Anda di halaman 1dari 107

NASKAH 2018

PEGANGAN
Bimbingan Teknis Bawaslu Kabupaten/Kota
Modul 1
PEMILU DEMOKRATIS

A. Demokrasi di Indonesia
Demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintahan yang menekankan bahwa
kedaulatan negara berada di tangan rakyat, sehingga dengan demikian, rakyat yang menjadi
sumber otoritas dan sekaligus penentu utama dalam menjalankan kekuasaan di sebuah
negara. Demokrasi memiliki 4 nilai dasar yaitu; kebebasan individu, persamaan politik,
kesetaraan, dan kedaulatan rakyat.
Seorang negarawan dari Athena yang hidup pada tahun 430 SM bernama Pericles
menguraikan beberapa kriteria penting mengenai konsep demokrasi, diantaranya: 1)
Pemerintah suatu negara dibangun dari dukungan dan partisipasi yang mayoritas secara
langsung; 2) Adanya kesamaan warga negara di bawah hokum; dan 3) Adanya penghargaan
dan perlindungan terhadap pemenuhan HAM.
Sedangkan Robert Dahl mengemukakan 5 parameter demokrasi; 1) Partisipasi efektif;
2) Kesetaraan suara; 3) Pemahaman yang jelas; 4) Pengendalian agenda; dan 5)
Inklusivitas/keterlibatan warganegara dewasa.
Dalam konstitusi UUD NRI 1945, disebutkan bahwa Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan, yang berbentuk Republik, dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Makna dari "kedaulatan berada di tangan
rakyat yaitu bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk
secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus
dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi
jalannya pemerintahan.
Hal ini menunjukkan bahwa negara kita menganut sistem demokrasi konstitusional,
sesuatu yang telah menjadi kesepakatan bersama rakyat Indonesia mengenai fundamen
sistem pemerintahan. Pelaksanaan kedaulatan rakyat tersebut salah satunya melalui
pemilihan umum, sebagai sarana rakyat sebagai pemegang kedaulatan untuk terlibat dalam
memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR/D, DPD, dan kepala daerah. Perwujudan
kedaulatan rakyat melalui Pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin
melalui Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara
langsung serta memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan,
menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua
pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing,
serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-
fungsi tersebut.

B. Pemilu dan Demokrasi

Pemilu dipahami sebagai salah satu perangkat penting demokrasi. Tidak ada satupun
negara demokrasi yang tidak menggunakan pemilu sebagai sarana demokratisasi. Namun
sebaliknya, tidak sedikit negara non-demokratis yang menggunakan pemilu dengan maksud
memobilisasi sumber daya guna melanggengkan keberlangsungan rezim non demokratis.
Oleh karenanya, dalam rangka mencegah pemanfaatan pemilu hanya sebagai instrument
untuk melegitimasi kekuasaan rezim yang otoriter, maka beberapa ahli menetapkan strandard
pemilu yang dapat dikategorikan sebagai pemilu yang demokratis.
Pemilu merupakan mekanisme terpenting untuk memfasilitasi kompetisi politik dan
menghasilkan pemerintahan yang memiliki legitimasi. Pemilu adalah instrumen politik
paling spesifik yang dapat dibentuk. Pemilu dapat direncanakan sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan tertentu, sehingga dapat memberikan ganjaran bagi tipe tindakan-tindakan
tertentu dan mengekang tindakan-tindakan lainnya.

C. Indikator Pemilu Demokratis

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, pemilu tak jarang juga dimanfaatkan oleh


rezim otoriter untuk melegitimasi kelanggengan kekuasaannya. Oleh karenanya, beberapa
pihak menetapkan standard pemilu untuk dapat dikatakan sebagai pemilu yang demokratis.
Institute For Democracy and Electoral Assitance menetapkan 13 indikator pemilu yang
bebas dan adil sebagai berikut:
1. Pemilihan reguler dan berkala
2. Hak pilih universal
3. Dilaksanakan oleh suatu lembaga yang independen dan tidak berpihak
4. Adanya persaingan antarpartai politik
5. Kebebasan berbicara/media yang bebas
6. Kebebasan dari kebohongan, pengaruh yang menyesatkan atau tekanan pada pemilih
7. Surat suara rahasia
8. Hasil yang cepat
9. Mudah digunakan
10. Satu orang, satu suara, satu nilai
11. Perwakilan parlementer yang sesungguhnya
12. Kekuatan pada mayoritas dan minoritas yang terwakili
13. Pemungutan suara wajib atau sukarela dan partisipasi penuh
Electoral Integrity Group yang beranggotakan 15 pensiunan hakim agung dan mantan
penyelenggara pemilu dari 13 negara, termasuk dari Indonesia mengajukan keadilan pemilu
sebagai parameter pemilu demokratis. Keadilan pemilu, menurut Electoral Integrity Group,
yang dideklarasikan dengan judul Towards an International Statement of Principles of
Electoral Justice di Accra, Ghana, 15 September 2011 terdiri atas 10 prinsip. Rangkaian
penyelenggaraan pemilu akan dapat dikategorikan berdasarkan keadilan jika : (1)
integritasnya tinggi; (2) melibatkan banyak warga; (3) berdasarkan hukum yang
berkepastian tinggi; (4) imparsial dan adil; (5) profesional dan independen; (6) transparan;
(7) tepat waktu sesuai dengan rencana; (8) tanpa kekerasan atau bebas dari ancaman dan
kekerasan; (9) teratur; (10) peserta pemilu menerima wajar kalah atau menang.
Berbagai indikator pemilu yang demokratis dan berkeadilan tersebut perlu menjadi
acuan dasar baik bagi masyarakat, pemerintah, dan terutama penyelenggara pemilu dalam
mendesain dan menyelenggarakan tahapan-tahapan dalam pemilu sehingga baik proses
maupun hasil pemilu dapat memenuhi standard-standard universal.

D. Prinsip Pemilu di Indonesia

Konstitusi UU NRI 1945 memberikan acuan fundamental mengenai standard dalam


penyelenggaraan pemilu yakni; langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Asa
Langsung berarti Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya
secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Asas Umum
berarti bahwa Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai
dengan undang-undang ini berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum
mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga
negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
Asas Bebas berarti bahwa Setiap warga negara yang berhak memilih bebas
menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan
haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan
kehendak hati nurani dan kepentingannya. Asas Rahasia berarti bahwa Dalam memberika
suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan
dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat
diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan. Asas Jujur berarti bahwa
dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap penyelenggara Pemilu, aparat Pemerintah, peserta
Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus
bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Asas adil berarti
dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang
sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Mencermati ke 6 asas pemilu tersebut, pada dasarnya terdapat beberapa asas yang
diperuntukkan bagi rakyat selaku pemegang kedaulatan sekaligus pemilih dalam pemilu
yakni asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, terdapat pula asas yang secara spesifik
diarahkan kepada peserta pemilu, penyelenggara pemilu, dan pemerintah yakni asas jujur.
Sedangkan asas adil merupakan satu-satunya asas yang betul-betul lahir seiring
dengan lahirnya reformasi. Asas adil berkaitan erat dengan integritas penyelengara Pemilu.
Berbeda dengan definisi asas pemilu lainnya yang ditekankan kepada semua pelaku Pemilu,
mulai dari pemilih, partai politik, penyelenggara hingga Pemerintah. Asas adil lahir
dikhusukan kepada penyelenggara Pemilu dan Pemerintah yang mempunyai hajat dalam
pesta demokrasi. Kelahiran asas ini dilatarbelakangi oleh gejolak orde baru yang terkesan
parsial dan cenderung mendukung salah satu partai tertentu selama pemilihan. Keberadaan
asas adil dalam Pemilu dianggap vital di beberapa negara, bahkan di Kanada terdapat Fair
Election Act sebuah undang-undang yang berusaha menegakkan Penyelenggaaan Pemilu
yang adil.
Oleh karena pentingnya asas jujur dan adil bagi penyelenggara pemilu untuk
mewujudkan pemilu yang berintegritas, maka parameter ini ditambah dengan parameter lain
berupa prinsip-prinsip bagi penyelenggara pemilu yang tercantum dalam UU Pemilu nomor
7 tahun 2017 yakni: mandiri; jujur; adil; berkepastian hukum; tertib; terbuka; proporsional;
profesional; akuntabel; efektif; dan efisien.
E. Peran Pengawas Pemilu Dalam Mewujudkan Pemilu Demokratis
Keberadaan dan peran pengawas pemilu didesain untuk mengawasi dan mengawal
penyelenggaraan pemilu agar dapat memenuhi asas-asas pemilu Langsung, Umum, Bebas,
Rahasia, Jujur, dan Adil, serta terwujudnya prinsip-prinsip penyelenggara pemilu yang
mandiri; jujur; adil; berkepastian hukum; tertib; terbuka; proporsional; profesional;
akuntabel; efektif; dan efisien.
Guna mencapai tujuan tersebut, maka pengawas pemilu dibekali dengan fungsi
pencegahan, pengawasan, penindakan, serta penyelesaian sengketa. Dengan demikian
Bawaslu memiliki kewenangan yg unik karena menggabungkan 3 fungsi yg pada umumnya
dijalankan secara terpisah oleh lembaga negara. Bawaslu memiliki: 1) kewenangan regulasi
(mengatur internal & sebagian eksternal terkait penyelesaian sengketa), 2) kewenangan
pengawasan, 3) kewenangan penindakan.
Hal ini menyebabkan lembaga pengawas pemilu menjadi lembaga yang memikul
tanggung jawab yang besar sebagai quality control terhadap penyelenggaraan pemilu.
Integritas dan legitimasi pemilu akan sangat ditentukan oleh kualitas kinerja pengawas
pemilu. Sebaliknya, kegagalan dalam pencegahan pelanggaran, kegagalan dalam
pengawasan pemilu, dan kegagalan penindakan dan penyelesaian sengketa pemilu, akan
menghasilkan pemilu yang chaotic (rusuh), hasil pemilu tidak dipercaya.
Modul 2
TATA KELOLA BADAN PENGAWAS PEMILU

A. Jati Diri Pengawas Pemilu

Lembaga pengawas pemilu lahir melalui sebuah proses sejarah yang panjang dan
dipengaruhi oleh konteks sosial politik yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan sistem
kelembagaan penyelenggara pemilu di Indonesia memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri
dibandingkan dengan sistem di negara-negara lainnya di dunia.
Setidaknya ada 3 hal yang penting untuk diketahui terkait dengan kelahiran dan
keberadaan kelembagaan pengawas pemilu. Pertama; Mandat Sejarah: Lembaga Pengawas
Pemilu lahir karena merebaknya praktek kompetisi yang tidak fair, banyaknya pelanggaran,
dan sengketa dalam Pemilu di Indonesia. Tidak hanya dilakukan oleh peserta pemilu saja,
pelanggaran ini juga dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini memicu ketidakpercayaan (distrust),
yang kemudian mendorong dibentuknya lembaga pengawas pemilu pada tahun 1982.
Kedua: Mandat Sosial, Politik dan Budaya. Kehadiran lembaga pengawas pemilu
secara sosiologis dan politis dimaksudkan untuk mengawal dan meastikan agar
penyelenggaraan pemilu berjalan secara fair dan demokratis. Eksistensi lembaga pengawas
pemilu dari masa ke masa semakin diperkuat baik dari sisi wewenang, tugas, maupun
kelembagaan, yang mengindikasikan semakin besarnya tingkat ekspektasi masyarakat.
Ketiga: Mandat Yuridis: UU Pemilu mengatur tentang prinsip dan prosedur
penyelenggaraan pemilu yang harus dijalankan secara konsisten agar pemilu dapat berjalan
secara fair dan demokratis. Norma ketentuan ini harus menjadi acuan bagi jajaran pengawas
pemilu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya serta dalam menggunakan
wewenangnya dalam mengawal integritas penyelenggaraan pemilu.
Dengan memahami dan menginternalisasi konteks sejarah, sosial, politik dan yuridis
keberadaan lembaga pengawas pemilu ini, maka seyogyanya seluruh pengawas pemilu dapat
memahami jati diri mereka, yang pada tataran selanjutnya akan dapat menuntun mereka
dalam membentuk sikap, perilaku, dan kinerja dalam melakukan pengawasan pemilu.
Dengan memahami mandat historis pengawas pemilu sebagai lembaga yang dibentuk untuk
mengembalikan sikap political-distrust antar kekuatan politik dalam pemilu, maka pengawas
pemilu harus mengutamakan professionalisme dalam kerja pengawasan, penindakan, dan
penyelesaian sengketa. Kegagalan dalam menjaga jati diri/marwah ini akan berarti
mengingkari mandat sejarah, sosial dan yuridis pengawas pemilu.

B. Kode etik penyelenggara Pemilu

Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi
yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau
larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh
Penyelenggara Pemilu. Setiap penyelenggara Pemilu wajib bekerja, bertindak, menjalankan
tugas, wewenang dan kewajiban sebagai penyelenggara Pemilu dengan berdasarkan Kode
Etik dan pedoman perilaku Penyelenggara Pemilu, serta sumpah/janji jabatan.
Pengaturan Kode Etik penyelenggaran Pemilu bertujuan menjaga integritas,
kehormatan, kemandirian,dan kredibilitas anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN serta anggota Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,
Panwaslu LN, dan Pengawas TPS. Dengan demikian, Keberadaan kode etik penyelenggara
pemilu ini sebagai koridor untuk menjaga sikap dan perilaku penyelenggara pemilu agar
dapat memenuhi asas pemilu terutama asas jujur dan adil.
Kode Etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh:
 anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota atau
KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Kelurahan/Desa, Pengawas Pemilu Luar Negeri, dan Pengawas TPS;
 Jajaran sekretariat KPU dan Bawaslu.
Kode etik penyelenggara pemilu mengacu kepada prinsip-prinsip berikut ini:
 Mandiri
 Jujur
 Adil
 Kepastian hukum
 Tertib
 Terbuka
 Proporsional
 Professional
 Akuntabel
 Efektif
 Efisien
 Kepentingan umum
 Aksessibilitas
Penegakan kode etik penyelenggara pemilu dilakukan oleh Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 7 tahun 2017, penegakan
kode etik penyelenggara pemilu oleh DKPP dibatasi hanya kepada KPU, KPU Provinsi,
KPU Kab/Kota dan KIP, serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kab/Kota.
Sedangkan penegakan kode etik penyelenggara pemilu terhadap penyelenggara pemilu
adhoc (PPK, PPS, KPPS, serta panwascam, Pengawas Desa, dan Pengawas TPS) dilakukan
oleh KPU Kab/Kota dan Bawaslu Kab/Kota.
Kepatuhan terhadap kode etik penyelenggara pemilu masih menjadi tantangan yang
besar bagi penyelenggara pemilu. Dari tahun ke tahun, jumlah pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu masih cukup besar, sehingga berpotensi berdampak kepada
pelemahan tingkat kepercayaan publik atas integritas penyelenggara pemilu.
Catatan DKPP menunjukkan beberapa modus pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu yang kerap dilakukan oleh jajaran KPU maupun pengawas pemilu. Modus-modus
tersebut meliputi:
Pengawas pemilu perlu mengenali dan memahami modus-modus tersebut di atas.
Dengan mengenali modus-modus pelanggaran kode etik ini, maka seyogyanya pengawas
pemilu dapat menghindarkan diri dari kemungkinan melanggar kode etik penyelenggara
pemilu.

C. Soliditas, Integritas, Mentalitas & Profesional (S-I-M-P)

Di samping memahami jati diri pengawas pemilu dan kode etik penyelenggara
pemilu, insan pengawas pemilu juga perlu memahami SIM-P.

1. Soliditas
Pengawas Pemilu harus mampu membangun sebuah pondasi, prisai, atap yang
kokoh, kuat dan rapat terhadap kepemiluan. Apa-apa saja yang menjadi tugas dan
wewenang serta kewajiban dari Panwas terkait dengan kepemiluan. Menjalankan dan
mengamankan kepentingan-kepentingan yang ada untuk tujuan tegaknya demokrasi yang
telah di amanatkan oleh Undang-undang sesuai dengan visi misi serta asas-asas pemilu,
memahami aturan dan bekerja sesuai degan aturan, lalu tegakkan kode etik, dan
melaksanakan tugas sesuai tupoksi yang ada ( discription). Bertindaklah sesuai dengan
prosedur standar, bangunlah motivasi kerja dengan cara transparansi, profesionalitas,
akuntabilitas.
Ini merupakan modal dasar untuk pertahanan dalam menjalankan serta tegak dan
berdirinya panwas secara kuat tidak mudah untuk diarahkan kepada siapapun guna untuk
tujuan dan kepentingan pribadi, kelompok, maupan golangan.
Panwas harus mampu membangun itu semua sehingga siapa-pun yang melihat,
mendengar dan membutukannya sesuai dengan apa yang telah di amanatkan olehnya.
Didalam menjalankannya tidak bisa hanya menjalankan sekedarnya saja, namun
harus mampu melakukannya melebihi dari apa yang telah tertera ia harus mampu dan
berkemampuan untuk penyelidikan yang dalam agar hal tersebut benar-benar sesuai
dengan aturan yang telah digariskan. Sehingga siapun yang mendegar, melihat dan
menyaksikannya memiliki kalsipikasi kaliber berat. Untuk pencapai, tentunya diawali
oleh keseriusan yang sesungguhnya dibuktikan oleh semua pihak tampa ke-berpihakan.
Jika itu dilaksanakan dengan baik maka panwas akan dilihat kokoh dan kuat tidak
gampang diombang-oambingkan, dipermainkan dan lain sebagainya.
Agar proses itu terbagun dengan cepat dan baik panwas harus
mempertahankannya secara terus-menerus memembuka diri dengan menerima masukan
dari segala pihak dengan cermat dan utuh, bukan sebaliknya panwas tertutup atau
menutup diri, panwas harus mampu membagun hubugan antar masyarakat, lembaga-
lembaga lainnya. Disisi ini panwas juga harus mengerti dan tau menempatkan diri. Oleh
karena itu pada jajaran keatasnya ia harus menempuh mekanisme yang ada dan jika itu
dengan jajaran yang di bawahnya maka setidaknya dapat memberikan dukungan yang
kuat. Maka, jika dijalankan kesemuanya ini akan terbagun suatu soliditas kesetiakawanan
atau kekompakan.
2. Integritas
Integritas adalah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang akan di katakan dan
apa yang akan dilakukan, satunya perkataan dan perbuatan. Integritas membuat seseorang
dapat dipercaya. Integritas membuat orang lain mengandalkan seseorang.  Integritas
adalah penempatan janji-janji.  Integritas tidaklah sama dengan citra diri (image).
"Image" adalah persepsi orang mengenai diri kita, sedangkan integritas adalah siapa diri
kita sesungguhnya. Bila kita memusatkan seluruh daya upaya, pikiran, dan waktu untuk
memperlihatkan sebuah "image" palsu kepada orang lain, kita berisiko kehilangan
integritas. Satu hal yang membuat sebagian besar orang enggan mengikuti anda adalah
bila mereka tak sepenuhnya merasa yakin bahwa anda akan membawa mereka menuju ke
tujuan yang Anda janjikan. 
Pertanyaannya, apakah Anda dikenal sebagai seseorang yang mempunyai integritas?  .
Bila ya,...
Maka Anda layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.
Pengawasan Yang Berintegritas :
 Seorang Panwas menyadari bahwa hal-hal kecil itu penting, tidak akan tergoda oleh
hal-hal yang lebih besar- kekuasaan, prestise maupun uang sekalipun. Panwas taat
pada nilai moral internal/kode etik kepemiluan, bahkan bila itu berarti panwas harus
berhadapan dengan resiko yang tinggi.
 Seorang Panwas mampu menemukan serta mengungkapkan yang benar (saat yang
lain melihatnya abu-abu). Kemudian tidak untuk mengambil keputusan sendiri.
 Seorang Panwas memilliki tanggung jawab yang tinggi, bersikap terbuka dan jujur,
mengungkapkan informasi yang baik maupun yang buruk secara lengkap. lakukan
dengan tidak berdasarkan tekanan, tidak berdasarkan permintaan, tidak atas
keberpihakan pada peserta pemilu. laksanakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan, kajian yang mendalam berdasarkan imformasi yang ada serta berdasarkan
keadilan prosudural.
 Menciptakan budaya kepercayaan, tidak menguji integritas pribadi panwas yang lain
atau Kasek serta jajaranya. Kemudian untuk memperkuat integritas itu dengan
melalui prinsip, control, dan teladan pribadi dan juga memberikan penghargaan
pribadi dalam segala tindakan mereka.
 Seorang Panwas tepat waktu, berlaku penuh integritas, guna memperoleh
kepercayaan.
 Seseorang Panwas peduli terhadap yang utama (asas-asas pemilu) kebaikan yang
lebih besar, berkomitmen (individu/kelompok) sangat kuat untuk memberikan yang
utama itu terhadap penyelenggaraan pemilu.
 jujur namun rendah hati, tidak memproklamasikan kebaikan atau kejujuran sendiri.
 Seseoarng Panwas bertindak sebagai sedang diawasi, berfikir bahwa setiap tindakan
anda selalu diawasi.
 Tempat kan orang yang yang ber-Integritas, kelilingi diri dengan orang-orang
berintegritas tinggi lalu mempromosikan orang yang memperlihatkan kemampuan
untuk dipercaya.
 Konsisten, seorang Panwas harus memiliki konsistensi dan keterdugaan etis.
Mengapa penyelenggara pemilu harus memiliki integritas ?
 Untuk menjamin kualitas kepemiluan
 Menentukan masa depan penyelenggaraan pemilu yang lebih baik
 Menciptakan pemilu yang berintegritas dan berkesinambungan.
 Bila penyelenggaraang pemilu memiliki integritas maka siapaun yang memandang
bahwa pemilu yang diselenggarakan adalah pemilu yang berintegritas, apa yang kita
katakana dengan mudah serta di terima oleh orang lain sehingga kita lebih mudah
menjalankan kepengawasan itu sendiri.
3. Mentalitas
Seorang Panwas harus memilki mentalitas yang tinggi dalam menjalankan tugas-
tugasnya, sehingga tahan terhadap tekanan dari berbagai pihak. Tidak gampang
menyerah. Panwas harus mampu berada pada ruang dan waktu, kapan saja dan dimana
saja. Tidak mudah surut jika mendapat hambatan bahkan tantangan dan hambatan adalah
merupakan seni dari pengawasan.
Kata kuncinya peserta pemilu dan penyelenggara pemilu pada dasarnya tidak
ingin diawasi. Dengan perkataan lain, mereka tidak menyukai Panwaslu yang kuat.
4. Profesional
Lakukanlah tugas pengawasan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Berikanlah imformasi selengkap-lengkapnya kepada semua pihak
mengenai tugas maupun aturan yang berlaku pada mereka. Jalankan tugas dengan
keterbukaan/trarnparan sesuai dengan tupoksi yang telah diatur. Terapkan mekanisme
kerja yang jelas dan terukur. Seorang Panwas yang professional memahami peraturan
perundangan-undagan serta menerpkannya dengan baik dan benar.

D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bawaslu Kabupaten/Kota

Bawaslu Kabupaten/ Kota bertugas:


a. melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/ kota terhadap:
1. pelanggaran Pemilu; dan
2. sengketa proses Pemilu;
b. mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota,
yang terdiri atas:
1. pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih
tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota
DPRD kabupaten/kota;
3. penetapan calon anggota DPRD kabupaten/kota;
4. pelaksanaan kampanye dan dana kampanye;
5. pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu
7. pengawasan seluruh proses penghitunganngan suara di wilayah kerjanya
8. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertilikat hasil
penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dari seluruh
kecamatan;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan
Pemilu susulan; dan
11. proses penetapan hasil Pemilu anggota DPRD kabupaten/kota;
c. mencegah tejadinya praktik politik uang di wilayah kabupaten/kota;
d. mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
e. mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah kabupaten/kota, yang terdiri atas:
1. putusan DKPP;
2. putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;
3. putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/ Kota;
4. keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
5. keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas semua pihak yang
dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye s6lagaimana diatur di dalam Undang-
Undang ini;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penlrusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketenhran peraturan perundang-
undangan;
g. mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
h. mengevaluasi pengawasan Pemilu di wilayah kabupaten/kota; dan
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketenhran peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa proses
Pemilu Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas:
o mengidentilikasi dan memetakan potensi pelanggaran Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
o mengoordinasikan, menyupervisi, membimbing, memantau, dan mengevaluasi
Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/ kota;
o melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah dan pemerintah daerah terkait; dan
o meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu di wilayah
kabupaten/kota.
Dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu Bawaslu Kabupaten/ Kota
bertugas:
o menyampaikan hasil pengawasan di wilayah kabupaten/kota kepada Bawaslu melalui
Bawaslu Provinsi atas dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan/atau
dugaan tindak pidana Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
o menginvestigasi informasi awal atas dugaan pelanggaran Pemilu di wilayah
kabupaten/kotai
o memeriksa dan mengkaji dugaan pelanggaran Pemilu di wilayah kabupaten / kota;
o memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu; dan
o merekomendasikan tindak lanjut pengawasan atas pelanggaran Pemilu di wilayah
kabupaten/kota kepada Bawaslu melalui Bawaslu Provinsi. :
Dalam melakukan penindakan sengketa proses Pemilu, Bawaslu Kabupaten/ Kota
bertugas:
o menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
o memverifikasi secara formal dan materiel permohonan sengketa proses Pemilu di
wilayah kabupaten/kota;
o melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa di wilayah kabupaten/ kota;
o melakukan proses adjudikasi sengketa proses Pemilu di wilayah kabupaten/kota apabila
mediasi belum menyelesaikan sengketa proses Pemilu; dan
o memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu di wilayah kabupaten/kota.

Bawaslu Kabupaten/ Kota berwenang:


o menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemilu;
o memeriksa dan mengkaji pelanggaran Pemilu di wilayah kabupaten/kota serta
merekomendasikan hasil pemeriksaan dan pengkajiannya kepada pihak-pihak yang
diatur dalam Undang-Undang ini;
o menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian
sengketa proses Pemilu di wilayah kabupaten/kota;
o merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan di
wilayah kabupaten/kota terhadap netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam
kegiatan kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang;
o mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Panwaslu Kecamatan
setelah mendapatkan pertimbangan Bawaslu Provinsi apabila Panwaslu Kecamatan
berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan ;
o meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka
pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu dan sengketa proses Pemilu di
wilayah kabupaten/kota;
o membentuk Panwaslu Kecamatan dan mengangkat serta memberhentikan anggota
Panwaslu Kecamatan dengan memperhatikan masukan Bawaslu Provinsi.
o melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di samping itu, UU Nomor 7 tahun 2017 Pasal 136 juga memberi wewenang
kepada Bawaslu Kab/Kota untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran hingga ke
pemberhentian Panwaslu Kecamatan:
Pasal 136 ayat (2)
Pemberhentian anggota Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/Desa yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2) huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf e didahului dengan verifikasi oleh Bawaslu Kabupaten/Kota berdasarkan
aduan Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih
yang dilengkapi identitas yang jelas.
Ayat (5): Dalam pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Panwaslu
Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/ Desa diberi kesempatan untuk membela diri di
hadapan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Ayat (8): Dalam hal rapat pleno Bawaslu Kabupaten/Kota memutus pemberhentian
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2l1, anggota yang bersangkutan diberhentikan
sementara sebagai anggota panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/Desa sampai
dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.
Bawaslu Kabupaten / Kota berkewajiban :
a. bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas
Pemilu pada tingkatan di bawahnya.
c. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Provinsi sesuai dengan
tahapan Pemilu secara periodik dan/ atau berdasarkan kebutuhan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang
mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tatrapan Pemilu di tingkat
kabupaten/kota;
e. mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan
yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dengan memperhatikan data
kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. mengembangkan pengawasan Pemilu partisipatif; dan
g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

E. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Panwaslu Kecamatan

Panwaslu Kecamatan merupakan aparat pengawasan pemilu di tingkat kecamatan


yang bertugas:
a. melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kecamatan terhadap pelanggaran
Pemilu, yang terdiri atas:
 mengidentifikasi dan memetakan potensi pelanggaran Pemilu di wilayah kecamatan
 mengoordinasikan, mensupervisi, membimbing, memantau, dan mengevaluasi
Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan
 melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah daerah terkait;
 meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu di wilayah
kecamatan;
 menyampaikan hasil pengawasan di wilayah kecamatan kepada Bawaslu melalui
Bawaslu Provinsi dan Bawaslu kabupaten/Kota atas dugaan pelanggaran kode etik
Penyelenggara Pemilu dan/atau dugaan tindak pidana Pemilu di wilayah kecamatan;
 menginvestigasi informasi awal atas dugaan pelanggaran Pemilu di wilayah
kecamatan; dan
 memeriksa dan mengkaji dugaan pelanggaran Pemilu di wilayah kecamatan dan
menyampaikannya kepada Bawaslu Kabupaten/ Kota.
b. mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan, yang
terdiri atas:
1. pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih
tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
5. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertilikat hasil
penghitungan suara dari TPSI sampai ke PPK;
6. pengawasan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan;
7. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK; dan
8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu
susulan;
c. mencegah terjadinya praktik politik uang di wilayah kecamatan;
d. mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini di wilayah kecamatan;
e. mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah kecamatan, yang terdiri atas:
1. putusan DKPP;
2. putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;
3. putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten / Kota;
4. keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
5. keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas semua pihak yang
dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
g. mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan;
h. mengevaluasi pengawasan Pemilu di wilayah kecamatan; dan
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu Kecamatan diberi wewenang oleh undang-
undang untuk:

 menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran


terhadap pelaksanaan peraturan

 memeriksa dan mengkaji pelanggaran Pemilu di wilayah kecamatan serta


merekomendasikan hasil pemeriksaan dan pengkajiannya kepada pihak-pihak yang
diatur dalam Undang-Undang ini;
 merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan melalui Bawaslu Kabupaten/Kota
mengenai hasil pengawasan di wilayah kecamatan terhadap netralitas semua pihak yang
dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye;

 mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Panwaslu Kelurahan/Desa


setelah mendapatkan pertimbangan Bawaslu Kabupaten/Kota, jika Panwaslu
Kelurahan/Desa berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka
pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu di wilayah kecamatan;

 membentuk Panwaslu Kelurahan/Desa dan mengangkat serta memberhentikan anggota


Panwaslu Kelurahan/Desa, dengan memperhatikan masukan Bawaslu Kabupaten/Kota;

 mengangkat dan memberhentikan Pengawas TPS, dengan memperhatikan masukan


Panwaslu Kelurahan/Desa; dan

 melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Berdasarkan ketentuan dalam UU nomor 7 tahun 2017, Panwaslu Kecamatan


berkewajiban:
a. bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas Pemilu
pada tingkatan di bawahnya;
c. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai
dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu kabupaten/Kota berkaitan dengan
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

F. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Panwaslu Kelurahan/ Desa

Pengawas Pemilu Desa/Kelurahan sebagai aparat pengawasan pemilu di tingkat desa


bertugas:
a. mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kelurahan/desa,
yang terdiri atas:
1. pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara, daftar
pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. pendistribusian logistik Pemilu;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghihrngan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS;
7. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari TPS sampai ke PPK;
8. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS dan PPK; dan
9. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu
susulan;
b. mencegah terjadinya praktik politik uang di wilayah kelurahan/desa;
c. mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini di wilayah kelurahan/desa;
d. mengelola, memelihara, dan merawat arsip berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan pemilu di wilayah kelurahan/desa;
dan
f. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Panwaslu Kelurahan / Desa berwenang:

 menerima dan menyampaikan laporan mengenai dugaan pelanggaran terhadap


pelaksanaan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai Pemilu kepada
Panwaslu Kecamatan;

 membantu meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait ddam rangka
pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu; dan

 melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Panwaslu Kelurahan/ Desa berkewajiban:
a. Menjalankan tugas dan wewenangnya dengan adil
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas TPS;
c. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Panwaslu Kecamatan sesuai dengan
tahapan Pemilu sccara periodic dan/atau berdasarkan kebutuhan ;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kecamatan mengenai dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di wilayah kelurahan/desa; dan
e. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

G. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Pengawas TPS

Pengawas TPS merupakan ujung tombak pengawasan pemilu memiliki tugas


mengawasi:
1. persiapan pemungutan suara;
2. pelaksanaan pemungutan suara;
3. persiapan penghitungan suara;
4. pelaksanaan penghitungan suara; dan
5. pergerakan hasil penghitungan suara dari TPS ke PPS.
Dalam menjalankan tugas tersebut di atas, oleh UU nomor 7 tahun 2017, pengawas
TPS dibekali wewenang untuk:

 menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya dugaan pelanggaran, kesalahan


dan/atau penyimpangan administrasi pemungutan dan penghitungan suara;

 menerima salinan berita acara dan sertifrkat pemungutan dan penghitungan suara; dan

 melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Untuk menjaga amanah tersebut, maka Pengawas TPS memiliki beberapa kewajiban
sebagai berikut:

 menyampaikan laporan hasil pengawasan pemungutan dan penghitungan suara kepada


Panwaslu Kecamatan melalui Panwaslu Kelurahan/ Desa; dan
 menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Panwaslu, Kecamatan melalui
Panwaslu Kelurahan/Desa

H. Manajemen Organisasi Pengawas Pemilu

Berdasarkan Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Panwaslu
Kabupaten/Kota, Struktur Organisasi Bawaslu Kab/Kota sebagaimana dibawah ini:
Struktur Organisasi Bawaslu Kabupaten/Kota

BAWASLU KAB/KOTA
PANWASLU KECAMATAN

PLENO
SEKRETARIAT
Modul 3
REGULASI DAN ADVOKASI

A. Perbawaslu Dan Kedudukannya Dalam Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan


tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang mengikat secara
umum. Berdasarkan teori Heurarchy of norm yang dianut di Indonesia, peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan ditegaskan
dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Perbawaslu mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Keberadaan Peraturan Bawaslu merupakan kehendak dari Undang-Undang Pemerintah
daerah yaitu Pasal 22B mengarur bahwa “Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan meliputi menyusun dan menetapkan Peraturan Bawaslu dan
pedoman teknis pengawasan untuk setiap tahapan Pemilihan serta pedoman tata cara
pemeriksaan, pemberian rekomendasi, dan putusan atas keberatan setelah berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat
yang keputusannya bersifat mengikat”. Sementara dalam Pasal Pasal 129 Undang-undang
no.7 tahun 2017 tentang Pemilihan umum mengatur:
1. Untuk melaksanakan pengawasan Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini, Bawaslu membentuk Peraturan Bawaslu dan menetapkan keputusan
Bawaslu.
2. Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan.

B. Perencanaan Penyusunan

Perencanaan merupakan tahap awal dalam menyusun peraturan perundang-undangan.


Dalam Perbawaslu Tata Cara Pembentukan Perbawaslu perencanaan penyusunan
dimaksudkan agar Perbawaslu dapat berperan sebagai perangkat pendukung program
sekaligus memberi solusi atas berbagai persoalan yang muncul akibat ketiadaan aturan.
Langkah penyusunan diawali dengan membuka pengusulan perbawaslu dari satuan kerja
(satker) dan/atau Ketua dan Anggota Bawasl, pengusulan perbawaslu wajib disertai dengan
naskah kajian yang berisi analisis atas kondisi sebelumnya dan kondisi apa yang diharpkan
setelah ada pengaturan, inventarisasi masalah yang ingin diselesaikan beserta latar belakang
dan tujuan penyusunan peraturan Perbawaslu. Masalah yang ingin diselesaikan setelah
melalui pengkajian dan penyelarasan, dituangkan dalam naskah akademik atau naskah kajian.
Setelah siap dengan naskah kajian, kemudian diusulkan untuk dimasukkan ke dalam program
penyusunan peraturan pada akhir tahun sebelum pengusulan anggaran.

C. Audit Regulasi

Audit regulasi dalam hal ini adalah merupakan kegiatan inventarisasi peraturan
Bawaslu. Peraturan bawaslu ini adalah meliputi semua peraturan yang ada di lingkungan
Bawaslu baik berupa peraturan bawaslu, surat edaran, maupun dokumen-dokumen lainnya
yang memuat perintah kerja. Audit regulasi ini bertujuan untuk menilai terhadap
kedayagunaan regulasi terhadap penerapannya dilapangan. Audit regulasi ini tidak hanya
dilakukan oleh Bawaslu saja sebagai pembuat regulasi terkait peraturan Bawaslu, melainkan
juga dilakukan oleh Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kab/Kota sebagai pelaksana aturan
tersebut. Audit regulasi dilakukan melalui pengiriman sejumlah pertanyaan kepada Bawaslu
Provinsi guna mendapatkan masukan terhadap regulasi yang ada apakah dapat berjalan
efektif, mendukung pelaksanaan kewenangan atau justru malah menghambat pelaksanaan
kewenanangan. Masukan dari Bawaslu Provinsi dapat disampaikan kapanpun kepada Bagian
Hukum Bawaslu RI dan tidak terbatas hanya pada masa pengiriman pertanyaan.

D. Analisis Hukum

Analisis hukum merupakan upaya pemahaman tentang struktur sistem hukum, sifat
dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui efektifitas sebuah peraturan Bawaslu terhadap kemajuan perilaku masyarakat
saat ini. Sehingga Perbawaslu diharapkan dapat Aplikatif di sisi penerapnnya sehingga
memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana
juga diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa membentuk Peraturan Perundang-
undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
baik yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan;
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (a) menyatakan bahwa Kejelasan Tujuan adalah
bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang
jelas yang hendak dicapai.
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (b) menyatakan bahwa setiap jenis peraturan
Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan.
Dalam Penjelasan Pasal 5 huruf (c) menyatakan Maksudnya bahwa dalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang Undangan.
4. Dapat dilaksanakan
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (d) menyatakan bahwa maksud dari dapat
dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis sosiologis, maupun yuridis
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (e) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (f) menyatakan kejelasan rumusan Adalah bahwa
setiap Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
Peraturan Perundang-Undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta
bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaanya.
7. Keterbukaan
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (g) menyatakan maksud keterbukaan Adalah
bahwa dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan perundang-
Undangan.

E. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH)

Database peraturan sangat diperlukan agar masyarakat dapat dengan mudah


mengetahui peraturan perundang-undangan, karena setiap warga negara diwajibkan untuk
mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan. akses publik terhadap publikasi
peraturan perundang-undangan merupakan elemen penting negara demokrasi. Berdasarkan
keadaan ini maka Bawaslu RI mengkodefikasikan peraturan bawaslu kedalam JDIH Bawaslu
atas setiap produk hukum yang dikeluarkan oleh Bawaslu RI. Harapnnya dengan adanya
database peraturan bawaslu yang mana telah tertuang dalam JDIH Bawaslu ini dapat
membantu akses informasi yang cepat kepada masyarakat terhadap peraturan bawaslu yang
telah dikeluarkan.
F. BANTUAN HUKUM

1. Bantuan Hukum Sebagai Metode Advokasi

Bantuan Hukum Sebagai Metode Advokasi ini dimaknai sebagai perlindungan


hukum yang diberikan kepada setiap angota bawaslu/panwaslu sehingga tidak
memberikan resiko terhadap Bawaslu/Panwaslu dalam melaksanakan tugasnya
sepanjang Bawaslu/Panwaslu bekerja sesuai dengan koridor ketentuan perundang-
undangan.

2. Kerjasama Dengan Stakeholder Terkait Kebutuhan Advokasi

Dalam hal bantuan hukum, Bawaslu/panwaslu dapat melakukan kerjasama antar


lembaga terkait. Artinya kegiatan advokasi ini tidak hanya dilakukan dengan jalur
litigasi saja namun dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkat.
Modul 4
PENCEGAHAN DAN PENGAWASAN PARTISIPATIF

A. INDEKS KERAWANAN PEMILU

Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia memiliki tugas menghasilkan


rekomendasi kebijakan kepemiluan berbasis pada riset dan data empirik dari berbagai
tingkatan pemilu di Indonesia. Hal tersebut dilakukan melalui serangkaian kajian dan
analisis secara deret waktu (time series) untuk memenuhi kebutuhan publik dan para
stakeholders akan informasi yang akurat dan valid. Penguatan dan peningkatan kapasitas
riset terus dilakukan Bawaslu dalam menghasilkan analisis dan kajian kepemiluan yang bisa
diandalkan. Hal tersebut dilakukan seiring dengan revitalisasi peran dan fungsi Bawaslu
sebagai pusat pengkajian dan analisis kepemiluan di Indonesia.

Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) merupakan suatu rangkaian riset yang dilakukan
Bawaslu sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan, program, dan strategi dalam konteks
pengawasan di bidang kepemiluan. Melalui pendekatan pencegahan, IKP dibutuhkan
sebagai instrumen deteksi dini dari potensi kerawanan di setiap wilayah yang hendak
melangsungkan Pilkada, harapannya segala bentuk potensi kerawanan dapat diantisipasi,
diminimalisir, dan dicegah.

Instrumen IKP meliputi (1) Perumusan tujuan dan kegunaan Indeks Kerawanan
Pemilu (Pilkada); (2) Definisi konseptual dari Kerawanan Pemilu; (3) Operasionalisasi
konsep yang meliputi penentuan dimensi, variabel, indikator, dan item indikator berupa
pertanyaan; (4) Melakukan pembobotan ulang setiap variabel dan indikator melalui
Analytical Hierarchy Process (AHP) yang melibatkan para ahli dalam expert judgement,
(terdiri dari para akademisi, praktisi dan kementerian/lembaga terkait); (5) Perubahan
mekanisme pengukuran dan analisis instrumen Indeks Kerawanan Pemilu.

Proses riset melibatkan berbagai pihak yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan
pegiat di bidang kepemiluan serta kementerian/lembaga terkait. Serta dalam pengumpulan
data melibatkan seluruh Bawaslu propinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
1. Tujuan dan Kegunaan Indeks Kerawanan Pemilu
a) Untuk melakukan pemetaan, pengukuran, prediksi, dan deteksi dini dalam
menentukan wilayah-wilayah prioritas yang didentifikasi sebagai wilayah rawan
dalam proses pemilu yang demokratis.
b) Untuk mengetahui dan mengidentifikasi ciri, karakteristik, dan kategori
kerawanan dari berbagai wilayah yang akan melangsungkan pemilu.
c) Sebagai referensi dalam menentukan strategi dan langkah-langkah antisipasi,
pencegahan, dan meminimalisir kerawanan pelaksanaan pemilu.

Indeks Kerawanan Pemilu selain berguna bagi internal Bawaslu RI juga


berguna bagi stakeholders (kementerian dan lembaga negara, institusi akademik,
masyarakat sipil, media, serta publik secara luas) sebagai sumber data rujukan dalam
produksi data, informasi, dan pengetahuan serta rekomendasi dalam mengambil
keputusan, terutama untuk langkah-langkah antisipasi terhadap berbagai hal yang dapat
menghambat dan mengganggu proses pemilu di berbagai daerah di Indonesia.

2. Definisi dan Operasionalisasi Konsep

Dalam literasi dasar ilmu politik, konsep pemilihan umum yang demokratis
bersandar pada dua dimensi penting yakni kontestasi dan partisipasi. Kontestasi yakni
menyangkut subjek peserta pemilu (partai politik dan kandidat) yang saling
berkompetisi dalam meraih posisi politik terntentu. Dalam dimensi kontestasi melihat
seberapa adil dan setara proses kompetisi berlangsung diantara para kontestan.

Sementara dimensi partisipasi menyangkut subjek masyarakat sebagai pemilih


yang memiliki hak. Dimensi ini melihat bagaimana hak masyarakat dijamin serta
diberikan ruang keterlibatan untuk mengawasi dan mempengaruhi dalam proses
pemilihan umum. Selain dua dimensi yang menjadi dasar dalam pemilihan umum yang
demokratis juga ada satu hal yang berpengaruh dalam literasi kontemporer manajemen
pelaksanaan pemilu yakni faktor penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh subjek
penyelenggara pemilu. Hal ini terkait bagaiamana integritas dan profesionalitas
penyelenggara dalam menajamin pemilu berjalan demokratis.
Mengacu pada konsep dasar di atas dalam workshop yang diikuti oleh para ahli
yang terdiri dari akademisi, pegiat pemilu dan unsure kementerian/lembaga terkait
dirumuskan definsi tentang kerawanan pemilu serta bagaiaman mengukur kerawanan
melalui berbagai dimensi, variabel, dan indikator.

Sumber Data dalam penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer disusun dan dikumpulkan berdasarkan isian data
item indikator yang dilakukan oleh bawaslu propinsi dan panwaslu kabupaten/kota,
serta dilakukan proses verifikasi dan validasi data melalui wawancara tatap muka oleh
peneliti. Data Sekunder merupakan data resmi yang bersumber dari DKPP, KPU,
kementerian/lembaga, dan media.

Proses pengumpulan data dilakukan dalam beberapa langkah. Pertama, Tim


peneliti menyusun kerangka item data indikator yang terdiri dari 2 jenis data baik
primer maupun sekunder (kerangka item data terlampir dalam lampiran laporan).
Kedua, Bawaslu Propinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengumpulan data
di tingkat propinsi dan kabupaten/kota berdasarkan pada kerangka item data selama
kurun waktu satu bulan. Ketiga, tim peneliti melakukan proses verifikasi dan validasi
isian item data indikator dengan wawancara tatap muka kepada bawaslu propinsi dan
panwaslu kabupaten/kota.

3. Metode Pengukuran dan Analisis Data

Pengukuran untuk menghasilkan skor akhir IKP menggunakan Analytical


Hierarchy Process (AHP), metode ini bekerja dengan cara membandingkan secara
berpasangan (pairwise comparison) setiap wilayah (propinsi atau kabupaten/kota) satu
persatu untuk tiap indikator. Prinsip kerja penentuan skor akhir melalui metode AHP
seperti layaknya kompetisi yang mempertemukan head to head setiap wilayah pilkada
untuk menghasilkan klasemen peringkat.

B. PUSAT PENGAWASAN PARTISIPATIF

Bawaslu sebagai lembaga yang mempunyai mandat untuk mengawasi proses Pemilu
membutuhkan dukungan banyak pihak dalam aktifitas pengawasan. Salah satunya adalah
dengan mengajak segenap kelompok masyarakat untuk terlibat dalam partisipasi pengawasan
setiap tahapannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengawalan suara tidak sekadar datang
dan memilih, tetapi juga melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang
terjadi, serta melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang
bertugas mengawasi proses Pemilu dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu.

Pengawasan partisipatif yang dilakukan untuk memujudkan warga negara yang aktif
dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi. Pengawasan juga menjadi sarana
pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat pemilih.

Bagi masyarakat, dengan terlibat dalam pengawasan Pemilu secara langsung, mereka
dapat mengikuti dinamika politik yang terjadi, dan secara tidak langsung belajar tentang
penyelenggaraan Pemilu dan semua proses yang berlangsung. Bagi penyelenggara Pemilu,
kehadiran pengawasan masyarakat yang massif secara psikologis akan mengawal dan
mengingatkan mereka untuk senantiasa berhati-hati, jujur dan adil dalam menyelenggarakan
Pemilu. Sejatinya, baik penyelenggara, pengawas, pemantau, peserta Pemilu, dan sejumlah
pihak yang terkait dalam Pemilu dapat belajar berperan sesuai latar belakangnya masing-
masing.

Partisipasi politik yang merupakan wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat adalah


suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi. Salah satu misi Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) adalah mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat sipil.
Pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu melalui proses
sosialisasi dan transfer pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas
Pemilu kepada masyarakat.

Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, sekaligus sarana aktualisasi


partisipasi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan dalam penentuan jabatan publik.
Sebagai pemegang kedaulatan, posisi masyarakat dalam Pemilu ditempatkan sebagai subyek,
termasuk dalam mengawal integritas Pemilu, salah satunya melalui pengawasan Pemilu.

Dalam membangun citra sebagai sebuah lembaga yang sekaligus juga rumah bagi
masyarakat. Dari Bawaslu, diharapkan masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan dan
informasi terkait demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu. Untuk itu, dinilai perlu ada
wadah yang menjadi sarana penyediaan berbagai informasi mengenai pengawasan pemilu.
Selain sebagai sarana edukasi bagi masyarakat, sarana tersebut juga dapat menjadi salah satu
pendukung pembangunan citra Bawaslu sebagai rumah yang nyaman bagi rakyat dalam
pengawasan pemilu.

Berangkat dari evaluasi dan cita-cita besar Bawaslu untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan Pemilu, Bawaslu merancang beberapa program besar yang
didisain sebagai Pusat Pengawasan Partisipatif. Program tersebut adalah Pengawasan
Berbasis Teknologi Informasi (Gowaslu), yaitu portal bersama penghubung jajaran pengawas
yang dapat dijangkau pemantau dan masyarakat pemilih; Pengelolaan Media Sosial, yaitu
pengelolaan media sosial sebagai media sosialisasi dan transfer pengetahuan dan
keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada masyarakat untuk
mendorong pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu melalui;
Forum Warga Pengawasan Pemilu, pemberdayaan forum atau organisasi sosial masyarakat,
baik luar jaringan (tatap muka/offline) maupun dalam jaringan (daring/online) untuk
pengawasan paprtisipatif.

Selanjutnya adalah Gerakan Pengawas Pemilu Partisipatif (GEMPAR), yaitu gerakan


pengawalan Pemilu oleh masyarakat di seluruh Indonesia; Satuan Karya Pramuka (Saka)
Adhyasta Pemilu adalah satuan karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan pengawalan
Pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis pengawasan Pemilu bagi
anggota Pramuka; Kuliah Kerja Nyata Tematik Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu, yaitu
program pengabdian masyarakat oleh mahasiswa program pendidikan S-1 dalam pengawasan
Pemilu; dan Pojok Pengawasan, yaitu sebuah ruang di Gedung Bawaslu, Bawaslu Provinsi
maupun Panwas Kabupaten/Kota yang merupakan wadah sarana penyediaan informasi
berbagai informasi tentang pengawasan pemilu.

C. PENGAWASAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (GOWASLU)

Gowaslu adalah portal bersama yang dapat menghubungkan jajaran pengawas (yang
mempunyai kewenangan pengawasan dan menerima informasi awal dugaan pelanggaran)
dengan metode yang dapat dengan mudah dan cepat dijangkau oleh pemantau dan
masyarakat pemilih.

Dengan basis teknologi, pengawas memberikan fasilitas yang memudahkan pelapor


untuk menyampaikan setiap informasi awal dugaan pelanggaran Pilkada yang terjadi dengan
memudahkan komunikasi para pengawas kepada masyarakat untuk menindaklanjuti
informasi awal dengan menjemput data pelanggaran yang disampaikan.

Dalam meningkatkan partisipasi dan jumlah informasi awal dugaan dari masyarakat,
Bawaslu memanfaatkan teknologi informasi sehingga keterlibatan masyarakat semakin luas,
sistemik, terstruktur dan integratif. Dengan pemanfaatan teknologi, keterlibatan masyarakat
dalam peinformasi awal dugaan pelanggaran pemilu juga dapat dilakukan secara mudah,
efektif dan efisien tanpa mengurangi subtansi penanganan pelanggaran Pemilu.

Pengawasan berbasis teknologi informasi diharapkan dapat menjadi jalan keluar


terhadap tantangan aktivitas pemantauan untuk memperluas cakupan keterlibatan banyak
pihak. Sistem Teknologi Informasi (TI) yang baik sudah menjadi kebutuhan di setiap instansi
baik pemerintahan maupun sektor swasta. Bawaslu meyakini kebutuhan yang mendesak
dalam penerapan TI praktis seluas-luasnya pada aspek Pengawasan Pemilu.

Karenanya, sebagai bagian dari keseluruhan tugas dan tanggung jawab Bawaslu,
tentunya dengan pengawasan pelaksanaan pemilu ini harus memberikan kontribusi dalam
meningkatkan kinerja dan responsibilitas Bawaslu terhadap pelaksanaan pengawasan Pemilu,
dan memberikan informasi serta pelayanan kepada masyarakat. Selain daripada itu, setiap
aktifitas penyelenggaraan Pemilu harus lebih berpihak kepada kepentingan publik
dibandingkan untuk kebutuhan aparatur. Di sinilah fungsi dari pengawasan berjalan dengan
baik.

Metode pengawasan berbasis teknologi informasi (Gowaslu) adalah menggunakan


aplikasi berbasis andorid. Aplikasi tersebut menghubungkan antara jajaran pengawas (yang
mempunyai kewenangan pengawasan dan menerima informasi awal dugaan pelanggaran)
dengan metode yang dapat dengan mudah dan cepat dijangkau oleh pemantau dan
masyarakat pemilih. Gowaslu digunakan oleh pemantau Pemilu dan masyarakat umum.

Aktivitas pengawasan dan pemantauan proses dan tahapan-tahapan Pemilu dengan


cara mengumpulkan data, informasi awal mengenai dugaan pelanggaran Pemilu yang
dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat, atau organisasi yang independen dan non-
partisan dapat difasilitasi oleh aplikasi Gowaslu ini.
Tahapan Pemilu/Pilkada yang dapat dipantau oleh masyarakat Pemilih melalui
aplikasi Gowaslu diutamakan tahapan yang berkaitan langsung.

Kategori informasi awal dugaan pelanggaran pemilu dalam sistem Gowaslu ada lima.
Pilihan jenis dugaan pelanggaran ini didasarkan pada pelanggaran yang paling sering terjadi
dan berhubungan langsung dengan pemilih. Kelima jenis informasi awal dugaan tersebut
adalah:

a) Data Pemilih.
b) Alat Peraga Kampanye
c) Kampanye
d) Politik Uang.
e) Pemungutan Suara

Dalam proses sosialisasi, pelatihan dan penggunaan Gowaslu, Bawaslu menyusun


modul terpidah dari panduan ini.

D. FORUM WARGA PENGAWASAN PEMILU

Forum Warga sebagai salah satu model dalam meningkatan pengawasan partisipasi
masyarakat untuk mengawal penyelenggaraan pemilu merupakan wujud pelaksanaan
peraturan undang-undangan. Melalui pendidikan pengawasan Pemilu, diharapkan forum
warga memiliki karakter sebagai pengawas Pemilu.

Peran warga negara dalam pengawasan pemilu demi terwujudnya penyelenggaraan


pemilu adalah penting. Penyelenggaraan pemilu akan berjalan dengan baik dalam setiap
tahapan apabila mendapat pengawasan serta dukungan dari warga negara itu sendiri. Program
Forum Warga dilatarbelakangi masih banyaknya masyarakat yang belum memahami hak dan
kewajiban dalam partisipasinya sebagai warga negara. Minimnya kesadaran hak dan
kewajiban politik itu mengakibatkan respon masyarakat dalam proses politik masih belum
maksimal.

Untuk itu, penting bagi Bawaslu melakukan identifikasi terhadap banyaknya forum
warga yang eksis di masyarakat. Identifikasi itu kemudian ditindaklanjuti dengan menjalin
kerja sama dalam pengawasan Pemilu. Fungsi kerja sama ini tidak hanya dapat memperkuat
kapasitas pengawasan, tetapi juga mendorong perlibatan warga yang lebih luas dalam
pengawasan penyelenggaraan Pemilu.

Prinsipnya program ini adalah upaya untuk mendekatkan rakyat dengan persoalan-
persoalan pengawasan Pemilu, upaya peningkatan partisipasi dan pemberian pemahaman
bahwa keputusan politik untuk mengawal pemilu berakibat pada kehidupan dasar rakyat.
Dengan program ini diharapkan tumbuh kesadaran partisipasi masyarakat terhadap proses
politik yang berkualitas.

Individu pengawas pemilu kerap menjadi anggota dan terlibat dalam organisasi
keagamaan dan kemasyarakatan yang dapat digunakan untuk melakukan sosialisasi
pengawasan pilkada atau pemilu. Forum Warga menjadi solusi atas keterbatasan sumber
daya dan infrastruktur dalam pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan oleh pengawas.

Metode yang digunakan dalam Forum Warga adalah dialogis dan partisipatoris.
Sedangkan caranya bisa dilakukan dengan mengumpulkan warga berbasis komunitas atau
memanfaatkan perkumpulan yang sudah ada dalam masyarakat, seperti arisan, pengajian,
majlis taklim dan lain-lain.

Selain pertemuan tatap muka (offline) Forum Warga dapat dilakukan dengan metode
dalam jaringan (daring/online) melalui grup messenger seperti grup Whatsapp, Facebook dan
media sosial dan messenger lainnya. Pengawas pemilu membagikan informasi mengenai
pengawasan melalui Forum Warga Online tersebut.

Materi yang akan disampaikan pada Forum Warga, pada dasarnya, adalah materi
pengawasan partisipatif Pemilu yang terdiri dari:

1. Materi dasar pentingnya pengawasan Pemilu sebagai ruang partisipasi masyarakat untuk
mengawal penyelenggaraan Pemilu
2. Sosialisasi pentingnya memperhatikan pencegahan Pemilu.
3. Sosialisasi tata pelaporan dugaan pelanggaran pemlu.
4. Pembagian materi sosialisasi pengawasan Pemilu.

Pelaksanaan sosialisasi Pengawasan melalui Forum Warga dapat menggunakan


sarana sebagai berikut:

1. Komunitas hobi,
2. Kelompok perempuan,
3. Pemilih pemula,
4. Pengajian,
5. Pemberdayaan kesejahteraan keluarga,
6. Kelompok agama,
7. Kelompok disabilitas,
8. Aparat pemerintah,
9. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK),
10. Organisasi kemasyarakatan, dan sebagainya.

E. GERAKAN PENGAWAS PEMILU PARTISIPATIF

Gerakan Pengawas Pemilu Partisipatif (GEMPAR) adalah sebuah gerakan


pengawalan Pemilu oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Gerakan ini merupakan terobosan
dan penerjemahan paritisipasi masyarakat yang dilakukan oleh Bawaslu. Gerakan ini hendak
mentransformasikan gerakan moral menjadi gerakan sosial di masyarakat dalam mengawal
Pemilu.

Pengawalan Pemilu merupakan kewajiban semua pihak. Namun pada tataran


implementasinya, kekuatan masyarakat yang tidak terlembaga akan mengalami beberapa
kesulitan untuk mengawali langkah tersebut. Ketika masyarakat akan melangkah pada tataran
partisipasinya melalui pengawasan, maka dibutuhkan pengetahuan dan keahlian atau
keterampilan tentang kepemiluan, jenis-jenis pelanggaran Pemilu, dan bagaimana cara
mengawasinya. Karena itu, gerakan ini didesain untuk menciptakan relawan yang memiliki
pengetahuan yang memadai tentang kepemiluan dan keterampilan teknis pengawasan.

Istilah Sejuta Relawan itu sendiri dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada
seluruh pihak yang terlibat dalam Pemilu dan masyarakat pada umumnya, bahwa betapa
besar dan luasnya gerakan ini. Dengan demikian, diharapkan gerakan ini akan memicu
masyarakat agar lebih peduli terhadap Pemilu. Siapapun, terutama mereka yang mempunyai
jiwa sosial dan pengabdian kepada masyarakat, negara, dan bangsanya diharapkan
mendedikasikan dirinya menjadi relawan, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai
potensi dan kemampuan.
Sedangkan defenisi Relawan Pengawas Pemilu adalah warga negara Indonesia yang
terdaftar sebagai pemilih pada hari pelaksanaan pemungutan suara) dari kalangan pelajar
(SMA/SMK/MA) dan mahasiswa yang direkrut oleh jajaran pengawas Pemilu atau
mendaftarkan diri secara aktif yang memenuhi syarat dan ketentuan. Anggota organisasi
kemasyarakatan dan masyarakat umum juga bisa menjadi relawan pengawas dalam gerakan
ini dengan melalui verifikasi independensi terlebih dulu.

Mereka akan melakukan pengawasan di wilayah domisilinya yang berbasis desa/


kelurahan terhadap sebagian tahapan Pemilu berdasarkan penugasan dari Kelompok Kerja
Nasional (Pokjanas) dan koordinasi dengan jajaran pengawas Pemilu.

Gerakan Pengawas Pemilu Partisipatif (GEMPAR) ini akan dikoordinir oleh


Kelompok Kerja (Pokja) yang terbagi dalam beberapa tingkatan, yaitu:

1) Pokja Nasional (Pokjanas)


Pokjanas dibentuk Bawaslu dan berkedudukan di tingkat nasional. Pokjanas bertugas
untuk mendisain dan mengkoordinir gerakan sejuta relawan di tingkat nasional.
2) Pokja Provinsi
Pokja Provinsi dibentuk oleh Bawaslu Provinsi dan akan mengkoordinir gerakan sejuta
relawan di tingkat provinsi.
3) Pokja Kabupaten/Kota
Pokja Kabupaten/Kota dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota dan akan
mengkoordinir kegiatan gerakan sejuta relawan di Kabupaten/Kota.
F. PENGABDIAN MASYARAKAT DALAM PENGAWASAN PEMILU

Program pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu bagian dari kurikulum
mahasiswa program pendidikan S-1. Program ini bersifat wajib dilaksanakan oleh
mahasiswa, dengan berlandaskan pada prinsip prinsip: kompetensi akademik, jiwa
kewirausahaan (entrepreneurship), dan profesional, sehingga dapat menghasilkan program
pengabdian kepada masyarakat yang bermutu, relevan, dan sinergis dalam meningkatkan
pemberdayaan masyarakat.

Pengabdian masyarakat dalam pengawasan pemilu dapat berupa Kuliah Kerja


Nyata (KKN), magang, tugas belajar merupakan media yang efektif dan edukatif untuk
mengasah kompetensi mahasiswa sekaligus mempraktekkan ilmu dan menerapkan hasil-hasil
penelitian yang dilakukan sivitas akademika. Mahasiswa diterjunkan di tengah-tengah
masyarakat, baik masyarakat perkotaan, pedesaan, maupun kelompok masyarakat tertentu.
Mereka akan dapat menangkap dan menghayati denyut nadi kehidupan masyarakat dengan
berbagai permasalahan yang ada. Selanjutnya mencoba menyelesaikan persoalan-persoalan
yang dihadapi masyarakat sesuai dengan sumber daya yang telah dan belum dimiliki, untuk
menemukan solusi-solusi yang diperlukan sesuai dengan aspirasi yang diharapkan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada
masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa secara interdisipliner, institusional, dan
kemitraan sebagai salah bentuk kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi. Seiring dinamika
masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun dunia global, maka program KKN
diarahkan pada pola KKN Tematik berbasis pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan
penyelengaraan pemilu. KKN Tematik Pengawasan Pemilu merupakan program KKN
dengan fokus dan mempunyai relevansi dengan Program Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) yang sudah dicanangkan oleh pemerintah dan relevan dengan
visi, misi, renstra, yang dimiliki Badan Pengawas Pemilihan Umum.

Program pengabdian kepada masyarakat berbasis pengawasan pemilu merupakan


terobasan baru yang dilakukan oleh Bawaslu dengan bekerjasama dengan Perguruan tinggi
dalam rangka meningkatkan peran mahasiswa dalam mengawal pelaksanaan
penyelenggaraan pemilihan umum. program dalam rangka meningkatkan peran masyarakat
dalam mengawal pelaksanaan penyelenggara pemilu.

a) Tugas KKN Tematik Pengawasan Pemilu

Tugas KKN Tematik Pengawasan Pemilu adalah:


1. Melakukan pengawasan terhadap tahapan kampanye, masa tenang, pemungutan dan
penghitungan suara.
2. Memberikan informasi dugaan pelanggaran kepada Panwaslu kabupaten/kota melalui
PPL atau Panwaslu Kecamatan.
3. Melaporkan kegiatan KKN tematik Pengawasan Pemilu

b) Magang
Program magang dapat diikuti mahasiswa/i dengan terlibat dalam proses pengawasan
Pemilu di kantor-kantor Pengawas Pemilu.

c) Diskusi dan Seminar

Program Diskusi dan Seminar yang menjadi karakter Kampus memasukkan materi-
materi Pemilu dan Pengawasan Pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman mahasiswa/i.

d) Tugas Belajar dan Penelitian

Tugas belajar dan penelitian pengawasan pemilu menjadi bagian kegiatan perkuliahan di
kampus. Dengan mengambil obyek kepemiluan mahasiswa dapat berdiskusi dan
mengambil informasi dari pengawas Pemilu untuk menyelesaikan tugas belajar dan
penelitiannya.
Dalam penyelenggaraan program pengabdian masyarakat ini, Bawaslu dan Perguruan
Tinggi dapat memulainya dengan melakukan Memorandum of Understanding (MoU)
yang memuat kesepakatan antar dua pihak dalam meningkatkan pengalaman lembaga
dan kampus dalam Pengawasan Pemilu.

G. PANDUAN PENGELOLAAN MEDIA SOSIAL

Pengelolaan media sosial adalah pengelolaan media sebagai media sosialisasi dan
transfer pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada
masyarakat untuk mendorong pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus
terlebih dulu melalui. Salah satu manifestasi kedaulatan rakyat adalah pelibatan langsung
masyarakat dalam proses demokrasi, yang dalam hal ini adalah Pemilu. Pemilu juga
merupakan medium aktualisasi partisipasi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan dalam
penentuan jabatan politik.

Sebagai pemegang kedaulatan, dalam penyelenggaraan Pemilu, masyarakat bukan


lagi merupakan obyek yang hanya pasif dan mendapat eksploitasi dukungan dan suaranya.
Masyarakat merupakan subyek pemilu yang berperan besar dalam mengawal integritas
Pemilu. Peran tersebut salah satunya terjun langsung dalam proses pengawasan Pemilu.
Salah satu misi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah mendorong pengawasan
partisipatif berbasis masyarakat sipil. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu
harus terlebih dulu melalui proses sosialisasi dan transfer pengetahuan dan keterampilan
pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada masyarakat.

Dengan wilayah Nusantara yang sangat luas, penyebaran informasi dan transfer
pengetahuan serta keterampilan pengawasan Pemilu memiliki tantangan tersendiri.
Terlebih, banyak wilayah dengan geografis yang jangkauannya tidak mudah. Kehadiran
media informasi secara fisik menjadi hal yang tidak mudah. Meski demikian, upaya
sosialisasi dan transfer pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pemilu harus tetap
dilakukan. Karenanya, penggunaan media alternatif sangat diperlukan.

Di era teknologi informasi seperti saat ini, penggunaan media dalam jaringan
(daring/online) sangat penting dilakukan. Penggunaan internet adalah sebuah keniscayaan.
Untuk itu, media internet harus dimanfaatkan secara maksimal sebagai salah satu upaya,
langsung maupun tidak langsung, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mengawasi penyelenggaraan Pemilu.

Selain situs resmi Bawaslu, salah satu media yang efektif untuk menyebarluaskan
informasi dan pengetahuan kepengawasan Pemilu adalah media sosial. Hampir semua
pengguna internet memiliki akun media sosial yang diaksesnya setiap hari. Bahkan, segmen
pemilih muda dan pemilih pemula, sebagian besar, merupakan pengguna aktif media sosial.
Oleh karena itu, penting bagi Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota
(yang akan menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota) untuk melakukan pengelolaan media sosial
resmi, yaitu Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube.

a) Jenis Media Sosial yang Digunakan

Jenis media sosial yang digunakan disesuaikan dengan segmen kelompok masyarakat
yang ingin dijangkau dan yang akan berpartisipasi, yaitu:

1) Facebook

Kelompok masyarakat yang ingin dijangkau dan berpartisipasi dengan Facebook


adalah semua golongan dan usia dengan kandungan informasi berupa foto
kegiatan, berita, meme atau komik mengenai pengawasan pemilu, video kegiatan
atau video sosialisasi/publikasi, kampanye positif terkait tahapan pemilu, tugas
dan kewenangan, publikasi kegiatan pengawasan, link pemberitaan di laman resmi
Bawaslu, peraturan Bawaslu, fokus pengawasan Bawaslu. Setiap kiriman di akun
Facebook harus menandai seluruh akun Facebook Bawaslu se-Indonesia. Setiap
akun Facebook milik Pengawas Pemilu saling mengikuti. Dengan demikian para
pengguna Facebook yang melihat dan mencermati unggahan Bawaslu menerima
informasi, merespon dan melakukan tindak lanjut informasi tersebut.

2) Twitter

Kelompok masyarakat yang ingin dijangkau dan berpartisipasi dengan Twitter


adalah semua golongan masyarakat, utamanya pemilih muda. Informasi yang
disampaikan dalam cuitan akun Twitter Bawaslu adalah foto kegiatan Bawaslu,
kampanye positif terkait tahapan pemilu, kata-kata motivasi terkait demokrasi dan
pengawasan pemilu, link pemberitaan di laman resmi Bawaslu.

Setiap akun Twitter milik Pengawas harus saling mengikuti. Akun-aun tersebut
aktif merespon informasi dari akun masyarakat pemilih. Komunikasi inftensif
melalui twitter antara Bawaslu dengan masyarakat dapat meningkatkan
pemahaman pengawasan Pemilu.

3) Instagram

Kelompok masyarakat yang ingin dijangkau dan berpartisipasi dengan akun


Instagram adalah semua golongan masyarakat, utamanya pemilih muda. Informasi
yang disampaikan dalam kiriman akun Instagram Bawaslu adalah foto kegiatan
Bawaslu, meme atau komik mengenai pengawasan pemilu, kampanye positif
terkait tahapan pemilu, kata-kata motivasi terkait demokrasi dan pengawasan
pemilu, link pemberitaan di laman resmi Bawaslu. Setiap akun Instagram milik
Pengawas Pemilu saling mengikuti dan merespon informasi dari masyarakat.

4) Youtube

Kelompok masyarakat yang ingin dijangkau channel Youtube Bawaslu adalah


semua golongan dan usia. Akun Youtube menayangkan video kegiatan Bawaslu,
terutama kegiatan pengawasan dan kinerja Bawaslu, juga menayangkan video
publikasi informasi dan kampanye. Setiap channel milik Bawaslu dan Bawaslu
Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota harus saling mengikuti.

5) Whatsapp

Setiap pengawas pemilu di semua tingkatan, dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan
panwas Kabupaten/Kota harus memiliki akun Whatsapp resmi. Kelompok
masyarakat yang ingin dijangkau dan menerima partisipasi masyarakat melalui
akun Whatsapp Bawaslu adalah semua golongan dan usia.

Informasi yang akan disampaikan melalui Whatsapp adalah foto kegiatan, berita,
meme atau komik mengenai pengawasan pemilu, video kegiatan atau video
sosialisasi/publikasi, kampanye positif terkait tahapan pemilu, tugas dan
kewenangan, publikasi kegiatan pengawasan, link pemberitaan di laman resmi
Bawaslu, peraturan Bawaslu, fokus pengawasan Bawaslu.

Whatsapp juga dapat menjadi wadah program Forum Warga yang dijalankan
secara online oleh pengawas Pemilu.

b) Pengelolaan Media Sosial

Media sosial dapat dikelola oleh administrator yang direkrut dan dibayar secara
profesional. Administrator harus orang yang mengerti mengenai trend media sosial dan
pengawasan Pemilu.

Penyampaian informasi melalui semua bentuk media sosial harus dilakukan secara
berkelanjutan dan konsisten.

Dalam setiap kegiatan sosialisasi tatap muka, pengawas Pemilu harus


mensosialisasikan akun media sosial resmi Bawaslu atau Bawaslu Provinsi atau
Panwas Kabupaten/Kota kepada peserta denfan tujuan akun tersebut diikuti oleh
masyarakat.

H. POJOK PENGAWASAN PEMILU

Pojok Pengawasan adalah sebuah ruang (sudut) di Gedung Bawaslu, Bawaslu


Propinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang merupakan wadah sarana penyediaan berbagai
informasi tentang pengawasan pemilu. Seperti namanya, Pojok Pengawasan berada pada
sebuah sudut di lobi Kantor. Karena letaknya yang strategis dan mudah terlihat, Pojok
Pengawasan dapat diakses oleh siapa saja, masyarakat yang berkunjung ke Kantor
Bawaslu.

Pada Pojok Pengawasan ini akan tersedia sarana dan pra sarana sebagai wadah
penyimpanan dokumentasi mengenai pengawasan Pemilu dan hasil pengawasan Pemilu.
Prasarana yang ada dalam Pojok Pengawasan adalah seperangkat meja kursi tamu, rak,
lemari, komputer, dokumentasi Bawaslu seperti buku-buku, panduan, foto, dan perangkat
lainnya. Adapun komputer yang disediakan berfungsi sebagai perpustakaan digital (e-
library) yang menyediakan semua informasi terkait pengawasan Pemilu.

Pojok Pengawasan merupakan terminal pertama bagi para pengunjung Bawaslu


untuk mendapatkan informasi tentang kepemiluan dan pengawasan. Dengan mengakses
informasi dari Pojok Pengawasan yang disediakan di sudut depan di lobby kantor maka
pengunjung dengan secara mudah mendapatkan informasi terkait pengawasan Pemilu.

Dalam mewujudkan Pojok Pengawasan dimulai dengan mengumpulkan data hasil


pengawasan dan penegakan hukum Pemilu yang dilakukan Bawaslu, data digital, migrasi
data manual yang dimiliki setiap bagian di Bawaslu ke laman resmi Bawaslu dan
penyusunan tampilan data dalam komputer. Pojok Pengawasan juga dapat berfungsi
sebagai sarana penelitian dan publikasi data-data terkait hasil pengawasan, penindakan dan
penyelesaian sengketa oleh Bawaslu.

Seluruh Tim Kerja Pojok Pengawasan memiliki fungsi tugas dan tanggung jawab
yang disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan Pojok Pengawasan, mengumpulkan data,
teknisi, dan pemandu.

a. Materi

Beberapa lingkup materi yang harus tersedia di dalam Pojok Pengawasan, antara
lain:
1) Sejarah Pengawasan Pemilu
Sejarah pengawasan pemilu minimal menyajikan penyelenggaraan pemilu yang
mencakup sistem pemilu dan pengawasannya. Materi sejarah penagwasan pemilu
dapat ditampilkan dalam bentuk video, booklet dengan DISAIN yang menarik atau
panel dinding informasi.
2) Pentingnya Pengawasan Pemilu dan Kedaulatan Rakyat
Materi pentingnya pengawasan Pemilu dan kedaulatan rakyat dapat disajikan dalam
bentuk audio, video atau leaflet yang menggugah kesadaran pengunjung mengenai
pentingnya pengawasan Pemilu terutama untuk menegakkan kedaulatan rakyat.
3) Tahapan Pemilu dan Potensi Pelanggaran
Konten tahapan pemilu dan potensi pelanggaran meliputi tahapan Pemilu Anggota
DPR, DPD dan DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilihan
Gubernur, Bupati/Walikota dan potensi pelanggaran pada setiap tahapan tersebut.
Tahapan tersebut antara lain: pembentukan badan adhoc, pemutakhiran data
pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, pelaporan
dana kampanye dan penetapan calon terpilih. Materi tahapan pemilu dapat
ditampilkan dalam bentuk booklet, poster, panel dinding informasi.
4) Cara Mengawasi Tahapan Pemilu
Materi cara mengawasi tahapan pemilu berisi langkah-langkah yang dapat
dilakukan masyarakat dalam mengawasi Pemilu terlebih lagi cara melaporkannya
kepada pengawas Pemilu terdekat.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet, poster.
5) Peserta Pemilu
Konten meliputi Peserta Pemilu (Partai politik dan perseorangan) dalam Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD; Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; Pemilihan
Gubernur, Bupati/Walikota
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk panel dinding informasi, poster, dan
miniatur bendera parpol.
6) Profil Pengawas Pemilu
Materi profil pengawas Pemilu berisi profil seluruh pengawas pemilu permanen di
semua tingkatan di seluruh daerah.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet baik analog maupun digital.
7) Hasil Pengawasan
Materi hasil pengawasan berisi hasil pengawasan Bawaslu di setiap tahapan dan
merupakan informasi yang paling mutakhir.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet digital.
8) Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu
Materi tindak lanjut pelanggaran pemilu berisi informasi dugaan pelanggaran
pemilu baik yang ditindaklanjuti maupun yang tidak ditindaklanjuti Bawaslu.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet digitial.
9) Hasil Penanganan Sengketa
Materi hasil penanganan sengketa berisi informasi penanganan sengketa yang
ditangani Bawaslu dan hasilnya.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet digital.

b. Tata Ruangan

1) Perpustakaan Analog
Merupakan ruangan yang menjadi tempat diletakkannya rak buku sebagai wadah
penyimpanan dan pameran buku analog yang di antaranya dapat terdiri dari buku
hasil pengawasan, buku-bukU yang diterbitkan Bawaslu dan buku-buku mengenai
demokrasi, Pemilu dan pengawasan Pemilu
2) Papan Informasi Dinding
Papan informasi dinding dapat berbentuk papan statis yang menampilkan poster
yang berisi materi informasi Pojok Pengawasan
3) Meja Komputer
Meja komputer tersedia minimal satu unit yang dilengkapi komputer yang dapat
dengan mudah diakses pengunjung. Komputer berisi semua informasi digital yang
dibagikan dalam Pojok Pengawasan.
4) Kursi dan Meja Baca
Kursi dan meja baca untuk memfasilitasi pengunjung dalam membaca atau menulis
informasi yang diinginkannya.
5) Layar Proyektor
Layar proyektor untuk menayangkan gambar atau video yang berisi informasi
mengenai pengawasan, penindakan dan penanganan sengketa pemilu yang ditangani
Bawaslu
I. SAKA ADHYASTA PEMILU

Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh Pramuka untuk


menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Satuan Karya Pramuka adalah satuan
organisasi penyelenggara pendidikan kepramukaan bagi peserta didik sebagai anggota muda
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan di bidang tertentu. Satuan
Karya Pramuka disingkat saka adalah wadah pendidikan kepramukaan guna menyalurkan
minat, mengembangkan bakat, dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan
dan pengalaman para pramuka dalam berbagai kejuruan bidang, serta meningkatkan
motivasinya untuk kegiatan nyata dan produktif sehingga dapat memberikan bekal bagi
kehidupan dan penghidupan serta bekal pengabdiannya kepada masyarakat bangsa dan
negara sesuai dengan aspirasi pemuda Indonesia dan tuntutan perkembangan pembangunan
dalam rangka peningkatan ketahanan nasional.

Adhyasta berarti penjaga, pengawal, pengaman, atau pelindung keselamatan bangsa


dan negara. Adhyasta Pemilu adalah kegiatan peran serta masyarakat yang berkaitan dengan
pengawasan pemilu dalam rangka menjaga kualitas penyelenggaraan pemilu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Satuan Karya Pramuka Adhyasta Pemilu disingkat Saka Adhyasta Pemilu adalah
satuan karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan keadhyastaan (pengawalan) Pemilu
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan praktis dalam bidang pencegahan dan
pengawasan pemilu guna menumbuhkan kesadaran berperan serta dalam pengawasan
pemilu.

1. Pembentukan Saka Adhyasta Pemilu

Satuan Karya Pramuka Adhyasta Pemilu disingkat Saka Adhyasta Pemilu adalah
Satuan Karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan keadhyastaan (pengawalan)
Pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan praktis dalam bidang
pencegahan dan pengawasan pemilu guna menumbuhkan kesadaran berperan serta dalam
pengawasan pemilu.
Pembentukan Saka Adhyasta Pemilu dimulai dengan inisiasi Kwartir Daerah
(Kwarda). Untuk itu, perlu ada pembentukan kerja sama antara Pramuka Kwarda dengan
Bawaslu Provinsi. Langkah selanjutnya adalah mengusulkan kepada Bawaslu dan
Kwarnas untuk membentuk Saka Adhyasta Pemilu.

2. Target Adhyasta Pemilu

Target pembentukan saka adhyasta Pemilu adalah anggota gerakan pramuka di


tingkat SMA, dan Mahasiswa.

3. Profil Saka Adhyasta Pemilu

Sikap hidup yang tertib dan disiplin serta ketaatan terhadap peraturan hukum dan
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat dapat diterapkan dalam melakukan
pengawasan dan kebiasaan dan perilaku yang tangguh sehingga mampu mencegah
menangkal, serta menanggulangi timbulnya setiap potensi pelanggaran pemilu. memiliki
kepekaan dan kewaspadaan serta daya tangggap dan penyesuaian terhadap setiap
perubahan dan dinamika sosial di lingkungannya diharapkan mampu melakukan tindakan
pertama terhadap dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi dilingkungannya untuk
kemudian segera menyerahkannya kepada pengawas pemilu.
Kegiatan Saka Adhyasta Pemilu adalah:
1. Melakukan peningkatan pengetahuan pengawasan pemilu dalam kegiatan
kepramukaan.
2. Meningkatkan keterampilan dalam Pengawasan Partisipatif dalam kegiatan
kepramukaan.
Modul 5

PROSEDUR PENGAWASAN PEMILU

A. PARADIGMA PENGAWASAN

Cara berpikir pengawasan haruslah utuh, tidak parsial atas satu permasalahan saja,
tapi juga terhadap untaian proses lainnya merupakan sebuah kesatuan. Mulai dari
memetakan secara utuh anatomi penyelenggaraan, mengindentifikasikan seluruh kontribusi
dari pihak terkait, menentukan fokus atas kerawanan yang paling berdampak, menentukan
metode pengawasan yang akan dilakukan, sampai dengan membuat laporan dan
melaporkannya kedalam pelaporan pengawas pemilu/pemilihan.

Dengan demikian, pemahaman atas proses dari penyelenggaraan pemilihan secara


utuh, menjadi prasyarat keberhasilan fungsi pengawasan. Dimana melalui pembacaan yang
lengkap, pengawas dapat memetakan secara benar dan gamblang, seluruh kontribusi pihak
terkait yang mengandung kerawanan dan dapat menyebabkan berhenti dan/atau terganggunya
penyelenggaraan pemilu/pemilihan.

Hal ini pula kemudian yang menjadi alasan perlunya instrumen pengawas dalam
melakukan pengawasan. Baik alat bantu yang sifatnya membantu dalam memetakan dan
mengindentifikasikan, sampai dengan alat bantu yang bersifat teknis pengawasan dan
pelaporan. Oleh karena itu, untuk memastikan seluruh fungsi pengawasan dapat dilakukan
secara menyeluruh, peran alat bantu dan/atau alat kerja ikut memegang peran penting. Mulai
dari pengaturan norma dalam Peraturan Bawaslu, pengaturan yang bersifat tentatif dari Surat
Edaran (SE), sampai dengan alat kerja pengawasan berupa formulir pengawasan dan/atau
cheklist pengawasan.

B. FOKUS PENGAWASAN

Disebut juga titik berat pengawasan. Adapun titik berat dari fungsi pengawasan
diletakan berdasarkan potensi kerawanan yang paling berdampak pada terganggunya
penyelenggaraan pemilu/pemilihan. Dalam menentukan fokus pengawasannya, pengawas
pemilu wajib mempertimbangkan besaran dampak dan keberadaan organisasi pengawas serta
kekuatan penganggaran disetiap organisasinya. Dengan demikian, fokus pengawasan yang
ditetapkan menjadi sangat rasional, terukur dan dapat dipertanggung-jawabkan.

C. METODE PENGAWASAN

Pasca memetakan kerawanan dan menetapkan fokus pengawasan dalam setiap


tahapan, pengawas berkewajiban untuk menentukan metode pengawasan yang akan
dilakukan. Penentuan metode pengawasan ini tentunya harus mempertimbangkan organisasi
dan anggaran pengawas pemilu. setelah langkah ini selesai kemudian, pengawas pemilu
memindahkan seluruh perencanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam sebuah kertas
kerja dengan nama kalender pengawasan.

D. PELAPORAN

Setidaknya terdapat 4 Jenis Laporan yang sifatnya wajib dilaporkan oleh pengawas
pemilu. Adapun laporan sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Formulir Pengawasan Model A

Pasca berakhirnya pelaksanaan pengawasan, pengawas pemilu wajib mencatatkan


seluruh hasil pengawasannya sebagai informasi pengawasan dalam Formulir Pengawasan
Model A. Berdasarkan hasil informasi pengawasan sebagaimana tertuang dalam Formulir
Pengawasan Model A ini, Pengawas Pemilu melalui Rapat Plenonya menentukan apakah
telah terjadi dugaan pelanggaran untuk ditindaklanjuti pada Formulir Pengawasan Model
A.2 atau memang tidak perlu di tindak lanjuti.

2. Laporan Periodik

Selain melakukan pengisian dalam formulir model A pengawasan, pengawas pemilu


diwajibkan melaksanakan laporan periodik pengawasan yang telah dilaksanakan.
Pelaporan juga dilakukan pada setiap tingkatan rekapitulasi atas fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh pengawas pemilu dibawahnya.

3. Pelaporan Berakhirnya Tahapan


Atas berakhirnya pelaksanaan sebuah tahapan, pengawas pemilu diwajibkan untuk
membuat dan menyampaikan laporan pengawasan dari seluruh proses tahapan yang
berakhir tersebut. Adapun hal yang harus dilaporkan adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Berupa pengantar pemetaan wilayah (pihak terkait, potensi kerawanan yang muncul,
kondisi subjektif organisasi pengawas)
2. Perencanaan Pengawasan
Fungsi pengawasan yang akan dilakukan berdasarkan instrument pengawasan.
3. Pelaksanaan Pengawasan Aktualisasi dan dinamika fungsi pengawasan yang
dilakukan
4. Kesimpulan, Saran dan Rekomendasi
5. Evaluasi dan penilaian atas fungsi pengawasan yang dilaksanakan.

E. PELAPORAN BERAKHIRNYA PEMILU

Demikian halnya dengan berakhirnya pelaksanaan Pemilu/Pemilihan, pengawas


diwajibkan membuat laporan akhir pengawasan. Dimana dalam laporan ini, pengawas
menceritakan seluruh perjalanan pengawas pemilu di wilayah tersebut, mulai dari
pembentukan sampai dengan pelaporan pertanggungjawaban keuangan organisasi pengawas.
Formulir Model A

KOP
LEMBAGA

LAPORAN HASIL PENGAWASAN PEMILU


NO REGISTRASI1:……………………………………….

I. Data Pengawas Pemilu:


Tahapan yang diawasi :....……..…………………….....................
Nama Pelaksana Tugas Pengawasan :…..…………………………………….……
Jabatan2 :………………………………………………
Nomor Surat Perintah Tugas :…….…………………………………………
Alamat :….……………………………………………

II. Kegiatan Pengawasan:


1. Kegiatan I
a. Bentuk : ……………………………………………………………
b. Tujuan : ……………………………………………………………
c. Sasaran : ……………………………………………………………
d. Waktu Dan Tempat : ……………………………………………………………

2. Kegiatan II
a. Bentuk : ……………………………………………………
b. Tujuan : ……………………………………………………
c. Sasaran : ………………………………………………………
d. Waktu Dan Tempat : ………………………………………………………

1
Nomor/JenisPemilihan/TingkatanPengawas/Bulan/Tahun (kodenya disesuaikan dengan pola
klasifikasi arsip perbawaslu 16 thn 2015)
2
Disesuaikan dengan Pengawas di masing-masing tingkatan
III. URAIAN SINGKAT HASIL PENGAWAS
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
…..........................................
IV. Informasi Dugaan Pelanggaran3:
1. Peristiwa
a. Peristiwa :..........................................
b. Tempat Kejadian :..........................................
c. Waktu Kejadian :..........................................
d. Pelaku :..........................................
e. Alamat :...........................................

2. Saksi – saksi
a. Nama : ..........................................
Alamat : ..........................................
b. Nama : ..........................................
Alamat : ..........................................

3. Bukti-Bukti :
a. ………………………………………………………………………………….
b. ………………………………………………………………………………….
4. Uraian singkat Dugaan Pelanggaran:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

………, ............................, 20...…..

Pelaksana Tugas,

…………………………..

3
Disi bila hasil pengawasan menunjukkan adanya dugaan pelanggaran
F. PENGAWASAN TAHAPAN PEMILU

ASPEK BAWASLU BAWASLU BAWASLU PANWASCA PENGAWAS


PROVINSI KAB/KOTA M DESA

PELAKSANA melakukan melakukan melakukan melakukan melakukan


DAN pengawasan pengawasan pengawasan tahapan pengawasan pengawasan
WILAYAH tahapan tahapan pemutakhiran dan tahapan tahapan
PENGAWASAN pemutakhiran pemutakhiran dan penetapan Daftar pemutakhiran pemutakhiran
dan penetapan penetapan Daftar Pemilih Tetap untuk dan penetapan dan penetapan
Daftar Pemilih Pemilih Tetap wilayah Daftar Pemilih Daftar Pemilih
Tetap untuk untuk wilayah kabupaten/kota Tetap untuk Tetap untuk
seluruh wilayah provinsi wilayah wilayah
Indonesia kecamatan desa/kelurahan
TUJUAN Tujuan pengawasan tahapan pemutakhiran data dan penetapan Daftar Pemilih Tetap adalah untuk:
• memastikan penduduk yang berusia sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin terdaftar sebagai pemilih;
• memastikan seorang pemilih yang memenuhi syarat sebagai pemilih hanya didaftar 1 (satu)
kali dalam daftar pemilih; dan
• memastikan bahwa pemuktahiran data dan penetapan Daftar Pemilih Tetap sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
TITIK RAWAN • warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih tetapi tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih;
• warga negara yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih tetapi terdaftar dalam Daftar
Pemilih Tetap;
• pemilih terdaftar lebih dari satu kali.
• pemilih sudah meninggal dunia tetapi masih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap;
• anggota TNI/Polri aktif yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap;
• pemilih yang tidak memiliki E-KTP;
• pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Sementara tetapi tidak terdaftar di Daftar Pemilih
Tetap;
• selisih jumlah pemilih yang terlalu mencolok antara Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan
Pemilu Kada;
ASPEK BAWASLU BAWASLU BAWASLU PANWASC PENGAWAS
PROVINSI KAB/KOTA AM DESA

• Bawaslu • BawasluKa Panwaslu PPL mengawasi


Provinsi bupaten/Kota Kecamatan pengesahan dan
mengawasi mengawasi mengawasi: pengumuman
penetapan penetapan • peng Daftar Pemilih
rekapitulasi rekapitulasi jumlah umuman Tetap oleh PPS.
jumlah pemilih pemilih terdaftar Daftar
terdaftar dan dan jumlah TPS Pemilih
jumlah TPS dalam wilayah Tetap di
dalam wilayah kabupaten/kota; PPS/desa/ke
provinsi. • Bawaslu lurahan/RW
• Bawaslu Kabupaten/Kota /RT atau
Provinsi meminta salinan tempat lain
meminta Daftar Pemilih yang
salinan Daftar Tetap kepada KPU strategis
Pemilih Tetap Kabupaten/Kota. untuk
kepada KPU diketahui
Provinsi. oleh
masyarakat;
• pem
buatan
rekapitulasi
jumlah
pemilih
terdaftar
dalam
wilayah
kerja PPK;
dan
• peny
ampaian
rekapitulasi
jumlah
pemilih
terdaftar per
desa/kelurah
an atau
sebutan
lainnya
dalam
wilayah
kerja PPK
kepada KPU
Kabupaten/
Kota.

ASPEK BAWASLU BAWASLU BAWASLU PANWASCAM PENGAWAS


PROVINSI KAB/KOTA DESA

PELAKSANA melakukan melakukan melakukan melakukan melakukan


DAN pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan
WILAYAH tahapan tahapan tahapan tahapan tahapan
PENGAWASAN pencalonan DPR& pencalonan pencalonan DPRD pencalonan DPD pencalonan DPD
capres/cawapres DPRD Provinsi Kab/Kota untuk (syarat (syarat
untuk seluruh dan DPD untuk wilayah dukungan) di dukungan) di
wilayah Indonesia wilayah kabupaten/kota wilayah wilayah
provinsi kecamatan desa/kelurahan
FOKUS • transparansi proses pencalonan;
PENGAWASAN • perlakuan yang adil dan setara kepada semua pasangan calon;
• ketaatan terhadap prosedur; dan
• kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan data.
TITIK RAWAN • Hambatan akses data dan informasi dari KPU dan lembaga terkait misalnya Dinas
Pendidikan
• Keterbatasan waktu untuk melakukan validasi data
• Khusus untuk calon perseorangan ada keterbatasan dari PPL untuk mengawasi proses
verifikasi dukungan masyarakat atas calon perseorangan
• Penetapan calon dilakukan tidak tepat waktu.
KEGIATAN • menelusu • menelu • menelusu • menelus • menelus
PENGAWASAN ri kelengkapan, suri ri kelengkapan, uri uri
kebenaran, kelengkapan, kebenaran, kelengkapan, kelengkapan,
keakuratan kebenaran, keakuratan serta kebenaran, kebenaran,
serta keabsahan keakuratan keabsahan data keakuratan keakuratan
data dan serta dan dokumen serta serta keabsahan
dokumen calon keabsahan pencalonan keabsahan data data dan
DPR & data dan melalui dan dokumen dokumen
capres/cawapre dokumen verifikasi pencalonan pencalonan
s melalui pencalonan administrasi melalui melalui
verifikasi melalui dan verifikasi verifikasi verifikasi
administrasi verifikasi faktual; administrasi administrasi
dan verifikasi administrasi • melakuka dan verifikasi dan verifikasi
faktual; dan verifikasi n konfirmasi faktual; faktual;
• melakuka faktual; kepada para • melakuk • melakuk
n konfirmasi • melaku pihak terkait an konfirmasi an konfirmasi
kepada para kan dalam hal kepada para kepada para
pihak terkait konfirmasi terdapat pihak terkait pihak terkait
dalam hal kepada para indikasi awal dalam hal dalam hal
terdapat pihak terkait terjadinya terdapat terdapat
indikasi awal dalam hal pelanggaran indikasi awal indikasi awal
terjadinya terdapat terjadinya terjadinya
pelanggaran indikasi awal pelanggaran pelanggaran
terjadinya
pelanggaran

ASPEK BAWASLU BAWASLU BAWASLU PANWASCAM PENGAWAS


PROVINSI KAB/KOTA DESA

PELAKSANA Bawaslu Bawaslu Bawaslu Panwascam melakukan


DAN melakukan Provinsi Kab/Kota melakukan pengawasan
WILAYAH pengawasan melakukan melakukan pengawasan penyelenggaraan
PENGAWASAN penyelenggaraan pengawasan pengawasan penyelenggaraan kampanye di
kampanye untuk penyelenggaraa penyelenggaraan kampanye di wilayah desa;
seluruh wilayah n kampanye kampanye untuk wilayah
Indonesia; untuk wilayah Kab/Kota; kecamatan;
provinsi;
FOKUS • perlakuan adil oleh KPU, KPU Provinsi dan/atau KPU Kab/Kota dalam menyusun
PENGAWASAN dan menetapkan jadwal Kampanye;
• kepatuhan peserta pemilu dan tim kampanye terhadap jadwal Kampanye;
• perlakuan yang adil dari Pemerintah Daerah dan KPU Provinsi atau Kab/Kota dalam penentuan
tempat pemasangan atribut atau alat peraga;
• kepatuhan peserta pemilu terhadap materi, bentuk kampanye, kampanye melalui media massa
yang tidak melanggar;
• kepatuhan peserta pemilu terhadap ketentuan dana kampanye & larangan berkampnye dalam
masa tenang
• kepatuhan terhadap ketentuan mengenai larangan politik uang dalam pelaksanaan kampanye;
• kepatuhan terhadap ketentuan larangan penggunaan fasilitas Negara dan netralitas ASN,
TNI/POLRI;
TITIK RAWAN 1. Besarnya potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan
2. Sulitnya mendapatkan alat bukti terhadap pelanggaran politik uang
3. Sulitnya melakukan penegakan hokum terhadap tim kampanye bayangan yang tidak terdaftar
di KPU
4. Sulitnya mendapatkan akses data dan informasi terkait dana kampanye (dari KPU dan Kantor
Akuntan Publik)
5. Banyaknya alat peraga kampanye yang masih berserakan di tempat dan waktu yang tidak tepat.

KEGIATAN • memilih sasaran pengawasan pada materi dan jadwal kampanye, metode kampanye,
PENGAWASAN dan larangan kampanye yang dianggap mempunyai potensi besar terjadinya
pelanggaran;
• meminta informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kampanye kepada
penyelenggara dan pihak-pihak terkait lainnya

ASPEK BAWASLU BAWASLU BAWASLU PANWASCAM PENGAWA


PROVINSI KAB/KOTA S DESA

PELAKSANA Bawaslu Bawaslu Provinsi Bawaslu Panwaslu PPL


DAN melakukan melakukan Kab/Kota Kecamatan melakukan
WILAYAH pengawasan pengawasan melakukan melakukan pengawasan
PENGAWASA penyelenggaraan penyelenggaraan pengawasan pengawasan penyelenggara
N pemungutan dan pemungutan dan penyelenggaraan penyelenggaraan an
penghitungan suara penghitungan suara pemungutan dan pemungutan dan pemungutan
Pemilu untuk Pemilu untuk penghitungan penghitungan suara dan
seluruh wilayah wilayah provinsi; suara Pemilu Pemilu penghitungan
Indonesia; untuk wilayah Kabupaten/Kota suara untuk
kab/kota. untuk wilayah wilayah
kecamatan. Desa/Keluraha
n.

FOKUS • Kesesuaian waktu penyelenggaraan pungut, hitung dan rekapitulasi suara


PENGAWASA • Keterpenuhan syarat pemilih dalam memberikan suara
N • Keterpenuhan hak pilih masyarakat yang tidak tercantum dalam DPT/DPTb namun
ybs memenuhi syarat
• Keterbukaan proses penyelenggaraan pungut, hitung dan rekapitulasi suara
• Kecermatan, kebenaran dan ketepatan dalam proses penghitungan dan rekapitulasi
suara
TITIK RAWAN 1. Pemungutan suara tidak diselenggarakan secara serentak.
2. Kesalahan distribusi surat suara yang tidak sesuai derah pemilihan
3. Perlengkapan pemungutan suara tidak lengkap atau Jumlah, jenis, bentuk, ukuran, dan warna
surat suara tidak sesuai dengan yang ditentukan oleh KPU.
4. Pemilih memberikan suara lebih dari satu kali.
5. KPPS, saksi, dan pemantau tidak sepaham mengenai “tanda pemberian suara” yang sah atau
tidak sah.
6. Manipulasi dalam penghitungan dan rekapitulasi suara oleh KPPS, PPK dan KPU Kab/Kota
KEGIATAN • Bawaslu • Bawaslu • Bawaslu • Panwasca • PPL
PENGAWASA mengkoordinasi Provinsi Kab/Kota m mengkoordin
N kan dan mengkoordinasik mengkoordinasik mengkoordinasik asikan dan
mensupervisi an dan an dan an dan mensupervisi
pengawasan mensupervisi mensupervisi mensupervisi pengawasan
pungut hitung pengawasan pengawasan pengawasan pungut
suara untuk pungut hitung pungut hitung pungut hitung hitung suara
seluruh wilayah suara untuk suara untuk suara untuk untuk
Indonesia; wilayah provinsi; wilayah kab/kota; wilayah wilayah
kecamatan; desa;
• Bawaslu • Bawaslu • Bawaslu
RI mengawasi Provinsi kab/kota • Panwasca
rekapitulasi mengawasi mengawasi m mengawasi
nasional. rekapitulasi di rekapitulasi di rekapitulasi di
tingkat provinsi. tingkat kab/kota. tingkat
kecamatan.

ASPEK BAWASLU BAWASLU BAWASLU PANWASCA PENGAWAS


PROVINSI KAB/KOTA M DESA

PELAKSANA Bawaslu Bawaslu Bawaslu Kab/Kota - -


DAN melakukan Provinsi melakukan
WILAYAH pengawasan melakukan pengawasan
PENGAWASA penyelenggaraan pengawasan penetapan hasil
N penetapan hasil penyelenggaraan Pemilu untuk
Pemilu untuk penetapan hasil wilayah kab/kota.
seluruh wilayah Pemilu untuk
Indonesia; wilayah provinsi;
FOKUS • Ketepatan waktu penetapan hasil pemilu
PENGAWASA • Kesesuaian prosedur penetapan hasil pemilu
N • Kebenaran, akurasi, dan keabshan data hasil pemilu yang akan diteapkan oleh
KPU
TITIK RAWAN 1. Data hasil Pemilu yang ditetapkan oleh KPU berbeda dengan hasil Rekapitulasi Suara
nasional.
2. Penetapan hasil tidak dilakukan oleh KPU dalam rapat pleno terbuka.
3. Masih terdapat sengketa proses dalam rekapitulasi yang belum selesai pada saat penetapan
hasil pemilu dilakukan
KEGIATAN
PENGAWASA
N
MODUL 6
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU

I. PRINSIP PENEGAKKAN HUKUM PEMILU

Istilah prinsip dalam konteks hukum disejajarkan dengan asas. Prinsip berasal dari
bahasa Inggris ‘priciple’ dan asas berasal dari bahasa Belanda ‘beginsel’. Secara
terminologi, yang dimaksud dengan istilah asas ada dua pengertian. Arti asas yang pertama
adalah dasar, alas, fundamen. Sedangkan arti asas yang kedua adalah suatu kebenaran yang
menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat dan sebagainya.4

Asas-asas hukum–rechtsbeginselen–legal principles–principles of law bukanlah


peraturan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar
belakang dari “hukum positif” yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum
yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan.5 Asas hukum yang dimaksud adalah
yang kita kenal dengan istilah Rechtsbeginselen dalam bahasa Belanda, yang berarti asas
umum

A. Prinsip Negara Hukum


1. Negara Hukum Rechtsstaat
2. Negara Hukum Rule Of Law

Negara Hukum Rechstaat:


- Perlindungan HAM
- Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin dan melindungi hak-hak
- Pemerintahan berdasarkan UU
- Peradilan administrasi

Negara Hukum Rule Of Law:


- Supremacy of law (Supremasi Hukum)
- Equality before the Law (Kedudukan yang sama dalam hukum)
- Constitutions Based on Human Right (Perlindungan HAM)

4
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (2005), h. 60-61.
5
Paul Scholten, Verzamelde Geschriffen, dikutip Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum,
(Yogyakarta: Liberty, 1988), h. 33.
B. Kepastian Hukum / Legal Certainty

1. Konsep Kepastian Hukum

Kepastian aturan hukum, kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan
aturan hukum serta konsistensi penerapan norma-norma hukum yang berada dalam
aturan hukum (UU Pemilu/ Pemilihan, Perbawaslu, dan PKPU).

2. Beberapa Contoh Kepastian Hukum Dalam Penanganan Pelanggaran


Pemilu/Pemilihan

a. Nebis in idem

b. Kepastian Hak Melapor

c. Kepastian Waktu Penanganan Pelanggaran

Nebis in idem dalam penanganan pelanggaran pemilu/ pemilihan yakni perkara


yang sama tidak boleh diproses berulangkali baik pada tingkatan yang sama atau
tingkatan yang berbeda dengan objek dugaan pelanggaran yang sama.

Kepastian Hak Melapor terhadap dugaan pelanggaran pemilu/pemilihan yaitu:


bahwa yang memiliki legal standing untuk melaporkan dugaan pelanggaran
dalam penyelenggaraan pemilu atau pemilihan ialah pihak-pihak yang diberikan
secara tegas oleh UU, contoh: jika UU mengatur bahwa yang dapat
menyampaikan laporan WNI yang punya hak pilih, Pemantau Pemilu yang
terdaftar di KPU dan Peserta Pemilihan, maka laporan pihak lain selain pihak-
pihak dimaksud tidak dapat diterima.

Kepastian Waktu Penanganan Pelanggaran: Apabila Pengawas


Pemilu/Pemilihan hanya diberi waktu 14 hari atau 5 hari untuk menerima sampai
dengan memutuskan dugaan pelanggaran, maka Pengawas Pemilu/Pemilihan
tidak boleh melampaui waktu 14 atau 5 hari dimaksud.

C. Asas Keadilan/ Justice

Apa itu Keadilan? Pendekatan Internal notion of Justice:

- Recognizing injustice;
- Justice and equality. (Anthony D’Amato: h. 251)

Konsep Recognizing injustice intinya jangan bertanya apa itu keadilan tetapi siapa
yang menderita karena ketidak-adilan.

Konsep Justice and equality terkait dengan asas persamaan. Asas ini dapat
mengandung makna bahwa perlakukan yang sama itu dengan syarat yang sama dan
kondisi yang sama. Rumus ini sejalan dengan pemikiran H.L.A. Hart: Treat like
cases alike and threat different cases differently. (Perlakukan sama pada kondisi
yang sama dan perlakukan berbeda dengan kondisi berbeda).

Persamaan merupakan sebuah nilai (value). Nilai dimuncukan tatkala sekurang-


kurangnya ada 2 unsur/ hal yang berbeda, sehingga munculnya persamaan karena
ada perbedaan. Atas dasar ini ada pengakuan akan perbedaan yang secara teoritik
dikenal dengan sebutan constitusional inequality.

Secara umum dikenal dua jenis ‘constitusional inequality’, yaitu:

1. Perbedaan karena kondisi alamiah (kodrati), mis: perempuan dan laki-laki,


agama, keadaan sakit dan sehat, dll.

2. Perbedaan non kodrati tapi atas dasar rasionalitas. Dalam hal ini rationalitas
bukan karena tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan wewenang.

D. Asas Legalitas

- Asas Nulum Delictum Noela Poena Sine Praevia Lege Poenali

Tidak ada tindak pidana jika belum ada UU Pidana yang mengatur lebih dahulu.
Seseorang tidak dapat dipidana jika Undang-Undang tidak mengaturnya

- Praesumption of inocen.

Seseorang tidak boleh dianggap bersalah sebelum ada putusan hakim yang
menyatakan bersangkutan bersalah.

E. Asas Pembuktian
Unus Testis Nulus Testis mempunyai makna: ‘Satu saksi bukan saksi’: Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah. (Pasal 183 KUHAP).

Berpijak pada asas tersebut, Pengawas Pemilu/ Pemilihan dalam melakukan penanganan
dugaan pelanggaran pemilu/ pemilihan membutuhkan sekurang-kurangnya 2 alat bukti
(barang bukti).

Pembuktian bebas terbatas: Bebas terbatas ialah alat-alat bukti yg dapat digunakan
dalam pembuktian suatu perkara telah ditentukan secara limitatif dalam suatu ketentuan.

F. Asas Litis Domini (Asas Keaktifan Hakim)

Dalam melakukan penanganan pelanggaran, khususnya pada tahap penerimaan laporan


dugaan pelanggaran, Pengawas Pemilu/ Pemilihan wajib membimbing atau memberi
arahan secara jelas kepada pelapor agar laporannya sesuai dengan syarat formil dan
syarat materil. Selain itu Pengawas Pemilu aktif menggali fakta-fakta hukum konkrit
dari pelapor, terlapor, pihak terkait, saksi-saksi atau ahli untuk membuat terang suatu
dugaan pelanggaran serta menelusuri, memperoleh barang yang cukup dan kuat dan
meminta barang bukti.

G. Asas terbuka untuk umum

Ciri-ciri:
1. Disampaikan pada kegiatan pemeriksaan atau sidang
2. Pintu ruangan tidak dikunci
3. Ruangan dapat dimasuki oleh setiap orang secara tertib.
4. Proses dapat diketahui oleh pelapor atau telapor.

H. Asas Erga Omnes


Keputusan atau putusan Pengawas Pemilu berlaku untuk umum, karena penanganan
pelanggaran pemilu merupakan penyelesaian perkara dalam lapangan hukum publik,
sehingga keputusan atau putusan akan menimbulkan konsekuensi mengikat umum dan
mengikat terhadap yang mengandung persamaan yang mungkin timbul pada masa
sekarang atau masa yang akan datang. Oleh karena itu, keputusan atau putusan
Pengawas Pemilu tidak hanya mengikat pelapor dan terlapor, tetapi juga pihak lain
diluar pihak pelapor dan terlapor yang tidak terlibat tetapi memiliki sifat yang sama.

I. Asas Keabsahan (Rechmatigheid)

Keabsahan Tindakan/Keputusan Badan atau Pejabat Pemerintah ditentukan oleh:

a. Wewenang

b. Prosedur

c. Substansi

Wewenang Pengawas Pemilu/Pemilihan adalah hak yang dimiliki Pengawas


Pemilu/Pemilihan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam pengawasan
pemilu/ pemilihan atau penanganan pelanggaran pemilu/pemilihan. (Lihat Pasal 1 angka
5 UU No. 30 Tahun 2014).

Wewenang dibatasi oleh:


a. masa atau tenggang waktu Wewenang;
b. wilayah atau daerah berlakunya Wewenang; dan
c. cakupan bidang atau materi Wewenang. (Pasal 15 ayat (1) UU. 30 2014)

Prosedur berkaitan dengan tata cara dan waktu yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan dalam melakukan penanganan pelanggaran. Prosedur penanganan
pelanggaran menyangkut tata cara dan waktu mulai penerimaan laporan, pemberkasan
laporan, pengkajian laporan sampai dengan pegambilan keputusan.

Substansi berkaitan dengan materi muatan suatu keputusan yang dapat bersifat
konstitutif atau bersifat deklaratif. Substansi dipengaruhi atau ditentukan pula lingkup
wewenang serta bentuk suatu keputusan atau putusan.

J. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Aupb)

1. Pengertian AUPB

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB


adalah prinsip yangdigunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat
Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. (Pasal 1 angka 17 UU. No. 30 Tahun 2014)
2. Jenis AUPB

(Pasal 10 ayat (1) UU. No. 30 Tahun 2014)

AUPB Ketidakberpihakan Keterbukaan

Kepentingan
Kepastian Hukum Kecermatan Umum

Tdk
Kemanfaatan Menyalahgunakan Pelayanan Yg Baik
Wewenang

a. “Asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
b. “Asas kemanfaatan” adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara:
(1) kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain;
(2) kepentingan individu dengan masyarakat;
(3) kepentingan Warga Masyarakat dan masyarakat asing;
(4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok
masyarakat yang lain;
(5) kepentingan pemerintah dengan Warga Masyarakat;
(6) kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang;
(7) kepentingan manusia dan ekosistemnya;
(8) kepentingan pria dan wanita.
c. “asas kecermatan” adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan
dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap
untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau
Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan
dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau
dilakukan.
d. “Asas tidak menyalahgunakan kewenangan” adalah asas yang mewajibkan setiap
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan
pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau
tidak mencampuradukkan kewenangan.
e. “Asas keterbukaan” adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses
dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam
penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
f. “Asas kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan
kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak
diskriminatif.
g. “Asas pelayanan yang baik” adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat
waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

K. Asas Preferensi (Asas Pengikaran/ Penyimpangan)

Asas Mengalahkan

Lex Superior derogat Lex Specialist derogat Lex Posteriori derogat


Legi Inferiori Legi Generali Legi Priori
(Aturan Yg Lebih Tinggi (Aturan Yg Khusus Aturan Yg Baru
Mengesampingkan Mengesampingkan Mengesampingkan
Aturan Yg Lebih Aturan Yg Umum) + Aturan Yg Lama
Rendah) (Aturan Yg Sederajat) (Aturan Yg Sederajat)
(UU Mengesampingkan
PKPU/ PERBAWASLU)
II. JENIS-JENIS PELANGGARAN PEMILU

A. Pelanggaran Pemilu

Pasal 455 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu: Temuan dan
laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454 ayat (7) dan ayat
(8) yang merupakan:

a. pelanggaran Kode Etik KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu,


Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/ Kota, diteruskan oleh Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan/ atau Bawaslu Kabupaten/ Kota kepada DKPP;

b. pelanggaran administratif Pemilu diproses oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,


Bawaslu lkbupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,
Panwaslu LN, dan Pengawas TPS sesuai dengan kewenangan masingmasing; dan

c. pelanggaran terhadap perahrran perundang-undangan lainnya yang bukan


pelanggaran Pemilu, bukan sengketa Pemilu, dan bukan tindak pidana Pemilu:

Pasal 463 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017:

Dalam hal terjadi pelanggaran administratif Pemilu sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 460 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Bawaslu menerima,
memeriksa, dan merekomendasikan pelanggaran administratif Pemilu dalam waktu
paling lama 14 (empatbelas) hari kerja.

Pasal 476 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017:

Laporan dugaan tindak pidana Pemilu diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan/ atau Panwaslu Kecamatan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panwaslu
Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan
tindak pidana Pemilu.

Mengacu pada beberapa diatas, Terdapat beberapa jenis pelanggaran dalam


penyelenggaraan pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum, yakni:
a. Pelanggaran administrasi

b. Pelanggaran Kode Etik Penyelanggara Pemilu

c. Tindak pidana pemilu

d. pelanggaran terhadap perahrran perundang-undangan lainnya yang bukan


pelanggaran Pemilu, bukan sengketa Pemilu, dan bukan tindak pidana Pemilu.

Khusus pelanggaran administrasi, terdapat dua kategori pelanggaran yakni:

1. Pelanggaran administrasi terkait dengan tata cara, prosedur dan mekanisme


administrasi pemilu

2. Pelanggaran administrasi bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang objeknya


berhubungan dengan administrasi pemilu dan perbuatan memberikan atau
menjanjikan uang atau materi lainnya kepada pemilih.

B. Pelanggaran Pemilihan

Jenis pelanggaran pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota terdapat dalam


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota menjadi Undang-Undang, yang telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (selanjutnya akan disebut dengan UU
Pemilihan),

Terdapat beberapa jenis pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor


1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi
Undang-Undang, yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 (selanjutnya akan disebut dengan UU Pemilihan), yaitu:

a. Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan adalah pelanggaran terhadap etika


penyelenggara Pemilihan yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum
menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilihan (Pasal 136).

b. Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara,


prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan
dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan
pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan (Pasal 138).

c. Tindak pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan


Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 145).

Selain ketiga jenis pelanggaran itu, dalam UU Pemilihan juga mengatur adanya
pelanggaran administrasi terkait larangan memberikan dan/atau menjanjikan uang atau
materi lainnya yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif atau disingkat
Pelanggaran TSM. Pelanggaran ini dibedakan dengan pelanggaran administrasi biasa
karena memiliki perbedaan dalam penanganannya.

Definisi mengenai pelanggaran TSM itu lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Bawaslu Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran
Administrasi Terkait Larangan Memberikan dan/atau Menjanjikan Uang Atau Materi
Lainnya Yang Dilakukan Secara Terstruktur, Sistematis, Dan Masif Dalam Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota.

“Pelanggaran TSM adalah perbuatan yang dilakukan oleh calon dan/ atau tim
kampanye dalam bentuk menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya
untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih yang dilakukan secara
terencana dan meluas dengan melibatkan struktur pemerintahan atau penyelenggara
pemilihan yang dapat mempengaruhi hasil Pemilihan secara langsung maupun tidak
langsung” (Pasal 1 angka 12 Perbawaslu 13/2016).

III. SUMBER DUGAAN PELANGGARAN

A. Sumber Dugaan Pelanggaran Pemilu

Pasal 454 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017:

Pelanggaran Pemilu berasal dari temuan pelanggaran Pemilu dan laporan pelanggaran
Pemilu.

Pasal 454 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:


Temuan pelanggaran Pemilu merupakan hasil pengawasan aktif Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kccamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,
Panwaslu LN, dan Pengawas TPS pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.

Pasal 454 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Laporan pelanggaran Pemilu merupakan laporan langsung Warga Negara Indonesia


yang mempunyai hak pilih, Peserta Pemilu, dan pemantau Pemilu kepada Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan/atau Pengawas TPS pada setiap tahapan
Penyelenggaraan Pemilu.

B. Sumber Dugaan Pelanggaran Pemilihan

Dugaan pelanggaran pemilihan dapat diketahui dari beberapa sumber, yaitu:

1. Laporan

Pasal 134 ayat 2 UU Pemilihan:

Dugaan pelanggaran diketahui dari adanya laporan Warga Negara Indonesia yang
memiliki hak pilih pada pemilihan setempat, pemantau Pemilihan dan Peserta
Pemilihan.

Pasal 134 ayat (4) UU. Pemilihan:

Laporan dugaan pelanggaran disampaikan kepada pengawas pemilihan paling


lambat 7 (tujuh) hari sejak diketahui atau ditemukannya dugaan pelanggaran.

2. Temuan

Pasal 28 ayat (1) huruf d, dan e Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015:

Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi meliputi:

a. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;


b. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada
instansi yang berwenang.

Pasal 23 ayat 2 Perbawaslu No.11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan


Umum yang telah diubah dengan Perbawaslu No.2 Tahun 2015:
Dugaan pelanggaran diketahui dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh
pengawas pemilihan. Hasil pengawasan yang didapati adanya dugaan pelanggaran
dijadikan temuan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya atau ditemukannya
dugaan pelanggaran.

IV. LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN PELANGGARAN

Langkah 1
Langkah
Menerima
Temuan/
Langkah 2
Memeriksa
Langkah 3
Mengkaji
4
aporan MEMUTU

Langkah Pertama: Menerima Temuan/ Laporan. Kegiatan penerimaan laporan


mencermati dan menilai keterpenuhan syarat formil dan materil.

Syarat Formil:

a. pihak yang berhak melaporkan;

b. waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu; dan

c. keabsahan Laporan Dugaan Pelanggaran yang meliputi:

1. kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan

dugaan pelanggaran dengan kartu identitas; dan

2. tanggal dan waktu Pelaporan.

Syarat Materil:

a. identitas Pelapor;

b. nama dan alamat terlapor;

c. peristiwa dan uraian kejadian;

d. waktu dan tempat peristiwa terjadi;


e. saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan

f. barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui.

Langkah Kedua: Memeriksa. Pemeriksaan dilakukan terhadap pelapor, terlapor,


saksi, pihak terkait dan meminta keterangan ahli yang dituangkan
dalam Berita Acara. Selain itu, memeriksa keabsahan barang bukti.

Langkah Ketiga: Mengkaji. Melakukan kajian yang dituangkan dalam dokumen


kajian. Sitimatika Kajian:
I. Kasus Posisi
II. Data
III. Kajian
- Dasar Hukum
- Fakta Keterangan
- Analisis
IV. Kesimpulan
V. Rekomendasi

Langkah Keempat: Memutus. Isi Keputusan:


a. Bukan pelanggaran pemilu
b. Pelanggaran pemilu:
- Pelanggaran administrasi.
- Pelanggaran pidana
- Pelanggaran kode etik
- Pelanggaran peraturan perundang-undangan yang tidak terkait
dengan pemilu
c. Sengketa pemilu.

V. TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU

A. Batas Waktu Temuan

Pasal 454 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:


Hasil pengawasan ditetapkan sebagai temuan pelanggaran Pemilu paling lama 7 (tujuh)
hari sejak ditemukannya dugaan pelanggaran Pemilu.

B. Batas Waktu Pelaporan

Pasal 454 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

laporan pelanggaran Pemilu disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
diketahui terjadinya dugaan pelanggaran Pemilu.

C. Laporan

Pasal 454 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Laporan pelanggaran Pemilu disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat:

a. nama dan alamat pelapor;


b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.

D. Penanganan Pelanggaran

1. Waktu Penanganan

Pasal 454 ayat (8) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Temuan dan laporan pelanggaran Pemilu yang telah dikaji dan terbukti kebenarannya
wajib ditindaklanjuti oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS
paling lama 7 (tujuh) hari setelah temuan dan laporan diterima dan diregistrasi.
(Pasal 454 ayat 7)

Pasal 454 ayat (8) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Apabila Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu


Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS
memerlukan keterangan tambahan mengenai tindak lanjut, keterangan tambahan dan
kajian dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah temuan dan laporan
diterima dan diregistrasi.
Jadi, batas waktu penanganan pelanggaran dalam pemilu paling lama 14 hari.

2. Penanganan Pelanggaran Kode Etik

Pasal 455 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Temuan dan laporan pelanggaran Pemilu yang merupakan Pelanggaran Kode Etik
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan
Bawaslu Kabupaten/Kota, diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau
Bawaslu Kabupaten/Kota kepada DKPP.

Penanganan dugaan pelanggaran Kode Etik mengacu pada ketentuan yang berlaku
pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

3. Penanganan Pelanggaran Administrasi

Pasal 460 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Pelanggaran administratif Pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur,


atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam
setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.

Pasal 460 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Pelanggaran administratif tidak termasuk tindak pidana Pemilu pelanggaran kode


etik.

Rumus Pelanggaraan Administratif:

P ela n gga ra n
ta ta ca ra ,
p ro se d u r, &
m ek a n is m e - T IN D A K
P ID A N A
P E M IL U &
PELAN G G ARAN
K O D E E T IK
PELANGGARAN
ADMINISTRATIF

Pasal 461 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Pemeriksaan terhadap pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Bawaslu,


Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota harus dilakukan secara terbuka.

Ciri-ciri pemeriksaan secara terbuka:


- Dalam pemeriksaan, pemeriksa menyatakan suatu pemriksaan bersifat terbuka.

- Tempat pemeriksaan dapat dimasuki oleh siapapun.

- Tempat tidak terkunci atau terisolasi.

- Deketahu oleh pihak pelapor maupun terlapor.

Pasal 461 (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota untuk penyelesaian


pelanggaran administratif Pemilu berupa:

1) Perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai


dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

2) Teguran tertulis;

3) Tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam Penyelenggaraan Pemilu; dan

4) Sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.


(Pasal 461 ayat 6)

Berbeda dengan hasil penanganan pelanggaran administrasi dalam pemilihan


yang sifatnya hanya rekomendasi, dalam pemilu hasil penanganan pelanggaran
administrasi berupa putusan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota. Sementara yang masih berupa rekomendasi hanya penanganan
pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Panwas Kecamatan.

4. Penanganan Tindak Pidana Pemilu

Pasal 476 (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Laporan dugaan tindak pidana Pemilu diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan/ atau Panwaslu Kecamatan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panwaslu
Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan
tindak pidana Pemilu

Pasal 476 (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana Pemilu


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan/atau Panwaslu Kecamatan setelah berkoordinasi
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,dan Kejaksaan Agung Republik
Indonesia dalam Gakkumdu.

Pasal 486 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu,


Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik
Indonesia membentuk Galkumdu

Pasal 486 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Gakkumdu melekat pada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota.

Pasal 486 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Gakkumdu terdiri atas penyidik yang berasal dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan penuntut yang berasal dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Pasal 486 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017:

Penyidik dan penuntut diperbantukan sementara dan tidak diberikan tugas lain dari
instansi asalnya selama menjalankan tugas di Gakkumdu.
NASKAH PEGANGAN
MODUL 7

PENGANTAR PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILU

“Tidak semua konflik kepentingan harus ditiadakan. Sebab, pemilihan umum dan pemilihan
kepala daerah merupakan bukti nyata konflik kepentingan yang terlembagakan. Agar konflik itu
tidak salah arah maka tugas kita juga sebagai aparatur state auxilary institution mengelolanya
secara adil dan demokratis” (Rahmat Bagja, Komisioner Bawaslu Republik Indonesia).

I. HAKEKAT, URGENSI, DAN LOGIKA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES

Kalau kita melirik hakekat sengketa “secara historis, dapat dipahami pergulatan
sejarah kemanusiaan yang menghantarkan pada dua tipe kesejarahan manusia, yaitu sejarah
dengan perwajahan Qobil versus Habil, dan sejarah Mu’awiyah versus Ali Bin Abi Thalib
as” (Edy Ariansyah, 2012. Konsolidasi Humanisme). Wajah pertentangan ini
mendeskripsikan kepada kita bagaimana wajah pertentangan antarindividu atau kelompok.

Pada penyelenggaraan pemilu dan pemilihan juga terdapat pertentangan, yang kita
sebut sebagai sengketa proses, sengketa tata usaha negara, dan sengketa hasil pemilu atau
pemilihan. Akan tetapi, dalam uraian ini terbatas pada pembahasan hakekat, urgensi dan
logika penyelesaian sengketa proses pemilihan dan pemilu. Hakekat sengketa proses pemilu
dan pemilihan adalah pertentangan yang berkenaan dengan hak-hak, status, dan aspek-aspek
yang mengikat kepentingan para pihak dalam penyelenggaraan pemilu atau pemilihan. Baik
individu maupun mengikat kelompok/institusi dalam penyelenggaraan pemilu atau
pemilihan.

Sengketa pemilu dan pemilihan dapat saja terjadi akibat kredibilitas para pihak,
masalah ketaatan hukum, perbedaan pemahaman, perbedaan persepsi atau penafsiran
terhadap sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu atau pemilihan.

Pada setiap sengketa pemilu atau pemilihan memungkinkan satu pihak berada di sisi
yang benar, namun pihak lain juga memungkinkan benar di masalah-masalah tertentu.
Selain itu, secara moral satu pihak benar, namun secara hukum pihak lain benar. Bahkan
memungkinkan terdapat “gumpalan es” dalam sengketa pemilu atau pemilihan, sebagian
besar tersembunyi di balik permukaan dan sebagian kecil nampak di permukaan. Inilah
menjadi urgensi bagi pengawas pemilu yang profesional, berintegritas, dan berkualitas serta
memegang nilai-nilai demokrasi dalam menyelesaikan sengketa pemilihan dan pemilu.
Menerangkan yang benar dan menegakkan keadilan.

Referensi studi ilmu politik banyak menerangkan bahwa hak politik terdiri dari hak
berkumpul dan berserikat, hak berbicara dan berpendapat, dan hak dipilih dan memilih.
Prinsip-prinsip demokrasi menjadi penting bagi acuan sikap dan tindakan bagi pengawas
pemilu dalam menyelesaikan sengketa pemilu dan pemilihan. Pemilu dan pemilihan sebagai
salah satu sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara maka pencegahan dan
penyelesaian sengketa menjadi penting untuk memastikan tersalurkan hak politik setiap
warga negara dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan dengan benar dan adil.

Tenggang waktu penyelesaian sengketa proses pemilu dan pemilihan dalam


ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dilakukan paling lambat 12
(dua belas) hari. Jangka waktu yang terbatas tersebut mengisyaratkan agar penyelesaian
sengketa proses pemilu atau pemilihan dilakukan secara cepat. Tujuannya agar tidak
mengganggu tahapan pemilu atau pemilihan, atau menunjang efektivitas pelaksanaan
tahapan pemilu atau pemilihan yang berlangsung.

Penyelesaian yang cepat bukan berarti mengabaikan kebenaran dan keadilan. Dalam
cara pandang keadilan, bahwa substansi dari penyelenggaraan pemilu dan pemilihan yang
demokratis adalah bagaimana penyelenggara dan peserta pemilu/pemilihan menempatkan
diri secara proporsionalitas. Makna proporsionalitas bagi setiap unsur penyelenggaraan
pemilu dan pemilihan menempatkan sikap dan tindakan yang berpegang teguh pada
kebenaran dan melawan segala bentuk kejahatan. Kebenaran disini dimaknai dengan
ketaatan terhadap setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan.

II. TUGAS DAN KEWENANGAN MENCEGAH DAN MENINDAK SENGKETA


PROSES
Sejak Pengawas Pemilu terbentuk tahun 2007 hingga 2017 ini, kewenangannya
mengalami eskalasi terus meningkat baik dalam menyelenggarakan pemilihan umum
maupun pemilihan kepala daerah. Pada embrio awal, pengawas pemilu merupakan bagian
sub-ordinat dari Komisi Pemilihan Umum. Pada fase selanjutnya (kurun waktu 2011 –
2015), bawaslu dikenal memiliki kewenangan mencegah dan penindak atas laporan atau
temuan dugaan pelanggaran.

Dewasa ini, pengawas pemilu diberi kewenangan tambahan oleh undang-undang


untuk menyelesaikan sengketa proses politik pemilu dan pilkada. Kewenangan ini tergolong
baru. Walau klausul sengketa sebelumnya telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 namun tidak terdefinisi secara jelas yang
dimaksud dengan sengketa.

Kemudian, pada tahun 2015 barulah sengketa didefinisikan dalam ketentuan UU


Nomor 8 Tahun 2015. Dalam ketentuan tersebut, menjelaskan bahwa sengketa pemilu
merupakan sengketa yang diakibatkan oleh adanya putusan KPU Republik Indonesia, KPU
Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten atau Kota.

Lebih lanjut, pada perubahan kedua UU Nomor 1 Tahun 2015 menjadi UU Nomor
10 Tahun 2016, kewenangan pengawas pemilu kembali ditambah dan diperkuat. Indikator
penguatan kewenangannya adalah putusan penyelesaian sengketa oleh pengawas pemilu
bersifat final dan mengikat pada beberapa hal.

Dasar kewenangan pengawas pemilu dalam menyelesaikan sengketa proses


pemilihan merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Sedangkan kewenangan menyelesaikan sengketa
proses pemilu merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Pada sengketa proses pemilihan, Pengawas pemilu memiliki kewenangan


menyelesaikan berdasarkan ketentuan Pasal 143 UU No. 1 Tahun 2015 terakhir diubah
dengan UU Nomor 10 Tahun 2016, bahwa: (a) Sengketa Pemilihan Gubernur diselesaikan
oleh Bawaslu Provinsi; dan (b) Sengketa Pemilihan Bupati/Walikota, diselesaikan oleh
Panwaslu Kabupaten/Kota.
Pada sengketa proses Pemilu sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 mengatur tugas Bawaslu Provinsi dalam mencegah dan menindak
sengketa proses pemilu sebegai berikut:

Pertama, Pasal 97 huruf a angka 2 menerangkan bahwa Bawaslu Provinsi bertugas


melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah provinsi terhadap sengketa proses
Pemilu. Kedua, Pasal 97 huruf e angka 2, bahwa Bawaslu Provinsi bertugas mengawasi
pelaksanaan putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa pemilu. Ketiga, Pasal
98 ayat (1), Bawaslu Provinsi bertugas melakukan pencegahan sengketa proses pemilu
dengan cara: (a) mengidentifikasi dan memetakan potensi pelanggaran pemilu di wilayah
provinsi; (b) mengoordinasikan, menyupervisi, membimbing, memantau, dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemilu di wilayah provinsi; (c) melakukan koordinasi dengan instansi
pemerintah dan pemerintah daerah terkait; dan (d) meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pengawasan Pemilu di wilayah Provinsi. Keempat, Pasal 98 ayat (3), Bawaslu
Provinsi dalam melakukan penindakan sengketa proses pemilu bertugas: (a) menerima
permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu di willayah provinsi, (b) memverifikasi
secara formal dan meteril permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu di wilayah
provinsi, (c) melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa di wilayah provinsi, (d)
melakukan proses ajudikasi sengketa proses di wilayah provinsi apabila mediasi belum
menyelesaikan sengketa proses pemilu, dan (e) memutus penyelesaian sengketa proses
pemilu di wilayah provinsi. Kelima, Pasal 99 huruf a menerangkan wewenang Bawaslu
Provinsi, yaitu menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus
penyelesaian sengketa proses Pemilu di wilayah provinsi.

Output dari pelaksanaan kewenangan pengawas pemilu dalam menyelesaikan


sengketa mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juncto Pasal 37a Peraturan
Bawaslu Nomor 7 Tahun 2016 adalah menghasilkan PUTUSAN.

PUTUSAN pengawas pemilihan atas penyelesaian sengketa antara peserta dengan


penyelenggara pemilihan bersifat MENGIKAT sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal
144 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016. Proses
pengambilan Putusan penyelesaian sengketa wajib dilakukan oleh pengawas pemilu melalui
proses yang TERBUKA.
Proses penyelesaian sengketa yang menghasilkan putusan yang mengikat dibutuhkan
kapabilitas dan profesionalisme pengawas pemilu. Bagaimana pengawas pemilu memiliki
kompetensi: (a) enquiry (penyelidikan) atas obyek, subyek dan fakta-fakta sengketa; (b)
teknik dan proses beracara penyelesaian sengketa yang terbuka; (c) melakukan mediasi para
pihak yang bersengketa; (d) melakukan konsiliasi sengketa; (e) menyelesaikan stalemate
sehingga menghasilkan putusan yang adil; (f) ketika terjadi elimination pihak sengketa; dan
(g) integrasi pendapat-pendapat semua pihak yang bersengketa sampai diperoleh putusan
yang tepat, adil dan diterima (memaksa) semua pihak. Kompetensi-kompetensi tersebut
penting dimiliki oleh pengawas pemilu untuk menunaikan amanah undang-undang atas
institusi pengawas pemilu. Sebagai bentuk tanggung jawab atas amanah tersebut maka
kompetensi, sarana dan prasarana yang tepat perlu dipersiapkan.

Terdapat Putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu bersifat


FINAL dan MENGIKAT, kecuali putusan terhadap: (a) verifikasi Partai Politik Peserta
Pemilu; (b) penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota; dan (c) Penetapan Pasangan Calon. Para pihak yang tidak menerima
terhadap Putusan Bawaslu yang berkaitan dengan hal-hal yang dikecualikan tersebut dapat
mengajukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara.Putusan Bawaslu Provinsi dan
Putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu bersifat
final dan mengikat para pihak yang tidak puas terhadap Putusan Bawaslu Provinsi dan
Panwas Kabupaten/Kota dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi TUN.

Tugas KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota adalah menindaklanjuti


dengan segera putusan Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran atau
sengketa Pemilu dan Sengketa Pemilihan.

III. JENIS DAN METODE PENYELESAIAN SENGKETA PROSES

Istilah sengketa secara umum secara bergantian dengan istilah konflik, perselisihan
dan bahkan dengan pelanggaran. Tetapi, dalam kepemiluan di Indonesia istilah tersebut
dimaksudkan untuk menunjuk kepada persitiwa yang berbeda.

Sengketa digunakan untuk mewakili keadaan yang terjadi antara peserta dengan
peserta karena adanya perbedaan penafsiran atas suatu aturan mengenai kegiatan
pemilu/pemilihan atau adanya penolakan pengakuan kepada peserta lainnya, maupun
perbedaan pengakuan antara peserta dengan penyelenggara sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan KPU atau KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota terutama mengenai
penetapan peserta.

Perselisihan digunakan khusus terhadap adanya perbedaan penghitungan perolehan


hasil suara antara peserta dengan penyelenggara yang terwujud dalam Keputusan KPU atau
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota khusus mengenai penetapan perolehan hasil suara.

Pelanggaran digunakan untuk suatu keadaan yang berkaitan dengan adanya aturan
berupa melakukan sesuatu yang dilarang atau tidak melakukan sesuatu yang diharuskan.

Sengketa Pemilu dan Sengketa Pemilihan dibedakan lagi menjadi Sengketa Proses
Pemilu dan Sengketa Pemilihan serta Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Pemilihan.
Sengketa Proses Pemilu menjadi tugas dan wewenang Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan
Bawaslu Kabupaten/Kota, dan sengketa pemilihan menjadi tugas dan wewenang Bawaslu
Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota untuk menyelesaikannya. Sementara sengketa TUN
Pemilu dan pemilihan menjadi tugas dan wewenang lembaga peradilan tata usaha negara
setelah seluruh upaya administratif di lembaga Pengawas Pemilu dilakukan.

Sengketa proses pemilu dan pemilihan dibedakan lagi menjadi 2 (dua). Sengketa
proses pemilu dan pemilihan yang terjadi antarpeserta, dan antara peserta dengan
penyelenggara pemilu dan pemilihan.

Varian penyelesaian sengketa antarpeserta dan penyelesaian sengketa antara dengan


penyelenggara pemilu dan pemilihan memiliki sedikit perbedaan. Penyelesaian sengketa
antarpeserta pemilihan dapat diselesaikan melalui acara cepat dan musyawarah. Sedangkan,
penyelesaian sengketa antara peserta dengan penyelenggara pemilihan menggunakan metode
musyawarah. Pada konteks penyelesaian sengketa pemilu termaktub metode mediasi,
musyawarah, dan ajudikasi.

Pada prinsipnya Sengketa Proses Pemilu dan Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu,
Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota melalui musyawarah untuk mufakat.

Setelah menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu,


Bawaslu/Bawaslu Provinsi/Bawaslu Kabupaten/Kota segera memverifikasi (mengkaji)
secara formal dan materiel permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu tersebut.
Kemudian mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui
mediasi atau musyawarah dan mufakat. Dalam hal mediasi/musyawarah tidak mencapai
kesepakatan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menyelesaikan sengketa
proses Pemilu melalui adjudikasi.

Seluruh proses pengambilan putusan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa wajib


dilakukan melalui proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa proses
Pemilu paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya permohonan. Metode yang sama
juga digunakan untuk menyelesaikan sengketa pemilihan meskipun tidak secara tegas
menggunakan istilah mediasi dan adjudikasi. Berkenaan dengan sengketa yang terjadi
antarpeserta pemilu dan pemilihan yang bersifat mendesak, terjadi pada tahapan yang
singkat diselesaikan dengan Acara Cepat.

IV. ALUR PENYELESAIAN SENGKETA PROSES

Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota melakukan penyelesaian


sengketa proses pemilu atau sengketa pemilihan melalui tahapan: (a) menerima permohonan
penyelesaian sengketa; (b) mengkaji atau melakukan verifikasi formal dan materiel
permohonan; (c) mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan
melalui mediasi atau musyawarah dan mufakat; dan (d) membuat putusan.

Berdasarkan tahapan penyelesaian sengketa di atas maka alur penyelesaian sengketa


pemilu atau pemilihan dapat diuraikan berikut ini.

Pertama, penerimaan permohonan penyelesaian sengketa. Pada tahapan ini: (a)


Permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu atau sengketa Pemilihan dapat diajukan
secara langsung dimana permohonan disampaikan langsung kepada Pengawas Pemilu atau
dapat disampaikan secara tidak langsung yaitu melalui surat (termasuk surat elektronik).
Permohonan yang disampaikan secara tidak langsung (online) harus diikuti juga dengan
kehadiran fisik; (b) Permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu dan Pemilihan
diajukan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak obyek sengketa diketahui atau sejak
Keputusan KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dan/atau diumumkan;
(c) Permohonan yang disampaikan melebihi batas waktu Pengawas Pemilu menyatakan
bahwa Permohonan Tidak Dapat Diterima; (d) Bawaslu Provinsi atau Panwas
Kabupaten/Kota memberikan tanda terima berkas Permohonan penyelesaian sengketa
pemilihan kepada Pemohon.

Kedua, verifikasi formal dan materiil. Rangkaian aktivitas dalam melakukan


verifikasi, yaitu: (a) Pengawas Pemilu melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan
administrasi Permohonan; (b) pemeriksaan keterpenuhan syarat formil permohonan yang
meliputi: (i) keterpenuhan syarat sebagai Pemohon; (ii) batas waktu pengajuan permohonan;
(iii) kelengkapan permohonan; (c) keterpenuhan syarat materiel permohonan yang meliputi:
(i) kandungan subtansi permohonan, (ii) bukti-bukti yang digunakan untuk mendukung
pokok permohonan; (d) Dalam hal permohonan belum lengkap, Pengawas Pemilu
memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk melengkapi kekurangan dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan kekuranglengkapan tersebut disampaikan
kepada Pemohon; (e) Apabila Pemohon tidak melengkapi permohonan hingga waktu yang
ditentukan, maka Permohonan dianggap sebagai Permohonan yang tidak lengkap dan
Permohonan dinyatakan Tidak Dapat Diterima; (f) Terhadap permohonan yang telah
dinyatakan lengkap, Pengawas Pemilu mencatat permohonan dan memberikan nomor
register permohonan dalam Buku Register Permohonan pada hari yang sama.

Ketiga, penjadwalan dan pemanggilan para pihak. Setiap permohonan penyelesaian


sengketa pemilihan yang telah diregister dijadwal dan diundang para pihak untuk
mediasi/musyawarah terhadap permohonan penyelesaian sengketa.

Keempat, mediasi atau musyawarah penyelesaian sengketa. Pengawas Pemilu


menyelesaikan Sengketa Proses Pemilu dan Pemilihan dengan cara mempertemukan pihak
yang bersengketa melalui mediasi atau musyawarah dan mufakat. Hal-hal yang dilakukan
dalam pelaksanaan mediasi/musyawarah sebagai berikut: (a) Musyawarah dipimpin oleh
anggota Pengawas Pemilu; (b) Pimpinan Musyawarah dapat dibantu oleh asisten pimpinan
musyawarah; (c) Musyawarah dilaksanakan melalui tahapan: (i) memberikan kesempatan
kepada Pemohon untuk menyampaikan materi permohonan; (ii) memberikan kesempatan
kepada Termohon untuk menyampaikan keterangan dan/atau tanggapan/jawaban; (iii)
memberikan kesempatan kepada Pihak Terkait untuk menyampaikan keterangan dan/atau
tanggapan; (iv) memberikan kesempatan kepada saksi-saksi, ahli, dan/atau lembaga pemberi
keterangan untuk menyampaikan keterangan; (v) Pemeriksaan bukti; (vi) Penyampaian
kesimpulan Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait; (vii) Pembuatan kesepakatan; dan (viii)
Penetapan hasil musyawarah. Bukti yang diajukan oleh para pihak dapat berupa: (i)
Keputusan KPU/KIP Provinsiatau KPU/KIP Kabupaten/Kota; (ii) Surat atau dokumen
tertulis; (iii) Keterangan saksi di bawah sumpah; (iv) Keterangan ahli di bawah sumpah; (v)
Keterangan lembaga pemberi keterangan yang disampaikan di dalam proses musyawarah;
(vi) Petunjuk yang diperoleh dari rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau
peristiwa yang berkesesuaian dengan bukti lainnya; atau (vii) Dokumen elektronik.

Kelima, dalam hal Termohon setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut secara
patut dan sah tidak hadir dalam pertemuan para pihak, maka musyawarah dianggap tidak
mencapai mufakat dan Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota membuat keputusan
penyelesaian sengketa Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota tanpa kehadiran
Termohon.

Keenam, Permohonan sebagai pihak terkait, Penjadwalan dan pemanggilan pihak


terkait. Peserta Pemilu dan pemilihan yang berpotensi dirugikan atas Putusan sengketa
proses pemilu dan Pemilihan dapat mengajukan diri sebagai Pihak Terkait paling lambat
pada Musyawarah Kedua dengan disertai Keterangan Pihak Terkait kepada Pengawas
Pemilu. Peserta pemilu/pemilihan yang telah mengajukan permohonan sebagai pihak terkait
dan permohonannya telah diregister dijadwalkan dan diundang dalam musyawarah
penyelesaian sengketa.

Ketujuh, dalam hal musyawarah menghasilkan kesepakatan antara Pemohon dan


Termohon dicatat dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Musyawarah. Kesepakatan
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedelapan, dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, Pengawas Pemilu


membuat Putusan Sengketa Proses Pemilu atau Putusan Sengketa Pemilihan. Putusan
diambil melalui rapat pleno yang bersifat tertutup.

Kesembilan, Pengawas Pemilu menuangkan hasil penyelesaian sengketa dalam


Putusan Sengketa Proses Pemilu atau Putusan Sengketa Proses Pemilihan sesuai dengan
format yang ditentukan Bawaslu. Putusan Pengawas Pemilu mengenai penyelesaian
sengketa proses pemilu dan sengketa Pemilihan merupakan keputusan terakhir dan mengikat
kecuali terhadap: (a) Keputusan KPU mengenai Penetapan partai politik peserta Pemilu; (b)
Keputusan KPU mengenai Penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden; (c)
Keputusan KPU mengenai Penetapan daftar calon anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan (d)
Keputusan KPU mengenai Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

V. WAKTU DAN GUGURNYA SENGKETA PROSES PEMILU DAN PEMILIHAN

Bawaslu Provinsi dan Panwaslu/Bawaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus


sengketa Pemilihan paling lambat 12 (dua belas) hari sejak diterimanya Permohonan
Penyelesaian Sengketa. Artinya tenggang waktu penyelesaian sengketa proses pemilu dan
pemilihan mulai dari permohonan sengketa diregister hingga diputuskan dilakukan
maksimal 12 (dua belas hari).

Permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu dan sengketa proses Pemilihan


dinyatakan gugur apabila: (a) Pemohon dan/atau Termohon meninggal dunia; (b) Pemohon
atau kuasanya tidak datang dan hadir dalam pertemuan pertama setelah 2 (dua) kali
diundang secara patut dan sah oleh Pengawas Pemilu; (c) Termohon telah memenuhi
tuntutan Pemohon sebelum dilaksanakannya proses penyelesaian sengketa; dan (d) Pemohon
mencabut permohonannya.

VI. ADMINISTRASI PENYELESAIAN SENGKETA

Beberapa hal penting terkait administrasi penyelesaian sengketa proses pemilu dan
pemilihan. Mulai dari proses penerimaan permohonan, register permohonan, penjadwalan
dan pemanggilan para pihak, musyawarah/mediasi/ajudikasi hingga putusan penyelesaian
sengketa yang akan diuraikan sebagai berikut.

Administrasi pada tahap penerimaan permohonan penyelesaian sengketa.

Terdapat beberapa administrasi yang penting dilakukan pengawas pemilu pada tahap
penerimaan permohonan penyelesaian sengketa, yaitu:
Pertama, tanda bukti pengajuan permohonan penyelesaian sengketa yang memuat: (a) bukti
pemeriksaan kelengkapan administrasi permohonan sebagai pemohon penyelesaian sengketa
dan sebagai pemohon pihak terkait beserta lampirannya, dan (b) tanda bukti terima berkas
setelah memeriksa kelengkapan administrasi permohonan.

Kedua, surat pemberitahuan kepada Pemohon jika permohonan pemohon belum lengkap.
Jika permohonan belum lengkap, petugas pemeriksa permohonan memberitahukan kepada
pemohon bahwa permohonan belum lengkap pada hari yang sama dengan penerimaan
berkas. Jika pemohon tidak melengkapi permohonan pemohon, petugas penerima
menyampaikan surat pemberitahuan tentang permohonan tidak dapat diregister.

Ketiga, formulir cek list kelengkapan permohonan penyelesaian sengketa. Ketika


permohonan sudah lengkap, petugas penerima permohonan melakukan pemeriksaan
dan/atau memastikan permohonan dengan menconteng hal-hal terkait materi kelengkapan
permohonan penyelesaian sengketa, seperti: (a) adanya Keputusan KPU Provinsi atau
Keputusan KPU Kabupaten/Kota, Berita Acara, dan surat; (b) Permohonan Pemohon
diajukan kepada Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia; (c) Bukti, dan lain-lainnya.

Keempat, buku daftar permohonan penyelesaian sengketa. Ketika terdapat permohonan


penyelesaian sengketa maka petugas penerima permohonan mencatat dan memasukkan
permohonan tersebut dalam buku daftar permohonan yang disertai keterangan permohonan
penyelesaian sengketa lengkap/belum lengkap.

Administrasi Pada Saat Register Permohonan Penyelesaian Sengketa

Administrasi yang dibutuhkan pada tahap register permohonan penyelesaian sengketa


pemilihan atau setelah permohonan pemohon penyelesaian sengketa sudah dinyatakan
lengkap, sebagai berikut:

Pertama, buku register permohonan penyelesaian sengketa. Permohonan yang telah


dinyatakan lengkap dicatat dan diberikan nomor permohonan dalam buku register
permohonan pada hari yang sama oleh Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota.
Permohonan dinyatakan diterima setelah dicatat dalam buku register permohonan oleh
petugas penerima permohonan penyelesaian sengketa.
Kedua, Surat pemberitahuan permohonan Pemohon telah diregister. Pengawas pemilu
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang menerangkan bahwa
permohonan penyelesaian sengketa telah diregister.

Administrasi Tahap Penjadwalan dan Pemanggilan

Administrasi dalam tahap penjadwalan dan pemanggilan para pihak untuk


musyawarah/mediasi, antara lain:

Pertama, administrasi jadwal musyawarah. Setelah permohonan diregister, pengawas


pemilu menentukan jadwal musyawarah dengan memperhatikan tenggang waktu
penyelesaian sengketa.

Kedua, undangan musyawarah atau mediasi. Undangan musyawarah/mediasi harus dibuat


dan disampaikan kepada para pihak apabila permohonan penyelesaian sengketa telah dicatat
dan diregister. Pemangilan terhadap para pihak untuk menghadiri musyawarah/mediasi
disampaikan secara patut dan layak melalui undangan yang melampirkan salinan
permohonan pemohon dan jadwal musyawarah/mediasi.

Ketiga, menyiapkan salinan permohonan. Permohonan yang sudah diregister disalin sesuai
kebutuhan musyawarah serta disampaikan juga kepada para pihak. Salinan permohonan ini
untuk menjadi piajak pemohon dan dasar bagi termohon menjawab permohonan pemohon
serta bahan bagi pengawas pemilu dalam menyelesaikan sengketa baik melalui mediasi,
musyawarah, atau ajudikasi.

Keempat, bukti tanda terima penyampaian surat pemanggilan atau undangan


musyawarah/mediasi kepada para pihak.

Administrasi Tahap Musyawarah, Mediasi, atau Ajudikasi

Pada tahap musyawarah, mediasi, atau ajudikasi terdapat administrasi penting yang harus
dilakukan dalam menunjang penyelesaian sengketa yang profesional dan obyektif.

Pertama, naskah tata tertib musyawarah, mediasi, atau ajudikasi. Naskah tata tertib
merupakan suatu rangkaian aturan yang menjadi pegangan bagi semua pihak dalam
melakukan musyawarah, mediasi, atau ajudikasi penyelesaian sengketa. Termasuk memuat
aturan dan mekanisme teknis pelaksanaan musyawarah, mediasi, atau ajudikasi. Tata tertib
dibacakan dan dijelaskan kepada para pihak yang bersengketa sehingga menjadi pegang bagi
semua pihak yang terlibat dalam rangkaian musyawarah, mediasi, atau ajudikasi.

Kedua, salinan materi permohonan pemohon sebagai bahan pimpinan musyawarah,


mediator, atau ajudikasi.

Ketiga, salinan tanggapan/jawaban termohon sebagai bahan pimpinan dan para pihak yang
terlibat dalam musyawarah, mediasi, atau ajudikasi penyelesaian sengketa.

Keempat, formulir Berita Acara kesepakatan musyawarah. Ketika kesepakatan dalam


musyawarah/mediasi maka hal-hal kesepakatan para pihak dituangkan dalam berita acara
yang ditandatangani oleh para pihak dan pimpinan musyawarah atau mediator. Terkait
kesepakatan yang diambil oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.

Kelima, putusan pengawas pemilu terkait penetapan atas kesepakatan para pihak dalam
musyawarah/mediasi. Putusan ini disertai lampiran Berita Acara kesepakatan parapa pihak.

Keenam, formulir Berita Acara Hasil Musyawarah/Mediasi. Setiap hasil


musyawarah/mediasi dituangkan dalam berita Acara.

Ketujuh, Formulir Berita Acara Musyawarah/Mediasi Tidak Mencapai Kesepakatan. Hasil


setiap musyawarah/mediasi dituangkan dalam Berita Acara dan jika musyawarah/mediasi
tidak mencapai kesepakatan juga dituangkan dalam berita acara mediasi/musyawarah tidak
mencapai kesepakatan.

Kedelapan, putusan pengawas pemilu dalam hal sengketa tidak mencapai kesepakatan
dengan mempertimbangkan keterangan Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, lembaga
pemberi keterangan, serta bukti-bukti yang dikemukakan dalam musyawarah/mediasi.

Kesembilan, notulensi musyawarah/mediasi/ajudikasi. Notulensi merupakan catatan atas


pokok-pokok pembahasan dalam musyawarah/mediasi.

Kesepuluh, form risalah musyawarah/mediasi/ajudikasi. Form risalah perlu disiapkan dan


diisi oleh perisalah atas pembicaraan selama proses musyawarah/mediasi/ajudikasi
penyelesaian sengketa berlangsung dari awal hingga akhir.
Kesebelas, undangan ajudikasi/musyawarah lanjutan. Administrasi ini dilakukan jika dalam
proses musyawarah/ajudikasi memerlukan tambahan keterangan maka dilakukan
penjadwalan serta mengundang Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, Ahli, Saksi, dan/atau
lembaga pemberi keterangan untuk menghadiri undangan musyawarah lanjutan penyelesaian
sengketa pemilihan.

Keduabelas, undangan saksi, ahli, pihak terkait, dan/atau lembaga pemberi keterangan. Jika
penyelesaian sengketa memerlukan keterangan ahli, saksi, dan/atau lembaga pemberi
keterangan maka pengawas pemilu dapat melakukan pemanggilan berdasarkan usulan
Pemohon, Termohon, dan/atau Pihak Terkait atau berdasarkan kebutuhan penyelesaian
sengketa pemilihan.

Ketigabelas, salinan kesimpulan para pihak. Setelah melalui beberapa tahapan musyawarah
penyelesaian sengketa pemilihan, mulai dari pembacaan permohonan, jawaban atas
permohonan Pemohon, pembuktian, akhirnya masing-masing pihak yang bersengketa
sampai pada kesimpulan masing-masing. Pemohon maupun Termohon membuat kesimpulan
atau diberi kesempatan oleh pimpinan musyawarah untuk mengajukan kesimpulan yang
diserahkan kepada pimpinan musyawarah. Bentuk dan isi kesimpulan diserahkan kepada
masing-masing pihak yang bersengketa.

Keempatbelas, salinan keterangan saksi, ahli, dan lembaga pemberi keterangan. Salinan
keterangan saksi, ahli, dan lembaga pemberi keterangan yang secara lisan ditulis oleh
notulen hal-hal yang sangat penting untuk menjadi acuan, refrensi dan pertimbangan
pimpinan musyawarah dalam memutus suatu penyelesaian sengketa. Keterangan saksi, ahli,
dan lembaga pemberi keterangan juga dapat disampaikan secara tertulis dan dibacakan
dalam musyawarah/ajudikasi yang salinannya disampaikan kepada para pihak dan pimpinan
musyawarah.

Administrasi pada Tahap Putusan Penyelesaian Sengketa

Administrasi pada tahap penyusunan hingga penyampaian putusan, antara lain: Pertama,
form dan rancangan putusan. Form putusan merupakan format tertulis yang dipergunakan
untuk menyusun putusan penyelesaian sengketa pemilihan. Rancangan putusan berisi
identitas Pemohon dan Termohon, kewenangan pengawas pemilu, kedudukan hukum (legal
standing), tenggang waktu pengajuan permohonan, pokok permohonan, hal-hal yang
dimohonkan, jawaban termohon, jawaban pihak terkait, keterangan saksi, ahli, dan/atau
lembaga keterangan, bukti, pertimbangan hokum, dan kesimpulan, serta amar putusan.

Kedua, salinan putusan. Putusan adalah suatu pernyataan yang merupakan kesimpulan
pimpinan musyawarah penyelesaian sengketa, yang diucapkan dalam musyawarah dengan
bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara sengketa. Salinan putusan atas
penyelesaian sengketa disampaikan kepada para pihak sejak tanggal putusan dibacakan.
Selain disampaikan kepada para pihak, salinan putusan diuumkan pada tempat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, undangan para pihak untuk pembacaan putusan. Pimpinan musyawarah dapat
mengundang dan/atau memberitahukan secara langsung jadwal pembacaan putusan
penyelesaian sengketa setelah Pemohon dan Termohon memberikan kesimpulan dalam
musyawarah/ajudikasi penyelesaian sengketa.

Keempat, formulir tanda terima penyampaian atau pengambilan salinan putusan. Pemohon,
Termohon dan Pihak Terkait dapat mengambil salinan putusan di sekretariat pengawas
pemilu paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal putusan dibacakan. Setiap
pengambilan salinan putusan dicatat dan dibuat tanda terima pengambilan salinan putusan.

VII.PELAYANAN DAN PENGELOLAAN INFORMASI

Informasi penyelesaian sengketa pemilu dan pemilihan dipandang perlu dikelola


secara tepat dan efektif. Terdapat beberapa rangkaian informasi dalam penyelesaian
sengketa yang dapat diketahui oleh publik dan informasi yang hanya dapat diakses oleh
kalangan internal pengawas pemilu. Selain itu, terdapat layanan pengajuan permohonan
penyelesaian sengketa yang dilakukan secara online. Berikut ini diuraikan pelayanan dan
pengelolaan informasi penyelesaian sengketa.

Pertama, informasi proses dan hasil penyelesaian sengketa. Informasi proses dan hasil
penyelesaian sengketa dapat diakses secara langsung dan tidak langsung oleh publik.
Informasi proses penyelesaian sengketa secara langsung dapat dilihat dan diakses melalui
website Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota . Secara tidak langsung
dapat dilihat di papan pengumuman di sekretariat Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota.

Kedua, pelayanan sistem informasi penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa pemilu


dan pemilihan dapat diajukan secara online maupun secara langsung kepada sekretraiat
pengawas pemilu. Dalam melayani pengajuan permohonan penyelesaian sengketa yang
diajukan secara online, pengawas pemilu menyediakan nama identifikasi (username) dan
kode akses (password) untuk registrasi sebelum mengajukan permohonan penyelesaian
sengketa. Kegunaan username dan password digunakan untuk mengkases aplikasi Sistem
Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) yang disediakan oleh pengawas pemilu pada
website Bawaslu.

Ketiga, layanan verifikasi informasi permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan


secara online. Pemohon atau kuasa hukumnya dapat melakukan permohonan secara online.
Permohonan yang telah diajukan secara online diverifikasi oleh sistem dan petugas untuk
memastikan permohonan sudah lengkap atau belum lengkap.

VIII. PELAPORAN PENYELESAIAN SENGKETA

Setiap penyelesaian sengketa pemilu dan pemilihan dilaporkan kepada Bawaslu.


Tahapan pelaporan atas penyelesaian suatu sengketa pemilu dan pemilihan dilakukan pada 5
(lima) rangkaian, yaitu laporan awal, laporan proses, laporan akhir, laopran tahunan, dan
laporan akhir tahapan pemilu atau pemilihan.

Pertama, laporan awal disampaikan ketika pengawas pemilu mendapat permohonan


penyelesaian sengketa. Cakupan materi laporan awal terkait penyelesaian sengketa
setidaknya memuat: (a) identitas pemohon; (b) identitas termohon; (c) tanggal pengajuan
permohonan; dan (d) obyek yang disengketakan.

Kedua, pelaporan perkembangan proses penyelesaian sengketa. Laporan ini dsampaikan


pada setiap tahapan penyelesaian sengketa pemilu atau pemilihan yang menguraikan
aktivitas setiap tahapan secara kronologis. Cakupan materi laporan perkembangan proses
penyelesaian sengketa setidaknya memuat, antara lain: (a) identitas pemohon; (b) identitas
termohon; (c) tanggal pengajuan permohonan; (d) identitas pihak terkait (jika ada); (e)
waktu dan tahapan yang telah diselesaikan; (f) obyek yang disengketakan; (g) waktu dan
rencana tahapan selanjutnya dalam penyelesaian sengketa; (h) hal-hal lain yang dianggap
penting.

Ketiga, pelaporan akhir suatu penyelesaian sengketa. Pelaporan ini lakukan ketika seluruh
proses penyelesaian suatu sengketa pemilu atau pemilihan telah diselesaikan. Laporan akhir
merupakan laporan lengkap yang menerangkan proses penyelesaian sengketa yang dilampiri
semua salinan dokumen penyelesaian sengketa. Tata urutan materi laporan akhir disusun
sesuai inovasi masing-masing sepanjang menerangkan seluruh proses dan melampirkan
semua salinan dokumen penyelesaian sengketa dari awal hingga akhir penyelesaian suatu
sengketa serta catatan-catatan yang dianggap penting untuk penyelesaian sengketa masa
mendatang.

Keempat, laporan tahunan penyelesaian sengketa. Laporan ini merupakan intisari dan trend
penyelesaian sengketa yang disampaikan satu kali setahun kepada Bawaslu.

Kelima, laporan akhir dari seluruh tahapan pemilu dan pemilihan yang terkait dengan
penyelesaian sengketa. Laporan ini menghimpun intisari dan trend seluruh penyelesaian
sengketa dari awal hingga akhir tahapan pemilu atau pemilihan yang disertai
catatan/masukan untuk perbaikan penyelesaian sengketa masa mendatang.
NASKAH PEGANGAN 8

TATA KELOLA LAYANAN INFORMASI DAN KOMUNIKASI SERTA KERJASAMA


ANTAR-LEMBAGA

Bawaslu dan jajarannya bertugas mengawasi penyelengaraan Pemilu dalam rangka


pencegahan dan penindakan untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis. Pencegahan dilakukan
sebagai upaya antisipasi agar tidak terjadi pelanggaran. Pencegahan berarti melakukan upaya-
upaya agar tidak terjadi pelanggaran hukum Pemilu.

Penindakan dilakukan sebagai langkah nyata terhadap pelaku pelanggaran Pemilu agar
yang bersangkutan mendapat sanksi hukum. Mereka yang diduga melakukan pelanggaran atas
laporan masyarakat dan/atau temuan Bawaslu, selanjutnya diproses melalui kajian. Langkah
penindakan dilakukan oleh pihak terkait, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) (untuk
pelanggaran administrasi), kepolisian (pelanggaran pidana), dan DKPP (pelanggaran kode etik)
setelah mendapat rekomendasi dari Bawaslu.

Untuk mengefektifkan tugas pengawasan Pemilu, Humas dan Hubungan antar-Lembaga,


mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan layanan informasi dan melakukan komunikasi dengan stake-holder Pemilu.


2. Melakukan kerja sama dengan institusi lain terkait fungsi pengawasan dan menindaklanjuti
kerja sama tersebut.

I. Tata Kelola Layanan Informasi

Layanan informasi merupakan salah satu tugas Hubungan Masyarakat (Humas). Humas
adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan secara sengaja, terencana, dan
berkesinambungan dengan orang-orang yang berkepentingan guna mendapatkan perhatian
publik dengan cara yang menguntungkan.

Dengan demikian, humas dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dalam
mengelola informasi internal, menyerap aspirasi, dan mengkomunikasikan kebijakan
organisasi untuk membentuk opini publik yang positif dalam upaya membangun
kepercayaan publik (public trust).
Secara ringkas tugas dan fungsi Humas adalah sebagai berikut :

1. melaksanakan komunikasi timbal balik antara instansi pemerintah dan publik yang
terencana untuk menciptakan saling pengertian dalam mencapai tujuan, demi
memperoleh manfaat bersama.
2. meningkatkan kelancaran arus informasi yang dapat diakses oleh publik.
3. meningkatkan koordinasi dalam penyebarluasan informasi tentang kebijakan pemerintah.
4. Membangun citra dan reputasi positif.
5. membentuk, meningkatkan, serta memelihara citra dan reputasi positif instansi
pemerintah dengan menyediakan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan
instansi.
6. menciptakan iklim hubungan internal dan eksternal yang kondusif dan dinamis.
7. menjadi penghubung instansi dengan publiknya.
8. melaksanakan fungsi manajemen komunikasi, yang meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pemberian masukan dalam pengelolaan informasi.

Tugas Humas dilaksanakan berdasarkan asas umum, yaitu: keterbukaan, objektif, jujur, tepat
janji, etis, profesional, akuntabel, dan integritas. Selain itu, Humas juga harus mematuhi
kode etik yang mengacu kepada Kode Etik Humas Pemerintah.

Hubungan dengan media massa menjadi salah satu fokus dari sejumlah tugas dan fungsi
Humas. Karena itu, perlu diketahui, bagaimana mengidentifikasi fakta atau keterangan hasil
pengawasan yang layak diberitakan media? Apa saja fakta dan keterangan tentang
pengawasan Pemilu yang layak diberitakan?

Jelasnya, seluruh pengawasan Pemilu layak diberitakan. Namun perlu dilihat dari sisi
pentingnya, magnitude-nya, dan dari sudut nilai berita lainnya. Fakta atau keterangan hasil
pengawasan yang disajikan juga harus akurat.

A. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bawaslu dan jajarannya merupakan badan publik, karena fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/ atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Sebagai badan publik, Bawaslu dan jajarannya memiliki kewajiban untuk menyediakan,
memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah
kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan
sesuai dengan ketentuan.

Menurut UU Nomor 14 Tahun 2008, jenis-jenis informasi publik terdiri atas:

1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, meliputi:


a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan.
Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik dilakukan paling
singkat 6 (enam) bulan sekali.
2. Informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta, yaitu informasi yang dapat
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak
termasuk informasi yang dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan
Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang
terbuka untuk umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan
masyarakat; dan/atau
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang KIP.
4. Informasi yang dikecualikan, di antaranya Informasi Publik yang apabila dibuka dan
diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan
hukum, yaitu informasi yang dapat:
a. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
b. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang
mengetahui adanya tindak pidana;
c. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencanarencana yang berhubungan
dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
d. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau
keluarganya; dan/atau
e. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

Ada beberapa kewajiban badan publik, yaitu : (a) membuat Daftar Informasi
Publik (DIP), (b) membentuk dan menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID), dan (c) menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait
informasi publik.

Meskipun badan publik belum membentuk PPID, namun pelayanan informasi


kepada publik harus tetap dilakukan, termasuk juga Panwas Kabupaten/Kota sebagai
lembaga ad-hoc. Bawaslu dan jajarannya memberikan layanan informasi publik
berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan
Pelayanan Informasi dan Dokumentasi Pengawasan Pemilu di lingkungan Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota. Selain itu, juga berdasarkan sejumlah
SOP terkait informasi publik.

Pengelolaan Informasi Publik harus dilakukan sesuai dengan UU KIP.


Pelanggaran atas ketentuan UU tersebut dapat dijerat sanksi pidana. Adapun ketentuan
pidana menyangkut informasi Publik meliputi:

1. Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan
hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (Pasal 51 UU KIP)
2. Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala,
Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar
permintaan sesuai dengan UU, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (Pasal 52 UU KIP).
3. Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak,
dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun
yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (Pasal 53 UU KIP).
4. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan yang dapat menghambat proses
penegakan hukum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (Pasal 54 UU
KIP).
5. Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau
menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah). (Pasal 55 UU KIP).

B. Peliputan Kegiatan

Hampir semua kegiatan organisasi yang mengundang wartawan diliput oleh


wartawan. Namun, hanya kegiatan yang memiliki nilai berita/jurnalistik yang memadai
saja yang banyak diliput oleh wartawan.

Jika suatu kegiatan terlampau sederhana atau tidak istimewa karena terlalu rutin
dilaksanakan, sebenarnya tidak perlu mengundang wartawan untuk meliput kegiatan
tersebut. Wartawan biasanya hanya meliput kegiatan besar, misalnya seminar, pelatihan,
diskusi panel, ataau kegiatan lomba. Usai acara pembukaan, wartawan bisa meminta
informasi tambahan dari panitia atau pejabat yang hadir pada acara tersebut.
Untuk memudahkan pekerjaan wartawan, siapkan materi yang dibutuhkan
wartawan, misalnya fotocopy naskah sambutan, serta materi yang berkaitan dengan
kegiatan yang sedang berlangsung.

Hal yang perlu diperhatikan dalam peliputan kegiatan :

1. Meskipun sudah mengundang wartawan dengan jumlah tertentu, jangan menolak


wartawan dari media yang tidak diundang, sejauh yang bersangkutan bermaksud
baik untuk meliput kegiatan tanpa tujuan yang lain.
2. Untuk dapat mengidentifikasi wartawan, berikan mereka ID Card yang sudah
disiapkan sebelumnya.
3. ID Card bisa dengan nama dan media, bisa pula hanya mencantumkan kata
“PRESS” atau “Wartawan” saja.
4. Jika ragu dengan wartawan yang datang, terlebih kedatangannya tidak diundang,
panitia bisa menanyakan kartu identitas atau surat keterangan lainnya.
5. Berikanlah materi informasi tertulis.
6. Berikan perlakuan yang sama antara wartawan dari media yang satu dengan media
laainnya.
7. Jangan mempersulit wartawan, misalnya mereka disuruh memfotocopy sendiri
materi tertulis.
8. Pemberian materi tertulis diprioritaskan kepada wartawan.
9. Berikan kemudahan yang menunjang lancarnya pekerjaan wartawan, termasuk
konsumsi dan alat kerja.
10. Berikan akses kepada wartawan yang ingin melakukan wawancara dengan nara
sumber pada kegiatan yang dilaksanakan, sepanjang tidak mengganggu kegiatan.

C. Penyebaran siaran pers

Siaran pers sering juga disebut press release. Kegiatan pembuatan dan
penyebaran siaran pers, merupakan kegiatan hubungan pers yang paling efesien. Humas
tidak perlu repot mempersiapkan segala sesuatu, sehingga sebuah berita dapat dimuat di
media. Siaran pers hanya berupa lembaran siaran berita yang dibagikan kepada para
wartawan atau media massa, baik secara langsung maupun dikirim melalui surat
elektronik (email).
Tidak semua siaran pers dimuat oleh media. Hanya siaran pers yang memiliki
nilai berita/jurnalistik yang dimuat oleh media. Salah satunya harus aktual dan memiliki
nilai berita penting. Siaran pers dikirim ke media sesaat setelah kegiatan selesai.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan dan penyebaran siaran pers:
Penulisan:
1. Tulislah siaran pers dengan ringkas dan padat. Jangan memanjangkan isi siaran
pers, sebaliknya jangan terlalu pendek.
2. Usahakan siaran pers mengandung unsur berita 5W + 1H, yaitu what (apa), when
(kapan), where (di mana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana).
3. Jika diperlukan, sertakan ilustrasi foto, gambar tabel data, atau grafik.
4. Tulislah siaran pers pada kertas yang berkop surat, sehingga siaran pers benar-benar
resmi.
5. Cantumkan nama pejabat yang paling berwenang untuk menyiarakan siaran pers
tersebut, misalnya kasek, atau anggota Panwas Kabupaten/Kota, dan siaran pers
tersebut ditanda tangani, sehingga isinya bisa dipertanggung jawabkan.
6. Untuk memperkaya data dan kedalaman siaran pers, lampirkan pula bahan-bahan
tertulis yang berkaitan dengan masalah atau kegiatan yang diinformasikan.
Misalnya, naskah pidato, makalah, dsb.
Pengiriman :
1. Kirimkan secepat mungkin. Jangan menunda hingga esok harinya.
2. Jika pengirim siaran pers sudah mengenal nama wartawan sesuai bidangnya,
tujukanlah kepada wartawan tersebut, tidak hanya kepada redaksi media yang
bersangkutan.
3. Pengiriman siaran pers bisa dilakukan dalam bentuk hardcopy atau softcopy.
4. Konfirmasi kembali lewat telepon, apakah siaran pers yang dikirim sudah diterima
oleh watawan atau media yang bersangkutan.

D. Konferensi pers

Konferensi pers dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat


melalui media tentang sesuatu hal/kegiatan besar dan sangat penting. Inisiatifnya bisa
datang dari organisasi atau juga dari wartawan.
Dalam pelaksanaan konfrenssi pers, siapkan bahan tertulis, sehingga wartawan
memiliki data yang akurat dari materi yang disampaikan dalam konferensi pers. Dalam
konferensi pers, ada forum diskusi atau tanya jawab, sehingga wartawan mendapatkan
informasi yang lengkap.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan konferensi pers:


1. Jangan mengundang wartawan secara mendadak, karena biasanya wartawan juga
sudah mempunyai jadwal kerja yang padat.
2. Hargailah waktu wartawan. Jika jadwalnya sudah ditentukan, jangan terlalu jauh
molor dari jadwal semula.
3. Jangan menunda waktu hanya karena ada watawan yang belum datang.
4. Biasanya wartawan menyukai acara jumpa pers pada pagi hingga siang hari, karena
sore hingga malam, mereka dikejar “deadline”.
5. Hindari konferensi pers pada hari libur.
6. Hindari konferensi pers pada lokasi yang jaraknya jauh atau sulit dijangkau oleh
wartawan.
7. Hadirkan orang yang mempunyai kredibitas, sehingga menaambah bobot
konferensi pers.
8. Jangan “mengusir” wartawan yang datang tidak diundang, sejauh yang
bersangkutan betul-betul membutuhkan informasi untuk berita.
9. Sediakan materi atau data tertulis sebagai pelengkap tulisan yang akan ditulis
wartawan.
10. Hindari jumpa pers satu arah. Berilah kesempatan wartawan untuk bertanya, dan
hindari jawaban “no comment” dalam diskusi. Humas memfasilitasi kegiatan
konferensi pers yang dilakukan oleh Pimpinan. Konferensi pers dilakukan untuk
merespon isu tertentu terkait masalah yang muncul dalam pengawasan Pemilu, dan
segera mempublikasikan hasil pengawasan yang mempunyai dampak yang luas
bagi masyarakat.

E. Wawancara pers
Wawancara pers dilaksanakan oleh media dengan pimpinan organisasi, dan
inisiatif tersebut biasanya datang dari media yang bersangkutan. Wawancara pers ada
dua macam, yaitu wawancara yang dipersiapkan dan wawancara spontan.

Wawancara yang dipersiapkan:

Dalam aktivitas jurnalistiknya, selain melakukan liputan dengan mengikuti kegiatan


organisasi, media juga merencanakan berbagai liputan. Liputan yang dilakukan oleh
media bisa berdasarkan hari-hari penting, bisa juga berdasarkan peristiwa besar yang
diadakan secara rutin maupun fenomena atau kejadian yang tidak dipersiapkan.

Wawancara spontan:

Wawancara spontan adalah wawancara mendadak, ketika secara tiba-tiba bertemu


dengan wartawan. Pertanyaan yang muncul biasanya berdasarkan isu aktual yang
beredar di masyarakat.

Hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara pers:


1. Semakin tinggi kredibilitas seseorang, semakin besar peluang untuk diwawancarai
oleh wartawan.
2. Orang yang mempunyai gagasan yang baru dan langka, biasanya menjadi sasaran
bagi wartawan untuk diwawancarai.
3. Semakin mudah gagasan seseorang dicerna wartawan, akan semakin banyak
pertanyaan berikutnya yang dimunculkan oleh wartawan.
4. Hindari kesan arogan saat menghadapi wawancara dengan wartawan.
5. Ciptakan suasana tenang dan santai ketika wawancara sedang berlangsung.
6. Wawancara tidak selamanya berlangsung secara tatap muka, tapi bisa juga melalui
sambungan telepon.
7. Jika tidak menguasai masalah, atau pertanyaan yang diajukan bukan menjadi
wewenang anda, sebaiknya anda menolak untuk diwawancarai.
8. Karena berbagai faktor, adakalanya hasil wawancara tidak diturunkan dalam bentuk
berita, dan wawancara yang panjang adakalanya dikutip satu alinea saja.

II. Media Komunikasi Terpadu


Media adalah saluran komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan
dan informasi. Media terdiri atas media tradisional dan media massa (pers). Salah satu
contoh media tradisional adalah pertemuan tatap muka. Sedangkan media massa (pers)
terdiri dari:

1. media cetak,

2. media elektronik, dan

3. media online.

Salah satu fungsi media adalah sebagai kontrol sosial, sehingga termasuk mengawasi
Pemilu. Dalam menjalankan fungsi tersebut, media atau pers membutuhkan hasil
pengawasan Pemilu yang menarik dan layak diberitakan. Pers tidak menunggu data harus
lengkap, melainkan kasus yang menarik perhatian publik dan sedikit lebih rinci. 

Di sinilah Panwas Kabupaten/Kota perlu mengetahui isu-isu yang layak


dipublikasikan oleh media mainstream. Isu-isu yang menarik antara lain masalah daftar
pemilih, pelanggaran kampanye, dana kampanye pasangan calon,  politik uang, manipulasi
hasil pemungutan suara, penghitungan dan rekapitulasi suara.

Ada kalanya pers hanya membutuhkan informasi awal untuk selanjutnya mereka
melakukan liputan yang mendalam. Bahkan, dalam proses liputan, media menemukan data
dan fakta berupa foto, video, dan keterangan yang bisa digunakan Bawaslu dan jajarannya
sebagai materi dalam menangani pelanggaran Pemilu.

Panwas Kabupaten/Kota dapat melakukan kerja sama atau pertukaran informasi


apabila keduanya telah membangun relasi yang baik. Karena itu, perlu diidentifikasi pers
yang memberikan perhatian pada pemberitaan Pemilu, dan perlu menjalin relasi yang baik
dengan pers yang mempunyai jumlah pembaca yang signifikan dan  sebaran yang luas.

Dalam mengidentifikasi  isu-isu Pemilu yang layak diberitakan, kita perlu


memperhatikan nilai berita (news values) yaitu:
1. Aktual, yaitu peristiwa baru terjadi.
2. Penting, yaitu peristiwa yang diaanggaap penting diketahui masyarakat.
3. Berdampak, yaitu peristiwa yang dianggap berpengaruh bagi masyarakat.
4. Kedekatan, yaitu peristiwa atau isu yang memiliki kedekatan baik secara geografis
maupun emosional dengan khalayak.
5. Luar biasa, yaitu peristiwa yang bersifat ganjil, aneh dan di luar kebiasaan atau
kelaziman.
6. Konflik, yaitu peristiwa yang mengandung konflik, baik fisik maupun emosional.
7. Ketegangan/drama, yaitu peristiwa yang mengandung ketegangan sebagai berita.
8. Tragis, yaitu peristiwa yang melibatkan emosional dan nurani kemanusiaan. Misalnya,
Pengawas Pemilu yang meninggal saat bertugas.
9. Ketokohan, yaitu peristiwa yang terkait dengan tokoh atau orang terkenal.
10. Seks, yaitu peristiwa yang mengandung seks.
11. Humor, yaitu peristiwa yang mengandung nilai humor.

Untuk informasi singkat sebagai pemberitahuan atau bahan running text, tidak harus
memenuhi enam unsur berita, tetapi cukup pada penekanan pesan yang ingin disampaikan.
Misalnya, Ketua Panwaslih Kabupaten “A” (who) memanggil (what) tim sukses calon bupati
“XX” (who) karena diduga melanggar ketentuan kampanye (why) kemarin (when) di
lapangan merdeka (where).

Informasi seperti ini, setiap saat bisa disampaikan kepada pers apabila ada laporan
dugaan pelanggaran Pemilu dari masyarakat atau temuan dan tindaklanjut yang dilakukan
oleh Bawaslu dan jajarannya. Pengiriman informasi singkat seperti ini dapat dilakukan
melalui pesan singkat (sms) kepada wartawan.

Dalam menjalankan tugasnya, wartawan berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik.


Apabila wartawan atau media memuat berita yang tidak akurat, maka media yang
bersangkutan wajib memberikan kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber
atau obyek berita. Hak jawab adalah hak pembaca atau sumber berita untuk meluruskan
berita yang dianggap merugikan atau diaanggap keliru atau tidak benar.

III. Kerja-sama dan Hubungan antar-Lembaga

Agar pengawasan Pemilu berjalan efektif, Panwas Kabupaten/Kota dapat


mengupayakan dukungan secara optimal dari pemerintah daerah, lembaga vertikal di tingkat
kabupaten/kota, dan organisasi kemasyaratan (ormas). Dukungan tersebut dapat
dilaksanakan melalui kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman.

Ruang lingkup kerja sama yang dibangun meliputi pengawasan tahapan, pengawasan
tindak lanjut rekomendasi, dan kegiatan lain yang sifatnya mendukung pengawasan. Di
dalam nota kesepahaman tersebut, setidaknya memuat beberapa hal yaitu maksud dan
tujuan, subjek, hak dan kewajiban, ruang lingkup, jangka waktu, keadaan memaksa (force
majeure), penyelesaian perselisihan, dan pembiayaan.

Hal yang harus diperhatikan dalam membangun kerja sama yaitu prinsip saling
menguntungkan, dan juga keseriusan lembaga yang diajak dalam kerja sama. Kerja sama
yang terjalin juga harus tetap menjunjung tinggi penghormatan terhadap kewenangan
lembaga lain, misalnya jika kerja sama dengan pihak kepolisian, maka tetap harus
menghormati kewenangan kepolisian untuk mencegah konflik. Selain itu, kerja sama juga
harus tetap menempatkan penghormatan terhadap putusan-putusan lembaga lain. Putusan-
putusan lembaga seperti KPU , PTUN, Pengadilan Tinggi, dan lembaga lain.

Terdapat beberapa lembaga yang bisa diajak kerjasama dalam rangka membangun
jejaring dalam konteks pengawasan, antara lain:

NO Lembaga Keterangan Pola


Kerjasama
1 KPU Kabupaten/Kota KPU Kabupaten/Kota wajib Langsung
menindaklanjuti rekomendasi yang
diberikan Panwas Kabupaten/Kota.
2 Pemerintah Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan Langsung
Kabupaten/Kota bantuan dan fasilitasi untuk keberhasilan
tugas-tugas pengawasan, seperti penugasan
personil dan sarana ruangan sekretariat.
Fasilitasi juga termasuk dalam pelaksanaan
penertiban alat peraga kampanye dan
kegiatan sosialisasi.
3 Komisi Penyiaran Pengawasan terhadap pemberitaan, Langsung atau
Indonesia Daerah penyiaran dan iklan kampanye di lembaga melalui
(KPID) penyiaran. Bawaslu
KPID berwenang memberikan sanksi Provinsi
kepada lembaga penyiaran.
4 Polres dan Polda Meneruskan temuan dan laporan tentang Langsung
pelanggaran tindak pidana Pemilu.
Keterpenuhan Syarat calon terkait SKCK.
5 Lembaga Pemantau Lembaga pemantau dapat membantu Langsung
pengawas dalam mengawasi tahapan
Pemilu.
6 Organisasi Kerja sama dalam bentuk pengawasan Langsung
Kemasyarakatan partisipatif
7 Pasangan calon dan Menjaga agar Pemilu berlangsung luber Langsung
Tim Kampanye dan jurdil.
8 Penuntut Umum/Jaksa Jaksa merupakan salah satu unsur dalam Langsung
(Kejaksaan) Sentra Gakkumdu.
9 Sekolah dan Perguruan Relawan Pengawas Pemilu. Langsung
Tinggi
10 Komisi Informasi Mendorong keterbukaan informasi publik. Langsung
11 Dinas Pendidikan Keterpenuhan syarat ijazah. Langsung
12 Pengadilan Negeri Surat keterangan tidak pernah dipidana Langsung
lebih dari 5 tahun.
13 Rumah Sakit Mengeluarkan surat keterangan syarat Langsung
mampu secara jasmani dan rohani.
14 Badan Narkotika Mengeluarkan keterangan bebas narkoba Langsung
Nasional pasangan calon
Kabupaten/Kota

A. Penandatanganan MoU

Panwas Kabupaten/Kota dapat melakukan penandatanganan Memorandum of


Understanding (MoU) dengan sejumlah institusi dan lembaga terkait. Misalnya dengan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), untuk mengawasi ketentuan masa kampanye
yang dilakukan oleh peserta Pemilu melalui lembaga penyiaran.

Penandatanganan MoU diawali dengan pertemuan untuk membahas bentuk kerja sama.
Draft MoU dibuat oleh masing-masing pihak yang terlibat. Draft tersebut memuat
tanggung jawab masing-masing pihak. MoU ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan.

B. Pembentukan Gugus Tugas

Panwas Kabupaten/Kota dapat membentuk gugus tugas pengawasan Pemilu dengan


melibatkan KPID Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Gugus tugas tersebut untuk
melakukan pengawasan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye di lembaga
penyiaran. Kegiatannya antara lain : rapat koordinasi, rapat evaluasi, dan konferensi pers.

C. Rakor Stakeholder Pengawasan Pemilu


Rakor stakeholder pengawasan Pemilu dilakukan untuk mendapat dukungan dari
masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan. Rakor tersebut dilakukan dalam rangka
pencegahan, karena melibatkan seluruh aktor. Berbagai potensi masalah, praktik curang
dan pelanggaran yang mungkin terjadi dalam Pemilu dapat dipetakan oleh peserta rakor,
yang disertai dengan masukan dan rekomendasi.

Dalam forum tersebut, biasanya ada keinginan bersama untuk menciptakan Pemilu damai,
bersih, dan berkualitas, serta upaya mencegah terjadinya konflik horisontal di tengah
masyarakat pasca Pemilu. Panwas Kabupaten/Kota dapat menggelar rakor stakeholder
pengawasan Pemilu dalam rangka berbagi tanggung jawab pengawasan secara bersama
dan proporsional kepada seluruh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai