Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara


demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam
hubungannya dengan demokrasi, partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi
masyarakat terhadap jalannya suatu pemerintahan. Pada suatu pemilu misalnya
partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat kepada pasangan calon
yang terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan kepentingan masing-masing
untuk menentukan pilihan mereka dalam pemilu.

Masa depan pejabat publik yang terpilih dalam suatu pemilu tergantung pada
preferensi masyarakat sebagai pemilih, tidak hanya itu partisipasi politik masyarakat
dalam pemilu dapat dipandang sebagai kontrol masyarakat terhadap suatu
pemerintahan. Kontrol yang diberikan beragam tergantung dengan tingkat partisipasi
politik masing-masing. Selain sebagai inti dari demokrasi, partisipasi politik juga
berkaitan erat dengan pemenuhan hak-hak politik warga negara. Wujud dari
pemenuhan hak-hak politik adalah adanya kebebasan bagi setiap warga untuk
menyatakan pendapat dan berkumpul. Seperti yang tertuang dalam 2 UUD 1945 pasal
28 : “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang”.

Partisipasi politik rakyat tentu tak lepas dari kondisi atau sistem politik yang sedang
berproses. Sistem kepolitikan bangsa Indonesia hingga dewasa ini telah berkali-kali
mengalami perubahan, mulai dari orde baru sampai pada reformasi. Disadari bahwa
reformasi sering dimaknai sebagai era yang lebih demokratis. Sebagai proses dari
transformasi politik, makna pilkada selain merupakan bagian dari penataan struktur
kekuasaan makro agar lebih menjamin berfungsinya mekanisme check and balances di
antara lembaga-lembaga politik dari tingkat pusat sampai daerah, masyarakat
mengharapkan pula agar pilkada dapat menghasilkan kepala daerah yang akuntabel,
berkualitas, legitimate, dan peka terhadap kepentingan masyarakat.

Konteks ini negara memberikan kesempatan kepada masyarakat daerah untuk


menentukan sendiri segala bentuk kebijaksanaan yang menyangkut harkat dan
martabat rakyat daerah. Masyarakat daerah yang selama ini hanya sebagai penonton
proses politik pemilihan yang dipilih oleh DPRD, kini masyarakat menjadi pelaku atau
voter (pemilih) yang akan menentukan terpilihnya Gubernur, Bupati/Wakil Bupati,
Walikota/Wakil Walikota. Sistem pemilu kepala daerah secara langsung lebih
menjanjikan dibandingkan sistem yang telah berlaku sebelumnya. Pilkada langsung
diyakini memiliki kapasitas yang memadai untuk memperluas partisipasi politik
masyarakat, sehingga masyarakat 3 daerah memiliki kesempatan untuk memilih secara
bebas pemimpin daerahnya tanpa suatu tekanan, atau intimidasi, floating mass (massa
mengambang), kekerasan politik, maupun penekanan jalur birokrasi.

Pilkada merupakan momentum yang cukup tepat munculnya berbagai varian


preferensi pemilih yang menjadi faktor dominan dalam melakukan tindakan atau
perilaku politiknya. Potensi rendahnya partisipasi pemilih masih menghantui pemilu
2015. Dibutuhkan langkah strategis lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah
daerah agar masyarakat menggunakan hak pilihnya. Partisipasi pemilih di setiap pemilu
cenderung mengalami penurunan. Tingkat partisipasi pemilih Lampung dalam tiga kali
pemilu, yakni 1999, 2004, dan 2009, secara konsisten terus mengalami penurunan.
Pada pemilu 2009 lalu, tingkat partisipasi pemilih hanya 70,99%. Padahal, pada pemilu
1999 tingkat partisipasi pemilih mencapai 92,99%, sedangkan pada 2004 mencapai
84,07%. Trend penurunan itu harus segera disikapi serius oleh penyelenggara pemilu,
partai politik peserta pemilu, organisasi kemasyarakatan, dan pemerintah daerah.

1.2 Tujuan Pembahasan

Untuk memahami peristiwa penurunan partisipasi politik warga negara dalam


pemilihan kepala daerah berdasarkan budaya politik masyarakat Indonesia.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah penyebab tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu menurun ?


2. Bagaimana solusi untuk mengatasi penurunan partisipasi politik warga dalam
pemilu ?
BAB II LANDASAN TEORI

Partisipasi politik itu merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara
demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di negara-negara yang
proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi
warga negara meningkat. Modernisasi politikdapat berkaitan dengan aspek politik dan
pemerintah.
Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara
untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah (Sastroatmodjo,1995:67)

Dari pengertian mengenai partisipasi politik diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalahketerlibatan individu atau kelompok sebagai
warga negara dalam proses politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai
warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang
negatif yang bertujuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka
mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Bentuk – bentuk partisipasi politik


Bentuk partisipasi politik seorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk
partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) entah untuk
memilih calon wakil rakyat atau untuk memilih kepala negara(maran, 2001:148)
Dalam buku pengantar sosiologi politik ( Maran, 2001:148). Michael Rush danPhilip
Althoff mengidentifikasikan bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut ;
 Menduduki jabatanpolitik atau administrasi
 Mencari jabatan politik atau administrasi
 Mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik
 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik
 Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik
 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik
 Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi,sll.
 Partisipasi dalam diskusi politik internal
 Partisipasi dalam pemungutan suara
BAB III PEMBAHASAN

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara


demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam
hubungannya dengan demokrasi, partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi
masyarakat terhadap jalannya suatu pemerintahan. Pada suatu pemilu misalnya
partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat kepada pasangan calon
yang terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan kepentingan masing-masing
untuk menentukan pilihan mereka dalam pemilu.

Namun, pada beberapa tahun terakhir data telah menunjukkan adanya penurunan
jumlah partisipasi dalam pemilihan umum seperti pemilihan daerah. Contohnya, tingkat
partisipasi pemilih Lampung dalam tiga kali pemilu, yakni 1999, 2004, dan 2009, secara
konsisten terus mengalami penurunan. Pada pemilu 2009 lalu, tingkat partisipasi
pemilih hanya 70,99%. Padahal, pada pemilu 1999 tingkat partisipasi pemilih mencapai
92,99%, sedangkan pada 2004 mencapai 84,07%.

Faktor penyebab penurunan partisipasi politik dalam pemilu antar lain :


 Masih tingginya jumlah masyarakat yang golput
 Menurunnya kepuasan masyarakat terhadap kinerja aparat pemerintahan
 Hilangnya harapan masyarakat terhadap calon legislatif
 Tingkat pemahaman politik dalam masyarakat yang masih rendah
 Kurangnya sosialisasi bagi pemilih pemula

Untuk mengatasi hal tersebut, banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah
untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam partisipasi menggunakan hak
pilihnya dalam pemilu. Pemerintah menyadari pentingnya tingkat partisipasi
masyarakat dalam penggunaan hak pilih didalam pemilu karena turut menentukan
kemajuan Indonesia serta kemakmuran dari masyarakat. Ada beberapa hal yang
dilakukan pemerintah dalam meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemilu, antara lain :
1. Memaksimalkan proses sosialisasi tentang pentingnya pemilu dalam sebuah negara
yang demokratis, bukan hanya sosialisasi teknis penyelenggaraan pemilu
2. Pendidikan bagi pemilih perlu mendapatkan pemahaman yang jelas.
3. Survey atau jajak pendapat dan penghitungan cepat yang digunakan sebagai sarana
untuk menyebar luaskan informasi mengenai hasil pemilu.
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pemilu terus menurun. Tingkat penurunan tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, antaranya adalah golput, sudah tidak percayanya masyarakat
terhadap calon pemimpin, rendahnya kesadaran politik masyarakat , dll.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pemilu dan meningkatkan
tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu, pemerintah telah melakukan beberapa usaha,
antara lain melakukan sosialisasi tentang pemilu kepada masyarakat, dan meningkatkan
pendidikan bagi pemilih.

4.2 Saran

Menurut kami, permasalahan penuruna partisipasi politik ini harus segera diatasi oleh
pemerintah, namun bukan hanya pemerintah saja yang harus bergerak dalam penyelesaian
masalah ini. Masyarakatpun harus memiliki kesadaran akan betapa pentingnya hal ini, dan
juga menyadari akibat akibat dari pemilihan umum. Sehingga diharapkan baik pemerintah
maupun masyarakat untuk bekerja sama dalammenyelesaikan masalah penurunan
partisipasi politik dalam pemilu ini untuk membangun Indonesia yang lebih maju dan lebih
baik lagi.
Demikianlah makalah yang kami susun. Sebagai manusia, kami tidak lepas dari
kesalahan. Dan tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun
akan sangat berguna untuk menjadi koreksi di kedepannya.

DAFTAR RUJUKAN

http://www.artikelsiana.com/2015/08/budaya-politik-pengertiani-ciri-macam-para-ahli.html
http://www.artikelsiana.com/2015/08/budaya-politik-pengertiani-ciri-macam-para-ahli.html
http://www.sejarah-negara.com/mekanisme-sosialisasi-budaya-politik/
http://denywicak.student.unej.ac.id/?p=41
http://brainly.co.id/tugas/2575206
http://digilib.unila.ac.id/13974/15/BAB I.pdf

Anda mungkin juga menyukai