Sejarah hubungan antara partai politik dan pemilu dimulai sejak munculnya sistem politik
demokrasi modern di Eropa dan Amerika pada abad ke-19. Pada saat itu, partai politik menjadi
alat penting dalam memenangkan pemilu dan memperoleh kekuasaan politik.
Di Indonesia, hubungan antara partai politik dan pemilu juga sangat erat. Sejak masa awal
kemerdekaan, sistem pemilu di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Pada awalnya,
pemilu di Indonesia menggunakan sistem pemilihan langsung, di mana pemilih memilih
langsung calon anggota parlemen. Namun, pada masa Orde Baru, sistem pemilihan langsung
dihapus dan diganti dengan sistem pemilihan tidak langsung atau DPRD, di mana anggota
parlemen dipilih oleh wakil-wakil rakyat yang telah ditunjuk. Setelah reformasi 1998, sistem
pemilihan langsung kembali diterapkan. Pada pemilu 1999, terdapat 48 partai politik yang
bertarung dalam pemilu dan hanya 7 partai politik yang berhasil masuk ke dalam parlemen.
Pada pemilu berikutnya, jumlah partai politik peserta pemilu semakin bertambah dan pada pemilu 2019, terdapat 16 partai politik
yang bertarung dalam pemilu dan 9 partai politik berhasil masuk ke dalam parlemen. Dalam pemilu, partai politik berlomba-
lomba untuk memenangkan suara dari pemilih. Mereka melakukan kampanye politik dan memobilisasi dukungan dari masyarakat.
Partai politik juga dapat membentuk koalisi dengan partai politik lain untuk meningkatkan peluang kemenangan mereka.
Pemilu dengan partai politik merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan. Pemilu membutuhkan partai politik sebagai
kontestannya. Sedangkan partai politik membutuhkan pemilu sebagai sarana memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dalam
legislatif maupun kabinet. Meskipun partai politik sudah ada sejak sebelum kemerdekaan tetapi pemilu di Indonesia baru
dilaksanakan pada tahun 1955. Pada masa itu digunakan sistem multi partai dan sistem perwakilan berimbang atau proporsional.
Dalam prakteknya sistem ini justru menimbulkan distorsi dan friksi. Terbukti dari tidak bertahan lamanya kabinet yang dibentuk
dan sering terjadi konflik. Kondisi ini menjadikan pemerintah pada waktu itu tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Setelah dilakukan reformasi dan dilaksanakannya Pemilu 1971 fungsi pemerintah berjalan normal. Barometer kesuksesan
pelaksanaan Pemilu 1971 dipakai acuan untuk Pemilu selanjutnya.
Hubungan antara partai politik dan pemilu memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan politik di Indonesia. Dalam
demokrasi, partai politik menjadi alat penting bagi masyarakat untuk menentukan pilihan politik mereka dan memilih pemimpin
atau wakil rakyat yang dianggap mampu mewakili kepentingan rakyat. Selain itu, partai politik juga berperan dalam membangun
kesadaran politik dan partisipasi politik di antara masyarakat. Dengan adanya partai politik yang aktif dan berperan dalam pemilu,
masyarakat menjadi lebih terlibat dalam kehidupan politik dan memiliki kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan publik.
Namun, hubungan antara partai politik dan pemilu juga menghadapi tantangan dan masalah. Salah satu masalah yang sering
terjadi adalah praktik politik uang atau money politics, di mana partai politik atau kandidat memanfaatkan uang untuk
memenangkan pemilu. Terdapat juga praktik politik yang tidak fair seperti kampanye hitam, intimidasi, dan kecurangan dalam
penghitungan suara.
Hal ini dapat merusak integritas pemilu dan memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya untuk memperbaiki hubungan antara partai politik dan pemilu. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan transparansi dan integritas dalam proses pemilu, serta meningkatkan
pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu. Partai politik juga perlu meningkatkan kualitas dan
kapasitas politik mereka, sehingga dapat memperoleh dukungan masyarakat secara jujur dan adil dalam pemilu.
Dengan demikian, hubungan antara partai politik dan pemilu dapat terjalin dengan baik dan masyarakat dapat
memperoleh manfaat dari proses pemilu yang transparan dan adil. Peran media juga sangat penting dalam menjaga
integritas pemilu dan hubungan antara partai politik dan pemilu. Media dapat berperan sebagai pengawas dan
penghubung antara masyarakat dengan partai politik dan proses pemilu. Melalui liputan media yang berimbang dan
objektif, masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat dan menyeluruh tentang partai politik dan kandidat
yang bertarung dalam pemilu. Selain itu, media juga dapat memperlihatkan kekurangan atau pelanggaran yang terjadi
dalam proses pemilu, sehingga dapat diambil tindakan yang tepat dan cepat.
Dalam memperbaiki hubungan antara partai politik dan pemilu, peran masyarakat juga sangat penting. Masyarakat
perlu meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik mereka dengan cara memilih partai politik dan kandidat yang
dianggap mampu mewakili kepentingan rakyat dan memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama. Selain itu,
masyarakat juga dapat memantau dan melaporkan pelanggaran yang terjadi dalam proses pemilu, sehingga dapat
diambil tindakan yang tepat dan menjaga integritas pemilu. Dalam kesimpulannya, hubungan antara partai politik dan
pemilu sangat erat dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan politik di Indonesia. Dalam memperbaiki hubungan
tersebut, perlu adanya upaya untuk meningkatkan transparansi, integritas, dan partisipasi politik yang adil dan jujur
dari semua pihak yang terlibat.
TINGKAT KEPERCAYAAN MASYARAKAT TENTANG
PARTAI POLITIK PADA PEMILU
Kepercayaan masyarakat terhadap parta politik, bisa dikatakan sebagai esensi dari
hubungan antara partai politik dan masyarakat. Partai politik membutuhkan dukungan dan
kepercayaan dari masyarakat dalam menjalankan perannya dalam sistem politik. tanpa
adanya dukungan dan kepercayaan dari masyarakat, maka mustahil sebuah partai politik
bisa memperoleh kekuasaan dan menjalankan semua program kerjanya. Kepercayaan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu hal penting di negara
demokrasi. Pasalnya, hal tersebut akan mendorong partisipasi pemilih dalam pemilu.
Diketahui bahwa struktur yang membentuk kepercayaan masyarakat terhadap partai politik
terdiri dari;
1) Sosialisasi politik,yaitu proses transmisi nilai, ide dan informasi politik yang
diterima individu dalam lingkungannya.
2) Institusi partai yaitu organisasi, aktor dan kinerja partai politik.
3) Kepentingan, faktor-faktor internal yang mendorong seseorang untuk mempercayai
partai politik dan biasanya berorientasi pada pertimbangan untung dan rugi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, ditentukan oleh orientasi
masyarakat dalam memandang partai politik. Orientasi masyarakat sendiri, terbentuk dari prakondisi yang
dihadapi dalam lingkungannya, baik itu lingkungan sosial maupun lingkungan politiknya. Faktor Rendahnya
Kepercayaan Masyarakat Terhadap Partai Politik. Salah satunya adalah rasa apatis atau tidak percaya
terhadap hal-hal yang berbau politik. Ketidak percayaan rakyat sebagai potret buram perpolitikan nasional.
Sebab, tidak mungkin rakyat memberikan respon sebegitu sinis, jika hanya persoalaan kecil, kekecewaan
yang begitu besar disebabkan oleh hal-hal kecil yang terulang-ulang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), derajat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap proses
pemilu cukup rendah. Rata-rata skornya hanya sebesar 69,72 poin pada 2021. Menurut provinsinya, Sulawesi
Tengah menjadi provinsi dengan derajat kepercayaan paling tinggi terhadap proses pemilu, yakni 80 poin.
Posisinya diikuti oleh Sulawesi Utara dengan skor kepercayaan sebesar 79,52 poin. Derajat kepercayaan
masyarakat terhadap proses pemilu di Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo masing-masing sebesar 76,7 poin
dan 76,17 poin. Kemudian, Kalimantan Utara memiliki derajat kepercayaan terhadap proses pemilu sebesar
75,95 poin. Lebih lanjut, Maluku Utara memiliki derajat kepercayaan tehradap proses pemilu 74,91 poin.
Sulawesi Barat memiliki tingkat kepercayaan terhadap pemilu sebesar 74,51 poin. Sementara itu, Papua
menjadi provinsi dengan tingkat kepercayaan terhadap proses pemilu paling rendah, yakni 63,7 poin. Di
atasnya ada Banten dan Aceh dengan derajat kepercayaan masing-masing sebesar 63,88 poin dan 64,05 poin.
Adapun, derajat kepercayaan terhadap proses pemilu di perdesaan sebesar 71,72 poin. Angkanya lebih tinggi
dibandingkan di perkotaan yang sebesar 68,58 poin.
SEKIAN