Menurut Samuel P. Huntington dan Joan M.Nelson partisipasi politik adalah kegiatan
warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk me
mpengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual
atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap, sporadis, secara damai atau dengan
kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.[1] Sehingga dengan partisipasi
politik tersebut, masyarakat berharap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut
dapat memberikan perubahan yang lebih baik di masyarakat. Hingga dapat
mewujudkan cita-cita negara tersebut.
Di negara dengan sistem politik demokrasi, partisipasi politik menjadi hak bagi
setiap warga negara. Partisipasi politik menjadi hal yang sangat penting bagi jalannya
demokrasi. Menurut Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan sukarela
dari masyarakat dalam mengambil bagian dari proses pemilihan penguasa, dan secara
langsung atau tidak, terlibat dalam pembentukan kebijakan umum. Partisipasi politik
berkaitan erat dengan kesadaran politik. Masyarakat yang berpartisipasi dalam politik
sadar bahwa tindakan mereka dapat memberikan pengaruh dalam dunia perpolitikan
dan penyelenggaraan pemerintahan. Para ahli berpendapat, partisipasi politik di negara
demokrasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan dari
pihak manapun.
Partisipasi politik menjadi kegiatan yang dilakukan secara sukarela maupun tidak
karena adanya unsur paksaan, tekanan ataupun manipulasi dari kelompok tertentu. Di
negara otoriter, tujuan utama dari partisipasi politik adalah mengubah masyarakat yang
terbelakang menjadi masyarakat moderen, produktif dan berideologi kuat. Untuk
mencapai tujuan ini, perlu arahan yang ketat dari monopoli partai politik. Namun,
sistem Pemilu dalam negara otoriter, seperti komunis, berbeda dengan negara
demokrasi. Hal ini dikarenakan hanya ada satu calon untuk setiap kursi yang
diperebutkan. Para calon itu juga harus melewati penyaringan yang dilakukan partai
berkuasa.
Di luar Pemilu, partisipasi politik juga dapat diberikan melalui organisasi, seperti
golongan pemuda, buruh dan organisasi kebudayaan. Pembinaan dan pengawasan
dilakukan dengan ketat sehingga potensi masyarakat dapat dimanfaatkan sekaligus
dikontrol. Namun, negara otoriter juga menghadapi dilema dalam memperluas
partisipasi tanpa kehilangan kontrol yang menjadi hal mutlak untuk membentuk
masyarakat yang diinginkan. Kontrol yang dilonggarkan untuk meningkatkan
partisipasi politik masyarakat dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yang dapat
mengganggu stabilitas sistem yang telah berjalan.