Anda di halaman 1dari 9

Demokrasi dan

Problematika Pemilihan
Kepala Daerah Langsung
2 February, 2018

Oleh: Djoni Gunanto, S.Ip., M.Si (Dosen Ilmu Politik


FISIP-UMJ)

Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan


sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan
pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-
Undang Dasar 1945 dalam Pasal 1 ayat (2) menyatakan
bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung,


umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat terwujud
apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan
umum yang mempunyai integritas, profesionalisme dan
akuntabilitas.

Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 22 ayat (5)


menggariskan bahwa “pemilihan umum diselenggarakan
oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap dan mandiri”. Sifat nasional
mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab
KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum mencakup
seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.

Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang


menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun
dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri
menegaskan bahwa KPU dalam menyelenggarkaan dan
melaksanakan pemilihan umum bebas dari pengaruh
pihak manapun

 PEMILU DAN DEMOKRASI


 PEMILU

Salah satu ciri negara demokratis adalah


terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas.
Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-
wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih
pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah.

Pemilu bagi sutu negara demokrasi berkedudukan


sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik
rakyat. Pemilu memiliki arti penting sebaga berikut:

 Untuk mendukung atau mengubah personil dalam


lembaga legislatif
 Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam
menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk
periode waktu tertentu
 Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat
mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif.
Pemilihan umum disebut juga dengan “Political Market”
(Dr. Indria Samego). Artinya bahwa pemilihan umum
adalah pasar politik tempat individu/masyarakat
bernteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian
masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai
politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih
setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas
politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan
politik melaluiu media massa cetak, audio, maupun
audio visual serta media lainnya seperti spanduk,
pamfelt, selebaran bahkan kamunikasi pribadi secara
tatap muka atau lobby yang berisi penyampaian pesan
mengena program, platform, asas, ideologi serta janji-
janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga
pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap
salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan
umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif
maupun eksekutif.

 DEMOKRASI
Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh
Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu
suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa
kekuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat).
Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi sauatu
tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh
negara di dunia.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem


pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Dalam kerangka negara demokrasi, pelaksanaan pemilu
merupakan momentum yang sangat penting bagi
pembentukan pemerintahan dan penyelenggaraan negara
periode berikutnya.

Pemilu, selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk


memilih para wakil juga dapat dilihat sebagai proses
evaluasi dan pembentukan kembali kontrak sosial. Peran
sentral Pemilu ini terlihat dari perannya sebagai
perwujudan kedaulatan rakyat, maka dalam konstitusi
negara UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) memberikan jaminan
pemilu adalah salah-satunya cara untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat.

Artinya pemilu merupakan pranata wajib dalam


pelaksanaan kedaulatan rakyat dan konstitusi
memberikan arah dan mengatur tentang prinsip-prinsip
dasar pemilu yang akan dilaksanakan.

 SISTEM DAN PROSES PILKADA LANGSUNG


Setelah diundangkannya UU no 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah dan direvisi berbagai penjelasan
teknisnya oleh PP no 6 tahun 2005 tentang pemilihan,
Pengesahaan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka dimulailah
babak baru dalam rentang sejarah dinamika lokalisme
politik di Indonesia.

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan


sebuah ikhtiar demokratisasi yang makin menunjukan
orientasi yang jelas, yakni penempatan posisi dan
kepentingan rakyat berada diatas berbaai kekuatan
politik elit yang selama ini dinilai terlampau
mendominasi dan bahkan terkesan menghegemoni.

Keputusan untuk memilih sistem pilkada langsung bukan


datang dengan tiba-tiba. Banyak faktor yang mendukung
percepatan digunakannya sistem langsung tersebut,
dengan semangat utamanya memperbaiki kehidupan
demokrasi.

Sistem Pilkada dapat dikatakan sistem yang ideal karena


berbagai alasan yaitu :
demokrasi langsung menunjukan perwujudan kedaulatan
di tangan rakyat, akan dihasilkan kepala daerah yang
mendapat dukungan langsung dari rakyat, permainan
politik uang bisa diperkecil karena tidak mungkin
menyuap pemilih dalam jumlah jutaan orang. Pilkada
yang sesungguhnya adalah bagian dari sistem politik di
daerah. Sistem pilkada juga bagian dari sistem politik di
daerah.

Inti pemerintahan demokrasi kekuasaan memerintah


yang dimiliki oleh rakyat. Kemudian diwujudkan dalam
ikut seta menentukan arah perkembangan dan cara
mencapai tujuan serta gerak poloitik Negara. Keikut
sertaannya tersebut tentu saja dalam batas-batas
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau
hukum yang berlaku.

Salah satu hak dalam hubungannya dengan Negara


adalah hak politik rakyat dalam partisipasi aktif untuk
dengan bebas berorganisasi, berkumpul, dan menyatakan
pendapat baik lisan maupun tulisan. Kebebasan tersebut
dapat berbentuk dukungan ataupun tuntutan terhadap
kebijakan yang diambil atau diputuskan oleh pejabat
negara.

Partai-partai politik mempunyai kepentingan besar untuk


menjadikan calonnya terpilih sehingga tidak mungkin
menyerahkan penyelenggaraan pada mereka. Catatan
pilkada selama ini menunjukan , penyelenggaraan
pilkada oleh partai-partai politik menimbulkan bias
demokrasi, seperti persekongkolan, nepotisme, dan
politik uang.

Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan tersebut harus


diselenggarakan oleh lembaga yang diatur secara ketat
untuk menjaga dan menjamin dilaksanakannya nilai-nilai
keterbukaan, keadilan dan kejujuran.

 HAMBATAN DALAM MELAKSANAKAN


PILKADA LANGSUNG DI INDONESIA
Berdasarkan pelaksanaan pilkada di beberapa daerah ,
terdapat hambatan-hambatan yang berkaitan dengan
persiapan daerah dalam menyelenggarkan pilkada.
Pertama, berkaitan dengan beratnya syarat pengajuan
calon. Dalam PKPU No 3 tahun 2017 Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik yang memperoleh paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima
persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam
Pemilu Terakhir.
Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
Dan ayat (3) yaitu : mengusulkan Bakal Pasangan Calon
menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25%
(dua puluhm lima persen) dari akumulasi perolehan
suara sah sebagaimana dimaksud ayat (2), ketentuan
tersebut hanya berlaku bagi Partai Politik yang
memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
pada Pemilu Terakhir.

Ketiga, berkaitan dengan prosedur perhitungan suara-


suara dan penetapan calon yang terpilih. Untuk mengatur
prosedur dan cara perhitungan secara jelas dan
transparan. PKPU tidak mengatur hal yang berkaitan
dengan perolehan suara sama antar calon kepala daerah,
hal tersebut menjadi problem besar bagi calon, karena
penentuan menang atau tidaknya salah satu calondi
tentukan oleh perolehan jumlah suara.

Keempat, maraknya praktik-praktik money politics.


Pemilihan kepala daerah langsung banyak diwarnai
kegiatan money politics. Jauh sebelum pelaksanaan
pilkada, para pasangan calon banyak mengeluarkan
miliaran rupiah, bahkan puluhgan miliar, untuk hanya
jadi calon.

Kelima, besarnya daerah pemilihan, yaitu seluruh


wilayah provinsi untuk pemilihan gubernur, dan seluruh
wilayah kabupaten untuk pemilihan bupati,
menyebabkan proses kampanye sulit dikendalikan.
Keenam, cara pemilihan kepala daerah dengan memilih
orang menempatkan figur sebagai pertimbangan utama
dalam menentukan pilihan kepala daerah. Untuk
memilih partai saja, kebanyakan pemilih masih
mempertimbangkan figur masing-masing tokohnya.

Ketujuh, sebagai konsekuensi memilih orang, bentuk


black propogan dan akan banyak mewarnai kampanye
kepala daerah ketimbang model kampanye yang
berupaya membangun image positif masing-masing
pasangan calon.
Kedelapan, ketidaksiapan pemilih untuk menerima
kekalahan calon pendukungnya akibat sistem pemilihan
dua tahap yang memungkinkan calon terbesar kedua
keluar sebagai pemenang. Termasuk, tidak siapnya para
pendukung menerima kekalahan jagoannya.

Kesembilan, sebagai konsekuensi memilih orang, akan


banyak split voting pada pemilihan presiden. Maksudnya
banyak pendukung partai memberikan dukungan secara
menyilang.
Artinya pilkada masih menyimpan masalah, sehingga
banyak pemimpin yang di hasilkan dari proses yang
tidak berkualitas, akibat dari rakyat kurang cerdas dalam
memilih atau politik transaksional (money politik),
ketidakberanian rakyat melapor terhadap temuan
transaksi gelap adalah juga merupakan bagian masalah.

Pilkada di Indonesia menunjukan bahwa demokrasi di


Indonesia masih dan akan terus dalam proses. Oleh
karenanya pemberian makna atas demokrasi itu sendiri
merupakan hal terpenting dalam reformasi dan perbaikan
hidup bernegara. Terlebih cita-cita akan tegaknya
demokrasi di negeri ini telah ada sejak negeri ini
diprolakmasikan tahun 1945.
Pilkada langsung sebagian dari proses demokratisasi
adalah bahwa ia hanyalah merupakan sebuah jalan untuk
mencapai tujuan yang sesungguhnya, yaitu tegaknya
prinsip dan nilai demokrasi. Pilkada langsung bukanlah
satu tujuan, melainkan sebagai alat atau sarana sehingga
sevara sederhana dapat dikatakan bahwa dengan
terselenggarakannya pilkada langsung tidak serta merta
demokrasi akan terjadi, bila pilkada langsung itu
dilaksanakn seenaknya dan mengabaikan nilai-nilai
demokrasi universal dalam melaksanakanya.

Harus menjadi kesadaran semua pihak bahwa dalam


pelaksanaan pilkada langsung dibutuhkan banyak
pembenahan. Antara lain pembenahan manajemen
kelembagaan, yang menyangkut kelembagaan
pelaksanan pilkada langsung seperti KUPD, DPRD,
pemda hingga pemantau. Kemudian penguatan partai
politik yang harus cerdas mungkin menempatkan calon
yang cerdas baik secara intelektual maupun moral. *)

Anda mungkin juga menyukai