Anda di halaman 1dari 6

Tantangan Yang Muncul Jelang Pemilu Luber Jurdil 2024

PENDAHULUAN
Dalam sebuah negara demokrasi pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu
pilar utama dari sebuah akumulasi suara rakyat. Pemilihan umum sekaligus
merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin yang mampu memberikan
perubahan ke arah yang lebih baik. Melalui pemilihan umum rakyat memilih
wakilnya sebagai pemimpin untuk menampung aspirasi rakyat yang selanjutnya para
wakil rakyat ini akan diserahi kepada kedaulatan rakyat dalam urusan pemerintahan.
Pemilu juga merupakan kehendak rakyat yang memiliki harapan agar ada perubahan
dalam proses pemilihan pemimpin melalui pemilu dengan sistem yang lebih baik dan
transparan.

Indonesia adalah negara demokratis yang menganut sistem demokrasi dalam pemilu.
Salah satu ciri negara demokratis adalah melibatkan rakyat dalam pelaksanaan
pemilihan umum sebab partisipasi rakyat menjadi penentu dalam memilih pemimpin
dan wakilnya dalam menyalurkan aspirasi dan tersenggalanya pemerintahan yang
sesuai dengan pilihan rakyat. Hasil pemilu menentukan jalannya pemerintahan lima
tahun berikutnya oleh karena itu pemilu harus secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil sesuai dengan asas pemilu yang telah tertuang dalam Pasal 22 E ayat
(1). Namun tidak sedikit masyarakat terutama para remaja yang masih terpengaruh
dengan penyelewengan dalam politik seperti politik uang melalui serangan fajar.
Akan menjadi sangat memperihatinkan apabila remaja sebagai generasi muda dalam
memilih tidak memandang kompetensi, visi, dan misi diri dari calon pemegang
kekuasaan melainkan memilih karena dipengaruhi oleh politik uang calon legislatif.

Salah satu bentuk penyaluran dari kedaulatan rakyat tersebut adalah melalui
penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai
dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas
dan Rahasia”. Asas “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru. Kemudian di era
reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan
Adil”.

Banyak cara dalam politik di lakukan untuk mendapatkan suara, seperti pemberian
uang atau sembako, dan kampanye hitam sering kali terjadi. Selain itu potensi
pelanggaran yang mungkin terjadi dalam pilkada serentak ini yaitu pemilih yang
mencoblos lebih dari satu kali. Tentu hal diatas sudah tidak sesuai dengan asas-asas
pemilu yang telah tertuang dalam Pasal 22 E ayat(1). Politik uang merupakan
pelanggaran dalam pemilihan umum, hal ini tidak memberikan pendidikan yang baik
kepada masyarakat yang cenderung lebih menipu masyarakat dengan pemberian uang
sekali namun mereka akan duduk di kursi pemerintahannya selama lima tahun
kedepan. Selain itu, permasalahan yang sering ditemui di lingkungan adalah
pelanggaran politik sebelum pemilihan umum adalah kampanye hitam. Dimana
kampanye yang bersifat menjelek-jelekkan calon kandidat yang satu dengan yang lain
yang berupaya untuk merusak reputasi salah satu calon kandidat. Kampanye hitam ini
juga tidak memberikan pendidikan yang positif kepada masyarakat yang tidak
mendidik masyarakat menjadi lebih bijak.

Selain itu, para kandidat yang ikut serta dalam kontes politik pada pemilu
berkemungkinan menang apabila memiliki tiga modal utama yaitu modal sosial,
modal politik dan modal ekonomi. Namun, modal sosial yang dimiliki tersebut
banyak disalahgunakan untuk menjatuhkan lawan politiknya. Politisasi identitas
agama dan etnis minoritas dianggap efektif bagi para kandidat untuk memperoleh
dukungan dari masyarakat beragama dan etnis mayoritas. Praktik politisasi identitas
ini kerap kali muncul pada tahun politik, baik itu pada tingkat pemilihan kepala
daerah bahkan pemilihan presiden.

Penyelenggaraan pemilu merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk


mengonversi suara rakyat menjadi kursi pemerintahan di eksekutif maupun legislatif.
Fungsi dari penyelenggaraan pemilu sendiri antara lain sebagai sarana rekruitmen
politisi melalui partai politik sehingga masyarakat dapat memilih pemimpin yang
sesuai dengan visi misi yang mereka harapkan, sebagai sarana pembentukan
pemerintahan serta sebagai sarana untuk membatasi perilaku atau kebijakan
pemerintah agar tidak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaan. Melalui
pemilu rakyat menunjukkan kedaulatannya dalam memilih pemimpin. Bahwa semua
warga negara memiliki peluang dan kesempatan yang sama dalam menentukan
pemimpinnya. Peran serta masyarakat dalam pesta demokrasi tentu sangat diperlukan
dan menjadi keharusan oleh setiap warga negara yang telah memiliki hak suara.

Melalui pemilihan umum diharapkan proses politik menuju negara demokrasi yang
berlangsung akan melahirkan suatu pemerintahan baru yang sah, demokratis, bijak
dan benar-benar mewakili kepentingan rakyat serta membentuk kebijakan yang
mensejahterakan rakyat bukannya malah menguntungkan suatu kaum tertentu
maupun individu tertentu.
PEMBAHASAN
Pemilu diselenggarakan sebagai wujud dari pemenuhan hak-hak politik warga negara
yang dijamin oleh undang-undang, yaitu adanya kebebasan bagi setiap warga untuk
menyatakan pendapat dan berkumpul.

asas langsung, yang berarti seorang pemilih harus memilih secara langsung, tidak
boleh diwakilkan oleh siapapun. asas umum, yang berarti setiap warga negara
memiliki hak yang sama, yaitu hak untuk memilih dan dipilih tanpa ada diskriminasi
(pengecualian). asas bebas, bebas di sini mengandung makna bebas dalam memilih,
tanpa adanya paksaan atau tekanan dari apapun dan siapapun. asas rahasia, di sini
mengandung artian setiap orang yang menggunakan hak suaranya akan dijamin
kerahasiaannya terhadap apa yang dipilihnya. asas jujur, dalam asas jujur di sini
mengandung arti bahwa semua yang terlibat di dalam pemilu haruslah jujur. Dalam
penggunaan asas jujur ini dilakukan dari awal hingga akhir pada proses pemilu. asas
adil, mempunyai arti bahwa semua yang terlibat dalam pemilu haruslah memiliki hak
yang sama tidak dibeda-bedakan berdasarkan SARA.

Perlu diketahui negara Indonesia menganut sistem Pemilu Proporsional, dalam


UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD sepakat memilih sistem proporsional terbuka. Sistem proporsional terbuka
ini merupakan sistem dimana pemilih/rakyat diberikan pilihan secara langsung
kepada calon wakil mereka masing-masing untuk mendapatkan kursi di parlemen.

Dengan menjadikan penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu instrumen penting


pelaksana dari kedaulatan rakyat di Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka UUD
NRI 1945 mengatur mengenai hak-hak yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemilu untuk menjamin hak politik warga negara, yaitu hak memilih (right to vote)
dan hak untuk dipilih (right to be elected). Hak memilih secara implisit dituangkan
dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 dimana segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya. Serta Pasal 28D ayat (1) UUD
NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan
hukum. Sementara hak untuk dipilih dituangkan dalam Pasal 28D ayat (3) UUD NRI
1945 bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.

Namun, dalam implementasinya tidak semudah yang dirumuskan oleh konstitusi.


Tidak seluruh warga negara mendapatkan hak politik yang telah diamanatkan oleh
konstitusi atau bahkan melaksanakan hak politiknya. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain warga negara yang telah memenuhi persyaratan sebagai
pemilih sebagaimana yang telah diatur oleh Pasal 348 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 jo. Pasal 4 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2018 tidak terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap
maupun Daftar Pemilih Sementara serta adanya pemilih ganda dalam Daftar Pemilih
Tetap ataupun memilih untuk tidak memberikan hak suaranya (golput). Validitas
Daftar Pemilih Tetap sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap penyelenggaraan
pemilu yang LUBER JURDIL (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)
mengingat salah satu pokoknya adalah keterlibatan pemilih dalam memberikan
suaranya untuk mewujudkan negara hukum yang berdasarkan kedaulatan rakyat.

sejumlah tantangan dalam pelaksanaan pemilu Diantaranya adalah politisasi identitas,


politik uang, netralitas ASN/TNI/POLRI yang dilarang terlibat kampanye, dan
penyebaran berita hoaks serta etika para pengawas pemilu yang perlu diperhatiakan.
salah satu tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas. Dalam gelaran pesta
demokrasi, kerap terjadi politisasi identitas. Hal tersebut berpotensi menimbulkan
konflik dalam masyarakat karena dapat menimbulkan perpecahan yang
mengatasnamakan kelompok atau individu tertentu.

Permasalahan praktik politisasi identitas pada pemilu di Indonesia patut dicermati,


karena praktik tersebut berpotensi mengarah pada dampak yang berlawanan dengan
tujuan demokrasi dan menjurus pada perpecahan bangsa Indonesia. Untuk itu, para
kandidat yang terlibat dalam kontesrtasi pilitik pada pemilu hendaknya memiliki
kesadaran yang tinggi dan lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dari
daripada kepentingan politik sesaat

seperti pada pemilu 2019 lalu, praktek-praktek politik uang kemungkinan masih
mendominasi dalam pesta demokrasi 2024. Hal ini dipengaruhi oleh sikap rakyat atau
pemilih di Indonesia yang cenderung mengutamakan uang atau keuntungan. Para
politikus atau para caleg dan tim suksesnya melakukan hal tersebut guna
mendapatkan suara sebanyak-banyaknya dengan tujuan agar dapat menang dan
terpilih dalam pemilu.

Praktek politik uang ini kemungkinan akan lebih tertampang jelang hari pemungutan
suara atau kerap kali disebut serangan fajar. Serangan fajar merupakan sebuah
tindakan yang bertolak belakang dengan asas jujur karena bertujuan untuk membeli
suara atau memengaruhi dukungan agar berubah pikiran sesuai dengan si pemberi
amplop.
Netralitas asn berbeda dengan netralitas tni dan polri dalam pemilu. Perbedaan yang
dimaksud adalah bahwa anggota tni dan polri tidak menggunakan hak pilihnya baik
untuk memilih anggota legislatif, kepala daerah, maupun presiden. Sedangkan asn
berhak untuk menggunakan hak pilihnya namun dilarang untuk berpihak pada partai
politik tertentu yang menjadi kontestan pemilu. Sebagaimana diatur dalam uu no 5
tahun2014 tentang asn, yang menyebutkan bahwa asn dilarang menjadi anggota
dan/atau pengurus partai politik dan asn pun diamanatkan agar tidak berpihak dari
segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

berita hoax yang berbahaya adalah disinformasi karena ada unsur kesengajaan. Dalam
Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 280
menyatakan tidak boleh menyebarkan berita bohong. Ada juga Undang-Undang ITE
Nomor 11 tahun 2008 dan perubahannya Nomor 19 Tahun 2016 yang menyatakan
tidak boleh menyebarkan berita hoax yang menimbulkan kebencian, hasutan, dengan
ancaman hukuman 6 tahun.

Pemilu beretika harus dilaksankan bersama-sama oleh penyelenggara, peserta,


maupun oleh rakyat. Penyelenggara pemilu telah diikat dengan standar etika berupa
kode etik dengan mekanisme penegakannya melalui Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Pentingnya moralitas dan etika karena menentukan perilaku dan tindakan individu
dalam mengambil keputusan dalam keadaan apapun. Perilaku moral menunjukkan
individu memiliki kode moral kelompok sosial yang dikendalikan oleh konsep-
konsep moral individu. Pemilu tanpa pengawasan yang memiliki karakter bermoral
dan beretika akan menunjukkan terjadinya manipulasi suara, hilangnya hak pilih,
terjadinya politik uang, pemily tidak sesuai aturan dan timbul gugatan hasil. Hal-hal
tersebut terjadi tidak terlepas dari segala kerugian besar bagi negara dan masyarakat
oleh karena biaya politik yang mahal, kemungkinan besar terjadinya pemungutan
suara ulang, dan konflik antar pendukung calon.

Pemilu yang berkualitas dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi proses dan sisi hasil.
Apabila dilihat dari sisi proses Pemilu dapat dikatakan berkualitas jika Pemilu
tersebut berlangsung secara demokratis, jujur, adil, serta aman, tertib, dan lancar.
Sedangkan apabila Pemilu dilihat dari sisi hasil, Pemilu dapat dikatakan berkualitas
jika Pemilu tersebut dapat menghasilkan wakil-wakil rakyat, dan pemimpim negara
yang mampu mewujudkan cita-cita nasional, sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mengangkat harkat
dan martabat bangsa dan negara di mata masyarakat Internasional.
PENUTUP
Pemilu diselenggarakan sebagai wujud dari pemenuhan hak-hak politik warga negara
yang dijamin oleh undang-undang, yaitu adanya kebebasan bagi setiap warga untuk
menyatakan pendapat dan berkumpul.

Hasil pemilu menentukan jalannya pemerintahan lima tahun berikutnya oleh karena
itu pemilu harus secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan
asas pemilu yang telah tertuang dalam Pasal 22 E ayat (1). Namun tidak sedikit
masyarakat terutama para remaja yang masih terpengaruh dengan penyelewengan
yang menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan pemilu, seperti politik uang melalui
serangan fajar, politisasi identitas, berita hoaks, netralitas asn terhadap suatu
kelompok tertentu, serta etika yang dimiliki oleh penyelenggara, pengawas maupun
peserta pemilu. Akan menjadi sangat memperihatinkan apabila remaja sebagai
generasi muda dalam memilih tidak memandang kompetensi, visi, dan misi diri dari
calon pemegang kekuasaan melainkan memilih karena dipengaruhi oleh politik yang
di calon legislatif.

Langsung, artinya rakyat mempunyai hak untuk secara langsung memberikan


suaranya tanpa perantara. Umum, artinya semua WNi berhak di pilih dengan tanpa
ada diskriminasi (pengecualian). Bebas, artinya rakyat pemilih berhak memilih tanpa
adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. Rahasia,
artinya rakyat dijamin oleh UU tidak akan diketahui oleh pihak LAIN kepada siapa
suaranya diberikan. Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan
pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau
pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung,
harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Adil,
dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu
mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

Melalui pemilihan umum diharapkan proses politik menuju negara demokrasi yang
berlangsung akan melahirkan suatu pemerintahan baru yang sah, demokratis, bijak
dan benar-benar mewakili kepentingan rakyat serta membentuk kebijakan yang
mensejahterakan rakyat bukannya malah menguntungkan suatu kaum tertentu
maupun individu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai