi undang-undang
yang ada serta pembentukan undang-undang baru yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman yang semakin memperkuat perlindungan terhadap
kebebasan berekspresi ini.Misalnya revisi terhadap beberapa pasal UU ITE
yang dianggap perlu karena seringnya digunakan untuk mengkriminalisai
orang lain serta RUU Perlindungan Data Pribadi yang bisa dimasukkan ke
dalam prolegnas.

4) Peran Serta Masyarakat dan Penegak Hukum


Masyarakat harus berperan aktif dalam pengawasan penegakan
hukum.Lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian,organiasi
masyarakat bisa ikut aktif dalam penegakan hukum khususnya mengenai
kebebasan berekspresi.Begitu pula penegak hukum seperti kepolisian,
kejaksaaan, lawyer, hakim, serta instansi lain yang terkait berkewajiban
untuk menjaga tegaknya hukum serta memberikan kemanfaatan dan
kepastian hukum itu untuk seluruh masyarakat sehingga terciptalah rasa
keadilan bagi semua.Ketika terjadi pelanggaran terhadap kebebasan
berekspresi sudah menjadi tugas penegak hukum untuk
memprosesnya.Namun, jika setelah diperiksa itu individu yang melakukan
pelanggaran tidak memenuhi unsur delik dalam tindak pidana maka
sebaiknya kasus tersebut dihentikan.

5) Sistem Perlindungan Cyber Sovereignty


Esensinya kebebasan berekspresi digunakan untuk mencari kebenaran dan
mengembangkan diri.Perlindungan dengan sistem cyber sovereignty bisa
diterapkan di Indonesia karena sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.Pada
sistem ini kedaulatan seseorang dalam menyampaikan sesuatu tetap dihargai
tetapi kedaulatan itu diatur oleh orientasi tata kelola pemerintshan yang
terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.Dengan kata lain dalam hal
kebebasan berekspresi di media sosial, negara tidak boleh terlalu
mengintervensi hak privasi seseorang kecuali hal itu berkaitan dengan cyber
crime.

BAB III : KESIMPULAN

Berdasarkan semua keterangan-keterangan di atas tentunya dapat kita


ketahui bahwa kebebasan berekspresi adalah hak asaai yang inheren dengan
kehidupan manusia.Hak ini memang dapat dibatasi namun tidaklah bijak jika
alasan batasan ini dijadikan sebagai upaya penghilangan kebebasan
berekspresi.Mengingat hak asasi adalah pemberian Tuhan bukan pemberian
negara, negara hanya menjadi fasilitator perlindungan dan penegakan hak
asasi manusia yang satu ini.

Selain itu,kita sebagai individu kita juga harus menjalankan tanggung


jawab serta kewajiban asasi kita bukan hanya menuntut hak asasi tapi tidak
menjalankan kewajiban asasi.Mengingat semua orang diperlakukan sama
dalam hukum (equality before the law).Kemudian yang tidak kalah
pentingnya sebagai negara demokrasi dan negara hukum (Rechstaat) yang
mengadopsi nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
yang ada hendaklah kita menjadikan ini sebagai pandangan hidup khususnya
dalam mengekspresikan diri.Sehingga hal-hal negatif yang dapat
mengganggu kehidupan berbangsan dan bernegara bisa diminimalisir bahkan
dihilangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Fitra Arsil, S. M. (2019, Oktober 18). Hak Bebas Berekspresi dan
Tantangannya bagi Generasi Muda . Diambil kembali dari
www.hukumonline.com:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5da969a36fcb5/hak-bebas-
berekspresi-dan-tantangannya-bagi-generasi-muda-oleh--fitra-arsil?page=3
Djafar, W. (2013, Agustus 16). Arti_Penting_Kebebasan_Berekspresi.pdf.
Retrieved from lama.elsam.or.id:
https://lama.elsam.or.id/downloads/779810_Arti_Penting_Kebebasan_Bere
kspresi.pdf
Nurlatifah, M., IP, S., & UGM, D. I. K. F. (2019). Ancaman Kebebasan
Berekspresi Di Media Sosial. Depertemen Ilmu Komunikasi Fispol UGM.

Anda mungkin juga menyukai