Anda di halaman 1dari 4

Nama : Addien Paramita Devina Nugraha

NIM : 071211333001
Judul Proposal : Partisipasi Politik dan
Kesadaran Politik Masyarakat Kabupaten
Mojokerto dalam Pilpres 2014

Judul Buku : Partisipasi Politik di Negara Berkembang


Nama pengarang : Samuel Huntington & Joan Nelson
Penerbit: Rineka Cipta
Kota Terbit: Jakarta
Tahun Terbit : 1990
Jumlah Halaman : xii+224 halaman
Pertanyaan penelitian :
-

Bagaimana bentuk partisipasi politik masyarakat Mojokerto dalam pemilihan


presiden 2014?
Apa saja factor pendorong bentuk partisipasi tersebut? Apakah mobilisasi atau
otonom?
Bagaimana kesadaran politik dapat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat
Mojokerto dalam pilpres 2014?

Partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi


pengambilan keputusan politik, begitulah kata Samuel Huntington dan Joan Nelson dalam buku
ini.1 Maka berdasarkan pengertian tersebut, sebuah kegiatan bisa dikategorikan sebagai
partisipasi politik hanya bila kegiatan itu ditujukan untuk mempengaruhi proses pembuatan dan
implementasi kebijakan. Karena tujuan utama dari partisipasi politik adalah mempengaruhi
proses-proses pembuatan keputusan,maka pola partisipasi politik suatu masyarakat bisa dilihat
dari bagaimana masyarakat tersebut mempengaruhi proses pembuatan keputusan. Pola partisipasi
masyarakat antar daerah berbeda-beda tergantung pada jenis masyarakat itu. Namun
bagaimanapun bentuk polanya, partisipasi politik bukan hanya sikap/ orientasi, tapi lebih pada
kegiatan karena sikap politik tidak selalu bermuara pada tindakan. Walaupun nantinya saling
berkaitan , tapi tidak bisa diartikan sebagai hal yang sama. Kegiatan/ tindakan merupakan
sesuatu yang objektif , sedangkan sikap adalah sesuatu yang subjektif. Beberapa contoh ruang
lingkup partisipasi politik yaitu
- kegiatan pemilihan , bukan hanya sekedar saat pemberian suara saat pencoblosan,tapi
juga partisipasi saat kampanye
- lobbying , upaya tawar menawar untuk pembuatan kebijakan
- kegiatan organisasi, terdaftar dalam kegatan sebuag organisasi yang bertujuan untuk
mempengaruhi pembuatan keijakan
- mencari koneksi
- represi atau melakkukan tekanan
beberapa tindakan di atas memang terdengar tidak bisa dikatakan tindakan yang bermoral.
Karena memang legal atau tidaknya sebuah kegiatan, baik atau buruknya sebuah kegiatan, halus
1 Samuel Huntington dan Joan Nelson , Partisipasi Politik di Negara Berkembang
(Jakarta : Rineka Cipta, 1999) hlm.9

atau kasarnya sebuah kegiatan tetap dikatakan sebagai partisipasi politik asal tujuannya adalah
mempengaruhi sebuah keputusan politik.
Dengan adanya modernitas sosioekonomi, pembangunan lebih berdampak langsung pada
tingkat partisipasi sebuah masyarakat. Ada beberapa hipotesa yang diambil oleh Huntington
melalui perspektif pembangunan,
- Tingkat partisipasi berbanding lurus dengan status sosio ekonomi.
- Pembangunan sosioekonomi yang lebih mapan mengarah pada munculnya kelompokkelompok baru yang turut mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.
- Kelompok-kelompok yang muncul menjadi arena/ media bagi individu-individu untuk
menjadi anggota kelompok tersebut memperjuangkan kepentingannya dalam pembuatan
kebijakan.
- Semakin mapan ekonomi sebuah negara, semakin dibutuhkan peran negara sehingga
tuntutan-tuntutan yang muncul juga semakin banyak.
- Modernisasi membuat masyarakat semakin sadar akan haknya yang dijamin oleh negara
sehingga mereka cenderung semakin meningkatkan/ mendekatkan dirinya pada proses
pembuatan kebijakn yang dilakukan pemerintah.
Namun hal ini tak selamanya benar, karena pembangunan atau modernitas sosioekonomi tidak
selamanya menjadi pemicu partisipasi politik seperti yang terjadi di beberapa negara, partisipasi
politik seperti yang terjadi di beberapa negara partisipasi politik juga bisa dipengaruhi oleh
faktor pendorong lain. Pada dasarnya partisipasi politik berdasarkan factor pendorongnya bisa
dibedakan menjadi dua, yaotu partisipasi hasil mobilisasi dan partisipasi yang otonom.
Partisipasi yang otonom adalah partisipasi yang dilakukan karena ada kemauan dalam diri si
partisipan sendiri. Sedangkan partisipasi hasil mobilisasi adalah partisipasi yang dilakukan
karena ada pengaruh dari orang lain. Efektif atau tidaknya factor pendorong partisipasi politik ini
dipengaruhi oleh bentuk masyarakat yang melakukan partisipasi,
Masyarakat tradisional : proses pembuatan keputusan pemeritah hanya menyangkut
kehidupan di desa sekaligus dilaksanakan di desa itu secara langsung. Implikasinya
adalah masyarakat desa bisa berpartisipasi langsung dalam proses pembuatan kebijakan.
Namun umumnya masih menganut tradisi patron client sehingga jarang ada partisipasi
masyarakat,kalaupun ada sifatnya dimobilisasi.
Masyarakat modern : Proses pembuatan keputusan terpusat hanya di pemerintah pusat .
Implikasinya kesempatan masyarakat luas untuk bisa berpartisipasi semakin kecil. Posisi
masyarakat semakin tergeser karena semakin jauh dari pemerintah sehingga partisipasi
politik juga semakin sedikit.
Masyarakat terbelakang : Umumnya partisipasi politiknya berasal dari hasil mobilisasi.
Namun bila terjadi perkembangan sosioekonomi, partisipasi politik masyarakat bergeser
kea rah otonom.
Masyarakat pedesaan : tingkat partisipasi pada pemilu umumnya cenderung tinggi namun
merupakan hasil dari mobilisasi sehingga cenderung stabil tapi bentuk kegiatan lain
rendah.

Masyarakat perkotaa : tingkat partisipasi masyarakatnya dalam pemilu lebih rendah


disbanding di desa karena merupakan partisipasi bersifat otonom sehingga lebih banyak
dalam bentuk kegiatan lain.
Sebenaranya kedua bentuk partisipasi politik ini tidak bisa benar-benar dibedaka. Contohnya
partisipasi yang dilakukan oleh individu setelah mendapatkan sosialisasi yang dilakukan
pemerintah, partisipasi tersebut tidak bisa dibedakan sebagai bentuk mobilisasi atau sukarela
karena sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah bisa disebut mobilisasi tapi juga bisa termasuk
bentuk pendidikan pemilu. Jadi, sebenarnya kedua hal tersebut tidak dapat dikategorisasi dan
dibedakan secara tajam. Dalam negara demokratis saja tidak bisa dikatakan bahwa partisipasi
yang selalu terjadi adalah otonom,demikian dalam negara otoriter tidak bisa dikatakan demokrasi
yang selalu terjadi adalah mobilisasi. Selain itu,partisipan yang awalnya dimobilisasi bisa jadi di
masa depan berubah jadi partisipan yang otonom karena telah memiliki keyakinan atas apa yang
dipilihnya. Lagipula, yang penting adalah bagaimana konsekuensinya atas system politik serta
bentuk partisipasi itu dan bukan factor pendorongnya.
Walau dalam kenyataannya di beberapa negara modernisasi juga bisa mememperkecil
kemungkinan untuk berpartisipasi, namun ada 2 faktor penguat yang memungkinkan masyarakat
untuk berpartisipasi, yaitu sikapa golongan elite politik sekaligus kesadaran dan kesepakatan
politik masyarakat. Status yang dimiliki masyarakat juga berkaitan erat dengan hal yang bisa
mempengaruhi partisipasi politik masarakat. Mereka yang memiliki status social yang tinggi atau
bagus cenderung punya kesadaran bahwa kehadiran mereka dalam proses politik bisa
mempengaruhi efektivitas dan kompetensi politik sehingga lebih besar kemungkinannya untuk
menggunakan kesempatan yang dimiliki untuk berpartisipasi. Hal ini dikarenakan dengan status
social yang bagus,seseorang akan cenderung lebih banyak bersosialisasi dengan lingkungan luar.
Dari hasil sosialisasi itulah mereka mendapatkan informasi dan pendidikan lebih sehingga
memiliki kesadaran akan kekuasaannya sebagai warga negara. Namun seringkali argument
bahwa pendidikan bisa mendorong seseorang untuk memberikan suaranya dalam pemilu justru
tidak terbukti benar dalam beberapa kondisi tertentu. Pendidikan memang benar bisa
memberikan kesadaran politik, namun justru seringkali malah membuat apatis terhadap proses
pemberian suara di pemilu. Hal ini karena dengan informasi dan pendidikan bagus yang
diperoleh seseorang, orang itu akan mengetahui bagaimana seharusnya proses politik yang
benar-benar demokratis dijalankan. Bila seseorang telah mengetahui bahwa kenyataan yang ada
tidak sesuai dengan teori-teori yang dipelajarinya,mereka akan menjadi cenderung apatis dlam
pemilu akibat akumulasi rasa kecewa itu. Kalaupun berpartisipasi dalam kegiatan lain, bukan
pemilu. Menurut Huntington dan Nelson,Tingkat partisipasi pemilihan yang paling tinggi
terdapat di kalangan orang yang buta huruf, lalu orang yang berpendidikan sekolah menengah,
sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi menunjukkan tingkat partisipasi yang paling
rendah2. Hal ini dikarenakan orang dengan pendidikan tinggi tidak mau membuang waktunya
untuk memilih setelah sadar bahwa kenyataan tidak sejalan dengan teori yang seharusnya.
Sedangkan orang dengan pendidikan rendah akan memilih karena ada tekanan-tekanan
2 Ibid, hlm. 112

kelompok pada loyalitas kasta dan penyuapan-penyuapan serta bentuk mobilisasi yang
pengaruhnya efektif pada kelompok ini.
Selain orang dengan pendidikan rendah, orang yang bergabung aktif dalam sebuah
organisasi juga memiliki kecendrungan untuk lebih aktif dalam berpartispasi politik. Orang yang
tergabung dalam orgsnisasi memiliki 2 jalan yaitu status sosioekonomi yang baik dan kesadaran
kelompok. Ada beberapa hipotesa yang intinya menyatakan bahwa partisipasi politik didorong
oleh adanya kepuasan atas pemerataan status sosioekonomi antar warga Negara. Namun justru
menurut Huntington bukan pemerataan sosioekonomi yang menyebabkan partisipasi politik,
justru partisipasi politik lah yang menyebabkan pemerataan status sosioekonomi. Hal ini karena
pembangunan sosioekonomi lah yang sifatnya linier dengan tingkat partisipasi politik
masyarakat. Namun bisa juga dengan semakin kakunya struktur kelas suatu masyarakat dan
semakin besar kesadran kelas/ kelompok di kalangan penduduk yang berstatus rendah, maka
makin berkurang kecendrungan partisipasi politik untuk berkaitan dengan status sosioekonomi 3.
Jadi kesadaran kelas mungkin tumbuh dalam kekakuan kelas. Ada
Status sosio ekonomi sikap politik besar partisipasi politik kecil.
Kesadaran kelompok sikap politik kecil partisipasi politik besar.
Kesadaran kelompok juga mungkin tumbuh saat ada pengalaman yang menyangkut
konflik intens/ yang berlangsung lama, atau tantangan-tantangan terhadap eksistensi kelompok
bisa membuat identifikasi kelompok lebih intensif dan menimbulkan pola partisipasi yang tahan
lama. Selain itu adanya isolasi dari pengaruh kontak dunia luar dalam sebuah kelompok dapat
menciptakan loyalitas dalam kelompok.

3Ibid,hlm. 117

Anda mungkin juga menyukai