POLITIK IDENTITAS
(Suatu Kajian Awal Dalam Kerangka dan Interaksi Lokalitas
dan Globalisasi)
Abstract: Identity was significant into human live, social life and prior to state life.
By means of Identity, we can identify and make differenciate between peoples.
Furthermore, we can stratified occupations with identity. Identity arise wihout any
falseness but it most engaging with dominance so identity appear as a politic
identity. Politic Identity becoming part from social defensive to get existence and
hegemony in private or public area. It shows in many ways, such as organization
symbols, flags, and any signs that significantly differ from others.
Gagasan Identitas Kota Malang dalam damaikan Politik Identitas dan Modernitas
masyarakat warga (civil society) yang plural di Kampus FISIP UI Jakarta2. Ini salah satu
dan multikultural1 merupakan hal yang gambaran betapa Politik identitas menjadi
menarik. Sebab identitas sebagai penunjuk, masalah yang krusial saat ini.
ciri khas yang membedakan satu dengan Runtuhnya Pentagon dan Wall
lainnya, baik dalam konteks jenis kelamin, Trade Center 11 September 2001, me-
etnis, agama, suatu daerah dan sebagainya. rupakan tamparan yang keras atas identitas
Identitas itu terjadi dalam proses Amerika, yang untuk menegakkan kembali
menjadi (becoming) dalam kontinum dilakukan dengan jalan melakukan serangan
perubahan sosial. Akhir-akhir ini masalah terhadap Irak. Hal itu mengingatkan pada
identitas atau politik identitas menyeruak wacana konflik peradaban dari Samuel
secara fenomenal, dalam wujud yang Huntington (1996; 2000) yang membuat
bervariasi sekaligus mengerikan, yang masing-masing peradaban yang merasa
dampak dari padanya juga tak terbayangkan. eksistensi identitasnya ditantang konflik lalu
Apakah konflik-konlik lokal yang terjadi di memakai jalur politik identitas untuk
Ambon, Aceh, Kalimantan, Papua dan di mempertahankan diri dan melawan. Oleh
beberapa tempat lain di Indonesia adalah sebab itu tidak heran mesti tidak berwajah
konflik etnis, budaya dan agama? Negara kekerasan fisik, di sinipun terjadi perang
kebangsaan Republik Indonesia yang telah antar identitas kultural dengan saling meng-
berusia 65 tahun seolah berada dalam suatu hegemoni dan menguasai jagad makna.
situasi yang berjalan di tempat, berbagai Menurut Hantington (2000) Identitas-
persoalan muncul justru setelah 10 tahun identitas yang sebelumnya memiliki keser-
lebih melakukan reformasi. Satu hari beragaman dan hubungan kausal menjadi
sebelum peringatan hari lahirnya Pancasila 1 terfokus dan mapan, konflik-konflik
Juni 2006 diselenggarakan Simposium komunal biasanya disebut perang identitas3.
dengan tema Restorasi Pancasila men-
2
Kompas, 1 Juni 2006, h.5
1 3
Muhammad AS. Hikam. Demokrasi dan Samuel P. Huntington. Benturan antar
Civil Society. (Jakarta: LP3ES, 1999) Peradaban dan masa depan Politik Dunia.
10 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010
Memang dunia dari jaman dahulu hingga memperbaiki (fixing) identitas dan memberi-
sekarang terus dilanda konflik, begitu pula kan tanda perubahannya (1997, hal. 17-19).
setelah perang dingin. Apabila sebelum Nama dapat menunjukkan prestasi, namun
perang dingin konflik bersifat ideologis, nama juga memberikan atribusi, dan
maka setelah perang dingin konflik memaksa pada si penerima berlawanan
berhubung dengan peradaban. Dalam masa dengan keinginan mereka. Nama tersebut
sebelum perang dingin pertanyaan utama di mungkin akan sulit untuk dilepaskan;
pihak mana saya berada, sedang setelah paraban yang tidak menyenangkan, hanya
perang dingin per-tanyaan menjadi siapa terfokus pada penyimpangan dari normal dan
saya sebenarnya?. Pertanyaan keberpihakan benar (Harre, 1998 hal. 66) dapat melekat
biasanya dijawab oleh ideologi sedangkan pada anda dan dapat menyakiti. Dalam kasus
pertanyaan tentang identitas hanya bisa yang ekstrim (extreme) nama mungkin akan
dijawab dengan kebudayaan4. Kesimpulan mengingkari orang: seorang rezim tahanan
Huntington menyebut tiga perkembangan mungkin akan meluncurkan serangan
spesifik yang amat khas seusai perang identitas melalui penampilan rezim
dingin,yaitu globalisasi ekonomi, peralihan dan pengurangan identitas individual
sistem pemerintahan dari rezim otoriter ke (individuality) pada beberapa waktu.
rezim demokratis, dan menguatnya identitas Berdasarkan hal tersebut, nama mengumum
etnis, budaya dan agama. kan klaim atau pelabelan pada makhluk .
Memberikan nama adalah salah satu Mereka menyatakan siapa mereka dan siapa
masalah pokok dalam mempertanyakan yang bukan mereka, antara self dan other
sebuah identitas dan Politik Identitas. Saat (orang lain).
bertanya tentang siapa atau apa, kita Identitas merasuki hampir semua
diharapkan untuk memberikan nama atau unsur kehidupan manusia sejauh itu berkait
kategori. Yang tidak ter(nama) identifikasi dengan identitas manusia6 (self), terkait
menjadi yang tidak ternamai 5, sehingga dengan gender7 dalam konteks negara adalah
ketidakmampuan untuk memberikan nama relasi antara lokalitas, nasionalitas8 dan
dapat dilihat sebagai kegagalan untuk globalitas atau internasional itas (yang dalam
mengindentifikasi. Seseorang diidentifikasi- kasus Indonesia terjadi ketegangan antara
kan melalui nama, menjadi seseorang Politik Identitas dan Modernisasi); identitas
adalah, di antara hal yang lain, untuk keagamaan9 (semakin demonstratifnya
memiliki nama (Harre 1998, hal. 65). Nama
memberikan arti kata identifikasi yang
6
membentuk penampilan dari Self (Stone Manusia baik sebagai animal rationale maupun
animal symbolicum (Cassirer.Ernst. Manusia
1962, hal 93.). Strauss memberikan catatan dan Kebudayaan: Sebuah Esei tentang
yang pokok dari bahasa secara umum dan Manusia. (Jakarta: Gramedia.1987).h.40
7
nama secara khusus, dalam membentuk/ Woodward, Kath.Questioning Identity, Gender,
Class, Nations .(London: Routledge, 2000):
Wikipedia.the free Encyclopedia. (27 August
(Yogyakarta: Qalam. 2000) h.519. ketika 2006)
kekerasan semakin meningkat, persoalan- 8
Rex, John. 1976. National Identity in the
persoalan yang sedang genting cenderung democratic Multi-cultural State Dalam
mendapatkan redefinisi secara eksklusif kita Journal Sociological Research Online. Vol 1,
dan mereka kohesi serta komitmen No.2
kelompokpun semakin kian mengental. <http:www.socresonline.org.uk/socresonline/1/
4
Ignas Kleden. Masyarakat dan negara sebuah 2/1 .html>
9
persoalan. (Magelang: Indonesiatera. 2004) hal. Peter L.Berger (ed). Kebangkitan Agama
154 menantang Politik dunia. (Jogjakarta: Arruz.
5
Ricouer. (1992: h.149) 2003)
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 11
12
Dunne, Daniel. 1997. Political Identity in the
European Union Dalam
<http://danieldunne.com/ poli. htm>
10 13
Yekti Maunati. Identitas Dayak.Yogyakarta: Yekti Maunati. Identitas Dayak. Komodifikasi
LkiS; Sianipar Gading. Mendefinisikan dan Politik Kebudayaan, (Yogyakarta: LkiS,
Pascakolonialisme? Pengantar Menuju 2004)
Wacana Pemikiran Pasca kolonialisme 14
James J. Fox. Panen Lontar: Perubahan
Dalam Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar. Ekologi dalam kehidupan Masyarakat Pulau
Hermeneutika Pascakolonial. Soal identitas. Rote dan Sawu. (Jakarta: Sinar Harapan.1996)
15
(Yogyakarta: Kanisius, 2004) Paul van der Grijp. Identity and Development:
11
Berbagai demonstrasi, tablik Akbar, sweeping tongan culture, agriculture, and the perenniality
sampai perusakan-perusakan baik fasilitas of the gift. (Leiden: KITLV. 2004)
16
pribadi maupun publik yang notabena Polanyi, M. Segi takTerungkap Ilmu
dilakukan oleh kelompok berjubah. Pengetahuan.(Jakarta: Gramedia, 1996)
12 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010
kutub-kutub mikro atau makro, materialis Apa yang akan dikonstruksi adalah
atau idealis akan dicoba dijembatani. adanya, proses mengadanya identitas, yang
Sebab sebagaimana pernah dilakukan di dalamnya memuat sekurang-kurangnya
oleh neofungsionalis Jeffrey C.Alexander, masalah diri (self) seksualitas, agama,
maupun teori sistem sosial Niklas Luhmann, etnisitas dan nasionalitas?. Proses terjadinya
Strukturasi Anthony Giddens17 ataupun identitas sebagai politik identitas, karena
paradigma ganda Ritzer tidak lebih sebagai mengandaikan diekpresikannya kekuasaan di
upaya eklektivis bahkan Fararo (2000) dalamnya20. Proses terjadinya identitas
dengan multiple paradims.18. (sebut tanda atau signs) tidak bisa tidak
Oleh sebab itu melalui eklektivis sebagai produk perubahan sosial dan
mencoba mencari jawab benar tidaknya sebaliknya bahwa perubahan sosial pada satu
pandangan atau teori dari ektrimis mikro dan sisinya adalah produk dari identitas atau
makro, individu dan masyarakat, obyektif tanda itu sendiri. Itulah sebabnya di dalam
dan subyektif sebagaimana pernah dilakukan mengkonstruksi dilakukan secara dialektis
Anthony Giddens dengan Strukturasi, sebagai upaya untuk tidak melakukan
George Ritzer dengan Paradigma Gandanya, pembedaan secara dikotomis yang
Brian Fay (1998) dalam Filsafat Ilmu Sosial dikhawatirkan kontra produktif.
Kontemporernya.19 Identitas dapat ditemukan di dalam
seksualitas di mana penandaan di antara
Fokus Permasalahan keduanya terselip kuasa, kuasa maskulin atas
Karya ini dihajadkan untuk meng- feminin sebagai misal yang belakangan juga
konstruksi secara dialektis antara Identitas marak di dalam masyarakat warga21.
Kota Malang dengan Masyarakat Identitas juga menjadi bagian sentral dalam
Warga (Civil Society), yang plural dan aktivitas keagamaan, apapun istilah
multikultural. Penggambaran suatu realitas agamanya, sistem penandaan ini pula yang
memang tidak pernah akan lepas dari menjadi bagian yang sentral dan bahkan
bagaimana seseorang mengkonstruksikan krusial dalam politik identitas keagamaan,
sesuatu dalam ranah ontologi, pada sisi yang hal ini terjadi baik di dalam internal agama,
lain juga tidak terhindarkan penggunaan maupun antar agama yang satu dengan yang
perangkat yang ada dalam wilayah lainnya. Politik identitas dalam etnisitas
epistemologi dan mungkin masih bersifat juga menonjol sebagai contoh etnis Melayu,
diskutif bahwa realisasi keduanya tidak luput etnis Cina, etnis Jawa, Madura dan
dari pengandaian aksiologi. Mengapa sebagainya. Sedangkan politik identitas
konstruksi atas realitas dilakukan secara dalam ranah nasionalitas baik secara lokal
dialektis, hal ini mengandaikan bahwa suatu kedaerahan mengada dan berproses dalam
realitas itu dinamis, tercampurnya sesuatu patriotisme, maupun dalam konteks mondial
yang bersifat obyektif dan sekaligus dalam hubungan antar negara. Kesemua
subyektif dan atau sebaliknya?.
20
Proses penamaan (naming) atau dalam labeling
17
Anthony Giddens, The Constitution of Society. theory dan proses-proses penandaan yang lain
Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial. bukanlah sesuatu yang netral, melainkan
(Pasuruan: Pedati, 2003) sesuatu yang penuh kuasa.
18
Thomas J. Fararo. Theoretical Sociology in 21
Konstroversi RUU APP (Anti Pornografi dan
the 20th Century Journal of Social Structure Pornoaksi), sebagai pertanda rusak dan
(April 2000) erosinya rasa kebhinekatunggalikaan bangsa
19
Brian Fay. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Indonesia, di mana sekelompok orang
(Yogyakarta: Jendela dan Pasuruhan: Tadarus, memaksakan suatu nilai pada kelompok lain
1998) melalui konstitusi.
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 13
politik identitas baik dalam ranah self, seseorang dapat saja sekaligus mewakili
seksualitas, agama, etnisitas dan nasionalitas institusi baik itu seksualitas, etnisitas, agama
melahirkan perubahan sosial tersendiri. dan nasionalitas.
Proses terjadinya identitas tersebut Masalah penelitian (Research
secara parsial maupun interseksial22 Questions) tersebut di atas apabila
melahirkan perubahan sosial ekonomi, sosial dirumuskan dalam bentuk pertanyaan dapat
politik, sosial itu sendiri dan sosial budaya. diformulasikan sebagai berikut: 1.
Identitas seksualitas mempengaruhi salah Bagaimanakah konstruksi masyarakat
satu, beberapa atau semua dari elemen tentang Identitas Kota Malang yang
perubahan sosial. Proses terjadinya politik berakar pada kesadaran dan pandangan di
identitas keagamaan melahirkan dampak tempat penelitian? 2. Bagaimana proses
langsung maupun tidak langsung pada konstruksi dan dekonstruksi suatu Identitas
perubahan sosial dan sebaliknya. Sedangkan Kota Malang? 3. Bagaimana tipologi
adanya politik identitas etnisitas juga secara Identitas Kota Malang sesuai dengan
langsung atau tidak langsung, nyata atau kesadaran, gambaran dan bahasa masyarakat
tersamar melahirkan perubahan sosial. Tidak setempat? 4. Apakah terdapat kecenderungan
terkecuali penciptaan, penamaan dan Identitas Kota Malangh dari kurun waktu
penggunaan identitas melahirkan pula satu ke kurun waktu lainnya? Apabila
perubahan sosial. terdapat kecenderungan ia terbagi ke dalam
Interrelasi dan bisa jadi saling berapa episode? Bagaimana gambaran khas
pengaruh antara identitas dan perubahan masing-masing episode dan mengapa
sosial sebagai pertarungan baik secara demikian? 5. Apakah antara Identitas Kota
tersembunyi atau terang-terangan di antara dan Perubahan sosial ada hubungan saling
warga, badan publik dan pasar23. Penerapan mempengaruhi?
dan atau pengaktualisasian identitas pada
seseorang dapat saja mencerminkan dan atau Tujuan Penelitian
mewakili dirinya sendiri maupun institusi Penelitian ini pada dasarnya
dalam konteks seksualitas terjadi antara bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana
feminin dan maskulin, dalam konteks sesungguhnya Politik Identitas yang terjadi
etnisitas dapat Jawa, Madura, Bali, dalam masyarakat, kesadaran dan pandangan
Tionghoa, Arab dan sebagainya; dalam masyarakat atas identitas dan politik
konteks agama terjadi dalam Islam, Kristen, identitas. Eksplorasi atas politik identitas
Katolik, Hindu, Buddha dan Tridharma atau sudah barang tentu tidak dapat tidak harus
Khong Hu Chu. Identitas dalam diri mendeskripsikan pula identitas. Berangkat
dari eksplorasi tersebut diharapkan diperoleh
suatu gambaran umum (deskripsi identitas),
23
Tiga kekuatan besar inilah yang secara bagaimana proses pembentukan, bagaimana
dominan mewarnai realitas kehidupan sehari-
tipologi Identitas Kota Malang. Bagaimana
hari; warga menunjuk kepada di satu pihak
individu dan dilain pihak masyarakat, namun variasi bentuk-bentuk identitas kota malang
lebih ditekankan yang tidak menyandang peran dari waktu ke waktu, adakah kecenderungan-
sebagai badan publik maupun pelaku pasar; kecenderungan tertentu, gambaran khas
badan publik adalah representasi dari state yang
dahulu bertugas untuk merealisasi welfare
episode itu dan mengapa demikian. Hasil
state; pasar adalah pelaku pasar, konglomerasi, gambaran tersebut kemudian ditelusuri
baik individu maupun badan-badan usaha; yang manakah yang dapat dilanjutkan menjadi
menjadi soal justru terjadinya perselingkuhan bangunan teori dan data deskripsi semata.
di antara mereka dapat merusak hubungan dua
di antara ketiga kekuatan besar tersebut.
14 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010
identitas diri bukanlah suatu ciri, atau terhadap bahasa yang berperan dalam
sekumpulan ciri khas yang dimiliki individu, membentuk identitas dan mengonstruksi
sebab ia merupa kan diri sebagaimana subyektivitas. Secara khusus bahasa menjadi
dipahami orang itu secara reflektif terkait alat untuk melawan budaya patriarki dan
dengan biografinya. kekuasaan imperialis. Kaum feminis
Jadi memang identitas pada dasarnya berusaha menggali dan memanfaatkan
merupakan ciptaan kita, sesuatu yang selalu sense of disarticulation dari bahasa
berproses, suatu bergerak menuju dan bukan warisan serta mengembalikan autentisitas
suatu kedatangan the role of identity in bahasa berdasarkan bahasa prakolonial. Teks
everyday social interaction and the dari teori feminis erat terkait dengan teori
relationships between the personal and the identitas dalam wacana dominan. Teori ini
social32. Identitas merupakan satu unsur menawarkan pelbagai strategi perlawanan
kunci dari kenyataan subyektif, sebagaimana terhadap kontrol yang menentukan makna
semua kenyataan subyektif, berhubungan identitas diri perempuan35.
secara dialektis dengan masyarakat.33 Tentang Identitas jender, seperti
Sebagaimana pernah dikemukakan di atas identitas sosial lainnya, muncul dari interaksi
bahwa identitas dibentuk oleh proses-proses sosial dan termasuk dalam diri individu dan
sosial. Begitu memperoleh wujudnya, ia dipertegas melalui berbagai situasi
dipelihara, dimodifikasi atau malahan interaksi karena diri tunduk pada ujian
dibentuk ulang oleh hubungan-hubungan empiris yang terus-menerus (Cahill,
sosial tertentu yang lain34. 1989:123 dalam Ritzer dan Goodman. 2004:
Identifikasi diri sebagai lelaki atau 413). Kebanyakan tulisan feminis tidak
perempuan merupakan landasan sebuah berdasarkan determinisme biologi, tetapi
identitas diri yang biasanya dipandang berdasarkan pembagian konseptual antara
sebagai fungsi dari tubuh dan atribut- jenis kelamin dan gender, yaitu jenis kelamin
atributnya. Dalam kajian budaya, kelamin merupakan biologi tubuh sedangkan gender
dan jender dilihat sebagai konstruksi- merupakan asumsi dan praktik budaya yang
konstruksi sosial yang secara instrinsik mengatur konstruki sosial laki-laki
terimplikasi dalam persoalan-persoalan perempuan dan hubungan sosial keduanya.
representasi. Kelamin dan jender lebih Di samping teori interaksionisme simbolik
merupakan persoalan kultural ketimbang tentang jender, etnometodologi juga
natural (alami). mempertanyakan stabilitas identitas menurut
Jender adalah nama untuk sebuah jender dan memperhatikan bagaimana jender
peran sosial yang dibangun berdasarkan jenis diperankan oleh aktor dalam berbagai situasi.
kelamin, hal ini berbeda dengan seks yang Pakar etnometodologi memulai dari
mengacu pada kategori biologis. Identitas proposisi Zimmerman (1978:11) yang
jender berkaitan dengan pembedaan peran menyatakan bahwa ciri kehidupan sosial
perempuan (feminis) dan laki-laki yang tampaknya obyektif faktual dan
(maskulin) dalam pandangan kultural dan
sosial. Feminisme memberi perhatian
32 35
Woodward, Kath.Questioning Identity: Gender, class, Sianipar Gading. Mendefinisikan
Nation .(London: Routledge, 2000). Pascakolonialisme? Pengantar Menuju
33
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Tafsir Wacana Pemikiran Pasca kolonialisme
Sosial atas Kenyataan. Risalah tentang Dalam Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar.
sosiologi Pengetahuan. (Jakarta: LP3ES, 1990) Hermeneutika Pascakolonial. Soal identitas.
34
Ibid. Berger dan Luckmann. (Yogyakarta: Kanisius, 2004) h. 21.
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 17
36
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori sosiologi
40
Modern. (Jakarta: Prenada media, 2004) h. 413. Robert W. Hefner. Geger Tengger. Perubahan
37
Cf. Konsep Biologis I oleh Mead Dalam Irving Sosial dan Perkelahian Politik, (Yogyakarta:
M. Zeitlin. 1995. Memahami Kembali LkiS, , 1999), hal 319.
41
Sosiologi. Kritik Terhadap Teori Sosiologi AniaLoomba. Kolonialisme/PascaKolonialisme.
Kontemporer. Yogyakarta: UGM Press, hal 351 (Yogyakarta: Bentang, 2003)
38 42
Barker, Chris. Cultural Studies. Teori dan Chris Barker. Cultural Studies. Teori dan
Praktik. (Yogyakarta: Bentang, 2005) Praktik. (Yogyakarta: Bentang, 2005). hal 217
39
Ladino, Carolina. 2002. You Make sound So 43
Yekti Maunati. Identitas Dayak. Komodifikasi
Important Fieldwork Experiences, Identity dan Politik Kebudayaan. (Yogyakarta:
Construction, and Non-Western Researcher LkiS,2004)
44
Abroad Dalam Journal Sociological Research Abdillah, Ubed s. Politik Identitas Etnis,
Online. Vol.7.no.4 <http://www. socresonline. Pergulatan tanda tanpa Identitas. (Magelang:
org.uk/7/4/ladino.html> Indonesiatera. 2002) h.143.
18 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010
proses penelitian lebih berbentuk siklus perasaan dan pandangannya atas tema
daripada linier, proses pengumpulan dan penelitian. Sebagai peneliti dengan jalan
analisis data berlangsung secara simultan, melihat dan mendengar bersamaan dan atau
teknik observasi dan wawancara mendalam sesudah itu mendeskripsikan sedalam-
merupakan teknik yang dominan, dengan dalamnya (thick description).
peneliti sebagai instrumennya. Langkah keempat, mendasarkan
Kedua, adalah pendekatan pada hasil deskripsi kemudian dilakukan
fenomenologis. Fenomenologi di samping coding, kategorisasi-kategorisasi tertentu,
sebagai suatu pendekatan juga sebagai atau mengelompokkan ke dalam suatu tema-
metodologi dan langkah-langkah yang tema fenomena tertentu. Melalui ini
mungkin dapat dilakukan oleh seorang diharapkan peneliti mendapatkan pe-
peneliti menjadi suatu metode. Namun mahaman yang akurat dan maksimal atas
sebelum sampai ke langkah-langkah tema penelitian.
kongkret sebaiknya dipahami pantangan Langkah kelima, setelah penggalian
yang mesti dipenuhi yaitu: (a) jangan informasi (data) dalam penelitian memiliki
melakukan uji hipotesis; (b) jangan pengetahuan cukup tentang tema penelitian,
menggunakan model teoretik yang meng- barulah kemudian dibenarkan untuk
giring atau menentukan pertanyaan (c) membuka kurung (bracket) informasi-
cobalah datang dengan tangan dan atau informasi apakah pengetahuan, konsep,
pikiran kosong; oleh karena itu Primacy of teori-teori dan bahkan kebenaran-kebenaran
the life-world, means that our approach to yang ditemukan dalam pustaka, apa yang
understanding is pre-theoretical; (d) just dikatakan ahli atau expert dan lain
describe, ..., describe and then describes, sebagainya. Ide yang ada dalam subyek
...,okey that the key is only describe, sebab diintensikan (intensionalitas) ke dalam obyek
data utamanya adalah deskripsi atas dunia yaitu dalam realitas itu sendiri.
keseharian (everyday life world). Intensionalitas adalah ide yang selalu
Langkah pertama, tentukan secara menunjuk kepada realitas. Cara berpikir ini
purposive siapa-siapa yang menjadi subyek yang disebut bridging, yaitu bermaksud
terteliti, berbagai pertimbangan dapat menjembatani dan bukan marking.
dilakukan misalnya asumsi bahwa yang Langkah keenam, melaporkan hasil
bersangkutan benar-benar memiliki kapasitas temuan-temuan dalam bentuk karya
tentang tema yang dikaji. disertasi, dengan memperhatikan berbagai
Langkah kedua, bungkus dan simpan rambu-rambu yang secara legal-formal
rapat-rapat segala sesuatu (pengetahuan, ditentukan.
pengalaman, konsep, teori baik yang Ketiga, pendekatan konstruktionis
bersumber dari pustaka/literatur maupun perspektif Berger. Pendekatan konstruksionis
para ahli (expert) tentang tema penelitian hendaknya dipahami sebagai upaya untuk
yang akan dikaji. membingkai pendekatan fenomenologi.
Langkah ketiga, buka mata dan Maksudnya bahwa di dalam mengkonstuksi
telinga lebar-lebar atas apa saja yang suatu realitas dengan jalan bekerja sama
dikemukakan oleh subyek terteliti, sebagai dengan fenomenologi, sebab fenomenologi
catatan sebaiknya tidak melakukan dipandang mampu mengayakan perolehan
penyangkalan, namun justru memberi hasil dalam penelitian dibanding bila satu
kesempatan seluas-luasnya pada subyek pendekatan saja yang digunakan.
terteliti untuk mengungkapkan dan me- Mengingat tema yang penulis kaji
nyingkapkan pengetahuan dan pengalaman, melibatkan berbagai hal yaitu identitas
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 21
pribadi, identitas gender, identitas etnis, para tokoh keagamaan, para pejabat
identitas agama (religi) dan identitas pemerintahan, tokoh dan sesepuh masyarakat
nasional, supra-nasional dan bahkan dari berbagai etnis yang ada. Apabila
internalisonal (mondial). Bahkan Politik ditemukan berbagai macam dokumentasi
identitas dari itu semua, maka dengan yang berupa catatan harian, kliping, sampai
langkah yang relatif sama dan di mana perlu dengan journal atau dokumen pemerintah
dilakukan modifikasi-modifikasi dalam akan dimanfaatkan seoptimal mungkin.
observasi dan dialog yang berbentuk focus
group, yang secara khusus hal ini mesti di Reduksi dan Analisis Data
desain sesuai dengan karakteristik kelompok Sebagai salah satu perangkat dalam
atau focus group design. fenomenologi, maka reduksi juga menjadi
Di samping pendekatan kualitatif, bagian yang tidak terpisahkan untuk
fenomenologis dan konstruksionis, didaya- dijadikan salah satu alat analisis. Analisis
gunakan pula pendekatan eklektis, yang di data di samping berlangsung secara
dalamnya kualitatif, fenomenologis, simultan54 juga mempertimbangkan tingkat-
53
Konstruksionis . Strategi Penelitian yang an (level) secara kontinum dari mikro, meso
diterapkan sejak awal diasumsikan bahwa dan makro. Pada tingkat mikro baik pada
metode eklektik dapat diterapkan dan taraf individual, yang terdiri dari,
sekaligus dimasudkan sebagai upaya untuk kepercayaan, pemikiran dan sikap atau
memperbaiki kelemahan dari masing-masing pandangan; taraf interaksi dalam hal
metode apabila ia digunakan secara tunggal. komunikasi; taraf organisasi berupa pola-
Pendekatan kualitatif, fenomenologis dan pola interaksi peran dan institusi pada tingkat
konstruksionis difungsikan secara optimal. awal. Sedang pada tingkat makro, pada
tingkat komuniti, masyarakat dan
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data kebudayaan.
Untuk menjawab pertanyaan
penelitian diasumsikan informasi-informasi Mengakhiri sebuah pencarian dengan
dapat digali dari berbagai sumber. Pertama theoretical guesing
Tulisan ini merupakan bentuk
53
theoretical guesing/teori coba-coba yang
Pilihan pendekatan ini dimaksudkan untuk
memanfaatkan dan mengadopsi berbagai berujud formulasi metateoretik, pendekatan
pendekatan yang tampaknya berlawanan, dan paradigma dalam identitas dan
namun masing-masing memiliki kekuatan, perubahan sosial. Oleh sebab itu terjadilah
sehingga mampu mengeliminir kekurangan theoretical imagination, metamethodological
masing-masing pendekatan jika secara ekstrim
dilaksanakan secara tunggal. Hal ini dengan and approach design, bahkan metadata
asumsi bahwa tak ada satu pendekatan atau colection. Dengan konstruktionis,
metode yang terbaik apabila ia berjalan fenomenologis dan etnometodologis sebagai
sendirian, oleh karena itu dihajadkan menjadi
suatu pendekatan untuk memahami masalah
eklektik. Yang baru bahwa bila kita dapat
memperbaharui visi dan misi proyeknya sosial, dan sekaligus akhirnya semuanya itu
Frankfurt School, tentang sifat juga diderivasi ke dalam suatu metode yang
emansipatorisnya. Jadi kegiatan akademis mesti aplikatif sifatnya atas realitas kemanusiaan.
diarahkan pada sifat emansipatorisnya.
Sebagaimana Laclau sebagai seorang
Bahkan kebaku-kakuan dari masing-masing
Postmarxis merujuk pada Charles Tilly bahwa pendekatan dan metode akan dikoreksi oleh
gerakan sosial adalah sesuatu yang
54
terorganisasi, berkelanjutan, menolak self Dalam konteks fenomenologis tentu analisis
consciousness dan di dalamnya terdapat simultan tidak dapat dilaksanakan mengingat
kesamaan identitas. fenomenologis menghendaki demikian.
22 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010
pendekatan dan metode yang lain, semua itu Online. Vol .7, No.1 <http://www
dihajadkan dapat mengisi kekosongan .socresonline .org.uk/7/1/dcruz.html>
pengetahuan, pendekatan dan metodologi Deutscher, I. (1998). Sociological
yang tidak dapat diungkap/ditemukan Practice: The Politic of Identities and
dengan cara-cara konvensional dalam dunia Futures Dalam Journal Sociologgical
penelitian baik yang menganut pendekatan Research Online. Vol.3. No. 1. http://www.
tunggal, positivistik maupun yang kualitatif sicresonline.org. uk/socresonline /3/1/3.html.
misalnya. Salah satu prasyarat yang akan dan Dunne, Daniel. 1997. Political
mesti dipenuhi adalah sejauh paradigma, Identity in the European Union. Dalam
asumsi, tidak berhadapan secara diametral, http:// daniel dunne.com/polii.html
saling menegasi dan menjadikannya tidak Giddens, Anthony. Modernity and
produktif. Self Identity: Self and Society in the Late
Modern Age. Sanford University Press, 1991
Pp 187-201
Daftar rujukan. Grijp, Paul van der. Identity and
Abdillah, Ubed. Politik Identitas. Development. Leiden: KITLV Press. 2004
Pergulatan Tanda tanpa Identitas. Magelang: Heckert, Jamie. 2002. Maintaining
Indonesiatera, 2002 the Borders: Identity & Politics. Dalam
Aldian, Donny Gahral. 2005. Green Paper interactive Magazine. Htm.
Politik Identitas, Teologi, dan Satanisasi Diakses 30 April 2006
Musuh Dalam Serambi. Serambi 01, April . (2000) Beyond
2005.http://www.serambi.co.id/ identity? Questioning the Politics of Pride
modules.php/name Gagas & Aksi. Dalam <http:// moebius.psy.ed.ac.uk/-
An-Naim, Abdullahi Ahmed. heckert/MSc.html>
Islam Politik dalam Kancah Politik Hefner, Robert W. Geger Tengger.
Nasional dan Relasi Internasional Dalam Perubahan Sosial dan perkelaihan Politik.
Peter L. Berger (ed). Kebangkitan Agama Yogyakarta: LkiS, 1999
menantang Politik Dunia. Malang:Ar- Hefner, Robert. W. dan Horwatich,
Ruzz.2003. Patricia. (ed). Islam di Era Negara-Bangsa.
Bagnoli, Anna. 2004. Researching Politik dan Kebangkitan Agama Muslim
Identity with Multi-method Autobiographies. Asia Tenggara. Yogyakarta: Tiara Wacana,
Dalam Journal Sociological Research 2001
Online.Vol. 9 No. 2. Huntington, Samuel P. Benturan
Berger, Peter L. dan Luckmann Antar Peradaban dan Masa Depan Politik
Thomas. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Dunia. Yogyakarta: Qalam, 2000
Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jamieson, Lynn and Grundy, Sue.
Jakarta: LP3ES, 1990 2005. Are We All Europenas Now? Local,
Chaitin, Julia. 2004. My story, my National and Supranational Identities of
life, my identity Dalam Journal Inter Young Adults. Dalam Journal Sociological
national Journal of Qualitative Methods, 3. Research Online. Vol. 10, issue
(4) article 1 <http://www.ualberta.ca - 3<http://www.socresonline.org.uk/10/3/grun
iiqm/back issues/3-4/html/chaitin .html> dy.html>
DCruz, Heater. 2002. Constructing Jaringan Islam Liberal. Dialog Ulil Abshar-
the Identities of Responsibler Mothers, Invis Abdalla dan H.M. Nur Abdurrah man.
ible Men in Child Protection Practice Artikel 4 dari 5. Dalam Jaringan Islam
Dalam Journal Sociological Research
Gm. Sukamto, Dr., Politik Identitas (Suatu kajian awal dalam kerangka . 23