Anda di halaman 1dari 3

Ringkasan BAB XIV

Partisipasi Politik

Nama : Rezza Mochamad Gunawan S


NIM : 6320122009
Program Studi : Administrasi Publik (Semester 3)
Mata Kuliah : Sistem Politik Indonesia
Dosen : Drs. H. Iyus Supiandi, MM.

A. Pengertian dan Definisi


Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi. Asumsi yang
mendasari demokrasi (partisipasi) adalah orang yang paling tahu tentang apa yang baik
bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempe ngaruhi kehidupan warga negara
maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi
hidupnya dalam keikutsertaan warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan warga negara biasa dibagi dua: mempengaruhi
isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan dan pelaksana keputusan politik.
Dari definisi ini dapat ditarik beberapa kriteria dari pengertian partisipasi politik:
1. Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dapat diamati dan bukan sikap atau orientasi.
Jadi partisipasi politik hanya berhubungan dengan hal yang bersifat obyektif dan
bukan subyektif.
2. Kegiatan politik warga negara biasa atau orang perorangan sebagai warga negara
biasa yang dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung (perantara).
3. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah
baik berupa bujukan atau dalam bentuk tekanan bahkan pe nolakan juga terhadap
keberadaan figur para pelaku politik dan pemerintah.
4. Kegiatan tersebut diarahkan kepada upaya mempengaruhi pemerintah tanpa peduli
efek yang akan timbul gagal ataupun berhasil.
5. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan
(konvensional) maupun dengan cara yang di luar prosedur yang wajar (tak
konvensional) dan berupa kekerasan (violence).
6. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta
secara aktif adalam kehidupan politik seperti memilih pimpinan negara atau upaya-
upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik mem punyai bermacam-
macam bentuk dan intensitas. Biasanya diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut
frekwensi dan intensitasnya. Menurut pengamatan jumlah orang yang mengikuti kegiatan
yang tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya
tidak berdasarkan prakarsa sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilu, besar sekali.
Sebaliknya, kecil sekali jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan
diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi
pemimpin dari partai atau kelompok kepentingan. Perhatikaniah bentuk Piramida
Partisipasi politik berikut ini.

B. Bentuk Bentuk Partisipasi Politik


Bentuk-bentuk dan frekwensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk
menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik dan kepuasan atau
ketidakpuasan warga negara. Perhatikan tabel berikut tentang bentuk-bentuk partisipasi
politik
Konvensional Non-Konvensional
1. Pemberian suara voting 1. Pengajuan petisi
2. Diskusi politik 2. Berdemonstrasi
3. Kegiatan Kampanye 3. Konfrontasi
4. Membentuk dan bergabung 4. Mogok
dalam kelompok kepentingan 5. Tindak kekerasan politik harta benda
5. Komunikasi individual dengan (perusakan,pengeboman,
pejabat politik dan administratif pembakaran)
6. Tindakan kekerasan politik terhadap
manusia (Penculikan,pembunuhan,
perang gerilya dan revolusi)

Ciri-ciri sosial tertentu nampak sangat penting dalam memberikan ke sempatan dan
kecakapan politik kepada setiap individu. Pendidikan tinggi mempengaruhi partisipasi
politik. Oleh sebab itu banyak negara memper baharui kurikulum sekolah untuk dapat
berpengaruh terhadap prosesn sosialisasi politik kaum muda. Orang yang berstatus sosial
ekonomi lebih tinggi lebih aktif lebih aktif. Partai politik berpengaruh besar dalam
partisipasi politik. Ledakan tuntutan partisipasi adalah keyakinan yang tersebar luas bagi
kalangan kaum muda terhadap demokrasi partisipan. Dorongan utama nya karena di
negara demokratik pun para pengambil keputusan masih tetap orang-orang yang masih
mapan (establisment). Oleh sebab itu para pengajur demokrasi partisipan agar para
pembuat keputusan politik membawa permasalahan politik ketingkat masyarakat umum
agar masyarakat dapat menguasai masalah dan bertindak secara politik demi kepentingan
mereka.

C. Tipologi Partisipasi Politik


Secara umum tipologi partisipasi sebagai kegiatan dibedakan menjadi:
1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output.
Artinya setiap warga negara secara aktif mengajukan usul mengenai kebijakan publik
mengajukan alternatif kebijakan publik yang berlainan dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan umum, memilih
pemimpin pemerintah dan lain-lain.
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam arti
hanya mantaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap
keputusan pemerintah.
3. Golongan putih (Golput) atau kelompok apatis, karena menganggap sistem politik
yang ada telah menyimpang dari apa yang dicita-citakan.
Partisipasi politik dapat pula dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku yakni individual
dan kolektif.

D. Model Partisipasi Politik


Kesadaran politik warga negara menjadi faktor determinan dalam partisipasi politik
masyarakat, artinya berbagai hal yang berhubungan pengetahuan dan kesadaran akan hak
dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegiatan politik
menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik.Berdasarkan
fenomena ini maka W.Page memberikan model partisipasi menjadi empat tipe :
1. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah
tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif.
2. Sebaliknya kesadaran dan kepercayaan sangat kecil maka partisipasi politik menjadi
pesif dan apatis.
3. Kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah lemah maka
perilaku yang muncul adalah militant radikal.
4. Kesadaran politik rendah tetapi kepercayaan pada pemerintah tinggi maka
partisipasinya menjadi sangat pasif, artinya hanya berorientasi pada out put politik
Kedua faktor ini bukan faktor yang berdiri sendiri (variable independent) artinya
tinggi rendahnya kedua faktor itu dipengaruhi faktor lain seperti status sosial dan
ekonomi, afiliasi politik orang tua, pengalaman berorganisasi. Oleh karena itu
hubungan dari faktor-faktor itu dapat digambarkan sebagai berikut: status sosial dan
ekonomi, afiliasi politik, pengalaman berorganisasi merupakan variable
pengaruh/independent. Kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah sebagai
variable antara/intervening variables dan partisipasi politik merupakan variable
terpengaruh (dependen

Anda mungkin juga menyukai