Anda di halaman 1dari 17

Kebebasan Berpendapat dalam Platform Youtube, Tiktok, dan Twitter

Berdasarkan Perspektif Mahasiswa ITB

Kelompok 33 Pancasila dan Kewarganegaraan KU2071-04

Olivia Greva Dedevi 12021017

Muslimah Faqih Mumtazih 12021060

Bonifasius Perdana Tinton Samudra 15121062

Muhammad Iqbal Tasyani 15121071

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2022
ABSTRAK

Demokrasi sebagai sistem pemerintahan di Indonesia berimplikasi pada persamaan hak,


kewajiban dan perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Salah satu hak tersebut ialah
hak kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat pada dasarnya merupakan hak yang
dimiliki oleh setiap individu yang dijamin oleh konstitusi, hal ini termuat pada Pasal 28 E ayat
(3). Sayangnya, perkembangan media teknologi informasi diwarnai dengan berbagai
permasalahan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana sudut pandang
mahasiswa ITB mengenai hak kebebasan berpendapat di dalam platform media sosial.
Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah dengan studi literatur dan pengolahan hasil
dari penyebaran angket secara daring kepada beberapa responden dengan syarat terkait.

Kata Kunci : Demokrasi, Kebebasan Berpendapat, Hak Asasi Manusia, Teknologi

ABSTRACT

Democracy as a system of government in Indonesia has implications for equal rights,


obligations, and equal treatment for all citizens. One of these rights is the right to freedom of
expression. Freedom of opinion is a right owned by every individual that is guaranteed by the
constitution, this is contained in Constitution Law 28 E paragraph (3). Unfortunately, the
development of information technology is colored by various problems. The purpose of this
writing is to find out the perspective of ITB students regarding the right to freedom of
expression on social media platforms. The method used in this journal is by studying the
literature and processing the results of distributing questionnaires online to several
respondents with related conditions.

Keywords: Democracy, Freedom of Speech, Human Rights, Technology


BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Di era penggunaan media sosial yang semakin mendominasi interaksi sosial, hak berpendapat
menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk dimiliki dan dihormati. Setiap individu
memiliki hak untuk berpendapat dan dihormati pendapatnya. Seiring dengan adanya hak,
terdapat pula kewajiban dari setiap individu untuk mengetahui batasan dalam berpendapat.
Batasan ini secara tertulis maupun tidak telah diatur dalam hukum yang berlaku dan norma
sosial di masyarakat. Sebagai warga negara yang baik, hendaknya hak yang dimiliki untuk
berpendapat digunakan dengan bijak. Sebelum mengeluarkan pendapat di media sosial,
diperlukan pemikiran dan pertimbangan agar pendapat yang kita sampaikan tidak
menyinggung serta merugikan pihak lain. Selain itu, kebebasan berpendapat dijamin oleh
negara berdasarkan prinsip demokrasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang penulis ajukan adalah
sebagai berikut.

1. Apa yang menyebabkan media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter mendominasi
interaksi sosial ?

2. Apakah penggunaan media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter mempengaruhi


kebebasan berpendapat ?

3. Apa batasan yang harus diketahui dalam menyampaikan pendapat di media sosial ?

4. Apa saja dampak positif dan negatif dalam konteks kebebasan berpendapat dari media
sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dalam penelitian kali ini adalah
sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui penyebab media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter mendominasi
interaksi sosial menurut perspektif mahasiswa ITB.
2. Untuk mengetahui pengaruh media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter dalam
kebebasan berpendapat menurut perspektif mahasiswa ITB.

3. Untuk mengetahui batasan yang harus diketahui menyampaikan pendapat di media


sosial menurut perspektif mahasiswa ITB.

4. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari penggunaan media sosial Youtube,
Tiktok, dan Twitter menurut perspektif mahasiswa ITB.

1.4 Ruang Lingkup Kajian


Untuk menjawab rumusan masalah di atas, kami akan mengkaji hal-hal berikut.

1. Pengertian kebebasan berpendapat;

2. Hukum yang mengatur kebebasan berpendapat;

3. Definisi perspektif;

4. Definisi media sosial;

5. Penyebab media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter mendominasi interaksi sosial;

6. Pengaruh media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter terhadap kebebasan berpendapat;

7. Batasan dalam menyampaikan pendapat di media sosial; dan

8. Analisis dampak positif dan negatif dari media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kebebasan Berpendapat
Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan yang telah dijamin
oleh konstitusi. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum dan
demokratis berwenang untuk mengatur dan melindungi pelaksanaannya. Kemerdekaan
berpikir dan mengeluarkan pendapat tersebut diatur dalam perubahan keempat Undang -
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi, ”Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan
berekspresi termasuk kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar
dalam kehidupan bernegara.” dan juga pada Undang - Undang No. 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi,
“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Untuk menjelaskan hak kebebasan berpendapat, Frederick Schauer pernah berpendapat,

“…when free speech is accepted, there is a principle according to which speech is less
subject to regulation (within a political theory) than other forms of conduct having the same
or equivalent effects. Under a free speech principle, any governmental action to achieve a
goal, whether that goal be positive or negative, must provide stronger justification when the
attainment of that goal…” atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan menjadi
sebagai berikut. Ketika kebebasan berpendapat diterima, ada prinsip yang menyatakan bahwa
pendapat kurang tunduk pada regulasi (dalam teori politik) daripada bentuk perilaku lain yang
memiliki efek yang sama atau setara. Berdasarkan prinsip kebebasan berbicara, setiap
tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan, apakah tujuan itu positif atau negatif, harus
memberikan justifikasi yang lebih kuat ketika pencapaian tujuan itu.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat yang bisa diungkapkan dengan berbagai bentuk


mengindikasikan bahwa pendapat bisa disampaikan tidak hanya dengan lisan dan tulisan saja.
Pendapat yang disampaikan tentu membutuhkan ruang sebagai sarana ekspresi dari pendapat
yang hendak disampaikan. Pendapat yang hendak diekspresikan bisa disampaikan dalam
ruang publik, Pasal 1 angka 2 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
menjelaskan, “Di muka umum adalah di hadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga
di tempat yang didatangi dan atau dilihat setiap orang.”

Kemerdekaan pendapat termasuk hak yang sangat dasar, sebab hak kebebasan berpendapat
merupakan hak asasi manusia. Tujuan kebebasan menyampaikan pendapat berdasarkan
bagian menimbang pada UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum untuk
mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perwujudan kebebasan menyampaikan pendapat dibagi menjadi berbagai macam bentuk,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum, “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

2.2 Perspektif
Dalam kehidupan sehari-hari, perspektif seringkali menjadi salah satu acuan dalam
menentukan suatu keputusan. Kata perspektif berasal dari bahasa Latin, yaitu Perspire yang
artinya gambar atau lihat. Berdasarkan terminologinya, perspektif adalah sudut pandang
untuk memahami atau menafsirkan suatu masalah tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian perspektif adalah cara pandang
manusia dalam memilih pendapat dan keyakinan tentang sesuatu. Perspektif disebut juga
sudut pandang. Dilansir dari Kamus Cambridge, perspektif adalah cara tertentu untuk
mempertimbangkan sesuatu. Cara tertentu dalam memandang sesuatu tergantung pada
pengalaman dan kepribadian seseorang. Perspektif juga berarti kemampuan untuk
mempertimbangkan hal-hal dalam hubungannya satu sama lain secara akurat dan adil. Sebuah
metode di mana objek padat yang digambar atau dilukis pada permukaan datar diberi
pandangan kedalaman dan jarak.

Manusia memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda-beda yang dipengaruhi berbagai
faktor, seperti lingkungan, pengalaman, serta pola asuh sehingga ketika menghadapi sesuatu
seringkali terjadi perbedaan cara pandang yang memicu perbedaan pendapat juga.

Pengertian perspektif menurut Martono (2010) adalah cara pandang yang digunakan manusia
ketika melihat suatu fenomena atau masalah yang sedang terjadi. Selanjutnya ada pengertian
perspektif menurut Sumaatmadja dan Winardit (1999), yaitu cara memandang dan bersikap
terhadap suatu masalah atau peristiwa atau kegiatan. Artinya, manusia akan selalu memiliki
cara pandang yang digunakan untuk memahami sesuatu. Arti dari perspektif Joel M. Charon
adalah kerangka konseptual, perangkat asumsi, perangkat nilai, dan perangkat ide yang
kemudian mempengaruhi persepsi kita dan mempengaruhi tindakan dalam situasi.

2.3 Mahasiswa
Mahasiswa terdiri dari dua kata yaitu maha yang berarti besar dan siswa yang berarti orang
yang sedang melakukan pembelajaran. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap
orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas
usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam
keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik
dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual (Knopfemacher dalam Suwono, 1978).
Mahasiswa memegang peranan penting bagi diri sendiri maupun masyarakat, tercapainya
pembentukan karakter yang intelektual, berkualitas, berbudi luhur dan bermoral akan
menunjang tercapainya peran mahasiswa sebagai iron stock, agent of change, social control
dan moral force.

Menurut Siswoyo (2007: 121) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang
menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang
setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang
tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan perencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan
bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap
mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan
terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri
dari akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012: 5).

2.4 Media Sosial


Media sosial adalah proses interaksi antara individu dengan menciptakan, membagikan,
menukarkan dan memodifikasi ide atau gagasan dalam bentuk komunikasi virtual atau
jaringan. Menurut Kottler dan Keller, media sosial adalah media yang digunakan oleh
konsumen untuk berbagi teks, gambar, suara, video dan informasi dengan orang lain. Taprial
dan Kanwar mendefinisikan media sosial adalah media yang digunakan seseorang untuk
menjadi sosial, atau mendapatkan daring sosial dengan berbagi isi, berita, foto dan lain-lain
dengan orang lain.

Penelitian ini memfokuskan 3 media sosial yang digunakan oleh para mahasiswa ITB, yakni
Youtube, Tiktok, dan Twitter. Youtube dan Tiktok merupakan media sosial berbasis content
communities yang tujuan utamanya berbagi isi media diantara sesama pengguna, sedangkan
Twitter merupakan media sosial berbasis social networking sites yang memungkinkan
penggunanya untuk terhubung dengan orang lain menggunakan informasi pribadi.
BAB III

METODE PENELITIAN
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur dan hasil dari penyebaran kuesioner
secara daring kepada sejumlah mahasiswa ITB. Pengolahan data dilakukan secara statistik
yang kemudian hasilnya dianalisis agar dapat menjawab rumusan masalah yang ada sehingga
tujuan dilakukannya penelitian ini dapat tercapai.

Penelitian kuantitatif melakukan generalisasi hasil dari sampel ke populasi dan analisis data
baru dapat dilakukan setelah semua data terkumpul (Suliyanto, 2017). Studi literatur
dilakukan dengan mencari referensi teori yang relevan dengan permasalahan yang ditemukan.
Secara umum studi literatur adalah cara untuk menyelesaikan persoalan dengan menelusuri
sumber-sumber tulisan yang ada. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kuesioner
adalah alat riset atau survei yang terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis, bertujuan
mendapatkan tanggapan dari kelompok orang terpilih melalui wawancara pribadi atau melalui
daftar pertanyaan. Kuesioner yang digunakan berupa daftar pertanyaan berkaitan dengan data
yang dibutuhkan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 : Diagram Persebaran Pengguna Media Sosial di Kalangan Mahasiswa ITB


Dalam melakukan penelitian yang berjudul “Kebebasan Berpendapat dalam Platform
Youtube, Tiktok, dan Twitter Berdasarkan Perspektif Mahasiswa ITB ”, Penulis melakukan
penelitian kepada 50 responden yang merupakan mahasiswa aktif ITB yang seluruhnya
merupakan pengguna media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter seperti pada gambar 1. Hal ini
menunjukkan ketiga media sosial memiliki tingkat penggunaan yang tinggi di kalangan
mahasiswa ITB.

Gambar 2 : Persebaran Rentang Waktu yang Dihabiskan Mahasiswa ITB dalam Mengakses
Media Sosial
Hasil survei pada gambar 2 menunjukkan persebaran rentang waktu yang dihabiskan
responden per hari untuk mengakses media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter. Sebagian
besar responden, yakni sebesar 56,9% responden menghabiskan waktu lebih dari 5 jam per
hari untuk mengakses media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter. Sedangkan 41,2% responden
lainnya menghabiskan waktu 2 sampai 5 jam dan 2% responden menghabiskan waktu kurang
dari 2 jam untuk mengakses media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter.

Gambar 3 : Alasan Mahasiswa ITB Betah Menggunakan Media Sosial


Gambar 3 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden, yakni sebesar 92,2%, setuju bahwa
konten yang menarik menjadi alasan utama mereka betah menggunakan media sosial
Youtube, Tiktok, dan Twitter. Sebanyak 86,3% responden juga menyetujui bahwa media sosial
Youtube, Tiktok, dan Twitter merupakan media hiburan yang efektif sehingga mereka betah
menggunakannya. Kemudahan akses penggunaan, keinginan untuk selalu up to date dengan
berita baru, dan adanya sarana untuk berinteraksi secara tidak langsung juga menjadi alasan
sebagian besar responden betah menggunakan media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter.

Gambar 4 : Tingkat Intensitas Mahasiswa ITB dalam Berpendapat pada Suatu Konten di
Media Sosial
Gambar 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yakni sebesar 56,9% responden,
cukup aktif dalam berpendapat pada suatu konten yang kamu lihat di ketiga media sosial
Youtube, Tiktok, dan Twitter. Sedangkan 39,2% responden tidak pernah aktif dalam
berpendapat pada suatu konten yang kamu lihat di ketiga media sosial tersebut dan hanya
3,9% dari mereka yang sangat aktif dalam berpendapat pada suatu konten yang kamu lihat di
ketiga media sosial tersebut.

Gambar 5 : Pendapat Mahasiswa ITB terkait Berjalan atau Tidaknya Kebebasan


Berpendapat di Media Sosial
Hasil survei pada gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yakni sebesar
70,6% responden, merasa bahwa kebebasan berpendapat di media sosial Youtube, Tiktok, dan
Twitter sudah berjalan dengan baik. Terdapat 29,4% responden yang merasa bahwa
kebebasan berpendapat di media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter tidak berjalan dengan
baik.

Gambar 6 : Pengetahuan dan Pelaksanaan Etika Berpendapat Mahasiswa ITB di Media


Sosial
Gambar 6 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden, yakni sebesar 96,1% responden,
mengetahui dan menjalankan etika berpendapat di media sosial dengan baik meskipun
kebebasan berpendapat dijamin oleh negara berdasarkan prinsip demokrasi. Sedangkan hanya
3,9% responden yang tidak mengetahui dan menjalankan etika berpendapat di media sosial
dengan baik.

Gambar 7 : Pendapat Mahasiswa ITB terkait Terganggu atau Tidaknya Kebebasan


Berpendapat Mereka di Media Sosial
Hasil survei pada gambar 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yakni sebesar
51% responden merasa kebebasan berpendapatnya tidak terganggu ataupun terkekang oleh
pengguna media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter. Sedangkan 49% responden sisanya
merasa kebebasan berpendapatnya terganggu atau terkekang oleh pengguna media sosial
Youtube, Tiktok, dan Twitter.

Gambar 8 : Tingkat Intensitas Mahasiswa ITB Menemukan Pertikaian di Media Sosial


Gambar 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yakni sebesar 54,9% responden,
sering melihat pertikaian terjadi di media sosial akibat tidak terpenuhinya kebebasan
berpendapat yang dimiliki setiap orang. Sedangkan 39,2% responden terkadang melihatnya
dan hanya 5,9% sisanya yang jarang melihat pertikaian tersebut.
Gambar 9 : Pendapat Mahasiswa ITB terkait Batasan Kebebasan Berpendapat di Media
Sosial
Hasil survei pada gambar 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyetujui bahwa
batasan-batasan berpendapat di media sosial meliputi penggunaan bahasa yang sopan, tidak
menyinggung dan merugikan pihak lain, serta sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.
Hanya 15,7% dari responden yang menyetujui bahwa berpendapat dengan niat menjatuhkan
suatu pihak dan tanpa mempertimbangkan kebenarannya merupakan batasan berpendapat di
media sosial.

Gambar 10 : Dampak Positif dari Kebebasan Berpendapat pada Media Sosial Youtube,
Tiktok, Twitter menurut Mahasiswa ITB
Hasil survei pada gambar 10 menunjukkan bahwa sebagian besar dampak positif dari
kebebasan berpendapat pada ketiga media sosial yang dirasakan oleh responden adalah
leluasanya menyampaikan pendapat, didapatnya informasi, dan sarana hiburan.
Gambar 11 : Dampak Negatif dari Kebebasan Berpendapat pada Media Sosial Youtube,
Tiktok, Twitter menurut Mahasiswa ITB
Hasil survei pada gambar 11 menunjukkan bahwa sebagian besar dampak negatif dari
kebebasan berpendapat pada ketiga media sosial yang dirasakan oleh responden adalah
timbulnya perselisihan, tersinggung atau tersakitinya perasaan orang lain, tersebarnya ujaran
kebencian, penyampaian informasi atau pendapat yang menyalahi norma, dan memakan
waktu.
BAB V

KESIMPULAN
Media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter mendominasi interaksi sosial karena Youtube,
Tiktok, dan Twitter memiliki konten yang menarik dan media sosial tersebut menjadi media
hiburan yang menarik menjadi alasan utama mereka betah menggunakan media sosial
tersebut. Selain itu, kemudahan akses penggunaan, keinginan untuk selalu up to date dengan
berita baru, dan adanya sarana untuk berinteraksi secara tidak langsung juga menjadi alasan
sebagian besar responden betah menggunakan media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter.
Media sosial tersebut melalui hasil kuesioner pada beberapa responden menunjukkan bahwa
adanya pengaruh kepada kebebasan berpendapat. Selanjutnya beberapa batasan yang harus
diketahui dalam menyampaikan pendapat di media sosial antara lain penggunaan bahasa yang
sopan, tidak menyinggung dan merugikan pihak lain, serta sesuai dengan norma dan hukum
yang berlaku. Dampak positif dari kebebasan berpendapat dari media sosial Youtube, Tiktok,
dan Twitter yakni melatih untuk menyampaikan pendapat yang baik di media sosial, dapat
melihat berbagai sudut pandang yang berbeda, menjadi lebih kritis terhadap suatu
permasalahan, serta terciptanya demokrasi di media sosial. Dampak negatif dari adanya
kebebasan berpendapat di media sosial Youtube, Tiktok, dan Twitter yakni timbulnya ujaran
kebencian, cyber bullying, timbul perselisihan, hingga penipuan dan pencemaran nama baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al Adawiah, R., & Esther Masri. (2022). URGENSI PENCEGAHAN PERUNDUNGAN
DUNIA MAYA (CYBER BULLYING) TERHADAP PELAJAR. Abdi Bhara, 1(1), 24–31.

Jalinus, Nirwandi. Media dan Sumber Pembelajaran. (Jakarta: Kencana, 2016), hal. 2

Lestari, Renda. (tt.), Penggunaan YouTube sebagai Media Pembelajaran Bahasa Inggris.
Makalah Seminar Nasional Kedua Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, jurnal pendidikan, hal. 609

Sartana & Nelia Afriyeni. (2017). PERUNDUNGAN MAYA (CYBER BULLYING) PADA
REMAJA AWAL. Jurnal Psikologi Insight, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Sarwono, S. W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Siswoyo, D. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Anda mungkin juga menyukai