Anda di halaman 1dari 15

Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka .

POLITIK IDENTITAS
(Suatu Kajian Awal Dalam Kerangka dan Interaksi Lokalitas
dan Globalisasi)

Gm. Sukamto, Dr.


Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Malang

Abstract: Identity was significant into human live, social life and prior to state life.
By means of Identity, we can identify and make differenciate between peoples.
Furthermore, we can stratified occupations with identity. Identity arise wihout any
falseness but it most engaging with dominance so identity appear as a politic
identity. Politic Identity becoming part from social defensive to get existence and
hegemony in private or public area. It shows in many ways, such as organization
symbols, flags, and any signs that significantly differ from others.

Key Words: Identity, Politic Identity, Local, Global.

Gagasan Identitas Kota Malang dalam damaikan Politik Identitas dan Modernitas
masyarakat warga (civil society) yang plural di Kampus FISIP UI Jakarta2. Ini salah satu
dan multikultural1 merupakan hal yang gambaran betapa Politik identitas menjadi
menarik. Sebab identitas sebagai penunjuk, masalah yang krusial saat ini.
ciri khas yang membedakan satu dengan Runtuhnya Pentagon dan Wall
lainnya, baik dalam konteks jenis kelamin, Trade Center 11 September 2001, me-
etnis, agama, suatu daerah dan sebagainya. rupakan tamparan yang keras atas identitas
Identitas itu terjadi dalam proses Amerika, yang untuk menegakkan kembali
menjadi (becoming) dalam kontinum dilakukan dengan jalan melakukan serangan
perubahan sosial. Akhir-akhir ini masalah terhadap Irak. Hal itu mengingatkan pada
identitas atau politik identitas menyeruak wacana konflik peradaban dari Samuel
secara fenomenal, dalam wujud yang Huntington (1996; 2000) yang membuat
bervariasi sekaligus mengerikan, yang masing-masing peradaban yang merasa
dampak dari padanya juga tak terbayangkan. eksistensi identitasnya ditantang konflik lalu
Apakah konflik-konlik lokal yang terjadi di memakai jalur politik identitas untuk
Ambon, Aceh, Kalimantan, Papua dan di mempertahankan diri dan melawan. Oleh
beberapa tempat lain di Indonesia adalah sebab itu tidak heran mesti tidak berwajah
konflik etnis, budaya dan agama? Negara kekerasan fisik, di sinipun terjadi perang
kebangsaan Republik Indonesia yang telah antar identitas kultural dengan saling meng-
berusia 65 tahun seolah berada dalam suatu hegemoni dan menguasai jagad makna.
situasi yang berjalan di tempat, berbagai Menurut Hantington (2000) Identitas-
persoalan muncul justru setelah 10 tahun identitas yang sebelumnya memiliki keser-
lebih melakukan reformasi. Satu hari beragaman dan hubungan kausal menjadi
sebelum peringatan hari lahirnya Pancasila 1 terfokus dan mapan, konflik-konflik
Juni 2006 diselenggarakan Simposium komunal biasanya disebut perang identitas3.
dengan tema Restorasi Pancasila men-
2
Kompas, 1 Juni 2006, h.5
1 3
Muhammad AS. Hikam. Demokrasi dan Samuel P. Huntington. Benturan antar
Civil Society. (Jakarta: LP3ES, 1999) Peradaban dan masa depan Politik Dunia.
10 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010

Memang dunia dari jaman dahulu hingga memperbaiki (fixing) identitas dan memberi-
sekarang terus dilanda konflik, begitu pula kan tanda perubahannya (1997, hal. 17-19).
setelah perang dingin. Apabila sebelum Nama dapat menunjukkan prestasi, namun
perang dingin konflik bersifat ideologis, nama juga memberikan atribusi, dan
maka setelah perang dingin konflik memaksa pada si penerima berlawanan
berhubung dengan peradaban. Dalam masa dengan keinginan mereka. Nama tersebut
sebelum perang dingin pertanyaan utama di mungkin akan sulit untuk dilepaskan;
pihak mana saya berada, sedang setelah paraban yang tidak menyenangkan, hanya
perang dingin per-tanyaan menjadi siapa terfokus pada penyimpangan dari normal dan
saya sebenarnya?. Pertanyaan keberpihakan benar (Harre, 1998 hal. 66) dapat melekat
biasanya dijawab oleh ideologi sedangkan pada anda dan dapat menyakiti. Dalam kasus
pertanyaan tentang identitas hanya bisa yang ekstrim (extreme) nama mungkin akan
dijawab dengan kebudayaan4. Kesimpulan mengingkari orang: seorang rezim tahanan
Huntington menyebut tiga perkembangan mungkin akan meluncurkan serangan
spesifik yang amat khas seusai perang identitas melalui penampilan rezim
dingin,yaitu globalisasi ekonomi, peralihan dan pengurangan identitas individual
sistem pemerintahan dari rezim otoriter ke (individuality) pada beberapa waktu.
rezim demokratis, dan menguatnya identitas Berdasarkan hal tersebut, nama mengumum
etnis, budaya dan agama. kan klaim atau pelabelan pada makhluk .
Memberikan nama adalah salah satu Mereka menyatakan siapa mereka dan siapa
masalah pokok dalam mempertanyakan yang bukan mereka, antara self dan other
sebuah identitas dan Politik Identitas. Saat (orang lain).
bertanya tentang siapa atau apa, kita Identitas merasuki hampir semua
diharapkan untuk memberikan nama atau unsur kehidupan manusia sejauh itu berkait
kategori. Yang tidak ter(nama) identifikasi dengan identitas manusia6 (self), terkait
menjadi yang tidak ternamai 5, sehingga dengan gender7 dalam konteks negara adalah
ketidakmampuan untuk memberikan nama relasi antara lokalitas, nasionalitas8 dan
dapat dilihat sebagai kegagalan untuk globalitas atau internasional itas (yang dalam
mengindentifikasi. Seseorang diidentifikasi- kasus Indonesia terjadi ketegangan antara
kan melalui nama, menjadi seseorang Politik Identitas dan Modernisasi); identitas
adalah, di antara hal yang lain, untuk keagamaan9 (semakin demonstratifnya
memiliki nama (Harre 1998, hal. 65). Nama
memberikan arti kata identifikasi yang
6
membentuk penampilan dari Self (Stone Manusia baik sebagai animal rationale maupun
animal symbolicum (Cassirer.Ernst. Manusia
1962, hal 93.). Strauss memberikan catatan dan Kebudayaan: Sebuah Esei tentang
yang pokok dari bahasa secara umum dan Manusia. (Jakarta: Gramedia.1987).h.40
7
nama secara khusus, dalam membentuk/ Woodward, Kath.Questioning Identity, Gender,
Class, Nations .(London: Routledge, 2000):
Wikipedia.the free Encyclopedia. (27 August
(Yogyakarta: Qalam. 2000) h.519. ketika 2006)
kekerasan semakin meningkat, persoalan- 8
Rex, John. 1976. National Identity in the
persoalan yang sedang genting cenderung democratic Multi-cultural State Dalam
mendapatkan redefinisi secara eksklusif kita Journal Sociological Research Online. Vol 1,
dan mereka kohesi serta komitmen No.2
kelompokpun semakin kian mengental. <http:www.socresonline.org.uk/socresonline/1/
4
Ignas Kleden. Masyarakat dan negara sebuah 2/1 .html>
9
persoalan. (Magelang: Indonesiatera. 2004) hal. Peter L.Berger (ed). Kebangkitan Agama
154 menantang Politik dunia. (Jogjakarta: Arruz.
5
Ricouer. (1992: h.149) 2003)
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 11

masing-masing agama dalam menampilkan dengan ideolog atau identitas budaya


identitas pada titik tertentu terjadi ke- Eropa12.
tegangan-ketegangan yang dapat melahir- Penelitian tentang identitas memang
kan polarisasi sosial), seluruh agama-agama sudah cukup banyak, namun pada umumnya
resmi maupun yang tidak resmi, etnisitas diarahkan kepada kehidupan masyarakat
kelompok-kelompok atau etnisitas yang satu yang tergolong tradisional misalnya Dayak13,
dengan etnisitas yang lain (Politik identitas Sawu (Rote)14, Samin, Osing, Tongan15 dan
etnis di masa kolonial masih terasa aroma lain sebagainya. Namun identitas yang telah
sampai dengan saat ini)10; bahkan dalam berkembang dan mewarnai kehidupan
konteks seksualitas yaitu antara maskulinitas perkotaan yang masyarakatnya lebih
dan feminitas (bias gender, peminggiran kompleks dan kombinasi dengan politik atau
kaum perempuan, yang terjadi di lapangan politik identitas belum ditemukan.
pekerjaan, ranah-ranah publik yang lain). Studi tentang politik identitas
Dialog antara Ulil Abshar-Abdalla tidaklah relevan bila mengandalkan
(JIL) dan H.M. Nur Abdurrahman (JIMM) pengetahuan dari kelompok ahli atau expert
dengan memperhatikan betapa agama-agama saja, melainkan studi politik identitias yang
di era Reformasi (8 tahun terakhir) yang tak terlepas dengan subyek dan pengetahuan
menonjolkan identitas dengan cara yang dan pengalaman langsung yang kadang
demonstratif11. Sampai pada satu pandangan disebut pengetahuan tersebunyi16 (tacit
bahwa: kita hormati hak masing-masing knowledge) adalah tepat apabila meng-
kelompok untuk menunjukkan identitasnya, gunakan bukan hanya pendekatan
tetapi tidak boleh menggunakan institusi konstruksionis (constructionism approach),
negara untuk memaksakan identitasnya itu fenomenologis (fenomenologis aproach),
sebagai satu-satunya identitas yang sah melainkan juga metodologi konstruktionis,
(2002). fenomenologi dan atau metode eklektif.
Dunne (1997) menunjukkan bahwa Penelitian dengan tema Politik
politik identitas dalam konteks Eropa dapat Identitas, secara persis dan utuh memang
dibedakan menjadi dua yaitu politik identitas belum ditemukan, namun melalui tema itu
tradisional gaya Jerman dan Nasionalisme akan dicoba dibangun eklektivitas suatu
Perancis. Model nasionalisme Perancis paradigma, apakah memang demikian bahwa
ditunjukkan oleh popularitas kedaulatan dari dua paradigma yang saling bertentangan
universal yang menjadi sumber politik tidak akan pernah digunakan secara
identitas Eropa. Pada perkembangan se- bersama-sama yaitu secara eklektif. Oleh
lanjutnya politik identitas dapat disamakan sebab itu pemikiran yang ekstrim baik itu

12
Dunne, Daniel. 1997. Political Identity in the
European Union Dalam
<http://danieldunne.com/ poli. htm>
10 13
Yekti Maunati. Identitas Dayak.Yogyakarta: Yekti Maunati. Identitas Dayak. Komodifikasi
LkiS; Sianipar Gading. Mendefinisikan dan Politik Kebudayaan, (Yogyakarta: LkiS,
Pascakolonialisme? Pengantar Menuju 2004)
Wacana Pemikiran Pasca kolonialisme 14
James J. Fox. Panen Lontar: Perubahan
Dalam Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar. Ekologi dalam kehidupan Masyarakat Pulau
Hermeneutika Pascakolonial. Soal identitas. Rote dan Sawu. (Jakarta: Sinar Harapan.1996)
15
(Yogyakarta: Kanisius, 2004) Paul van der Grijp. Identity and Development:
11
Berbagai demonstrasi, tablik Akbar, sweeping tongan culture, agriculture, and the perenniality
sampai perusakan-perusakan baik fasilitas of the gift. (Leiden: KITLV. 2004)
16
pribadi maupun publik yang notabena Polanyi, M. Segi takTerungkap Ilmu
dilakukan oleh kelompok berjubah. Pengetahuan.(Jakarta: Gramedia, 1996)
12 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010

kutub-kutub mikro atau makro, materialis Apa yang akan dikonstruksi adalah
atau idealis akan dicoba dijembatani. adanya, proses mengadanya identitas, yang
Sebab sebagaimana pernah dilakukan di dalamnya memuat sekurang-kurangnya
oleh neofungsionalis Jeffrey C.Alexander, masalah diri (self) seksualitas, agama,
maupun teori sistem sosial Niklas Luhmann, etnisitas dan nasionalitas?. Proses terjadinya
Strukturasi Anthony Giddens17 ataupun identitas sebagai politik identitas, karena
paradigma ganda Ritzer tidak lebih sebagai mengandaikan diekpresikannya kekuasaan di
upaya eklektivis bahkan Fararo (2000) dalamnya20. Proses terjadinya identitas
dengan multiple paradims.18. (sebut tanda atau signs) tidak bisa tidak
Oleh sebab itu melalui eklektivis sebagai produk perubahan sosial dan
mencoba mencari jawab benar tidaknya sebaliknya bahwa perubahan sosial pada satu
pandangan atau teori dari ektrimis mikro dan sisinya adalah produk dari identitas atau
makro, individu dan masyarakat, obyektif tanda itu sendiri. Itulah sebabnya di dalam
dan subyektif sebagaimana pernah dilakukan mengkonstruksi dilakukan secara dialektis
Anthony Giddens dengan Strukturasi, sebagai upaya untuk tidak melakukan
George Ritzer dengan Paradigma Gandanya, pembedaan secara dikotomis yang
Brian Fay (1998) dalam Filsafat Ilmu Sosial dikhawatirkan kontra produktif.
Kontemporernya.19 Identitas dapat ditemukan di dalam
seksualitas di mana penandaan di antara
Fokus Permasalahan keduanya terselip kuasa, kuasa maskulin atas
Karya ini dihajadkan untuk meng- feminin sebagai misal yang belakangan juga
konstruksi secara dialektis antara Identitas marak di dalam masyarakat warga21.
Kota Malang dengan Masyarakat Identitas juga menjadi bagian sentral dalam
Warga (Civil Society), yang plural dan aktivitas keagamaan, apapun istilah
multikultural. Penggambaran suatu realitas agamanya, sistem penandaan ini pula yang
memang tidak pernah akan lepas dari menjadi bagian yang sentral dan bahkan
bagaimana seseorang mengkonstruksikan krusial dalam politik identitas keagamaan,
sesuatu dalam ranah ontologi, pada sisi yang hal ini terjadi baik di dalam internal agama,
lain juga tidak terhindarkan penggunaan maupun antar agama yang satu dengan yang
perangkat yang ada dalam wilayah lainnya. Politik identitas dalam etnisitas
epistemologi dan mungkin masih bersifat juga menonjol sebagai contoh etnis Melayu,
diskutif bahwa realisasi keduanya tidak luput etnis Cina, etnis Jawa, Madura dan
dari pengandaian aksiologi. Mengapa sebagainya. Sedangkan politik identitas
konstruksi atas realitas dilakukan secara dalam ranah nasionalitas baik secara lokal
dialektis, hal ini mengandaikan bahwa suatu kedaerahan mengada dan berproses dalam
realitas itu dinamis, tercampurnya sesuatu patriotisme, maupun dalam konteks mondial
yang bersifat obyektif dan sekaligus dalam hubungan antar negara. Kesemua
subyektif dan atau sebaliknya?.
20
Proses penamaan (naming) atau dalam labeling
17
Anthony Giddens, The Constitution of Society. theory dan proses-proses penandaan yang lain
Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial. bukanlah sesuatu yang netral, melainkan
(Pasuruan: Pedati, 2003) sesuatu yang penuh kuasa.
18
Thomas J. Fararo. Theoretical Sociology in 21
Konstroversi RUU APP (Anti Pornografi dan
the 20th Century Journal of Social Structure Pornoaksi), sebagai pertanda rusak dan
(April 2000) erosinya rasa kebhinekatunggalikaan bangsa
19
Brian Fay. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Indonesia, di mana sekelompok orang
(Yogyakarta: Jendela dan Pasuruhan: Tadarus, memaksakan suatu nilai pada kelompok lain
1998) melalui konstitusi.
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 13

politik identitas baik dalam ranah self, seseorang dapat saja sekaligus mewakili
seksualitas, agama, etnisitas dan nasionalitas institusi baik itu seksualitas, etnisitas, agama
melahirkan perubahan sosial tersendiri. dan nasionalitas.
Proses terjadinya identitas tersebut Masalah penelitian (Research
secara parsial maupun interseksial22 Questions) tersebut di atas apabila
melahirkan perubahan sosial ekonomi, sosial dirumuskan dalam bentuk pertanyaan dapat
politik, sosial itu sendiri dan sosial budaya. diformulasikan sebagai berikut: 1.
Identitas seksualitas mempengaruhi salah Bagaimanakah konstruksi masyarakat
satu, beberapa atau semua dari elemen tentang Identitas Kota Malang yang
perubahan sosial. Proses terjadinya politik berakar pada kesadaran dan pandangan di
identitas keagamaan melahirkan dampak tempat penelitian? 2. Bagaimana proses
langsung maupun tidak langsung pada konstruksi dan dekonstruksi suatu Identitas
perubahan sosial dan sebaliknya. Sedangkan Kota Malang? 3. Bagaimana tipologi
adanya politik identitas etnisitas juga secara Identitas Kota Malang sesuai dengan
langsung atau tidak langsung, nyata atau kesadaran, gambaran dan bahasa masyarakat
tersamar melahirkan perubahan sosial. Tidak setempat? 4. Apakah terdapat kecenderungan
terkecuali penciptaan, penamaan dan Identitas Kota Malangh dari kurun waktu
penggunaan identitas melahirkan pula satu ke kurun waktu lainnya? Apabila
perubahan sosial. terdapat kecenderungan ia terbagi ke dalam
Interrelasi dan bisa jadi saling berapa episode? Bagaimana gambaran khas
pengaruh antara identitas dan perubahan masing-masing episode dan mengapa
sosial sebagai pertarungan baik secara demikian? 5. Apakah antara Identitas Kota
tersembunyi atau terang-terangan di antara dan Perubahan sosial ada hubungan saling
warga, badan publik dan pasar23. Penerapan mempengaruhi?
dan atau pengaktualisasian identitas pada
seseorang dapat saja mencerminkan dan atau Tujuan Penelitian
mewakili dirinya sendiri maupun institusi Penelitian ini pada dasarnya
dalam konteks seksualitas terjadi antara bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana
feminin dan maskulin, dalam konteks sesungguhnya Politik Identitas yang terjadi
etnisitas dapat Jawa, Madura, Bali, dalam masyarakat, kesadaran dan pandangan
Tionghoa, Arab dan sebagainya; dalam masyarakat atas identitas dan politik
konteks agama terjadi dalam Islam, Kristen, identitas. Eksplorasi atas politik identitas
Katolik, Hindu, Buddha dan Tridharma atau sudah barang tentu tidak dapat tidak harus
Khong Hu Chu. Identitas dalam diri mendeskripsikan pula identitas. Berangkat
dari eksplorasi tersebut diharapkan diperoleh
suatu gambaran umum (deskripsi identitas),
23
Tiga kekuatan besar inilah yang secara bagaimana proses pembentukan, bagaimana
dominan mewarnai realitas kehidupan sehari-
tipologi Identitas Kota Malang. Bagaimana
hari; warga menunjuk kepada di satu pihak
individu dan dilain pihak masyarakat, namun variasi bentuk-bentuk identitas kota malang
lebih ditekankan yang tidak menyandang peran dari waktu ke waktu, adakah kecenderungan-
sebagai badan publik maupun pelaku pasar; kecenderungan tertentu, gambaran khas
badan publik adalah representasi dari state yang
dahulu bertugas untuk merealisasi welfare
episode itu dan mengapa demikian. Hasil
state; pasar adalah pelaku pasar, konglomerasi, gambaran tersebut kemudian ditelusuri
baik individu maupun badan-badan usaha; yang manakah yang dapat dilanjutkan menjadi
menjadi soal justru terjadinya perselingkuhan bangunan teori dan data deskripsi semata.
di antara mereka dapat merusak hubungan dua
di antara ketiga kekuatan besar tersebut.
14 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010

Manfaat Penelitian kategori identitas tertentu, ini meng-


Secara teoretik diharapkan implikasikan bahwa self itu membutuhkan
penelitian ini mampu memberikan other.
sumbangsih kepada perkembangan ilmu Pada era global dan posmodern saat
pengetahuan pada umumnya dan teori sosial ini carut-marut budaya dan maraknya
pada khususnya. Benarkah bahwa masing- identitas-identitas, dapat terjadi sesuatu
masing teori yang berpangkal pada individu identitas sekaligus menganut identitas yang
tidak dapat disatupadukan dengan teori yang lain. Misal laki-laki yang juga wanita dan
berpangkal pada masyarakat; atau bahkan bukan kedua-duanya justru menampilkan
semua teori dan pandangan yang bertolak identitas tersendiri, homoseks, gay,
belakang itu tidak dapat bekerja sama lesbianisme dan sebagainya. Artikulasi
walaupun dalam waktu dan cara yang identitas etnis dalam budaya posmodern
berbeda-beda. Hal ini sebagaimana Giddens lebih bersifat politik kebudayaan.
(2003) yang menolak adanya dualisme dan Identitas itu harus ditemukan, sebab
menggantikannya dengan dualitas. Begitu identitas merupakan salah satu kebutuhan
pula sebagaimana Brian Fay (2002) yang dasar manusia25. Kata Heckert (2002) tanpa
menyarankan jangan menggunakan pem- identitas tidak ada majikan atau budak, bos
bagian yang dikhotomis sebab pembagian atau pekerja, pria atau wanita, putih
dikotomis dianggap merusak.24 atau hitam, pemimpin atau pengikut,
Mengkaji Politik Identitas mem- heteroseksual atau homoseksual26. Tanpa
punyai manfaat praktis yaitu pertama, identitas manusia tidak dapat berkomunikasi
melalui identitas dapat dikaji secara empiris satu dengan yang lain dalam masyarakat.
apakah benar bahwa penonjolan identitas Identitas menentukan status dan peran
secara berlebihan dapat melahirkan konflik seseorang serta mencakup ciri-ciri pokok
antara identitas yang satu dengan identitas seseorang, entah itu fisik ataupun sosial
yang lain. Kedua, bagaimana dapat budaya.27 Identitas tradisional itu dilingkari
dijelaskan bahwa warga masyarakat yang oleh batas primordial dalam wujud ikatan
dalam satu komunitas atau satu identitas keluarga, desa, suku dan agama. Semua
dapat saja terjadi konflik dan pertentangan warga masyarakat tradisional memperoleh
yang berkepanjangan dan tidak jarang identitas baru, yaitu identitas nasional,
mengakibatkan kurban. Ketiga, hasil kajian identitas nasional itu tidak menghapuskan
empiris ini dapat dijadikan bahan per- atau meleburkan identitas primordial,
timbangan-pertimbangan dalam meng-ambil melainkan mengatasinya, mentransendensi-
keputusan dan kebijakan baik bagi pejabat nya. Identitas nasional dapat dibatasi sebagai
publik maupun warga masyarakat itu sendiri. suatu kompleksitas yang terdiri atas
sejumlah ciri yang mewujudkan suatu
Jelajah ensiklopedis koherensi dalam suatu totalitas.
Tentang kata identitas, menimbul-
kan suatu petanyaan adakah sesuatu tanpa 25
Daeng, Hans J. Manusia, Kebudayaan dan
identitas, yang justru dengan identitas itu Lingkungan. Tinjauan antropologis.
sesuatu dikatakan sesuatu. Sebab sesuatu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000)
26
Heckert, Jamie. 2002. Maintaining the Bordes:
tidak berdiri dengan sendirinya, sesuatu di Identity & Politics. Greenpaper interactive
luar dirinya akan memasukkannya ke dalam magazine.htm.
27
Daeng, Hans J. Manusia, Kebudayaan dan
Lingkungan. Tinjauan antropologis.
24
Brian Fay. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000)
(Yogyakarta: Jendela. 2002). h.330
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 15

Ciri-ciri identitas nasional ialah : (a) Identitas sepenuhnya merupakan


historisitas, (b) keunikan, (c) partikularitas produk sosial dan tidak dapat mengada atau
atau subyektivitas. Historisitas itu inheren eksis di luar representasi kultural, sosial dan
pada identitas sebagai tumpukan pengalaman akulturasi30. Identitas terekpresi melalui
kolektif, karena pengalaman itu ber- bentuk-bentuk representasi yang diri kami
akumulasi lewat proses historis atau dan orang lain kenal. Identitas adalah esensi
perkembangan waktu sebagai dimensi proses yang bisa ditandakan (signified) dengan
pertumbuhan28. tanda tanda, selera, keyakinan, sikap, dan
Identitas adalah proses penciptaan gaya hidup. Identitas pasti lah personal
dan pemeliharaan batas-batas, yang dapat sekaligus sosial, identitas terkait dengan
membedakan satu dengan yang lain dari persamaan dan perbedaan dengan hal yang
masyarakat (people) sebagaimana dalam personal maupun sosial dan dengan bentuk-
pandangan Heckert (2002). Melalui identitas bentuk representasi. Identitas paling tepat
dapat terjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipahami tidak sebagai suatu entitas yang
menanyakan siapakah saya atau siapakah tetap, melainkan sebagai gambaran perihal
aku? Tanda atau label misalnya wanita, kulit diri yang penuh dengan muatan emosi.
putih dan heteroseksual menyatakan pada Gambaran-gambaran perihal diri kita
kita tentang posisi seseorang dalam berbagai mencerminkan identitas mendasar yang
hierarki. esensial31.
Identitas berkembang menjadi tema Identitas tidak mengacu pada
utama kajian budaya di era 1990-an. Politik kualitas esensial maupun universal, sebab
feminisme, etnisitas dan orientasi seks, juga bahasa menciptakan dan bukan me-
tema-tema lain, menjadi minat utama yang nemukan (Barker. 2000). Identitas bukanlah
memiliki kaitan erat dengan politik identitas. sesuatu benda, melainkan gambaran dalam
Konsep subyektivitas dan identitas bahasa; identitas adalah ciptaan wacana yang
sangat erat kaitannya dan bahkan hampir tak bisa berubah makna seturut waktu, tempat
dapat dipisahkan. Memahami subyektivitas dan penggunaannya.
dengan merujuk pada kondisi keberadaan Menurut Anthony Giddens (2003),
seseorang dan proses yang kita alami ketika identitas diri tercipta dari kemampuan untuk
menjadi seseorang. Sebagai subyek, yaitu mempertahankan narasi perihal diri dan
seseorang (person), kita patuh pada proses- dengannya gambaran perasaan yang
proses sosial yang membuat kita menjadi konsisten perihal kesinambungan biografis.
subyek bagi diri kita maupun orang lain. Lebih lanjut Giddens mengatakan bahwa
Konsep yang kita pegang perihal diri kita
sendiri bisa kita sebut identitas diri 30
Alasan mengapa identitas sepenuhnya sosial
sementara harapan dan pendapat orang lain dan kultural adalah pertama, gagasan perihal
membentuk identitas sosial kita29. apakah artinya menjadi orang merupakan
pertanyaan kultural, contoh individualisme
Menjelajahi identitas berarti menyelidiki
merupakan tanda penunjuk yang khas
bagaimana kita melihat diri kita sendiri dan masyarakat modern. Kedua, sumber yang
bagaimana orang lain melihat kita? membentuk identitas yaitu bahasa dan praktik
cultural , berwatak social, akibatnya seorang,
anak, perempuan, Asia atau terbentuk secara
berbeda-beda tergantung pada konteks
28
Daeng, Hans. J. Manusia,Kebudayaan dan kulturalnya.
31
Lingkungan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) Valentine, James. 1998. Naming the Other:
29
Di samping identitas pribadi sebagaimana Power, Politnes and the Inflation of
Gabriel Marcel (2005) menjelaskan ada pula Euphemism. Dalam Journal Sociological
identitas sosial dan identitas kultural. Research Online.
16 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010

identitas diri bukanlah suatu ciri, atau terhadap bahasa yang berperan dalam
sekumpulan ciri khas yang dimiliki individu, membentuk identitas dan mengonstruksi
sebab ia merupa kan diri sebagaimana subyektivitas. Secara khusus bahasa menjadi
dipahami orang itu secara reflektif terkait alat untuk melawan budaya patriarki dan
dengan biografinya. kekuasaan imperialis. Kaum feminis
Jadi memang identitas pada dasarnya berusaha menggali dan memanfaatkan
merupakan ciptaan kita, sesuatu yang selalu sense of disarticulation dari bahasa
berproses, suatu bergerak menuju dan bukan warisan serta mengembalikan autentisitas
suatu kedatangan the role of identity in bahasa berdasarkan bahasa prakolonial. Teks
everyday social interaction and the dari teori feminis erat terkait dengan teori
relationships between the personal and the identitas dalam wacana dominan. Teori ini
social32. Identitas merupakan satu unsur menawarkan pelbagai strategi perlawanan
kunci dari kenyataan subyektif, sebagaimana terhadap kontrol yang menentukan makna
semua kenyataan subyektif, berhubungan identitas diri perempuan35.
secara dialektis dengan masyarakat.33 Tentang Identitas jender, seperti
Sebagaimana pernah dikemukakan di atas identitas sosial lainnya, muncul dari interaksi
bahwa identitas dibentuk oleh proses-proses sosial dan termasuk dalam diri individu dan
sosial. Begitu memperoleh wujudnya, ia dipertegas melalui berbagai situasi
dipelihara, dimodifikasi atau malahan interaksi karena diri tunduk pada ujian
dibentuk ulang oleh hubungan-hubungan empiris yang terus-menerus (Cahill,
sosial tertentu yang lain34. 1989:123 dalam Ritzer dan Goodman. 2004:
Identifikasi diri sebagai lelaki atau 413). Kebanyakan tulisan feminis tidak
perempuan merupakan landasan sebuah berdasarkan determinisme biologi, tetapi
identitas diri yang biasanya dipandang berdasarkan pembagian konseptual antara
sebagai fungsi dari tubuh dan atribut- jenis kelamin dan gender, yaitu jenis kelamin
atributnya. Dalam kajian budaya, kelamin merupakan biologi tubuh sedangkan gender
dan jender dilihat sebagai konstruksi- merupakan asumsi dan praktik budaya yang
konstruksi sosial yang secara instrinsik mengatur konstruki sosial laki-laki
terimplikasi dalam persoalan-persoalan perempuan dan hubungan sosial keduanya.
representasi. Kelamin dan jender lebih Di samping teori interaksionisme simbolik
merupakan persoalan kultural ketimbang tentang jender, etnometodologi juga
natural (alami). mempertanyakan stabilitas identitas menurut
Jender adalah nama untuk sebuah jender dan memperhatikan bagaimana jender
peran sosial yang dibangun berdasarkan jenis diperankan oleh aktor dalam berbagai situasi.
kelamin, hal ini berbeda dengan seks yang Pakar etnometodologi memulai dari
mengacu pada kategori biologis. Identitas proposisi Zimmerman (1978:11) yang
jender berkaitan dengan pembedaan peran menyatakan bahwa ciri kehidupan sosial
perempuan (feminis) dan laki-laki yang tampaknya obyektif faktual dan
(maskulin) dalam pandangan kultural dan
sosial. Feminisme memberi perhatian

32 35
Woodward, Kath.Questioning Identity: Gender, class, Sianipar Gading. Mendefinisikan
Nation .(London: Routledge, 2000). Pascakolonialisme? Pengantar Menuju
33
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Tafsir Wacana Pemikiran Pasca kolonialisme
Sosial atas Kenyataan. Risalah tentang Dalam Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar.
sosiologi Pengetahuan. (Jakarta: LP3ES, 1990) Hermeneutika Pascakolonial. Soal identitas.
34
Ibid. Berger dan Luckmann. (Yogyakarta: Kanisius, 2004) h. 21.
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 17

transisional, sebenarnya mengatur per- pegunungan di Asia Tenggara.40 Yang cukup


cakapan atau prestasi proses lokal36. memprihatinkan Bagi Negro, identitas
Gagasan tentang rasialisasi atau rasial berada di atas segala aspek lain dari
formasi ras (etnisitas) mendasarkan pada eksistensi.41
argumen bahwa ras adalah sebuah konstruksi Sudah sejak lama terjadi perdebatan
sosial dan kategori biologi atau kultural yang teoretik yang berkepanjangan perihal
universal dan esensial.37 Stuart Hall (1997) subyektivitas dan identitas kultural.
beragumen bahwa ras selalu terbentuk identitas berkembang menjadi tema
dalam proses sosial dan pertarungan politik, utama sejak kajian budaya di era 1990-an.
dengan demikian ras tidak pernah eksis di Politik feminisme, etnisitas, dan orientasi
luar representasi. Karakteristik fisik seks, juga tema-tema lain, menjadi minat
ditransformasikan menjadi penanda ras utama yang memiliki kaitan erat dengan
(identitas). politik identitas.42
Enisitas, ras dan nasionalitas Salah satu tantangan utama bagi
merupakan konstruksi diskursif-performatif Indonesia baru yang demokratis adalah
yang tidak mengacu pada hal yang sudah bagaimana memfasilitasi proses-proses yang
ada. Oleh sebab itu, mereka merupakan berkatian dengan perbedaan kultural dan
kategori budaya yang tidak tentu, bukan politik identitas, sebagai contoh seperti yang
fakta biologis yang universal. Etnisitas terlihat di kalangan masyarakat Dayak
sebagai konsep mengacu pada formasi dan Kalimantan Timur.43
pelestarian batas-batas budaya dan memiliki Gerakan sosial yang dapat
keuntungan karena menekankan sejarah, dikategorikan sebagai gerakan politik
budaya dan bahasa38. identitas, menurut Klaus von Beyme, secara
Sebagaimana identitas nasional, keseluruhan, merupakan klaim untuk
identitas etnis pun merupakan konstruksi mengubah kondisi masyarakat bukan untuk
sosial39. Semua Identitas etnis adalah hasil menaklukan kekuasaan sebagaimana gerakan
dari penggunaan kekuasaan dan diciptakan politik biasanya44. Analisis Beyme dalam
dari sumber-sumber kultural yang beragam menilai gerakan politik identitas lebih
(155). Tradisi kelompok-kelompok regional memasukkan nya pada mikro politik Michel
tetap hidup, identitas pegunungan tidak Foucault, sebagai politik wacana.
pernah mencapai dimensi etnik dengan Islam dan Civil Society menjadi
karakteristik separatis sebagaimana umum- wacana kekuasaan dan dominasi, wacana
nya terjadi di banyak populasi masyarakat politik identitas atau wacana pemerintahan

36
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori sosiologi
40
Modern. (Jakarta: Prenada media, 2004) h. 413. Robert W. Hefner. Geger Tengger. Perubahan
37
Cf. Konsep Biologis I oleh Mead Dalam Irving Sosial dan Perkelahian Politik, (Yogyakarta:
M. Zeitlin. 1995. Memahami Kembali LkiS, , 1999), hal 319.
41
Sosiologi. Kritik Terhadap Teori Sosiologi AniaLoomba. Kolonialisme/PascaKolonialisme.
Kontemporer. Yogyakarta: UGM Press, hal 351 (Yogyakarta: Bentang, 2003)
38 42
Barker, Chris. Cultural Studies. Teori dan Chris Barker. Cultural Studies. Teori dan
Praktik. (Yogyakarta: Bentang, 2005) Praktik. (Yogyakarta: Bentang, 2005). hal 217
39
Ladino, Carolina. 2002. You Make sound So 43
Yekti Maunati. Identitas Dayak. Komodifikasi
Important Fieldwork Experiences, Identity dan Politik Kebudayaan. (Yogyakarta:
Construction, and Non-Western Researcher LkiS,2004)
44
Abroad Dalam Journal Sociological Research Abdillah, Ubed s. Politik Identitas Etnis,
Online. Vol.7.no.4 <http://www. socresonline. Pergulatan tanda tanpa Identitas. (Magelang:
org.uk/7/4/ladino.html> Indonesiatera. 2002) h.143.
18 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010

yang Islami 45. Dibutuhkan pemerintahan (2000:218). Identitas pastilah personal


yang Islami untuk melindungi pelaksanaan sekaligus bersifat sosial. Identitas terkait
agenda-agenda cendekiawan muslim, yang dengan persamaan dan perbedan dengan hal
terakhir inilah yang diarahkan pada identitas yang personal maupun sosial, dengan
politik umat Islam (149). Apa yang terjadi di bentuk-bentuk representasi (2004:218)
Aceh untuk menerapkan syariah ke dalam Identitas paling tepat dipahami tidak sebagai
tata kehidupan pemerintah dan masyarakat suatu entitas yang tetap, tetapi sebagai
adalah suatu contoh yang mencolok. Hal ini gambaran perihal diri kita yang penuh
juga dilakukan di daerah-daerah lain yang dengan muatan emosi (218) Gambaran
lebih mengedepankan identitas agama pribadi diri kita mencerminkan identitas
tertentu. mendasar yang esensial.
Said (2005)Dengan riwayat Politik Identitas akan terjadi di
diri yang unik seperti itu, tak heran bila antara kelompok maskulin dan feminin yang
persoalan utama yang bergejolak dalam melalui kesadarannya lalu saling mem-
pemikirannya kemudian adalah permasalah- perjuangkan dan meneguhkan identitasnya
an identitas. Ia yakin bahwa identitas suatu masing-masing. Tidak jarang di balik
individu atau suatu bangsa tidak bisa perjuangan dan peneguhannya kuasa menjadi
digeneralisir, atau disimplifikasi menjadi salah satu isinya. Jika politik identitas di atas
satu dan satu-satunya identitas. Singkatnya terjadi antara laki-laki dan perempuan, maka
identitas berdimensi banyak, berproses dan di antara etnis juga terjadi upaya-upaya
tak bisa di absolutkan. untuk menegakkan identitas baik secara
Menarik untuk dikemukakan lembut maupun yang keras dan demonstratif.
kaitan identitas dengan etnis dan agama Hal ini dapat terjadi di mana saja dan kapan
sebagaimana di kemukakan oleh Djuweng saja di wilayah Indonesia. Misalnya antara
(1996) bahwa :Kebijakan pendidikan etnis Dayak47, Jawa, Sunda, Batak, Madura,
zaman kolonial yang dikontrol pusat-pusat Tionghoa dan lain sebagainya.
kekuasaan feudal (Sultan) tertutup bagi Di antara komunitas agama-agama
orang Dayak. Jika orang Dayak ingin baik yang resmi dan yang tidak resmi yang
sekolah lebih dari kelas 3, maka mereka dimiliki oleh-oleh suku-suku tertentu, dan
harus masuk agama Islam, meninggalkan atau religi-religi tertentu di daerah-daerah
identitas budaya, agama, sosial dan politik pedalaman dan sebagainya. Misal di antara
mereka. Jika satu dua di antara mereka penganut agama resmi antara Islam, Kristen,
memasuki dinas kepegawaian kolonial, Katolik, Hindu, Buddha dan tidak mustahil
untuk promosi jabatan mereka harus terjadi di antara sekte-sekte di dalam agama-
melepaskan identitas ke-Dayak-an mereka46. agama tersebut. Ada pula ketegangan-
Identitas terekpresi melalui bentuk- ketegangan sebagai akibat politik identitas di
bentuk representasi yang diri kami dan orang antara pemeluk agama resmi dengan
lain kenal, identitas adalah esensi yang bisa pemeluk agama religi yang percaya pada
ditandakan (signified) dengan tanda-tanda Tuhan Yang Maha Esa misalnya.
selera, keyakinan, sikap dan gaya hidup
47
Maunati, Yekti. Identitas dayak. Komodifikasi
45
Baso, Ahmad. Civil Society versus Masyarakat. dan Politik Kebudayaan. (Yogyakarta:LKIS,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1999) 2004). Pada jaman kolonial untuk dapat
46
Djuweng, Stefanus. 1996. Orang-orang Dayak, sekolah sampai melebihikelas 3 harus masuk
Pembangunan dan Agama Resmi. Dalam Islam, begitu pula untuk dapat menjadi pegawai
Kisah dari Kampung Halaman. Masyarakat negeri, hal ini dapat diperiksa dalam buku
Suku, Agama Resmi dan Pembangunan. h. 7 Kampung Halaman.
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 19

Politik Identitas yang lahir sebagai dilakukan oleh pendahulu-pendahulu adalah


akibat dari perbenturan antara yang bersifat khusus mengenai identitas. Ada yang
lokal dan global misalnya terjadi di Aceh mengkaitkan identitas dengan feminisme,
antara Negara Republik Indonesia dengan identitas dengan nasionalisme, identitas
Aceh, Mesir, Uni Eropa, Irlandia dan dengan etnisitas misalnya Maunati (2004),
sebagainya. Politik identitas merupakan identitas dengan agama, identitas dengan
wacana baru dalam kajian ilmu politik 48. sosial budaya, identitas dengan budaya Jawa
Konsep politik identitas relevan untuk oleh Hefner (1980)51Sebagaimana pernah
diterapkan paling tidak diwacanakan dikemukakan di dalam konsepsi teoretik
mengingat peta politik masa kini dan masa bahwa Identitas mempunyai cakupan yang
depan, yang berkembang ke arah politik luas sejak self, jender, etnisitas, agama dan
yang beragam, lebih melihat kembali pada nasionalitas sampai dengan globalitas.
tataran humanitas dan etis (h.23). Chaitin (2004) menyatakan bahwa dengan
Identitas mencakup identitas diri dan menggunakan metode life stories atau
sekaligus identitas sosial49. Oleh sebab itu interview biografi pada riset tentang pribadi
identitas berkaitan pada hal yang personal dan identitas sosial hasilnya cukup
dan sekaligus sosial, mengenai diri kita serta memuaskan. Di samping itu juga didiskusi-
hubungannya kita dengan orang lain. kan bahwa konsep identitas, dan bagaimana
Identitas sepenuhnya bersifat kultural dan metode itu sangat cocok untuk studi
tidak ada di luar representasi dirinya dalam konstruksi identitas.
wacana kultural. Identias bukanlah hal yang Mengkaji politik identitas se-
baku dan kaku yang kita miliki, tetapi hal bagaimana dikemukakan oleh Huntington
yang dalam proses menjadi (becoming). tentu tidak cukup dengan mengandalkan
Kaum pemikir yang anti esensialis juga perspektif teori sosiologi mikro, melainkan
menghalangi politik identitas, karena tampaknya relevan meminjam teori Jeffrey
gagasan ini menganggap politik identitas C. Alexander Sosiologi multidimensional
tercipta melalui upaya penggambaran yang dikatakan sebagai logika teoretis baru
kembali dengan bahasa dan koalisi strategis untuk sosiologi.52
temporer antar orang yang setidak-tidaknya
memiliki nilai-nilai tertentu50. Sejak kapan Pendekatan dan Strategi Penelitian
kelahiran konsep Politik Identitas siapa Beberapa macam pendekatan akan
pencetus, dan bagaimana perkembangannya digunakan dalam penelitian ini, pertama
masih perlu studi yang mendalam. Salah satu pendekatan kualitatif, pendekatan ini
sebab Politik Identitas dan Perubahan sosial digunakan dengan pertimbangan bahwa
mempunyai cakupan yang luas. Yang banyak karakter pokok yang mementingkan makna,
konteks dan tentunya lebih dominan
48
Ubed, Abdilah S. Politik Identitas Etnis. perspektif emik ketimbang etik, lebih
Pergulatan tanda tanpa identitas. (Magelang:
mementingkan kedalam daripada keluasan,
Indonesiatera, 2002. h.22)
49
Valentin, James. 1998. Naming the Other:
51
Power, Politnes and the Inflation of Hefner. 1980. Identity and Culture
Euphemism. Journal Sociological Research Reproduction Among Tengger Javanese. Yang
Online; Cf. Grundy, Sue and Jamieson, Lynn. kemudian diubah menjadi Hefner. The Political
2005. Are We All Europeans Now? Local, Economy of Mountain Java. (England:
National and supranational Identites of Young University of California,1990) Bab tujuh diberi
Adults. Dalam Journal Sociological Research judul Politik and Social Identity.
52
Online. George Ritzer dan Duglas J. Goodman. Teori
50
Barker, Chris. Cultural Studies. Teori dan Sosiologi Modern.(Jakarta: Prenada Media,
Praktik, (Yogyakarta: Bentang, 2005). 252-253 2004), 478
20 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010

proses penelitian lebih berbentuk siklus perasaan dan pandangannya atas tema
daripada linier, proses pengumpulan dan penelitian. Sebagai peneliti dengan jalan
analisis data berlangsung secara simultan, melihat dan mendengar bersamaan dan atau
teknik observasi dan wawancara mendalam sesudah itu mendeskripsikan sedalam-
merupakan teknik yang dominan, dengan dalamnya (thick description).
peneliti sebagai instrumennya. Langkah keempat, mendasarkan
Kedua, adalah pendekatan pada hasil deskripsi kemudian dilakukan
fenomenologis. Fenomenologi di samping coding, kategorisasi-kategorisasi tertentu,
sebagai suatu pendekatan juga sebagai atau mengelompokkan ke dalam suatu tema-
metodologi dan langkah-langkah yang tema fenomena tertentu. Melalui ini
mungkin dapat dilakukan oleh seorang diharapkan peneliti mendapatkan pe-
peneliti menjadi suatu metode. Namun mahaman yang akurat dan maksimal atas
sebelum sampai ke langkah-langkah tema penelitian.
kongkret sebaiknya dipahami pantangan Langkah kelima, setelah penggalian
yang mesti dipenuhi yaitu: (a) jangan informasi (data) dalam penelitian memiliki
melakukan uji hipotesis; (b) jangan pengetahuan cukup tentang tema penelitian,
menggunakan model teoretik yang meng- barulah kemudian dibenarkan untuk
giring atau menentukan pertanyaan (c) membuka kurung (bracket) informasi-
cobalah datang dengan tangan dan atau informasi apakah pengetahuan, konsep,
pikiran kosong; oleh karena itu Primacy of teori-teori dan bahkan kebenaran-kebenaran
the life-world, means that our approach to yang ditemukan dalam pustaka, apa yang
understanding is pre-theoretical; (d) just dikatakan ahli atau expert dan lain
describe, ..., describe and then describes, sebagainya. Ide yang ada dalam subyek
...,okey that the key is only describe, sebab diintensikan (intensionalitas) ke dalam obyek
data utamanya adalah deskripsi atas dunia yaitu dalam realitas itu sendiri.
keseharian (everyday life world). Intensionalitas adalah ide yang selalu
Langkah pertama, tentukan secara menunjuk kepada realitas. Cara berpikir ini
purposive siapa-siapa yang menjadi subyek yang disebut bridging, yaitu bermaksud
terteliti, berbagai pertimbangan dapat menjembatani dan bukan marking.
dilakukan misalnya asumsi bahwa yang Langkah keenam, melaporkan hasil
bersangkutan benar-benar memiliki kapasitas temuan-temuan dalam bentuk karya
tentang tema yang dikaji. disertasi, dengan memperhatikan berbagai
Langkah kedua, bungkus dan simpan rambu-rambu yang secara legal-formal
rapat-rapat segala sesuatu (pengetahuan, ditentukan.
pengalaman, konsep, teori baik yang Ketiga, pendekatan konstruktionis
bersumber dari pustaka/literatur maupun perspektif Berger. Pendekatan konstruksionis
para ahli (expert) tentang tema penelitian hendaknya dipahami sebagai upaya untuk
yang akan dikaji. membingkai pendekatan fenomenologi.
Langkah ketiga, buka mata dan Maksudnya bahwa di dalam mengkonstuksi
telinga lebar-lebar atas apa saja yang suatu realitas dengan jalan bekerja sama
dikemukakan oleh subyek terteliti, sebagai dengan fenomenologi, sebab fenomenologi
catatan sebaiknya tidak melakukan dipandang mampu mengayakan perolehan
penyangkalan, namun justru memberi hasil dalam penelitian dibanding bila satu
kesempatan seluas-luasnya pada subyek pendekatan saja yang digunakan.
terteliti untuk mengungkapkan dan me- Mengingat tema yang penulis kaji
nyingkapkan pengetahuan dan pengalaman, melibatkan berbagai hal yaitu identitas
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 21

pribadi, identitas gender, identitas etnis, para tokoh keagamaan, para pejabat
identitas agama (religi) dan identitas pemerintahan, tokoh dan sesepuh masyarakat
nasional, supra-nasional dan bahkan dari berbagai etnis yang ada. Apabila
internalisonal (mondial). Bahkan Politik ditemukan berbagai macam dokumentasi
identitas dari itu semua, maka dengan yang berupa catatan harian, kliping, sampai
langkah yang relatif sama dan di mana perlu dengan journal atau dokumen pemerintah
dilakukan modifikasi-modifikasi dalam akan dimanfaatkan seoptimal mungkin.
observasi dan dialog yang berbentuk focus
group, yang secara khusus hal ini mesti di Reduksi dan Analisis Data
desain sesuai dengan karakteristik kelompok Sebagai salah satu perangkat dalam
atau focus group design. fenomenologi, maka reduksi juga menjadi
Di samping pendekatan kualitatif, bagian yang tidak terpisahkan untuk
fenomenologis dan konstruksionis, didaya- dijadikan salah satu alat analisis. Analisis
gunakan pula pendekatan eklektis, yang di data di samping berlangsung secara
dalamnya kualitatif, fenomenologis, simultan54 juga mempertimbangkan tingkat-
53
Konstruksionis . Strategi Penelitian yang an (level) secara kontinum dari mikro, meso
diterapkan sejak awal diasumsikan bahwa dan makro. Pada tingkat mikro baik pada
metode eklektik dapat diterapkan dan taraf individual, yang terdiri dari,
sekaligus dimasudkan sebagai upaya untuk kepercayaan, pemikiran dan sikap atau
memperbaiki kelemahan dari masing-masing pandangan; taraf interaksi dalam hal
metode apabila ia digunakan secara tunggal. komunikasi; taraf organisasi berupa pola-
Pendekatan kualitatif, fenomenologis dan pola interaksi peran dan institusi pada tingkat
konstruksionis difungsikan secara optimal. awal. Sedang pada tingkat makro, pada
tingkat komuniti, masyarakat dan
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data kebudayaan.
Untuk menjawab pertanyaan
penelitian diasumsikan informasi-informasi Mengakhiri sebuah pencarian dengan
dapat digali dari berbagai sumber. Pertama theoretical guesing
Tulisan ini merupakan bentuk
53
theoretical guesing/teori coba-coba yang
Pilihan pendekatan ini dimaksudkan untuk
memanfaatkan dan mengadopsi berbagai berujud formulasi metateoretik, pendekatan
pendekatan yang tampaknya berlawanan, dan paradigma dalam identitas dan
namun masing-masing memiliki kekuatan, perubahan sosial. Oleh sebab itu terjadilah
sehingga mampu mengeliminir kekurangan theoretical imagination, metamethodological
masing-masing pendekatan jika secara ekstrim
dilaksanakan secara tunggal. Hal ini dengan and approach design, bahkan metadata
asumsi bahwa tak ada satu pendekatan atau colection. Dengan konstruktionis,
metode yang terbaik apabila ia berjalan fenomenologis dan etnometodologis sebagai
sendirian, oleh karena itu dihajadkan menjadi
suatu pendekatan untuk memahami masalah
eklektik. Yang baru bahwa bila kita dapat
memperbaharui visi dan misi proyeknya sosial, dan sekaligus akhirnya semuanya itu
Frankfurt School, tentang sifat juga diderivasi ke dalam suatu metode yang
emansipatorisnya. Jadi kegiatan akademis mesti aplikatif sifatnya atas realitas kemanusiaan.
diarahkan pada sifat emansipatorisnya.
Sebagaimana Laclau sebagai seorang
Bahkan kebaku-kakuan dari masing-masing
Postmarxis merujuk pada Charles Tilly bahwa pendekatan dan metode akan dikoreksi oleh
gerakan sosial adalah sesuatu yang
54
terorganisasi, berkelanjutan, menolak self Dalam konteks fenomenologis tentu analisis
consciousness dan di dalamnya terdapat simultan tidak dapat dilaksanakan mengingat
kesamaan identitas. fenomenologis menghendaki demikian.
22 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010

pendekatan dan metode yang lain, semua itu Online. Vol .7, No.1 <http://www
dihajadkan dapat mengisi kekosongan .socresonline .org.uk/7/1/dcruz.html>
pengetahuan, pendekatan dan metodologi Deutscher, I. (1998). Sociological
yang tidak dapat diungkap/ditemukan Practice: The Politic of Identities and
dengan cara-cara konvensional dalam dunia Futures Dalam Journal Sociologgical
penelitian baik yang menganut pendekatan Research Online. Vol.3. No. 1. http://www.
tunggal, positivistik maupun yang kualitatif sicresonline.org. uk/socresonline /3/1/3.html.
misalnya. Salah satu prasyarat yang akan dan Dunne, Daniel. 1997. Political
mesti dipenuhi adalah sejauh paradigma, Identity in the European Union. Dalam
asumsi, tidak berhadapan secara diametral, http:// daniel dunne.com/polii.html
saling menegasi dan menjadikannya tidak Giddens, Anthony. Modernity and
produktif. Self Identity: Self and Society in the Late
Modern Age. Sanford University Press, 1991
Pp 187-201
Daftar rujukan. Grijp, Paul van der. Identity and
Abdillah, Ubed. Politik Identitas. Development. Leiden: KITLV Press. 2004
Pergulatan Tanda tanpa Identitas. Magelang: Heckert, Jamie. 2002. Maintaining
Indonesiatera, 2002 the Borders: Identity & Politics. Dalam
Aldian, Donny Gahral. 2005. Green Paper interactive Magazine. Htm.
Politik Identitas, Teologi, dan Satanisasi Diakses 30 April 2006
Musuh Dalam Serambi. Serambi 01, April . (2000) Beyond
2005.http://www.serambi.co.id/ identity? Questioning the Politics of Pride
modules.php/name Gagas & Aksi. Dalam <http:// moebius.psy.ed.ac.uk/-
An-Naim, Abdullahi Ahmed. heckert/MSc.html>
Islam Politik dalam Kancah Politik Hefner, Robert W. Geger Tengger.
Nasional dan Relasi Internasional Dalam Perubahan Sosial dan perkelaihan Politik.
Peter L. Berger (ed). Kebangkitan Agama Yogyakarta: LkiS, 1999
menantang Politik Dunia. Malang:Ar- Hefner, Robert. W. dan Horwatich,
Ruzz.2003. Patricia. (ed). Islam di Era Negara-Bangsa.
Bagnoli, Anna. 2004. Researching Politik dan Kebangkitan Agama Muslim
Identity with Multi-method Autobiographies. Asia Tenggara. Yogyakarta: Tiara Wacana,
Dalam Journal Sociological Research 2001
Online.Vol. 9 No. 2. Huntington, Samuel P. Benturan
Berger, Peter L. dan Luckmann Antar Peradaban dan Masa Depan Politik
Thomas. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Dunia. Yogyakarta: Qalam, 2000
Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jamieson, Lynn and Grundy, Sue.
Jakarta: LP3ES, 1990 2005. Are We All Europenas Now? Local,
Chaitin, Julia. 2004. My story, my National and Supranational Identities of
life, my identity Dalam Journal Inter Young Adults. Dalam Journal Sociological
national Journal of Qualitative Methods, 3. Research Online. Vol. 10, issue
(4) article 1 <http://www.ualberta.ca - 3<http://www.socresonline.org.uk/10/3/grun
iiqm/back issues/3-4/html/chaitin .html> dy.html>
DCruz, Heater. 2002. Constructing Jaringan Islam Liberal. Dialog Ulil Abshar-
the Identities of Responsibler Mothers, Invis Abdalla dan H.M. Nur Abdurrah man.
ible Men in Child Protection Practice Artikel 4 dari 5. Dalam Jaringan Islam
Dalam Journal Sociological Research
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 23

Liberal. http://Islamlib.com/id/index. php? Rex, John. 1996. National Identity


page = article &id=356 in the Democratic Multi-cultural state
Maalouf, Amin. In the Name of Identity. Dalam Journal Sociological Research
Yogyakarta: Resist Book. 2004 Online, Vol 1, No. 2, <http://www.
Mandaville, Peter G. 2000. socresonline.org.uk/ socresnline/1/2/1
Territory and Translocality: .html>
Discrepancrepant Idioms of Political Said, Edward W. BukanEropa
Identity Working Papers. International Freud dan Politik Identitas Timur Tengah.
Studies Association 41 st annual Yogyakarta: Marjin Kiri, 2005
Convention. Los Angeles. <http://www. Swara. 2004. Perempuan di tengah
ciaonet.org/isa/map01/> Pergulatan Identitas Dalam Kompas Senin
Mandle, Joan D. 2006. How Political is the 15 Maret 2004. Error! Hyperlink reference
Personal?: Identity Politics, not valid. 911442. html.
Maunati, Yekti. Identitas Dayak.
Komodifikasi dan Politik kebudayaan.
Yogyakarta: LkiS, 2004

Anda mungkin juga menyukai