Anda di halaman 1dari 4

Hierarki Partisipasi

Politik Masyarakat
By aviv

5 Votes

Partisipasi masyarakat dalam politik sebagai mana


dikatakan oleh Herbert McClosky (1972) merupakan kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara
langsung atau tidak langsung, dan dalam proses pembentukan kebijakan publik. Dalam konteks ini
ada duo point penting yang harus di cermati; sukarela dan ambil bagian. Sukarela berarti
masyarakat secara sadar dari hati nuraninya tanpa ada paksaan dan intimidasi dari pihak manapun
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan ambil bagian berarti ikut andil dengan segala kesadarannya
untuk memberikan kontribusi bagi suatu proses yang berlangsung. Gabungan dari kedua hal inilah
suatu masyarakat dapat dikatakan sebagai masyarakat yang cerdas politik.
Dalam konteks kekinian terutama melihat realitas masyarakat Indonesia, kedua point diatas sulit
untuk dapat digabungkan menjadi suatu yang di sebut cerdas politik. Diakui bahwa kebanyakan
masyarakat Indonesia hanya memiliki satu point kalau tidak dikatakan tidak punya keduanya. Ada
masyarakat yang punya kesukarelaan namun tidak punya andil dalam politik. Sementara yang lain
memiliki andil dalam politik namun tidak memiliki kesukarelaan. Sebagian kecil yang lain ada yang
tidak memiliki kedua-duanya. Hal ini dapat dilihat dalam Pemilu 2004 apalagi dalam Pilkadal yang
masih berlangsung di beberapa daerah.
Di sinilah kemudian hukum menjadi semakin penting untuk dibicarakan kontekstualitasnya,
terutama dalam kaitannya dengan kebijakan publik sebagai instrumen pengatur masyarakat.
Hukum dan kepastian hukum harus dapat berdiri dengan mengambil posisi yang sangat tepat.
Artinya, di satu sisi dia (hukum), harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya

kepastian hukum, dan di sisi lain ia juga tidak boleh menjadikan dirinya sebagai instrumen sosial
yang kaku dan dapat menjadi penghalang bagi kemampuan responsifitas kebijakan publik yang ada.
Kemampuan dalam memainkan peran dan mengambil posisi yang tepat di tengah dinamika
masyarakat, bagi hukum dan kebijakan publik, menjadikan pembahasan tentang hukum dan
kebijakan publik menjadi sangat menarik.
Ditengah proses demokratisasi masyarakat yang menuntut peran serta dan partisipasi mereka dalam
penyelenggaraan pemerintahan, masyarakat menjadi semakin kuat dan menjadi benar-benar
berdaulat. Kebijakan publik dalam konteks ini adalah Peraturan Daerah menjadi salah satu bagian
yang masyarakat secara luas harus terlibat dan berpartisipasi dalam perumusannya. Sehingga dalam
teori-teori penyelenggaraan negara, produk-produk publik lebih merupakan hasil kesepakatan dari
berbagai elemen masyarakat.
Parisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, khususnya Peraturan Daerah pada era
demokratisasi dan desentralisasi akhirnya sangat menarik untuk dijadikan bahan kajian.

Ada berbagai bentuk partisipasi politik, terlepas


dari tipe sistem politik yang bersangkutan, yaitu: para politisi profesional, para pemberi suara,
aktifis-aktifis partai, dan para demonstaran dll. Betapapun juga penting untuk menempatkan posisi
sebenarnya dari aktifitas politik, dan melihat apakah terdapat semacam hubungan hierarkis antara
peristiwa-peristiwa tadi. Barangkali saja, hierarki yang paling sederhana dan paling berarti ialah
hierarki yang didasarkan atas taraf atau luasnya partasipasi.
Hierarki yang dinyatakan dibawah ini, dimaksudkan untuk mencakup seluruh jajaran partisipasi
politik dan untuk dapat diterapkan pada semua tipe sistem politik. Arti berbagai tingkat ini,
tentunya mungkin berbeda dari satu sistem politik dengan sistem politik yang lain, dan tingkatantingkatan khusus menyebabkan akibat besar pada suatu sistem, dan akibat kecil atau tanpa
mempunyai akibat apapun pada sistem lainnya.
Adalah penting juga untuk disadari bahwa partisipasi pada satu tingkatan hierarki tidak merupakan
prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkatan yang lebih tinggi, walaupun mungkin hal ini berlaku
bagi tipe-tipe partisipasi tertentu. Hierarki tersebut adalah sebagai berikut 1 :

1.

Menduduki jabatan politik atau administratif

2. Mencari jabatan politik atau administratif


3. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
4. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
5. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi political)
6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi political)
7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainya
8. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik
9. Voting (pemberi suara)
Pada puncak hierarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan dalam sistem
politik, baik pemegang-pemegang jabatan politikmaupun anggota-anggota birokrasi pada berbagai
tingkatan. Di bawah para pemegang atau pencari jabatan di dalam sistem politik, terdapat mereka
yang menjadi anggota dari berbagai tipe organisasi politik atau semu politik. Hal ini mencakup
semua tipe partai politik dan kepentingan.
Dari sudut pandangan sistem politik, partai politik dan kelompok kepentingan dapat dinyatakan

sebagai agen-agen mobilisasi politik,


yaitu suatu
organisasi, melalui mana anggota masyarakay dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik yang
meliputi usaha mempertahankan gagasan posisi, situasi, orang atau kelompok-kelompok tertentu
lewat sistem politik yang bersangkutan.
Partisipasi dalam partai politik dan kelompok-kelompok hepentingan dapat mengambil bentuk yang
aktif atau yang pasif, tersusun mulai dari menduduki jabatan dalam organisasi sedemikian rupa,

sampai kepada memberikan dukungan keuangan dengan jalan membayar sumbangan atau iuran
keanggotaan. Tidak terdapat perbedaan yang tajam di antara keanggotaan yang aktif dan yang pasif,
dan orang boleh bergerak dari yang satu kepada yang lain sesuai dengan keadaan. Namun demikian,
tetap ada keterikatan azasi kepada organisasi lewat keanggotaan yang dapat mengandung suatu arti
politik, baik untuk organisasi maupun individu, dengan memperkokoh posisi yang ditawarkan dari
organiaasi, dan dalam mempengaruhi perilaku politik individu yang bersangkutan.
Bentuk partisipasi yang lain adalah diskusi politik informal oleh individu-individu dalam keluarga
mereka masing-masing, di tempat-tempat bekerja atau di antara sahabat-sahabat. Jelas bahwa
peristiwa diskusi semacam itu bervariasi baik di antara individu maupun dalam relasinya dengan
peristiwa diskusi tadi. Mungkin terdapat lebih banyak diskusi selama masa kampanye pemilillan,
atau pada waktu-waktu krisis politik; sedangkan diskusi dapat dirintangi atau didorong oleh sikap
kekeluargaan, teman sekerja atau sahabat.
Akan tetapi ada beberapa orang yang mungkin tidak mau berdiskusi politik dengan siapapun;
namun demikian mungkin dia mempunyai sedikit minat dalam soal-soal politik, dan mempertahankan minat tersebut lewat media massa. Mereka akan mampu mendapatkan informasi untuk
diri sendiri tentang apa yang sedang terjadi, dan memberikan pendapat tentang jalannya peristiwa;
akan tetapi mereka cenderung untuk membatasi partisipasi mereka terhadap hal tadi, dan mungkin
juga membatasi terhadap pemberian suara.
Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil,
karena hal itu menuntut suatu keterlibatan minimal, yang akan berhenti jika pemberian suara telah
terlaksana. Lagi pula, tanpa melihat adanya pembatasan-pembatasan lainnya, kegiatan pemberian
suara itu tidak boleh dibatasi oleh seringnya pemilihan

Anda mungkin juga menyukai