Anda di halaman 1dari 13

Peristiwa Reformasi tahun 1998

21 Mei 1998, tercatat sebagai salah satu momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebab, pada Kamis pagi itu, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden
Republik Indonesia. Presiden Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun,
terhitung sejak dia mendapat "mandat" Surat Perintah 11 Maret 1966. Pidato pengunduran diri
Soeharto dibacakan di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB. Dalam pidatonya, Soeharto
mengakui bahwa langkah ini dia ambil setelah melihat "perkembangan situasi nasional" saat itu.
Tuntutan rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang, terutama permintaan pergantian
kepemimpinan nasional, menjadi alasan utama mundurnya Soeharto. "Saya memutuskan untuk
menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak
saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto, dilansir dari buku
Detik-detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006) yang ditulis
Bacharuddin Jusuf Habibie. Baca juga: Mencekamnya Jakarta pada Hari Terakhir Berkuasanya
Soeharto... Dengan pengunduran diri ini, Soeharto menyerahkan kekuasaan kepresidenan
kepada Wakil Presiden BJ Habibie. "Sesuai dengan Pasal 8 UUD ’45, maka Wakil Presiden
Republik Indonesia Prof H BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden
Mandataris MPR 1998-2003," ucap Soeharto. Perjuangan mahasiswa Gerakan reformasi
merupakan penyebab utama yang menjatuhkan Soeharto dari kekuasaannya. Aksi demonstrasi
ini mulai terjadi sejak Soeharto menyatakan bersedia untuk dipilih kembali sebagai presiden
setelah Golkar memenangkan Pemilu 1997. Situasi politik saat itu memang penuh dinamika,
terutama setelah terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta
Pusat. Pemerintah dinilai menjadi penyebab terjadinya Peristiwa Sabtu Kelabu karena mencopot
Megawati Soekarnoputri dari jabatan Ketua Umum PDI sehingga menimbulkan dualisme partai.

1 Mei 1998

IDN Times/Capture Buku Politik Huru Hara Mei 1998

Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi
Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai 2003.

Krisis moneter Reformasi 1998

Memasuki pertengahan 1997 krisis moneter (krismon)


melanda Indonesia.Nilai rupiah anjlok terhadap dolar
Amerika, yang berfluktuasi Rp12.000-Rp18.000 dari
Rp2.200 pada awal tahun.

Di tengah situasi ini, tim ekonomi Soeharto justru menaikkan tarif listrik
dan bahan bakar minyak. Ekonomi rakyat semakin terpuruk. Soeharto
menyiasati situasi rawan pangan dengan kampanye makan tiwul, yang
disampaikannya melalui televisi.Namun Soeharto tetap penuh percaya
diri, dan melakukan perjalanan ke luar negeri. Ia terbang ke Jerman untuk
berobat.
PRASETYADi depan Champion Cafe, November 1997. Panggilannya
Akhmad, dia biasa bekerja pada berbagai induk semang.Krismon
membuatnya nganggur dan memutuskan jadi pengamen. Beberapa kali
dia datang ke rumah saya dan tak mau diberi sekadar pengganti ongkos.
Kali terakhir dia datang saya berhasil memaksanya menerima sejumlah
uang. "Lumayan untuk tambahan beli harmonika," katanya.

2 Mei 1998 IDN Times/Capture Buku Politik Huru Hara Mei 1998


Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan
reformasi bisa dilakukan sejak sekarang, atau 1998. 

Presiden Soeharto mengikuti saran International Monetery Fund (IMF) untuk


memangkas subsidi energi. Opsi yang diambil saat itu adalah dengan menaikkan
harga bahan bakar minyak (BBM) dari Rp 700 per liter menjadi Rp 1.200 per liter.
Kebijakan tersebut menyulut aksi penolakan mahasiswa di sejumlah wilayah. 

Kemiskinan tersembunyi. Reformasi 1998

Sidang Umum MPR 98 memberi gelar Bapak Pembangunan kepada


Presiden Soeharto. Gelar ini diberikan karena Soeharto dianggap berhasil
dalam pembangunan ekonomi. Selama 30 tahun kekuasaannya,
pendapatan perkapita meningkat dari US$80 di tahun 1967 menjadi
US$990 di tahun 1997. Ekspor meningkat dari US$ 665juta menjadi US$52
miliar.

Namun di balik angka-angka itu tersimpan angka kemiskinan yang besar


jumlahnya. Bappenas pernah menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin
di tahun 1993 berjumlah 27 juta jiwa. Namun tolok ukur kemiskinan adalah
setiap orang yang berpenghasilan Rp20.000/bulan. Bila batas kemiskinan
tersebut menggunakan ukuran kebutuhan fisik minimum dari Depnaker
tahun 1993 yaitu Rp80.000/bulan,maka sekitar 180 juta jiwa atau hampir
90% rakyat hidup dalam garis kemiskinan.

Pengamen cilik ini mengaku bernama Sumi. Saya


diberi tahu oleh teman wanita yang berhasil
menanyai nama dan alamatnya

Sumi putus sekolah di kampungnya lalu ikut ibunya yang bekerja sebagai
pengumpul barang bekas. Mereka hidup di sebuah gerobak dorong di
kawasan Juanda, Jakarta. Saya masih melihatnya selama beberapa bulan
sesudah itu sampai akhirnya ia menghilang. Semoga kecurigaannya pada
kaum lelaki menyelamatkan Sumi dari kerasnya kehidupan Jakarta.

3 Mei 1998
Tidak lumrah, tapi pada hari itu Presiden Soeharto mengundang tokoh pimpinan
DPR, partai politik, dan Golongan Karya, bersama-sama ke kantornya di Bina
Graha, Kompleks Istana Merdeka. Acara bertajuk “Pertemuan Silaturahmi dan
Konsultasi Setelah Sidang Umum MPR”.
Hasil dari pertemuan selama 90 menit itu disampaikan Menteri Dalam Negeri
R Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan.

Menurut Hartono, Presiden Soeharto menyampaikan keinginannya agar DPR


menggunakan hak inisiatifnya. Dia mengatakan, Soeharto meminta DPR
menyiapkan perangkat guna mereformasi sejumlah rambu-rambu politik yang ada,
sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Gerakan Mahasiswa 1998

Gerakan Mahasiswa terbukti menjadi gerakan yang paling konsisten


melawan Orde Baru. Represi dan pemenjaraan tidak menghentikan
perlawanan.

Sejak 1971 hingga 1988 mereka tak henti-henti melakukan aksi-aksi penggulingan
Soeharto.Tahun 1971 mereka menyerukan golput, untuk tidak memilih dalam
pemilu yang mereka anggap sekadar memenangkan Golkar, partai Soeharto. Tahun
1974 mereka kembali bergerak untuk menolak dominasi modal asing dan
kepemimpinan Soeharto. Tahun 1978 mereka menuntut sidang istimewa MPR untuk
meminta pertanggungjawaban Soeharto atas penyelewengan UUD 45 dan
Pancasila. Akhir 1980an mahasiswa kembali bergerak untuk menunjukkan
solidaritas kepada kaum tani yang tergusur: Kedung Ombo, Badega, Cimacan,
Cilacap dll.

Awal 1990an radikalisme mahasiswa mulai diarahkan pada struktur politik


Orde Baru. Di Jakarta FAMI melakukan aksi di DPR menuntut Sidang
Istimewa. Tahun 1994 dibentuk sejumlah gerakan mahasiswa. antara lain
SMID, Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi
Hak atas fotoERIK PRASETYA

Jakarta Mei 1998. Eskalasi aksi mahasiswa menentang Soeharto mulai


meluas ke berbagai kota. Mulanya hanya aksi di dalam kampus, kini
mereka mulai bergerak melakukan unjuk rasa di jalan-jalan.

4 Mei 1998

IDNMahasiswa di Medan, Bandung, dan


Yogyakarta menyambut kenaikan harga BBM dengan demonstrasi besar-besaran.
Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat

Tapos
"Tanah ini milik keluarga kami sejak nenek moyang, tapi mereka
merampasnya dengan paksa," tutur seorang petani tentang tanah Tapos
yang dikuasai Soeharto dan keluarganya. Peternakan Tapos mulai
dibangun tahun 1974 dengan merebut 750 hektar tanah petani. Di
kawasan ini lalu dibangun berbagai proyek pertanian dan peternakan,
yang sering menjadi tempat pertemuan informal Soeharto dengan para
kroninya. Karena pasokan pangan hewan butuh tanah yang lebih luas,
para petani dilarang menggarap kebun dan dipaksa menanam rumput
gajah.
PRSETYAHaji Dodo petani Tapos yang melawan dan tetap menanami
kebonnya harus berurusan dengan aparat yang memenggal pergelangan
tangannya. "Sampai sepuluh tahun saya merasa tangan saya masih ada,
sering gatal pada bagian yang buntung," katanya. Pada latar belakang
tampak pembangunan villa yang mangkrak milik Tommy Soeharto.

para demonstran terlibat bentrok dengan aparat keamanan. Di Universitas


Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut. 

5 Mei 1998 IDN Times/Capture Buku


Politik Huru Hara Mei 1998Demonstrasi mahasiswa besar-besaran terjadi di Medan,
Sumatera Utara, yang berujung pada kerusuhan. 

6 Mei 1998: Penculikan aktivis 1998

Penculikan aktivis 1997/1998 adalah proses penghilalangan secara paksa


atau penculikan terhadap aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang
pemilu 1997 dan SU MPR 1998.

Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan KONTRAS mencatat 23


orang telah dihilangkan oleh alat negara selama periode 1997-1998. Dari
angka itu satu orang dinyatakan mati, sembilan orang dilepaskan dan 13
lainnya masih hilang hingga hari ini.
Hak atas fotoERIK PRASETYA

Tuti Koto, ibu dari Yani Afri salah satu korban penculikan yang tidak
kembali, menanyakan keberadaan putranya ke Dephankam. Hingga akhir
hayatnya November 2012, Ibu Tuti Koto tidak pernah mendapatkan
kejelasan tentang putranya.

7 Mei 1998: Tim Mawar

Masih soal penculikan akitivis. Siapa yang melakukan dan harus


bertanggung jawab?Temuan tiga lembaga di bawah negara, DKP, TGPF
dan Tim Ad Hoc Komnas HAM memberikan rekomendasi supaya Prabowo
dan semua pihak yang terlibat penculikan diadili di Pengadilan Militer.
Dalam kenyataan yang diadili hanya Tim Mawar, tapi mereka hanya 11
orang pelaku, bukan pengambil keputusan. Walaupun Prabowo
diberhentikan atas rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira sebelas
tahun sebelum masa pensiun, namun ia tak pernah diadili.
PRASETYAPius Lustrilanang seorang korban menceritakan penyekapan
dan penculikan yang dialaminya selama dua bulan oleh Tim Mawar.
Testimoni di Komnas HAM ini menyentak kesadaran kita akan bobroknya
pemerintah saat itu dan memicu tuntutan akan perubahan.

Pius kemudian dilarikan ke Belanda dan baru bisa pulang ke Indonesia


setelah Reformasi. Pada hari kepulangannya Pius disambut oleh teman-
teman aktivis dengan membawa poster sosok yang dianggap
bertanggung jawab atas operasi Tim Mawar.Saya menyaksikan sendiri
poster tersebut dibuat di sebuah sanggar teater di Kampung Melayu
pimpinan aktivis dan aktris teater terkenal Ratna Sarumpaet.

8 Mei 1998: Partai


Rakyat Demokratik.
Reformasi 1998
Partai Rakyat Demokratik PRD dideklarasikan pada 22 Juli 1996, dengan ketua
Budiman Sudjatmiko. Banyak dari anggotanya adalah intelektual muda dan aktivis,
khususnya mahasiswa.Lima hari kemudian, pada 27 Juli 1996 dalam peristiwa yang
dikenal sebagai Kudatuli, PRD dituduh mendalangi kerusuhan yang berujung pada
perebutan kantor PDI. Bahkan PRD kemudian dinyatakan terlarang oleh pemerintah
orde-baru dan banyak anggotanya yang hilang, diburu dan dipenjarakan.Pada Pemilu
pertama pasca-reformasi, PRD yang sebelumnya dinyatakan terlarang oleh Orde
Baru, diakui dan turut serta dalam pemilu 1999. Tapi karena Budiman Sudjatmiko
masih di Rutan Cipinang , konsolidasi dilakukan dari dalam penjara.

9 Mei 1998: FORKOT


Salah satu elemen mahasiswa yang sering bentrok dengan aparat namanya
FORKOT atau Forum Kota.
Awalnya beranggotakan sekitar 16 kampus belakangan sempat bengkak
menjadi 70an. Mereka bersama FKSMJ tercatat sebagai organ gerakan
mahasiswa pertama yang menembus gedung MPR pada 18 Mei 1998.
Setelah jatuhnya Soeharto aksi-aksi mereka makin radikal, hal mana
sejalan dengan represi yang dilakukan TNI dan Polri. Aksi-aksi mereka
menuntut dihapuskannya Dwi fungsi TNI, menentang SI MPR 98,
penolakan RUU PKB sering berakhir chaos. Ribuan aktivis Forkot bersama
mahasiswa dan organ lain, berani menghadapi panser dan meriam air
aparat dengan hanya bersenjatakan tongkat bendera batu dan
molotov.Aksi radikal mereka tak urung mengundang kecaman dan cibiran
dari berbagai organisasi yang mendukung Habibie seperti KISDI (Komite
Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam), PAM Swakarsa dan kelompok-
kelompok pro-Orde Baru yang antigerakan mahasiswa memplesetkan
kepanjangan Forkot sebagai Forum Komunis Total.
ERIK PRASETYABentrok di bawah jembatan Semanggi. Saya sudah berniat
meninggalkan lokasi ketika mereka menyanyikan "gelang sipatu gelang."
Seseorang lalu mencolek saya dan memberi isyarat agar siap-siap…!

10 Mei 1998: Dukungan


dari elemen masyarakat
Krisis Moneter telah menyebabkan banyak perusahaan merumahkan karyawannya
dalam jumlah besar. Kelas menengah pun tak luput dari imbasnya. Ekonomi kolaps,
pengangguran terjadi di mana-mana.

Seiring dengan meningkatnya eskalasi gerakan mahasiswa, dukungan dari berbagai


elemen masyarakatpun meningkat. Dukungan mulai membanjir dari elite politik,
organisasi non pemerintah, buruh dan rakyat. Berbagai gerakan mulai menyokong
dan menyumbang pada gerakan mahasiswa. Bahkan tidak jarang secara perorangan.

RDi gedung MPR yang mulai


diduduki oleh mahasiswa, orang berdatangan dan menyumbang apapun yang dapat
disumbangkan. Saya pernah kebagian nasi bungkus yang dibawa oleh seorang ibu
sederhana, dan terharu. Situasinya mengingatkan saya pada cerita-cerita tentang
zaman revolusi kemerdekaan.

ERIK PRSETYA 11 Mei 1998: Suara Ibu Peduli. Reformasi 1998

Sejak Orde Baru berkuasa gerakan perempuan telah dikooptasi menjadi perkakas
politik negara lewat Dharma Wanita dan Kowani.Peran perempuan yang sebelumnya
penting dalam kehidupan sosial direduksi menjadi "kaum Ibu" yang harus tunduk
dalam pakem politik patriarki. Pada pertengahan 1980an ketika ide feminisme mulai
masuk dalam kesadaran perempuan kelas menengah terpelajar Indonesia,
perjuangan menuntut kesetaraan gender mulai disuarakan. Di Jakarta ada
Kalyanamitra dan Solidaritas perempuan. Di Yogya muncul Kelompok Perempuan Cut
Nya' Dien, dan berbagai tempat terutama pada daerah konflik seperti Aceh, Papua,
Timor dlsb.Pada 1997 saat krisis moneter, aktifvs perempuan dari berbagai lembaga
membentuk Koalisi Perempuan Indonesia. Koalisi ini kemudian terlibat dalam aksi-
aksi politik mendukung gerakan mahasiswa dan memasukkan perspektif gender
dalam tuntutan gerakan reformasi. Awal 1998 ketika krisis makin parah, para aktivis
yang tergabung dalam Suara Ibu Peduli (SIP) menuntut penurunan harga susu.

Demo di Monas hanya berlangsung setengah


jam, tapi 'magnitude'-nya cukup besar mengingat demo ini dilakukan oleh ibu-ibu.
Saya bahkan mendengar laporan polisi pada pesawat HT yang melaporkan demo SIP
sebagai Susu Ibu Peduli. Mereka bertiga kemudian diangkut dengan truk dan
diproses (anehnya) pada bagian Susila.

12 Mei 1998: Peluncuran


novel 'Saman.' Reformasi
1998, H-9
Pada 12 Mei 1998 itu Teater Utan Kayu (TUK) akan mengadakan peluncuran novel
Saman, karya Ayu Utami. Novel itu sedang ramai dibicarakan, karena, selain menang
sayembara Dewan Kesenian Jakarta, juga dianggap mendobrak segala tabu: seks,
agama, dan politik—seperti membawakan suara zaman yang muak dengan rezim Orde
Baru.Tapi, siang itu terdengar kabar, mahasiswa Trisakti mati ditembak seusai demo
damai. Malamnya, peluncuran Saman tetap diadakan, dengan menghilangkan acara
hiburan, sebagai tanda belasungkawa. Esoknya, Jakarta telah rusuh. Suatu pembukaan
pameran yang direncanakan di TUK tidak dihadiri undangan. Kendaraan umum tidak
beroperasi. Jalan tidak aman. Sepuluh hari kemudian, 21 Mei, Soeharto mengundurkan
diri. Setelah itu, dunia sastra dilanda eforia kebebasan selama sekitar lima atau tujuh
tahun.Karya penulis perempuan, kisah tentang LGBT, pemikiran kiri, kritik terhadap
pemerintah, dll. memenuhi pasar buku. Sepuluh tahun setelah Reformasi, situasi
berubah. Pasar buku didominasi buku-buku religi. Kekerasan atas nama agama
meningkat. Penerbit dan penulis mulai kembali melakukan sensor diri.
Hak atas fotoERIK PRASETYA

13 Mei 1998: Penembakan Trisakti. Reformasi 1998


Tanggal 12 Mei 1998 para Mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta
melakukan aksi damai menuju gedung DPR/MPR. Mereka memulai reli dari
depan kampus Trisakti di Slipi sambil membagi bagikan bunga. Tapi
aparat menghadapi aksi damai mahasiswa dengan tembakan. Empat
mahasiswa gugur. Mereka adalah Elang Mulya, Hendrawan Sie, Herry
Hertanto dan Hafidin Royan,

RIK14 Mei 1998: Pemakaman dan kerusuhan. Reformasi


1998

Tanggal 13 Mei 1998, dilakukan pemakaman para mahasiswa yang


kemudin dinobatkan sebagai Pahlawan Reformasi. Gugurnya para martir
reformasi itu membuat rakyat tersentak dan marah. Indonesia pun
berkabung.

15 Mei 1998: Penjarahan. Reformasi 1998


Rakyat miskin yang kehilangan harapan bagaikan daun kering yang mudah tersulut api
provokasi dan kemarahan. Setelah pemakaman empat pahlawan reformasi, kerusuhan
mulai terjadi di daerah Grogol dan meruyak ke seluruh Jakarta. Dari tanggal 13-15 Mei
terjadi penjarahan dan huru-hara yang meluas ke Bogor, Tangerang, Bekasi bahkan ke
Solo dan seantero Nusantara. Korban yang tercatat berjatuhan.Kompas 16 Mei 1998:
menurut Kadispen Mabes Polri Bigjen Dai Bachtiar, jumlah korban yang tewas di wilayah
DKI 200 orang, belum termasuk 20 korban yang loncat dari gedung. Sementara di
Tangerang 100 orang terpanggang dan jasad para korban sebagian besar dalam
keadaan hangus.Belum pernah Jakarta lumpuh seperti kali ini. Kengerian mencekam,
kendaraan umum tidak beroperasi, jalanan dipenuhi warga yang berusaha pulang
dengan berbagai cara. Para wanita menjinjing sepatu hak tinggi dan berjalan telanjang
kaki menyusuri jalanan yang dipasangi rintangan. Di beberapa lokasi, motor saya (trail
warna hijau mirip punya petugas) sempat mengangkut penumpang kaki lecet yang
tidak lagi mampu berjalan.Pihak berwajib mengumumkan bahwa peristiwa ini hanya
pembunuhan biasa, tapi Tim Relawan berpendapat peristiwa ini dimaksudkan sebagai
ancaman kepada mereka yang terlibat di dalam aktivitas kemanusiaan untuk
menghentikan kegiatan mereka.

17 Mei 1998: Pembakaran dan penjarahan. Reformasi


1998
Penjarahan terus berlangsung selama 13-15 Mei. Kerusuhan ini telah mengakibatkan
kerugian fisik di Jakarta sebesar Rp2.5 triliun. Menurut Gubernur Sutiyoso (Kompas
18 Mei), kerugian terjadi akibat kerusakan 13 pasar, 2479 ruko, 40 Mal, 1600 toko,
45 bengkel, 11 polsek, 380 kantor swasta, 65 kantor bank, 24 restoran, 12 hotel, 9
pom bensin, 8 bis kota, 1119 mobil, 1026 rumah penduduk dan gereja.Sementara itu
Bandara Halim Perdanakusuma dibanjiri pengungsi warga asing dan WNI yang
bergabung dalam arus evakuasi dari Jakarta yang dilanda kerusuhan.Pada malam
hari di kantung-kantung permukiman, suasana seperti yang digambarkan pada masa
perjuangan 1945. Di setiap sudut jalan para lelaki bersiskamling bergerombol dengan
senjata di tangan. Mereka mempersenjatai diri dengan golok, samurai sampai stik
golf. Kewaspadaan yang tinggi terutama di daerah perumahan karena ada desas-
desus akan terjadi penjarahan.
PRASETYA18 Mei 1998: Mahasiswa bergerak ke DPR/MPR.
Reformasi

RIK PRASETYA

Dari waktu ke waktu mahasiswa terus berdatangan memenuhi gedung wakil


rakyat bahkan sampai naik ke atas atap gedung. Ribuan mahasiswa
menginap dan bertahan di gedung tersebut dengan risiko apapun. Tuntutan
mereka satu: Soeharto harus turun dari jabatan presiden. Gedung DPR/MPR
telah disita oleh rakyat.
IK PRASETYASuasana malam di gedung DPR/MPR terasa mencekam. Walaupun
banyak mahasiswa yang bertahan, terutama yang dari luar kota suasananya tetap
diliputi ketidakpastian. Mereka mengisi waktu dengan bermain gitar dan
menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
19 Mei 1998: Tuntutan mahasiswa: Soeharto turun.
Dukungan mulai membanjir dari elite politik, organisasi non-pemerintah, buruh dan
rakyat. Kabinet Soehartopun terbelah. Para menteri dibawah Ginanjar Kartasasmita
mengundurkan diri dari kabinet.Bahkan Harmoko, ketua MPR dan loyalis Soeharto,
dengan tegas mengeluarkan pernyataan agar Soeharto mengundurkan diri secara arif
dan bijaksana. Siaran pers disambut sorak-sorai massa. Akhir perjuangan panjang
terasa terasa makin dekat.

Akan tetapi kegembiraan tersebut ternyata


datang terlalu cepat. Empat jam kemudian Panglima ABRI Wiranto mengadakan
rapat kilat dengan kepala staf dan Kapolri serta para panglima komando operasi di
markas besar ABRI dan menyatakan: pernyataan tersebut hanyalah pendapat
individual meskipun disampaikan secara kolektif.Sesuai dengan konstitusi pendapat
tersebut tidak memiliki ketetapan hukum.

20 Mei 1998: Sidang tahanan politik terakhir Soeharto.


20 Mei 1998 Hari Kebangkitan Nasional. Pengadilan Negeri Jakarta Utara
melangsungkan sidang putusan terhadap enam orang terkait penyelenggaraan
Kongres Rakyat Indonesia. Keenam orang itu: seniman dan aktivis Ratna Sarumpaet
serta putrinya Fathom Saulina; pengacara Alexius Suria Tjahaja Tomu (sudah
meninggal); aktivis Nandang Wirakusumah dan Joel Taher serta wartawan Ging
Ginanjar (sekarang adalah News Editor di BBC Indonesia). Mereka ditangkap saat
berlangsungnya Kongres Rakyat Indonesia yang bermaksud memilih secara simbolik
presiden versi rakyat, pada 10 Maret 1998, sehari sebelum Soeharto dipilih dan
dilantik lagi sebagai presiden.Keenam orang itu dinyatakan bersalah namun
dibebaskan pada hari itu juga -sehari sebelum Soeharto jatuh.
Sebuah sandiwara persidangan yang panjang
dan bertele-tele namun tetap harus ditonton dengan sabar. Kami menduga-duga,
persidangan ini diadakan tanggal 20 Mei tentulah agar keputusan pengadilan
tampak sebagai sebuah hadiah sehari sebelum jatuhnya Soeharto. Dan benar saja:
mereka tetap divonis bersalah, tapi dijatuhi hukuman sesuai masa tahanan selama
70 hari. Dengan kata lain: bebas.

21 Mei 1998:
Tumbangnya Orde Baru.
Reformasi 1998
Pada 21 Mei 1998 di hadapan para wartawan media seluruh dunia, Soeharto
mengumumkan mundur sebagai presiden. Wakilnya, B.J Habbibie, langsung dilantik
menjadi presiden RI yang ketiga.Akhir sebuah kediktatoran yang kejam dan congkak
berakhir secara dramatis. Di jalan-jalan dan di gedung DPR, rakyat meluapkan
kegembiraan dengan berbagai ekspresi. Sebuah fase baru dimulai, perjalanan
transisi sebuah bangsa menuju demokrasi.

K PRASETYA RIK PRASETYA

Untuk mencegah hal buruk yang pernah menimpa negeri ini berlanjut maka
disusunlah Enam Tuntutan Reformasi: 1. Penegakan supremasi hukum. 2.
Pemberantasan KKN 3. Adili Soeharto dan kroninya. 4. Cabut Dwifungsi ABRI/Polri 5.
Pemberian Otonomi Daerah.EDua puluh tahun dari Reformasi 1998, di manakah posisi
bangsa kita dalam perjalanan menuju Demokrasi?

Anda mungkin juga menyukai