Anda di halaman 1dari 13

PARTISIPASI POLITIK

I. Latar Belakang
A. Pengertian Partisipasi Politik.
Secara etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian
dan capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”.
Dalam bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian
atau mengambil peranan. Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau
mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.
Dan secara etimologis, kata politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota
atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti
warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara,
politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti
kewarganegaraan. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek
kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang
menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan
(power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan
pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). Jadi, Partisipasi politik adalah
keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut
serta dalam pelaksanaan keputusan.
Untuk memperjelas konsep arti dari partisipasi politik para ahli merumuskan
beberapa rumusan tentang pengertian partisipasi politik sebagai berikut:
1) Herbert McClosky, dalam International Encyclopedia of The Social Science;
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan
secara langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum.
2) Kevin R. Hardwick, Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga
negara berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya menyampaikan
kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu
mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut. Indikatornya adalah terdapat
interaksi antara warga negara dengan pemerintah dan terdapat usaha warga
negara untuk mempengaruhi pejabat publik.
3) Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Science;
Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga Negara yang legal yang sedikit
banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara
dan/atau tindakan-tindakan yang mereka ambil.
4) Michael Rush dan Philip Althoft, Partisipasi politik adalah keterlibatan individu
sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Indikatornya
adalah berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik dan memiliki
tingkatan-tingkatan partisipasi.
5) Huntington dan Nelson, Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara preman
(private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh
pemerintah. Indikatornya adalah:
• Partisipasi politik menyangkut kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap.
• Subyek partisipasi politik adalah warga negara preman (private citizen)atau
orang per orang dalam peranannya sebagai warga negara biasa, bukan orang-
orang profesional di bidang politik.
• Kegiatan dalam partisipasi politik adalah kegiatan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah dan ditujukan kepada pejabat-pejabat
pemerintah yang mempunyai wewenang politik.
• Partisipasi politik mencakup semua kegiatan mempengaruhi pemerintah,
terlepas apakah tindakan itu memunyai efek atau tidak.
• Partisipasi politik menyangkut partisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasikan
6) Ramlan Surbakti, Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa
dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak
mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Indikatornya adalah keikutsertaan warga negara
dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan dilakukan oleh warga
negara biasa
7) Prof. Miriam Budiharjo dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik; Partisipasi politik
merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik. Partisipasi politik mencakup
semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses
pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tak
langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Indikatornya adalah berupa
kegiatan individu atau kelompok dan bertujuan ikut aktif dalam ke-hidupan
politik, memilih pim-pinan publik atau mempenga-ruhi kebijakan publik.
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan
beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa
setiap partisipasi politik yang dilakukan termanifestasikan dalam kegiatan-
kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap.
Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat
biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa
yang dilakukan oleh non-warga negara biasa. Keikutsertaan warga negara dalam
proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan
yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka
istilah yang tepat adalah mobilisasi politik.

B. Pentingnya Partisipasi Politik


Partispasi warga negara (private citizen) bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau
dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Samuel P.
Huntington dan Joan Nelson, 1977:3). Partispasi warga negara yang legal
bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau
tindakan-tindakan yang diambil mereka (Norman H. Nie dan Sidney Verba,
1975:1).
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi karena:
• Keputusan politik yang diambil oleh pemerintah akan menyangkut dan
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Karena itu masyarakat berhak ikut
serta menentukan isi keputusan politik.
• Untuk tidak dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan
yang diambil oleh pemerintah.
C. Manfaat Partisipasi Politik
Manfaat partisipasi politik menurut beberapa ahli:
1) Menurut Robert Lane;
• sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi
• sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhn bagi penyesuaian sosial
• sebagai sarana mengejar niai-nilai khusus.
• sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan
psikologis tertentu.
2) Menurut Arbi Sanit;
• Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya
beserta sistem politik yang dibentuknya.
• Sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah
• Sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya
sehingga diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam
sistem politik
Manfaat Partisipasi Politik bagi Pemerintah:
a) Mendorong program-program pemerintah
b) Sebagai institusi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan
bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meninngkatkan pembangunan.
c) Sebagai sarana untuk memberikan masukan, saran dan kritik terhadap
pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan program-proram pembangunan

II. TUJUAN
A. Permasalahan dalam Partisipasi Politik
Ada empat persoalan yang ada dalam partisipasi politik, yaitu bentuk-bentuk
partisipasi politik, berapa luas partisipasi politik tersebut, siapa yang
berpartisipasi, dan mengapa mereka berpartisipasi.
1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik.
Menurut Dusseldorp (1994:10), salah satu cara untuk mengetahui kualitas
partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk keterlibatan
seseorang dalam berbagai tahap proses pembangunan yang terencana mulai dari
perumusan tujuan sampai dengan penilaian. Bentuk-bentuk partisipasi politik
sebagai usaha terorganisir oleh warga masyarakat untuk mempengaruhi bentuk
dan jalannya public policy. Sehingga kualitas dari hierarki partisipasi politik
masyarakat dilihat dalam keaktifan atau kepasifan (apatis) dari bentuk partisipasi
politik masyarakat
1. Bentuk partisipasi politik secara hierarkis oleh Rush dan Althoff (1990:124) :
a) Menduduki jabatan politik atau administrasi
b) Mencari jabatan politik atau administrasi
c) Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
d) Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
e) Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik
f) Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik
g) Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb
h) Partisipasi dalam diskusi politik informasi, minat umum dalam politik
i) Voting (pemberian suara)
j) Apathi total.
2. Bentuk partisipasi politik menurut Almond.
Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan
dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non-konvensional,
termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal (cara kekerasan atau
revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai
ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik,
kepuasan/ketidakpuasan warga negara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk
partisipasi politik menurut Almond.
Konvensional Non-konvensional
• Pemberian suara (voting) • Pengajuan petisi
• Diskusi politik • Berdemonstrasi
• Kegiatan berkampanye • Konfrontasi
• Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan • Mogok
• Komunikasi individual dengan pejabat politik/administratif • Kekerasan politik
terhadap harta benda: perusakkan, pemboman, dan pembakaran
• Kekerasan politik terhadap manusia: penculikkan, pembunuhan, perang
gerilya/revolusi

3. Berdasarkan sifatnya partisipasi politik dibedakan menjadi dua ( Sastroatmodjo;


1995 ) yaitu:
a) Partisipasi aktif ; WN mengajukan usul kebijakan, mengajukan alternatif
kebijakan, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemerinta,
mengajukan tuntutan.
b) Partisipasi pasif ; berupa kegiatan mentaati peraturan/pemerintah, menerima
dan melaksanakan setiap keputusan pemerintah.
4. Milbrarth dan Goel (1997) membedakan kegiatan partisipasi politik menjadi
empat kategori, yaitu (a) apatis, artinya orang yang tidak berpartisipasi dan
menarik diri dari proses politik, (b) spektator, artinya orang yang setidak-tidaknya
pernah ikut memilih dalam pemilihan umum, (c) gladiator, yakni mereka yang
secara aktif terlibat dalam proses politik, seperti aktivis partai, pekerja kampanye,
dan aktivis masyarakat, dan (d) pengritik, yaitu partisipasi dalam bentuk non-
konvensional.
5. Bila dihubungkan dengan hak dan kewajiban sebagai warga Negara, partisipasi
politik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai wujud tanggung
jawab Negara yang berkesadaran politik tinggi dan baik. Secara teknis
operasional, partispasi politik anggota masyarakat dapat dilaksanakan dengan
cara-cara seperti nampak pada matrik di bawah ini.

No Bidang Contoh Konkret Perwujudan Partisipasi Politik


1. Politik • Setiap warga Negara dapat ikut serta secara langsung ataupun tidak
langsung dalam kegiatan-kegiatan antara lain :
a. ikut memilih dalam pemilihan umum
b. Menjadi anggota aktif dalam partai politik, kelompok penekan (pressure
group), maupun kelompok kepentingan tertentu.
c. Duduk dalam lembaga politik, seperti MPR, Presiden , DPR, Menteri, dan
sebagainya.
d. Mengadakan komunikasi (dialog) dengan wakil-wakil rakyat.
e. Berkampanye, menghadiri kelompok diskusi, dan lain-lain.
f. Mempengaruhi para pembuat keputusan sehingga produk-produk yang
dihasilkan/dikelurkan sesuai dengan aspirasi atau kepentingan masyarakat.
2. Ekonomi • Setiap warga Negara dapat ikut serta secar aktif dalam kegiatan-
kegiatan antara lain :
a. menciptakan sector-sektor ekonomi produktif baik dalam bentuk jasa, barang,
transportasi, kominikasi, dan sebagainya.
b. Melalu keahlian masing-masing menciptakan produk-produk unggulan yang
inovatif, kreatif dan kompetitif.
c. Kesadaran untuk membayar pajak secara teratur demi kesejahteraan dan
kemajuan bersama.
3. Sosial-Budaya • Setiap warga Negara dapat mengikuti kegiatan-kegiatan antara
lain :
a. Sebagai pelajar atau mahasiswa, menunjukkan prestasi belajar yang tinggi
b. Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hokum, seperti
melakukan tawuran, memakai narkoba, merampok, berjudi, dan sebagainya.
c. Profesional dalam bidang pekerjaannya, displin, dan berproduktivitas tinggi
untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional.
4. Hankam • Setiap warga Negara dapat ikut serta secara aktif dalam kegiatan
antara lain :
a. Bela Negara dalam arti luas, sesuai dengan kemampuan dan profesinya
masing0masing.
b. Senantiasa memelihara ketertiban dan keamanan wilayah atau lingkungan
tempat tinggal;nya
c. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa demi tegak Negara Republik
Indonesia.
d. Menjaga Stabilitas dan keamanan nasional agar pelaksanaan pembangunan
dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Dalam hal partisipasi politik, Russeau menyatakan bahwa hanya melalui


partisipasi seluruh warga negara dalam kehidupan politik secara langsung dan
berkelanjutan, maka negara dapat terikat ke dalam tujuan kebaikan sebagai
kehendak bersama.
2. Luasnya partisipasi politik
Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kemajuan bangsa, sistem politik yang dianut,
masalah komunikasi, tingkat melek huruf ( literasi ). Menurut Myron Weiner,
paling tidak terdapat lima (5) hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke
arah partisipasi yang lebih luas dalam proses politik, yaitu:
a) Modernisasi.
Sejalan dengan berkembangnya industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media
komunikasi massa, maka pada sebagian penduduk yang merasakan terjadinya
perubahan nasib akan menuntut berperan dalam politik.

b) Perubahan-Perubahan Struktur Kelas Sosial.


Salah satu dampak modernisasi adalah munculnya kelas pekerja baru dan kelas
menegah yang semakin meluas, sehingga mereka merasa berkepentingan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik.
c) Pengaruh Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern.
Kaum intelektual (sarjana, pengarang, wartawan, dsb) melalui ide-idenya kepada
masyarakat umum dapat membangkitkan tuntutan akan partisipasi masa dalam
pembuatan keputusan politik. Demikian juga berkembangnya sarana transportasi
dan komunikasi modern mampu mempercepat penyebaran ide-ide baru.
d) Konflik di antara Kelompok-Kelompok Pemimpin Politik.
Para pemimpin politik bersaing memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa
yang mereka lakukan adalah dalam rangka mencari dukungan rakyat. Berbagai
upaya yang mereka lakukan untuk memperjuangkan ide-ide partisipasi massa
dapat menimbulkan gerakan-gerakan yang menuntut agar hak-hak rakyat yang
berpartisipasi itu terpenuhi.
e) Keterlibatan Pemerintah yang Meluas dalam Urusan Sosial Ekonomi dan
Kebudayaan.
Perluasan kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang menimbulkan akibat
adanya tindakan-tindakan yang semakin menyusup ke segala segi kehidupan
rakyat. Ruang lingkup tindakan atau kegiatan atau tindakan pemerintah yang
semakin luas mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk
ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
3. Siapa Yang Berpartisipasi
Setiap warga negara atau anggota masyarakat dengan intensitas yang berbeda.
Tidak semua orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Didalam
kenyataannya hanya sedikit orang yang mau berpartisipasi aktif bila dibandingkan
dengan jumlah orang yang tidak berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Semakin tinggi hierarki partisipasi politik, makin sedikit orang yang terlibat dan
sebaliknya, makin rendah hierarki partisipasi politik makin banyak orang yang
berperan serta. Misalnya, ketika ada pemilihan gubernur maka didalam intensitas
pencalonan gubernur rendah karena orang tersebut memberi kontribusi pada
partainya. Sedangkan ketika ada pencalonan kepala desa intensitas
pencalonannya tinggi, karena tidak memberi kontribusi pada suatu partai.
4. Mengapa Mereka Berpartisipasi
Menurut Frank Lindenfield, alasan mereka ikut berpartisipasi dalam kehidupan
politik adalah adanya kepuasan finansial. Lindenfield pun menyatakan bahwa
status ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari
kehidupan politik. Dan orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini
tidak terjadi pada orang yang memiliki kemapanan ekonomi.
Menurut Milbrath ada 4 faktor yang menyebabkan orang berpartisipasi dalam
kehidupan politik.
1) Karena adanya perangsang ,maka orang mau berpartisipasi dalam kehidupan
politik. Misalnya : seringnya orang tersebut mengikuti diskusi-diskusi politik
melalui mass media atau melalui diskusi informal , mengikuti kampanye partai
politik.
2) Karena faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang yang mempunyai jiwa,
watak/ kepedulian sosial yang besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi,
dan lainnya, biasanya mau terlibat dalam aktifitas politik.
3) Faktor karakter sosial seseorang, yaitu menyangkut status sosial ekonomi,
kelompok ras, etnis, dan agama seseorang. Bagaimanapun lingkungan sosial itu
ikut mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku seseorang dalam bidang politik.
Misalnya orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan lebih
menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, dan keadilan tentu akan
mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Dan
untuk itulah mereka mau berpartisipasi dalam kehidupan politik.
4) Faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan yang kondusif
membuat orang senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam
lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk
terlibat dalam aktifitas-aktifitas politik ketimbang dalam lingkungan politik yang
totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktifitas-aktifitas brutal,
anarkis, dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat untuk
berpartisipasi.
B. UPAYA MENGEMBANGKAN PARTISIPASI POLITIK
Untuk mengantisipasi dan memberi solusi terjadinya penurunan angka partisipasi
warganegara, maka perlu ditingkatkan efektivitas pendidikan politik bagi
warganegara di Indonesia. Para ahli ilmu sosial menggunakan istilah pendidikan
politik untuk menunjukkan cara bagaimana anak-anak sebagai generasi muda
diperkenalkan pada nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, serta bagaimana
mereka mempelajari peranan-peranan yang akan dilakukan di masa mendatang
jika kelak sudah dewasa (Sukemi, 2004).
Pendidikan politik di Indonesia adalah pendidikan yang diarahkan untuk
mewujudkan kesadaran politik yang tinggi bagi warganegara, sehingga mereka
sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
termasuk kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu mata pelajaran Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
merupakan kelompok mata pelajaran yang memiliki misi seperti itu.
Dengan mengacu pada pendapat Apter (1985), Almond (1991)Rush dan Althof
(1998), Surbakti (1999), dan Sukemi (2004), pendidikan politik yang dapat
membentuk sikap dan perilaku politik warganegara dapat dilaksanakan melalui
lembaga-lembaga berikut : (1) keluarga, (2) lembaga pendidikan, (3) teman
sebaya/sepergaulan/sepermainan/seprofesi (peergroup), (4) media massa, dan
(5) organisasi politik.
1. Pendidikan Politik melalui Keluarga.
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam kehidupan seseorang,
sehingga menjadi lembaga yang pertama kali membentuk watak dan kepribadian
serta perilaku anak. Di lingkungan keluarga, orang tua berperan mengajarkan
anaknya untuk mengenal masyarakat, bangsa, dan negaranya selaras dengan
nilai-nilai budaya yang ada.
2. Pendidikan Politik melalui Lembaga Pendidikan.
Lembaga pendidikan mempunyai misi untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai bagi anak. Di lembaga pendidikan
yang merupakan bentuk masyarakat kecil terdapat jaringan kerja dari sejumlah
komponen yang saling terkait, seperti guru, siswa, kepala sekolah, administrator
sekolah, dan supervisor (Sukemi, 2004).
Secara teoritik, jenjang pendidikan warganegara berpengaruh positif terhadap
partisipasi politik termasuk partisipasi dalam pemilihan umum, sebagaimana
dikatakan oleh Warren (1991) “….well educated citizens are more likely to vote
than poorly educated citizens”. Namun demikian pada dataran praksis terjadi
sebaliknya, artinya justru dalam kenyataannya warganegara yang berpendidikan
lebih tinggi cenderung tidak menggunakan haknya atau golput dalam pemilihan
umum.

3. Pendidikan Politik melalui Teman Sebaya/Sepergaulan/Sepermainan/ Seprofesi


(peergroup).
Aristoteles mengemukakan bahwa manusia adalah insan politik (zoon politicon)
sehingga senantiasa merasa saling ketergantungan, keterkaitan, dan saling
mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Salah
satu kelompok sosial yang menjadi ajang seseorang untuk hidup dengan orang
lain adalah teman sebaya/sepergaulan/sepermainan/ seprofesi (peergroup). Unit
sosial ini mempunyai peranan sebagai media pendidikan politik yang selanjutnya
dapat membentuk sikap dan partisipasi politik warganegara.
4. Pendidikan Politik melalui Media Massa.
Di dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, manusia senantiasa melakukan
komunikasi, baik secara langsung maupun melalui media. Dengan komunikasi,
manusia saling mempengaruhi sehingga dapat terbentuk wawasan dan
pengalaman yang serupa. Surat kabar, majalah, radio, film, telepon, dan televisi
merupakan media yang memungkinkan sumber informasi termasuk bidang politik
dapat menjangkau audien dalam jumlah besar dan tersebar luas.
5. Pendidikan Politik melalui Organisasi Politik atau Partai Politik.
Yang dimaksud dengan organisasi politik atau partai politik adalah suatu
organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warganegara secara suka rela atas
dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan
anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. Salah satu
fungsi organisasi politik adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi anggotanya
dan warganegara pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai