PEGANGAN
Bimbingan Teknis Bawaslu Kabupaten/Kota
Modul 1
PEMILU DEMOKRATIS
A. Demokrasi di Indonesia
Demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintahan yang menekankan bahwa
kedaulatan negara berada di tangan rakyat, sehingga dengan demikian, rakyat yang menjadi
sumber otoritas dan sekaligus penentu utama dalam menjalankan kekuasaan di sebuah
negara. Demokrasi memiliki 4 nilai dasar yaitu; kebebasan individu, persamaan politik,
kesetaraan, dan kedaulatan rakyat.
Seorang negarawan dari Athena yang hidup pada tahun 430 SM bernama Pericles
menguraikan beberapa kriteria penting mengenai konsep demokrasi, diantaranya: 1)
Pemerintah suatu negara dibangun dari dukungan dan partisipasi yang mayoritas secara
langsung; 2) Adanya kesamaan warga negara di bawah hokum; dan 3) Adanya penghargaan
dan perlindungan terhadap pemenuhan HAM.
Sedangkan Robert Dahl mengemukakan 5 parameter demokrasi; 1) Partisipasi efektif;
2) Kesetaraan suara; 3) Pemahaman yang jelas; 4) Pengendalian agenda; dan 5)
Inklusivitas/keterlibatan warganegara dewasa.
Dalam konstitusi UUD NRI 1945, disebutkan bahwa Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan, yang berbentuk Republik, dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Makna dari "kedaulatan berada di tangan
rakyat yaitu bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk
secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus
dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi
jalannya pemerintahan.
Hal ini menunjukkan bahwa negara kita menganut sistem demokrasi konstitusional,
sesuatu yang telah menjadi kesepakatan bersama rakyat Indonesia mengenai fundamen
sistem pemerintahan. Pelaksanaan kedaulatan rakyat tersebut salah satunya melalui
pemilihan umum, sebagai sarana rakyat sebagai pemegang kedaulatan untuk terlibat dalam
memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR/D, DPD, dan kepala daerah. Perwujudan
kedaulatan rakyat melalui Pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin
melalui Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara
langsung serta memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan,
menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua
pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing,
serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-
fungsi tersebut.
Pemilu dipahami sebagai salah satu perangkat penting demokrasi. Tidak ada satupun
negara demokrasi yang tidak menggunakan pemilu sebagai sarana demokratisasi. Namun
sebaliknya, tidak sedikit negara non-demokratis yang menggunakan pemilu dengan maksud
memobilisasi sumber daya guna melanggengkan keberlangsungan rezim non demokratis.
Oleh karenanya, dalam rangka mencegah pemanfaatan pemilu hanya sebagai instrument
untuk melegitimasi kekuasaan rezim yang otoriter, maka beberapa ahli menetapkan strandard
pemilu yang dapat dikategorikan sebagai pemilu yang demokratis.
Pemilu merupakan mekanisme terpenting untuk memfasilitasi kompetisi politik dan
menghasilkan pemerintahan yang memiliki legitimasi. Pemilu adalah instrumen politik
paling spesifik yang dapat dibentuk. Pemilu dapat direncanakan sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan tertentu, sehingga dapat memberikan ganjaran bagi tipe tindakan-tindakan
tertentu dan mengekang tindakan-tindakan lainnya.
Lembaga pengawas pemilu lahir melalui sebuah proses sejarah yang panjang dan
dipengaruhi oleh konteks sosial politik yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan sistem
kelembagaan penyelenggara pemilu di Indonesia memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri
dibandingkan dengan sistem di negara-negara lainnya di dunia.
Setidaknya ada 3 hal yang penting untuk diketahui terkait dengan kelahiran dan
keberadaan kelembagaan pengawas pemilu. Pertama; Mandat Sejarah: Lembaga Pengawas
Pemilu lahir karena merebaknya praktek kompetisi yang tidak fair, banyaknya pelanggaran,
dan sengketa dalam Pemilu di Indonesia. Tidak hanya dilakukan oleh peserta pemilu saja,
pelanggaran ini juga dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini memicu ketidakpercayaan (distrust),
yang kemudian mendorong dibentuknya lembaga pengawas pemilu pada tahun 1982.
Kedua: Mandat Sosial, Politik dan Budaya. Kehadiran lembaga pengawas pemilu
secara sosiologis dan politis dimaksudkan untuk mengawal dan meastikan agar
penyelenggaraan pemilu berjalan secara fair dan demokratis. Eksistensi lembaga pengawas
pemilu dari masa ke masa semakin diperkuat baik dari sisi wewenang, tugas, maupun
kelembagaan, yang mengindikasikan semakin besarnya tingkat ekspektasi masyarakat.
Ketiga: Mandat Yuridis: UU Pemilu mengatur tentang prinsip dan prosedur
penyelenggaraan pemilu yang harus dijalankan secara konsisten agar pemilu dapat berjalan
secara fair dan demokratis. Norma ketentuan ini harus menjadi acuan bagi jajaran pengawas
pemilu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya serta dalam menggunakan
wewenangnya dalam mengawal integritas penyelenggaraan pemilu.
Dengan memahami dan menginternalisasi konteks sejarah, sosial, politik dan yuridis
keberadaan lembaga pengawas pemilu ini, maka seyogyanya seluruh pengawas pemilu dapat
memahami jati diri mereka, yang pada tataran selanjutnya akan dapat menuntun mereka
dalam membentuk sikap, perilaku, dan kinerja dalam melakukan pengawasan pemilu.
Dengan memahami mandat historis pengawas pemilu sebagai lembaga yang dibentuk untuk
mengembalikan sikap political-distrust antar kekuatan politik dalam pemilu, maka pengawas
pemilu harus mengutamakan professionalisme dalam kerja pengawasan, penindakan, dan
penyelesaian sengketa. Kegagalan dalam menjaga jati diri/marwah ini akan berarti
mengingkari mandat sejarah, sosial dan yuridis pengawas pemilu.
Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi
yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau
larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh
Penyelenggara Pemilu. Setiap penyelenggara Pemilu wajib bekerja, bertindak, menjalankan
tugas, wewenang dan kewajiban sebagai penyelenggara Pemilu dengan berdasarkan Kode
Etik dan pedoman perilaku Penyelenggara Pemilu, serta sumpah/janji jabatan.
Pengaturan Kode Etik penyelenggaran Pemilu bertujuan menjaga integritas,
kehormatan, kemandirian,dan kredibilitas anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN serta anggota Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,
Panwaslu LN, dan Pengawas TPS. Dengan demikian, Keberadaan kode etik penyelenggara
pemilu ini sebagai koridor untuk menjaga sikap dan perilaku penyelenggara pemilu agar
dapat memenuhi asas pemilu terutama asas jujur dan adil.
Kode Etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh:
anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota atau
KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Kelurahan/Desa, Pengawas Pemilu Luar Negeri, dan Pengawas TPS;
Jajaran sekretariat KPU dan Bawaslu.
Kode etik penyelenggara pemilu mengacu kepada prinsip-prinsip berikut ini:
Mandiri
Jujur
Adil
Kepastian hukum
Tertib
Terbuka
Proporsional
Professional
Akuntabel
Efektif
Efisien
Kepentingan umum
Aksessibilitas
Penegakan kode etik penyelenggara pemilu dilakukan oleh Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 7 tahun 2017, penegakan
kode etik penyelenggara pemilu oleh DKPP dibatasi hanya kepada KPU, KPU Provinsi,
KPU Kab/Kota dan KIP, serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kab/Kota.
Sedangkan penegakan kode etik penyelenggara pemilu terhadap penyelenggara pemilu
adhoc (PPK, PPS, KPPS, serta panwascam, Pengawas Desa, dan Pengawas TPS) dilakukan
oleh KPU Kab/Kota dan Bawaslu Kab/Kota.
Kepatuhan terhadap kode etik penyelenggara pemilu masih menjadi tantangan yang
besar bagi penyelenggara pemilu. Dari tahun ke tahun, jumlah pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu masih cukup besar, sehingga berpotensi berdampak kepada
pelemahan tingkat kepercayaan publik atas integritas penyelenggara pemilu.
Catatan DKPP menunjukkan beberapa modus pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu yang kerap dilakukan oleh jajaran KPU maupun pengawas pemilu. Modus-modus
tersebut meliputi:
Pengawas pemilu perlu mengenali dan memahami modus-modus tersebut di atas.
Dengan mengenali modus-modus pelanggaran kode etik ini, maka seyogyanya pengawas
pemilu dapat menghindarkan diri dari kemungkinan melanggar kode etik penyelenggara
pemilu.
Di samping memahami jati diri pengawas pemilu dan kode etik penyelenggara
pemilu, insan pengawas pemilu juga perlu memahami SIM-P.
1. Soliditas
Pengawas Pemilu harus mampu membangun sebuah pondasi, prisai, atap yang
kokoh, kuat dan rapat terhadap kepemiluan. Apa-apa saja yang menjadi tugas dan
wewenang serta kewajiban dari Panwas terkait dengan kepemiluan. Menjalankan dan
mengamankan kepentingan-kepentingan yang ada untuk tujuan tegaknya demokrasi yang
telah di amanatkan oleh Undang-undang sesuai dengan visi misi serta asas-asas pemilu,
memahami aturan dan bekerja sesuai degan aturan, lalu tegakkan kode etik, dan
melaksanakan tugas sesuai tupoksi yang ada ( discription). Bertindaklah sesuai dengan
prosedur standar, bangunlah motivasi kerja dengan cara transparansi, profesionalitas,
akuntabilitas.
Ini merupakan modal dasar untuk pertahanan dalam menjalankan serta tegak dan
berdirinya panwas secara kuat tidak mudah untuk diarahkan kepada siapapun guna untuk
tujuan dan kepentingan pribadi, kelompok, maupan golangan.
Panwas harus mampu membangun itu semua sehingga siapa-pun yang melihat,
mendengar dan membutukannya sesuai dengan apa yang telah di amanatkan olehnya.
Didalam menjalankannya tidak bisa hanya menjalankan sekedarnya saja, namun
harus mampu melakukannya melebihi dari apa yang telah tertera ia harus mampu dan
berkemampuan untuk penyelidikan yang dalam agar hal tersebut benar-benar sesuai
dengan aturan yang telah digariskan. Sehingga siapun yang mendegar, melihat dan
menyaksikannya memiliki kalsipikasi kaliber berat. Untuk pencapai, tentunya diawali
oleh keseriusan yang sesungguhnya dibuktikan oleh semua pihak tampa ke-berpihakan.
Jika itu dilaksanakan dengan baik maka panwas akan dilihat kokoh dan kuat tidak
gampang diombang-oambingkan, dipermainkan dan lain sebagainya.
Agar proses itu terbagun dengan cepat dan baik panwas harus
mempertahankannya secara terus-menerus memembuka diri dengan menerima masukan
dari segala pihak dengan cermat dan utuh, bukan sebaliknya panwas tertutup atau
menutup diri, panwas harus mampu membagun hubugan antar masyarakat, lembaga-
lembaga lainnya. Disisi ini panwas juga harus mengerti dan tau menempatkan diri. Oleh
karena itu pada jajaran keatasnya ia harus menempuh mekanisme yang ada dan jika itu
dengan jajaran yang di bawahnya maka setidaknya dapat memberikan dukungan yang
kuat. Maka, jika dijalankan kesemuanya ini akan terbagun suatu soliditas kesetiakawanan
atau kekompakan.
2. Integritas
Integritas adalah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang akan di katakan dan
apa yang akan dilakukan, satunya perkataan dan perbuatan. Integritas membuat seseorang
dapat dipercaya. Integritas membuat orang lain mengandalkan seseorang. Integritas
adalah penempatan janji-janji. Integritas tidaklah sama dengan citra diri (image).
"Image" adalah persepsi orang mengenai diri kita, sedangkan integritas adalah siapa diri
kita sesungguhnya. Bila kita memusatkan seluruh daya upaya, pikiran, dan waktu untuk
memperlihatkan sebuah "image" palsu kepada orang lain, kita berisiko kehilangan
integritas. Satu hal yang membuat sebagian besar orang enggan mengikuti anda adalah
bila mereka tak sepenuhnya merasa yakin bahwa anda akan membawa mereka menuju ke
tujuan yang Anda janjikan.
Pertanyaannya, apakah Anda dikenal sebagai seseorang yang mempunyai integritas? .
Bila ya,...
Maka Anda layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.
Pengawasan Yang Berintegritas :
Seorang Panwas menyadari bahwa hal-hal kecil itu penting, tidak akan tergoda oleh
hal-hal yang lebih besar- kekuasaan, prestise maupun uang sekalipun. Panwas taat
pada nilai moral internal/kode etik kepemiluan, bahkan bila itu berarti panwas harus
berhadapan dengan resiko yang tinggi.
Seorang Panwas mampu menemukan serta mengungkapkan yang benar (saat yang
lain melihatnya abu-abu). Kemudian tidak untuk mengambil keputusan sendiri.
Seorang Panwas memilliki tanggung jawab yang tinggi, bersikap terbuka dan jujur,
mengungkapkan informasi yang baik maupun yang buruk secara lengkap. lakukan
dengan tidak berdasarkan tekanan, tidak berdasarkan permintaan, tidak atas
keberpihakan pada peserta pemilu. laksanakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan, kajian yang mendalam berdasarkan imformasi yang ada serta berdasarkan
keadilan prosudural.
Menciptakan budaya kepercayaan, tidak menguji integritas pribadi panwas yang lain
atau Kasek serta jajaranya. Kemudian untuk memperkuat integritas itu dengan
melalui prinsip, control, dan teladan pribadi dan juga memberikan penghargaan
pribadi dalam segala tindakan mereka.
Seorang Panwas tepat waktu, berlaku penuh integritas, guna memperoleh
kepercayaan.
Seseorang Panwas peduli terhadap yang utama (asas-asas pemilu) kebaikan yang
lebih besar, berkomitmen (individu/kelompok) sangat kuat untuk memberikan yang
utama itu terhadap penyelenggaraan pemilu.
jujur namun rendah hati, tidak memproklamasikan kebaikan atau kejujuran sendiri.
Seseoarng Panwas bertindak sebagai sedang diawasi, berfikir bahwa setiap tindakan
anda selalu diawasi.
Tempat kan orang yang yang ber-Integritas, kelilingi diri dengan orang-orang
berintegritas tinggi lalu mempromosikan orang yang memperlihatkan kemampuan
untuk dipercaya.
Konsisten, seorang Panwas harus memiliki konsistensi dan keterdugaan etis.
Mengapa penyelenggara pemilu harus memiliki integritas ?
Untuk menjamin kualitas kepemiluan
Menentukan masa depan penyelenggaraan pemilu yang lebih baik
Menciptakan pemilu yang berintegritas dan berkesinambungan.
Bila penyelenggaraang pemilu memiliki integritas maka siapaun yang memandang
bahwa pemilu yang diselenggarakan adalah pemilu yang berintegritas, apa yang kita
katakana dengan mudah serta di terima oleh orang lain sehingga kita lebih mudah
menjalankan kepengawasan itu sendiri.
3. Mentalitas
Seorang Panwas harus memilki mentalitas yang tinggi dalam menjalankan tugas-
tugasnya, sehingga tahan terhadap tekanan dari berbagai pihak. Tidak gampang
menyerah. Panwas harus mampu berada pada ruang dan waktu, kapan saja dan dimana
saja. Tidak mudah surut jika mendapat hambatan bahkan tantangan dan hambatan adalah
merupakan seni dari pengawasan.
Kata kuncinya peserta pemilu dan penyelenggara pemilu pada dasarnya tidak
ingin diawasi. Dengan perkataan lain, mereka tidak menyukai Panwaslu yang kuat.
4. Profesional
Lakukanlah tugas pengawasan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Berikanlah imformasi selengkap-lengkapnya kepada semua pihak
mengenai tugas maupun aturan yang berlaku pada mereka. Jalankan tugas dengan
keterbukaan/trarnparan sesuai dengan tupoksi yang telah diatur. Terapkan mekanisme
kerja yang jelas dan terukur. Seorang Panwas yang professional memahami peraturan
perundangan-undagan serta menerpkannya dengan baik dan benar.
Di samping itu, UU Nomor 7 tahun 2017 Pasal 136 juga memberi wewenang
kepada Bawaslu Kab/Kota untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran hingga ke
pemberhentian Panwaslu Kecamatan:
Pasal 136 ayat (2)
Pemberhentian anggota Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/Desa yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2) huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf e didahului dengan verifikasi oleh Bawaslu Kabupaten/Kota berdasarkan
aduan Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih
yang dilengkapi identitas yang jelas.
Ayat (5): Dalam pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Panwaslu
Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/ Desa diberi kesempatan untuk membela diri di
hadapan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Ayat (8): Dalam hal rapat pleno Bawaslu Kabupaten/Kota memutus pemberhentian
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2l1, anggota yang bersangkutan diberhentikan
sementara sebagai anggota panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/Desa sampai
dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.
Bawaslu Kabupaten / Kota berkewajiban :
a. bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas
Pemilu pada tingkatan di bawahnya.
c. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Provinsi sesuai dengan
tahapan Pemilu secara periodik dan/ atau berdasarkan kebutuhan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang
mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tatrapan Pemilu di tingkat
kabupaten/kota;
e. mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan
yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dengan memperhatikan data
kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. mengembangkan pengawasan Pemilu partisipatif; dan
g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka
pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu di wilayah kecamatan;
membantu meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait ddam rangka
pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu; dan
menerima salinan berita acara dan sertifrkat pemungutan dan penghitungan suara; dan
Berdasarkan Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Panwaslu
Kabupaten/Kota, Struktur Organisasi Bawaslu Kab/Kota sebagaimana dibawah ini:
Struktur Organisasi Bawaslu Kabupaten/Kota
BAWASLU KAB/KOTA
PANWASLU KECAMATAN
PLENO
SEKRETARIAT
Modul 3
REGULASI DAN ADVOKASI
B. Perencanaan Penyusunan
C. Audit Regulasi
Audit regulasi dalam hal ini adalah merupakan kegiatan inventarisasi peraturan
Bawaslu. Peraturan bawaslu ini adalah meliputi semua peraturan yang ada di lingkungan
Bawaslu baik berupa peraturan bawaslu, surat edaran, maupun dokumen-dokumen lainnya
yang memuat perintah kerja. Audit regulasi ini bertujuan untuk menilai terhadap
kedayagunaan regulasi terhadap penerapannya dilapangan. Audit regulasi ini tidak hanya
dilakukan oleh Bawaslu saja sebagai pembuat regulasi terkait peraturan Bawaslu, melainkan
juga dilakukan oleh Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kab/Kota sebagai pelaksana aturan
tersebut. Audit regulasi dilakukan melalui pengiriman sejumlah pertanyaan kepada Bawaslu
Provinsi guna mendapatkan masukan terhadap regulasi yang ada apakah dapat berjalan
efektif, mendukung pelaksanaan kewenangan atau justru malah menghambat pelaksanaan
kewenanangan. Masukan dari Bawaslu Provinsi dapat disampaikan kapanpun kepada Bagian
Hukum Bawaslu RI dan tidak terbatas hanya pada masa pengiriman pertanyaan.
D. Analisis Hukum
Analisis hukum merupakan upaya pemahaman tentang struktur sistem hukum, sifat
dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui efektifitas sebuah peraturan Bawaslu terhadap kemajuan perilaku masyarakat
saat ini. Sehingga Perbawaslu diharapkan dapat Aplikatif di sisi penerapnnya sehingga
memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana
juga diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa membentuk Peraturan Perundang-
undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
baik yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan;
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (a) menyatakan bahwa Kejelasan Tujuan adalah
bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang
jelas yang hendak dicapai.
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (b) menyatakan bahwa setiap jenis peraturan
Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan.
Dalam Penjelasan Pasal 5 huruf (c) menyatakan Maksudnya bahwa dalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang Undangan.
4. Dapat dilaksanakan
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (d) menyatakan bahwa maksud dari dapat
dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis sosiologis, maupun yuridis
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (e) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (f) menyatakan kejelasan rumusan Adalah bahwa
setiap Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
Peraturan Perundang-Undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta
bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaanya.
7. Keterbukaan
Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (g) menyatakan maksud keterbukaan Adalah
bahwa dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan perundang-
Undangan.
Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) merupakan suatu rangkaian riset yang dilakukan
Bawaslu sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan, program, dan strategi dalam konteks
pengawasan di bidang kepemiluan. Melalui pendekatan pencegahan, IKP dibutuhkan
sebagai instrumen deteksi dini dari potensi kerawanan di setiap wilayah yang hendak
melangsungkan Pilkada, harapannya segala bentuk potensi kerawanan dapat diantisipasi,
diminimalisir, dan dicegah.
Instrumen IKP meliputi (1) Perumusan tujuan dan kegunaan Indeks Kerawanan
Pemilu (Pilkada); (2) Definisi konseptual dari Kerawanan Pemilu; (3) Operasionalisasi
konsep yang meliputi penentuan dimensi, variabel, indikator, dan item indikator berupa
pertanyaan; (4) Melakukan pembobotan ulang setiap variabel dan indikator melalui
Analytical Hierarchy Process (AHP) yang melibatkan para ahli dalam expert judgement,
(terdiri dari para akademisi, praktisi dan kementerian/lembaga terkait); (5) Perubahan
mekanisme pengukuran dan analisis instrumen Indeks Kerawanan Pemilu.
Proses riset melibatkan berbagai pihak yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan
pegiat di bidang kepemiluan serta kementerian/lembaga terkait. Serta dalam pengumpulan
data melibatkan seluruh Bawaslu propinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
1. Tujuan dan Kegunaan Indeks Kerawanan Pemilu
a) Untuk melakukan pemetaan, pengukuran, prediksi, dan deteksi dini dalam
menentukan wilayah-wilayah prioritas yang didentifikasi sebagai wilayah rawan
dalam proses pemilu yang demokratis.
b) Untuk mengetahui dan mengidentifikasi ciri, karakteristik, dan kategori
kerawanan dari berbagai wilayah yang akan melangsungkan pemilu.
c) Sebagai referensi dalam menentukan strategi dan langkah-langkah antisipasi,
pencegahan, dan meminimalisir kerawanan pelaksanaan pemilu.
Dalam literasi dasar ilmu politik, konsep pemilihan umum yang demokratis
bersandar pada dua dimensi penting yakni kontestasi dan partisipasi. Kontestasi yakni
menyangkut subjek peserta pemilu (partai politik dan kandidat) yang saling
berkompetisi dalam meraih posisi politik terntentu. Dalam dimensi kontestasi melihat
seberapa adil dan setara proses kompetisi berlangsung diantara para kontestan.
Sumber Data dalam penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer disusun dan dikumpulkan berdasarkan isian data
item indikator yang dilakukan oleh bawaslu propinsi dan panwaslu kabupaten/kota,
serta dilakukan proses verifikasi dan validasi data melalui wawancara tatap muka oleh
peneliti. Data Sekunder merupakan data resmi yang bersumber dari DKPP, KPU,
kementerian/lembaga, dan media.
Bawaslu sebagai lembaga yang mempunyai mandat untuk mengawasi proses Pemilu
membutuhkan dukungan banyak pihak dalam aktifitas pengawasan. Salah satunya adalah
dengan mengajak segenap kelompok masyarakat untuk terlibat dalam partisipasi pengawasan
setiap tahapannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengawalan suara tidak sekadar datang
dan memilih, tetapi juga melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang
terjadi, serta melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang
bertugas mengawasi proses Pemilu dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu.
Pengawasan partisipatif yang dilakukan untuk memujudkan warga negara yang aktif
dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi. Pengawasan juga menjadi sarana
pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat pemilih.
Bagi masyarakat, dengan terlibat dalam pengawasan Pemilu secara langsung, mereka
dapat mengikuti dinamika politik yang terjadi, dan secara tidak langsung belajar tentang
penyelenggaraan Pemilu dan semua proses yang berlangsung. Bagi penyelenggara Pemilu,
kehadiran pengawasan masyarakat yang massif secara psikologis akan mengawal dan
mengingatkan mereka untuk senantiasa berhati-hati, jujur dan adil dalam menyelenggarakan
Pemilu. Sejatinya, baik penyelenggara, pengawas, pemantau, peserta Pemilu, dan sejumlah
pihak yang terkait dalam Pemilu dapat belajar berperan sesuai latar belakangnya masing-
masing.
Dalam membangun citra sebagai sebuah lembaga yang sekaligus juga rumah bagi
masyarakat. Dari Bawaslu, diharapkan masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan dan
informasi terkait demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu. Untuk itu, dinilai perlu ada
wadah yang menjadi sarana penyediaan berbagai informasi mengenai pengawasan pemilu.
Selain sebagai sarana edukasi bagi masyarakat, sarana tersebut juga dapat menjadi salah satu
pendukung pembangunan citra Bawaslu sebagai rumah yang nyaman bagi rakyat dalam
pengawasan pemilu.
Berangkat dari evaluasi dan cita-cita besar Bawaslu untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan Pemilu, Bawaslu merancang beberapa program besar yang
didisain sebagai Pusat Pengawasan Partisipatif. Program tersebut adalah Pengawasan
Berbasis Teknologi Informasi (Gowaslu), yaitu portal bersama penghubung jajaran pengawas
yang dapat dijangkau pemantau dan masyarakat pemilih; Pengelolaan Media Sosial, yaitu
pengelolaan media sosial sebagai media sosialisasi dan transfer pengetahuan dan
keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada masyarakat untuk
mendorong pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu melalui;
Forum Warga Pengawasan Pemilu, pemberdayaan forum atau organisasi sosial masyarakat,
baik luar jaringan (tatap muka/offline) maupun dalam jaringan (daring/online) untuk
pengawasan paprtisipatif.
Gowaslu adalah portal bersama yang dapat menghubungkan jajaran pengawas (yang
mempunyai kewenangan pengawasan dan menerima informasi awal dugaan pelanggaran)
dengan metode yang dapat dengan mudah dan cepat dijangkau oleh pemantau dan
masyarakat pemilih.
Dalam meningkatkan partisipasi dan jumlah informasi awal dugaan dari masyarakat,
Bawaslu memanfaatkan teknologi informasi sehingga keterlibatan masyarakat semakin luas,
sistemik, terstruktur dan integratif. Dengan pemanfaatan teknologi, keterlibatan masyarakat
dalam peinformasi awal dugaan pelanggaran pemilu juga dapat dilakukan secara mudah,
efektif dan efisien tanpa mengurangi subtansi penanganan pelanggaran Pemilu.
Karenanya, sebagai bagian dari keseluruhan tugas dan tanggung jawab Bawaslu,
tentunya dengan pengawasan pelaksanaan pemilu ini harus memberikan kontribusi dalam
meningkatkan kinerja dan responsibilitas Bawaslu terhadap pelaksanaan pengawasan Pemilu,
dan memberikan informasi serta pelayanan kepada masyarakat. Selain daripada itu, setiap
aktifitas penyelenggaraan Pemilu harus lebih berpihak kepada kepentingan publik
dibandingkan untuk kebutuhan aparatur. Di sinilah fungsi dari pengawasan berjalan dengan
baik.
Kategori informasi awal dugaan pelanggaran pemilu dalam sistem Gowaslu ada lima.
Pilihan jenis dugaan pelanggaran ini didasarkan pada pelanggaran yang paling sering terjadi
dan berhubungan langsung dengan pemilih. Kelima jenis informasi awal dugaan tersebut
adalah:
a) Data Pemilih.
b) Alat Peraga Kampanye
c) Kampanye
d) Politik Uang.
e) Pemungutan Suara
Forum Warga sebagai salah satu model dalam meningkatan pengawasan partisipasi
masyarakat untuk mengawal penyelenggaraan pemilu merupakan wujud pelaksanaan
peraturan undang-undangan. Melalui pendidikan pengawasan Pemilu, diharapkan forum
warga memiliki karakter sebagai pengawas Pemilu.
Untuk itu, penting bagi Bawaslu melakukan identifikasi terhadap banyaknya forum
warga yang eksis di masyarakat. Identifikasi itu kemudian ditindaklanjuti dengan menjalin
kerja sama dalam pengawasan Pemilu. Fungsi kerja sama ini tidak hanya dapat memperkuat
kapasitas pengawasan, tetapi juga mendorong perlibatan warga yang lebih luas dalam
pengawasan penyelenggaraan Pemilu.
Prinsipnya program ini adalah upaya untuk mendekatkan rakyat dengan persoalan-
persoalan pengawasan Pemilu, upaya peningkatan partisipasi dan pemberian pemahaman
bahwa keputusan politik untuk mengawal pemilu berakibat pada kehidupan dasar rakyat.
Dengan program ini diharapkan tumbuh kesadaran partisipasi masyarakat terhadap proses
politik yang berkualitas.
Individu pengawas pemilu kerap menjadi anggota dan terlibat dalam organisasi
keagamaan dan kemasyarakatan yang dapat digunakan untuk melakukan sosialisasi
pengawasan pilkada atau pemilu. Forum Warga menjadi solusi atas keterbatasan sumber
daya dan infrastruktur dalam pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan oleh pengawas.
Metode yang digunakan dalam Forum Warga adalah dialogis dan partisipatoris.
Sedangkan caranya bisa dilakukan dengan mengumpulkan warga berbasis komunitas atau
memanfaatkan perkumpulan yang sudah ada dalam masyarakat, seperti arisan, pengajian,
majlis taklim dan lain-lain.
Selain pertemuan tatap muka (offline) Forum Warga dapat dilakukan dengan metode
dalam jaringan (daring/online) melalui grup messenger seperti grup Whatsapp, Facebook dan
media sosial dan messenger lainnya. Pengawas pemilu membagikan informasi mengenai
pengawasan melalui Forum Warga Online tersebut.
Materi yang akan disampaikan pada Forum Warga, pada dasarnya, adalah materi
pengawasan partisipatif Pemilu yang terdiri dari:
1. Materi dasar pentingnya pengawasan Pemilu sebagai ruang partisipasi masyarakat untuk
mengawal penyelenggaraan Pemilu
2. Sosialisasi pentingnya memperhatikan pencegahan Pemilu.
3. Sosialisasi tata pelaporan dugaan pelanggaran pemlu.
4. Pembagian materi sosialisasi pengawasan Pemilu.
1. Komunitas hobi,
2. Kelompok perempuan,
3. Pemilih pemula,
4. Pengajian,
5. Pemberdayaan kesejahteraan keluarga,
6. Kelompok agama,
7. Kelompok disabilitas,
8. Aparat pemerintah,
9. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK),
10. Organisasi kemasyarakatan, dan sebagainya.
Istilah Sejuta Relawan itu sendiri dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada
seluruh pihak yang terlibat dalam Pemilu dan masyarakat pada umumnya, bahwa betapa
besar dan luasnya gerakan ini. Dengan demikian, diharapkan gerakan ini akan memicu
masyarakat agar lebih peduli terhadap Pemilu. Siapapun, terutama mereka yang mempunyai
jiwa sosial dan pengabdian kepada masyarakat, negara, dan bangsanya diharapkan
mendedikasikan dirinya menjadi relawan, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai
potensi dan kemampuan.
Sedangkan defenisi Relawan Pengawas Pemilu adalah warga negara Indonesia yang
terdaftar sebagai pemilih pada hari pelaksanaan pemungutan suara) dari kalangan pelajar
(SMA/SMK/MA) dan mahasiswa yang direkrut oleh jajaran pengawas Pemilu atau
mendaftarkan diri secara aktif yang memenuhi syarat dan ketentuan. Anggota organisasi
kemasyarakatan dan masyarakat umum juga bisa menjadi relawan pengawas dalam gerakan
ini dengan melalui verifikasi independensi terlebih dulu.
Program pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu bagian dari kurikulum
mahasiswa program pendidikan S-1. Program ini bersifat wajib dilaksanakan oleh
mahasiswa, dengan berlandaskan pada prinsip prinsip: kompetensi akademik, jiwa
kewirausahaan (entrepreneurship), dan profesional, sehingga dapat menghasilkan program
pengabdian kepada masyarakat yang bermutu, relevan, dan sinergis dalam meningkatkan
pemberdayaan masyarakat.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada
masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa secara interdisipliner, institusional, dan
kemitraan sebagai salah bentuk kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi. Seiring dinamika
masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun dunia global, maka program KKN
diarahkan pada pola KKN Tematik berbasis pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan
penyelengaraan pemilu. KKN Tematik Pengawasan Pemilu merupakan program KKN
dengan fokus dan mempunyai relevansi dengan Program Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) yang sudah dicanangkan oleh pemerintah dan relevan dengan
visi, misi, renstra, yang dimiliki Badan Pengawas Pemilihan Umum.
b) Magang
Program magang dapat diikuti mahasiswa/i dengan terlibat dalam proses pengawasan
Pemilu di kantor-kantor Pengawas Pemilu.
Program Diskusi dan Seminar yang menjadi karakter Kampus memasukkan materi-
materi Pemilu dan Pengawasan Pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman mahasiswa/i.
Tugas belajar dan penelitian pengawasan pemilu menjadi bagian kegiatan perkuliahan di
kampus. Dengan mengambil obyek kepemiluan mahasiswa dapat berdiskusi dan
mengambil informasi dari pengawas Pemilu untuk menyelesaikan tugas belajar dan
penelitiannya.
Dalam penyelenggaraan program pengabdian masyarakat ini, Bawaslu dan Perguruan
Tinggi dapat memulainya dengan melakukan Memorandum of Understanding (MoU)
yang memuat kesepakatan antar dua pihak dalam meningkatkan pengalaman lembaga
dan kampus dalam Pengawasan Pemilu.
Pengelolaan media sosial adalah pengelolaan media sebagai media sosialisasi dan
transfer pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada
masyarakat untuk mendorong pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus
terlebih dulu melalui. Salah satu manifestasi kedaulatan rakyat adalah pelibatan langsung
masyarakat dalam proses demokrasi, yang dalam hal ini adalah Pemilu. Pemilu juga
merupakan medium aktualisasi partisipasi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan dalam
penentuan jabatan politik.
Dengan wilayah Nusantara yang sangat luas, penyebaran informasi dan transfer
pengetahuan serta keterampilan pengawasan Pemilu memiliki tantangan tersendiri.
Terlebih, banyak wilayah dengan geografis yang jangkauannya tidak mudah. Kehadiran
media informasi secara fisik menjadi hal yang tidak mudah. Meski demikian, upaya
sosialisasi dan transfer pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pemilu harus tetap
dilakukan. Karenanya, penggunaan media alternatif sangat diperlukan.
Di era teknologi informasi seperti saat ini, penggunaan media dalam jaringan
(daring/online) sangat penting dilakukan. Penggunaan internet adalah sebuah keniscayaan.
Untuk itu, media internet harus dimanfaatkan secara maksimal sebagai salah satu upaya,
langsung maupun tidak langsung, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mengawasi penyelenggaraan Pemilu.
Selain situs resmi Bawaslu, salah satu media yang efektif untuk menyebarluaskan
informasi dan pengetahuan kepengawasan Pemilu adalah media sosial. Hampir semua
pengguna internet memiliki akun media sosial yang diaksesnya setiap hari. Bahkan, segmen
pemilih muda dan pemilih pemula, sebagian besar, merupakan pengguna aktif media sosial.
Oleh karena itu, penting bagi Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota
(yang akan menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota) untuk melakukan pengelolaan media sosial
resmi, yaitu Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube.
Jenis media sosial yang digunakan disesuaikan dengan segmen kelompok masyarakat
yang ingin dijangkau dan yang akan berpartisipasi, yaitu:
1) Facebook
2) Twitter
Setiap akun Twitter milik Pengawas harus saling mengikuti. Akun-aun tersebut
aktif merespon informasi dari akun masyarakat pemilih. Komunikasi inftensif
melalui twitter antara Bawaslu dengan masyarakat dapat meningkatkan
pemahaman pengawasan Pemilu.
3) Instagram
4) Youtube
5) Whatsapp
Setiap pengawas pemilu di semua tingkatan, dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan
panwas Kabupaten/Kota harus memiliki akun Whatsapp resmi. Kelompok
masyarakat yang ingin dijangkau dan menerima partisipasi masyarakat melalui
akun Whatsapp Bawaslu adalah semua golongan dan usia.
Informasi yang akan disampaikan melalui Whatsapp adalah foto kegiatan, berita,
meme atau komik mengenai pengawasan pemilu, video kegiatan atau video
sosialisasi/publikasi, kampanye positif terkait tahapan pemilu, tugas dan
kewenangan, publikasi kegiatan pengawasan, link pemberitaan di laman resmi
Bawaslu, peraturan Bawaslu, fokus pengawasan Bawaslu.
Whatsapp juga dapat menjadi wadah program Forum Warga yang dijalankan
secara online oleh pengawas Pemilu.
Media sosial dapat dikelola oleh administrator yang direkrut dan dibayar secara
profesional. Administrator harus orang yang mengerti mengenai trend media sosial dan
pengawasan Pemilu.
Penyampaian informasi melalui semua bentuk media sosial harus dilakukan secara
berkelanjutan dan konsisten.
Pada Pojok Pengawasan ini akan tersedia sarana dan pra sarana sebagai wadah
penyimpanan dokumentasi mengenai pengawasan Pemilu dan hasil pengawasan Pemilu.
Prasarana yang ada dalam Pojok Pengawasan adalah seperangkat meja kursi tamu, rak,
lemari, komputer, dokumentasi Bawaslu seperti buku-buku, panduan, foto, dan perangkat
lainnya. Adapun komputer yang disediakan berfungsi sebagai perpustakaan digital (e-
library) yang menyediakan semua informasi terkait pengawasan Pemilu.
Seluruh Tim Kerja Pojok Pengawasan memiliki fungsi tugas dan tanggung jawab
yang disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan Pojok Pengawasan, mengumpulkan data,
teknisi, dan pemandu.
a. Materi
Beberapa lingkup materi yang harus tersedia di dalam Pojok Pengawasan, antara
lain:
1) Sejarah Pengawasan Pemilu
Sejarah pengawasan pemilu minimal menyajikan penyelenggaraan pemilu yang
mencakup sistem pemilu dan pengawasannya. Materi sejarah penagwasan pemilu
dapat ditampilkan dalam bentuk video, booklet dengan DISAIN yang menarik atau
panel dinding informasi.
2) Pentingnya Pengawasan Pemilu dan Kedaulatan Rakyat
Materi pentingnya pengawasan Pemilu dan kedaulatan rakyat dapat disajikan dalam
bentuk audio, video atau leaflet yang menggugah kesadaran pengunjung mengenai
pentingnya pengawasan Pemilu terutama untuk menegakkan kedaulatan rakyat.
3) Tahapan Pemilu dan Potensi Pelanggaran
Konten tahapan pemilu dan potensi pelanggaran meliputi tahapan Pemilu Anggota
DPR, DPD dan DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilihan
Gubernur, Bupati/Walikota dan potensi pelanggaran pada setiap tahapan tersebut.
Tahapan tersebut antara lain: pembentukan badan adhoc, pemutakhiran data
pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, pelaporan
dana kampanye dan penetapan calon terpilih. Materi tahapan pemilu dapat
ditampilkan dalam bentuk booklet, poster, panel dinding informasi.
4) Cara Mengawasi Tahapan Pemilu
Materi cara mengawasi tahapan pemilu berisi langkah-langkah yang dapat
dilakukan masyarakat dalam mengawasi Pemilu terlebih lagi cara melaporkannya
kepada pengawas Pemilu terdekat.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet, poster.
5) Peserta Pemilu
Konten meliputi Peserta Pemilu (Partai politik dan perseorangan) dalam Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD; Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; Pemilihan
Gubernur, Bupati/Walikota
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk panel dinding informasi, poster, dan
miniatur bendera parpol.
6) Profil Pengawas Pemilu
Materi profil pengawas Pemilu berisi profil seluruh pengawas pemilu permanen di
semua tingkatan di seluruh daerah.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet baik analog maupun digital.
7) Hasil Pengawasan
Materi hasil pengawasan berisi hasil pengawasan Bawaslu di setiap tahapan dan
merupakan informasi yang paling mutakhir.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet digital.
8) Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu
Materi tindak lanjut pelanggaran pemilu berisi informasi dugaan pelanggaran
pemilu baik yang ditindaklanjuti maupun yang tidak ditindaklanjuti Bawaslu.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet digitial.
9) Hasil Penanganan Sengketa
Materi hasil penanganan sengketa berisi informasi penanganan sengketa yang
ditangani Bawaslu dan hasilnya.
Materi dapat ditampilkan dalam bentuk booklet digital.
b. Tata Ruangan
1) Perpustakaan Analog
Merupakan ruangan yang menjadi tempat diletakkannya rak buku sebagai wadah
penyimpanan dan pameran buku analog yang di antaranya dapat terdiri dari buku
hasil pengawasan, buku-bukU yang diterbitkan Bawaslu dan buku-buku mengenai
demokrasi, Pemilu dan pengawasan Pemilu
2) Papan Informasi Dinding
Papan informasi dinding dapat berbentuk papan statis yang menampilkan poster
yang berisi materi informasi Pojok Pengawasan
3) Meja Komputer
Meja komputer tersedia minimal satu unit yang dilengkapi komputer yang dapat
dengan mudah diakses pengunjung. Komputer berisi semua informasi digital yang
dibagikan dalam Pojok Pengawasan.
4) Kursi dan Meja Baca
Kursi dan meja baca untuk memfasilitasi pengunjung dalam membaca atau menulis
informasi yang diinginkannya.
5) Layar Proyektor
Layar proyektor untuk menayangkan gambar atau video yang berisi informasi
mengenai pengawasan, penindakan dan penanganan sengketa pemilu yang ditangani
Bawaslu
I. SAKA ADHYASTA PEMILU
Satuan Karya Pramuka Adhyasta Pemilu disingkat Saka Adhyasta Pemilu adalah
satuan karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan keadhyastaan (pengawalan) Pemilu
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan praktis dalam bidang pencegahan dan
pengawasan pemilu guna menumbuhkan kesadaran berperan serta dalam pengawasan
pemilu.
Satuan Karya Pramuka Adhyasta Pemilu disingkat Saka Adhyasta Pemilu adalah
Satuan Karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan keadhyastaan (pengawalan)
Pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan praktis dalam bidang
pencegahan dan pengawasan pemilu guna menumbuhkan kesadaran berperan serta dalam
pengawasan pemilu.
Pembentukan Saka Adhyasta Pemilu dimulai dengan inisiasi Kwartir Daerah
(Kwarda). Untuk itu, perlu ada pembentukan kerja sama antara Pramuka Kwarda dengan
Bawaslu Provinsi. Langkah selanjutnya adalah mengusulkan kepada Bawaslu dan
Kwarnas untuk membentuk Saka Adhyasta Pemilu.
Sikap hidup yang tertib dan disiplin serta ketaatan terhadap peraturan hukum dan
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat dapat diterapkan dalam melakukan
pengawasan dan kebiasaan dan perilaku yang tangguh sehingga mampu mencegah
menangkal, serta menanggulangi timbulnya setiap potensi pelanggaran pemilu. memiliki
kepekaan dan kewaspadaan serta daya tangggap dan penyesuaian terhadap setiap
perubahan dan dinamika sosial di lingkungannya diharapkan mampu melakukan tindakan
pertama terhadap dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi dilingkungannya untuk
kemudian segera menyerahkannya kepada pengawas pemilu.
Kegiatan Saka Adhyasta Pemilu adalah:
1. Melakukan peningkatan pengetahuan pengawasan pemilu dalam kegiatan
kepramukaan.
2. Meningkatkan keterampilan dalam Pengawasan Partisipatif dalam kegiatan
kepramukaan.
Modul 5
A. PARADIGMA PENGAWASAN
Cara berpikir pengawasan haruslah utuh, tidak parsial atas satu permasalahan saja,
tapi juga terhadap untaian proses lainnya merupakan sebuah kesatuan. Mulai dari
memetakan secara utuh anatomi penyelenggaraan, mengindentifikasikan seluruh kontribusi
dari pihak terkait, menentukan fokus atas kerawanan yang paling berdampak, menentukan
metode pengawasan yang akan dilakukan, sampai dengan membuat laporan dan
melaporkannya kedalam pelaporan pengawas pemilu/pemilihan.
Hal ini pula kemudian yang menjadi alasan perlunya instrumen pengawas dalam
melakukan pengawasan. Baik alat bantu yang sifatnya membantu dalam memetakan dan
mengindentifikasikan, sampai dengan alat bantu yang bersifat teknis pengawasan dan
pelaporan. Oleh karena itu, untuk memastikan seluruh fungsi pengawasan dapat dilakukan
secara menyeluruh, peran alat bantu dan/atau alat kerja ikut memegang peran penting. Mulai
dari pengaturan norma dalam Peraturan Bawaslu, pengaturan yang bersifat tentatif dari Surat
Edaran (SE), sampai dengan alat kerja pengawasan berupa formulir pengawasan dan/atau
cheklist pengawasan.
B. FOKUS PENGAWASAN
Disebut juga titik berat pengawasan. Adapun titik berat dari fungsi pengawasan
diletakan berdasarkan potensi kerawanan yang paling berdampak pada terganggunya
penyelenggaraan pemilu/pemilihan. Dalam menentukan fokus pengawasannya, pengawas
pemilu wajib mempertimbangkan besaran dampak dan keberadaan organisasi pengawas serta
kekuatan penganggaran disetiap organisasinya. Dengan demikian, fokus pengawasan yang
ditetapkan menjadi sangat rasional, terukur dan dapat dipertanggung-jawabkan.
C. METODE PENGAWASAN
D. PELAPORAN
Setidaknya terdapat 4 Jenis Laporan yang sifatnya wajib dilaporkan oleh pengawas
pemilu. Adapun laporan sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:
2. Laporan Periodik
KOP
LEMBAGA
2. Kegiatan II
a. Bentuk : ……………………………………………………
b. Tujuan : ……………………………………………………
c. Sasaran : ………………………………………………………
d. Waktu Dan Tempat : ………………………………………………………
1
Nomor/JenisPemilihan/TingkatanPengawas/Bulan/Tahun (kodenya disesuaikan dengan pola
klasifikasi arsip perbawaslu 16 thn 2015)
2
Disesuaikan dengan Pengawas di masing-masing tingkatan
III. URAIAN SINGKAT HASIL PENGAWAS
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
…..........................................
IV. Informasi Dugaan Pelanggaran3:
1. Peristiwa
a. Peristiwa :..........................................
b. Tempat Kejadian :..........................................
c. Waktu Kejadian :..........................................
d. Pelaku :..........................................
e. Alamat :...........................................
2. Saksi – saksi
a. Nama : ..........................................
Alamat : ..........................................
b. Nama : ..........................................
Alamat : ..........................................
3. Bukti-Bukti :
a. ………………………………………………………………………………….
b. ………………………………………………………………………………….
4. Uraian singkat Dugaan Pelanggaran:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Pelaksana Tugas,
…………………………..
3
Disi bila hasil pengawasan menunjukkan adanya dugaan pelanggaran
F. PENGAWASAN TAHAPAN PEMILU
KEGIATAN • memilih sasaran pengawasan pada materi dan jadwal kampanye, metode kampanye,
PENGAWASAN dan larangan kampanye yang dianggap mempunyai potensi besar terjadinya
pelanggaran;
• meminta informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kampanye kepada
penyelenggara dan pihak-pihak terkait lainnya
Istilah prinsip dalam konteks hukum disejajarkan dengan asas. Prinsip berasal dari
bahasa Inggris ‘priciple’ dan asas berasal dari bahasa Belanda ‘beginsel’. Secara
terminologi, yang dimaksud dengan istilah asas ada dua pengertian. Arti asas yang pertama
adalah dasar, alas, fundamen. Sedangkan arti asas yang kedua adalah suatu kebenaran yang
menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat dan sebagainya.4
4
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (2005), h. 60-61.
5
Paul Scholten, Verzamelde Geschriffen, dikutip Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum,
(Yogyakarta: Liberty, 1988), h. 33.
B. Kepastian Hukum / Legal Certainty
Kepastian aturan hukum, kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan
aturan hukum serta konsistensi penerapan norma-norma hukum yang berada dalam
aturan hukum (UU Pemilu/ Pemilihan, Perbawaslu, dan PKPU).
a. Nebis in idem
- Recognizing injustice;
- Justice and equality. (Anthony D’Amato: h. 251)
Konsep Recognizing injustice intinya jangan bertanya apa itu keadilan tetapi siapa
yang menderita karena ketidak-adilan.
Konsep Justice and equality terkait dengan asas persamaan. Asas ini dapat
mengandung makna bahwa perlakukan yang sama itu dengan syarat yang sama dan
kondisi yang sama. Rumus ini sejalan dengan pemikiran H.L.A. Hart: Treat like
cases alike and threat different cases differently. (Perlakukan sama pada kondisi
yang sama dan perlakukan berbeda dengan kondisi berbeda).
2. Perbedaan non kodrati tapi atas dasar rasionalitas. Dalam hal ini rationalitas
bukan karena tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan wewenang.
D. Asas Legalitas
Tidak ada tindak pidana jika belum ada UU Pidana yang mengatur lebih dahulu.
Seseorang tidak dapat dipidana jika Undang-Undang tidak mengaturnya
- Praesumption of inocen.
Seseorang tidak boleh dianggap bersalah sebelum ada putusan hakim yang
menyatakan bersangkutan bersalah.
E. Asas Pembuktian
Unus Testis Nulus Testis mempunyai makna: ‘Satu saksi bukan saksi’: Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah. (Pasal 183 KUHAP).
Berpijak pada asas tersebut, Pengawas Pemilu/ Pemilihan dalam melakukan penanganan
dugaan pelanggaran pemilu/ pemilihan membutuhkan sekurang-kurangnya 2 alat bukti
(barang bukti).
Pembuktian bebas terbatas: Bebas terbatas ialah alat-alat bukti yg dapat digunakan
dalam pembuktian suatu perkara telah ditentukan secara limitatif dalam suatu ketentuan.
Ciri-ciri:
1. Disampaikan pada kegiatan pemeriksaan atau sidang
2. Pintu ruangan tidak dikunci
3. Ruangan dapat dimasuki oleh setiap orang secara tertib.
4. Proses dapat diketahui oleh pelapor atau telapor.
a. Wewenang
b. Prosedur
c. Substansi
Prosedur berkaitan dengan tata cara dan waktu yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan dalam melakukan penanganan pelanggaran. Prosedur penanganan
pelanggaran menyangkut tata cara dan waktu mulai penerimaan laporan, pemberkasan
laporan, pengkajian laporan sampai dengan pegambilan keputusan.
Substansi berkaitan dengan materi muatan suatu keputusan yang dapat bersifat
konstitutif atau bersifat deklaratif. Substansi dipengaruhi atau ditentukan pula lingkup
wewenang serta bentuk suatu keputusan atau putusan.
1. Pengertian AUPB
Kepentingan
Kepastian Hukum Kecermatan Umum
Tdk
Kemanfaatan Menyalahgunakan Pelayanan Yg Baik
Wewenang
a. “Asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
b. “Asas kemanfaatan” adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara:
(1) kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain;
(2) kepentingan individu dengan masyarakat;
(3) kepentingan Warga Masyarakat dan masyarakat asing;
(4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok
masyarakat yang lain;
(5) kepentingan pemerintah dengan Warga Masyarakat;
(6) kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang;
(7) kepentingan manusia dan ekosistemnya;
(8) kepentingan pria dan wanita.
c. “asas kecermatan” adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan
dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap
untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau
Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan
dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau
dilakukan.
d. “Asas tidak menyalahgunakan kewenangan” adalah asas yang mewajibkan setiap
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan
pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau
tidak mencampuradukkan kewenangan.
e. “Asas keterbukaan” adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses
dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam
penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
f. “Asas kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan
kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak
diskriminatif.
g. “Asas pelayanan yang baik” adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat
waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Asas Mengalahkan
A. Pelanggaran Pemilu
Pasal 455 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu: Temuan dan
laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454 ayat (7) dan ayat
(8) yang merupakan:
Laporan dugaan tindak pidana Pemilu diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan/ atau Panwaslu Kecamatan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panwaslu
Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan
tindak pidana Pemilu.
B. Pelanggaran Pemilihan
Selain ketiga jenis pelanggaran itu, dalam UU Pemilihan juga mengatur adanya
pelanggaran administrasi terkait larangan memberikan dan/atau menjanjikan uang atau
materi lainnya yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif atau disingkat
Pelanggaran TSM. Pelanggaran ini dibedakan dengan pelanggaran administrasi biasa
karena memiliki perbedaan dalam penanganannya.
Definisi mengenai pelanggaran TSM itu lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Bawaslu Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran
Administrasi Terkait Larangan Memberikan dan/atau Menjanjikan Uang Atau Materi
Lainnya Yang Dilakukan Secara Terstruktur, Sistematis, Dan Masif Dalam Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota.
“Pelanggaran TSM adalah perbuatan yang dilakukan oleh calon dan/ atau tim
kampanye dalam bentuk menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya
untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih yang dilakukan secara
terencana dan meluas dengan melibatkan struktur pemerintahan atau penyelenggara
pemilihan yang dapat mempengaruhi hasil Pemilihan secara langsung maupun tidak
langsung” (Pasal 1 angka 12 Perbawaslu 13/2016).
Pelanggaran Pemilu berasal dari temuan pelanggaran Pemilu dan laporan pelanggaran
Pemilu.
1. Laporan
Dugaan pelanggaran diketahui dari adanya laporan Warga Negara Indonesia yang
memiliki hak pilih pada pemilihan setempat, pemantau Pemilihan dan Peserta
Pemilihan.
2. Temuan
Langkah 1
Langkah
Menerima
Temuan/
Langkah 2
Memeriksa
Langkah 3
Mengkaji
4
aporan MEMUTU
Syarat Formil:
Syarat Materil:
a. identitas Pelapor;
laporan pelanggaran Pemilu disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
diketahui terjadinya dugaan pelanggaran Pemilu.
C. Laporan
Laporan pelanggaran Pemilu disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat:
D. Penanganan Pelanggaran
1. Waktu Penanganan
Temuan dan laporan pelanggaran Pemilu yang telah dikaji dan terbukti kebenarannya
wajib ditindaklanjuti oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS
paling lama 7 (tujuh) hari setelah temuan dan laporan diterima dan diregistrasi.
(Pasal 454 ayat 7)
Temuan dan laporan pelanggaran Pemilu yang merupakan Pelanggaran Kode Etik
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan
Bawaslu Kabupaten/Kota, diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau
Bawaslu Kabupaten/Kota kepada DKPP.
Penanganan dugaan pelanggaran Kode Etik mengacu pada ketentuan yang berlaku
pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
P ela n gga ra n
ta ta ca ra ,
p ro se d u r, &
m ek a n is m e - T IN D A K
P ID A N A
P E M IL U &
PELAN G G ARAN
K O D E E T IK
PELANGGARAN
ADMINISTRATIF
2) Teguran tertulis;
Laporan dugaan tindak pidana Pemilu diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan/ atau Panwaslu Kecamatan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panwaslu
Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan
tindak pidana Pemilu
Gakkumdu terdiri atas penyidik yang berasal dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan penuntut yang berasal dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Penyidik dan penuntut diperbantukan sementara dan tidak diberikan tugas lain dari
instansi asalnya selama menjalankan tugas di Gakkumdu.
NASKAH PEGANGAN
MODUL 7
“Tidak semua konflik kepentingan harus ditiadakan. Sebab, pemilihan umum dan pemilihan
kepala daerah merupakan bukti nyata konflik kepentingan yang terlembagakan. Agar konflik itu
tidak salah arah maka tugas kita juga sebagai aparatur state auxilary institution mengelolanya
secara adil dan demokratis” (Rahmat Bagja, Komisioner Bawaslu Republik Indonesia).
Kalau kita melirik hakekat sengketa “secara historis, dapat dipahami pergulatan
sejarah kemanusiaan yang menghantarkan pada dua tipe kesejarahan manusia, yaitu sejarah
dengan perwajahan Qobil versus Habil, dan sejarah Mu’awiyah versus Ali Bin Abi Thalib
as” (Edy Ariansyah, 2012. Konsolidasi Humanisme). Wajah pertentangan ini
mendeskripsikan kepada kita bagaimana wajah pertentangan antarindividu atau kelompok.
Pada penyelenggaraan pemilu dan pemilihan juga terdapat pertentangan, yang kita
sebut sebagai sengketa proses, sengketa tata usaha negara, dan sengketa hasil pemilu atau
pemilihan. Akan tetapi, dalam uraian ini terbatas pada pembahasan hakekat, urgensi dan
logika penyelesaian sengketa proses pemilihan dan pemilu. Hakekat sengketa proses pemilu
dan pemilihan adalah pertentangan yang berkenaan dengan hak-hak, status, dan aspek-aspek
yang mengikat kepentingan para pihak dalam penyelenggaraan pemilu atau pemilihan. Baik
individu maupun mengikat kelompok/institusi dalam penyelenggaraan pemilu atau
pemilihan.
Sengketa pemilu dan pemilihan dapat saja terjadi akibat kredibilitas para pihak,
masalah ketaatan hukum, perbedaan pemahaman, perbedaan persepsi atau penafsiran
terhadap sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu atau pemilihan.
Pada setiap sengketa pemilu atau pemilihan memungkinkan satu pihak berada di sisi
yang benar, namun pihak lain juga memungkinkan benar di masalah-masalah tertentu.
Selain itu, secara moral satu pihak benar, namun secara hukum pihak lain benar. Bahkan
memungkinkan terdapat “gumpalan es” dalam sengketa pemilu atau pemilihan, sebagian
besar tersembunyi di balik permukaan dan sebagian kecil nampak di permukaan. Inilah
menjadi urgensi bagi pengawas pemilu yang profesional, berintegritas, dan berkualitas serta
memegang nilai-nilai demokrasi dalam menyelesaikan sengketa pemilihan dan pemilu.
Menerangkan yang benar dan menegakkan keadilan.
Referensi studi ilmu politik banyak menerangkan bahwa hak politik terdiri dari hak
berkumpul dan berserikat, hak berbicara dan berpendapat, dan hak dipilih dan memilih.
Prinsip-prinsip demokrasi menjadi penting bagi acuan sikap dan tindakan bagi pengawas
pemilu dalam menyelesaikan sengketa pemilu dan pemilihan. Pemilu dan pemilihan sebagai
salah satu sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara maka pencegahan dan
penyelesaian sengketa menjadi penting untuk memastikan tersalurkan hak politik setiap
warga negara dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan dengan benar dan adil.
Penyelesaian yang cepat bukan berarti mengabaikan kebenaran dan keadilan. Dalam
cara pandang keadilan, bahwa substansi dari penyelenggaraan pemilu dan pemilihan yang
demokratis adalah bagaimana penyelenggara dan peserta pemilu/pemilihan menempatkan
diri secara proporsionalitas. Makna proporsionalitas bagi setiap unsur penyelenggaraan
pemilu dan pemilihan menempatkan sikap dan tindakan yang berpegang teguh pada
kebenaran dan melawan segala bentuk kejahatan. Kebenaran disini dimaknai dengan
ketaatan terhadap setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan.
Lebih lanjut, pada perubahan kedua UU Nomor 1 Tahun 2015 menjadi UU Nomor
10 Tahun 2016, kewenangan pengawas pemilu kembali ditambah dan diperkuat. Indikator
penguatan kewenangannya adalah putusan penyelesaian sengketa oleh pengawas pemilu
bersifat final dan mengikat pada beberapa hal.
Istilah sengketa secara umum secara bergantian dengan istilah konflik, perselisihan
dan bahkan dengan pelanggaran. Tetapi, dalam kepemiluan di Indonesia istilah tersebut
dimaksudkan untuk menunjuk kepada persitiwa yang berbeda.
Sengketa digunakan untuk mewakili keadaan yang terjadi antara peserta dengan
peserta karena adanya perbedaan penafsiran atas suatu aturan mengenai kegiatan
pemilu/pemilihan atau adanya penolakan pengakuan kepada peserta lainnya, maupun
perbedaan pengakuan antara peserta dengan penyelenggara sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan KPU atau KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota terutama mengenai
penetapan peserta.
Pelanggaran digunakan untuk suatu keadaan yang berkaitan dengan adanya aturan
berupa melakukan sesuatu yang dilarang atau tidak melakukan sesuatu yang diharuskan.
Sengketa Pemilu dan Sengketa Pemilihan dibedakan lagi menjadi Sengketa Proses
Pemilu dan Sengketa Pemilihan serta Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Pemilihan.
Sengketa Proses Pemilu menjadi tugas dan wewenang Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan
Bawaslu Kabupaten/Kota, dan sengketa pemilihan menjadi tugas dan wewenang Bawaslu
Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota untuk menyelesaikannya. Sementara sengketa TUN
Pemilu dan pemilihan menjadi tugas dan wewenang lembaga peradilan tata usaha negara
setelah seluruh upaya administratif di lembaga Pengawas Pemilu dilakukan.
Sengketa proses pemilu dan pemilihan dibedakan lagi menjadi 2 (dua). Sengketa
proses pemilu dan pemilihan yang terjadi antarpeserta, dan antara peserta dengan
penyelenggara pemilu dan pemilihan.
Pada prinsipnya Sengketa Proses Pemilu dan Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu,
Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota melalui musyawarah untuk mufakat.
Kelima, dalam hal Termohon setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut secara
patut dan sah tidak hadir dalam pertemuan para pihak, maka musyawarah dianggap tidak
mencapai mufakat dan Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota membuat keputusan
penyelesaian sengketa Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota tanpa kehadiran
Termohon.
Beberapa hal penting terkait administrasi penyelesaian sengketa proses pemilu dan
pemilihan. Mulai dari proses penerimaan permohonan, register permohonan, penjadwalan
dan pemanggilan para pihak, musyawarah/mediasi/ajudikasi hingga putusan penyelesaian
sengketa yang akan diuraikan sebagai berikut.
Terdapat beberapa administrasi yang penting dilakukan pengawas pemilu pada tahap
penerimaan permohonan penyelesaian sengketa, yaitu:
Pertama, tanda bukti pengajuan permohonan penyelesaian sengketa yang memuat: (a) bukti
pemeriksaan kelengkapan administrasi permohonan sebagai pemohon penyelesaian sengketa
dan sebagai pemohon pihak terkait beserta lampirannya, dan (b) tanda bukti terima berkas
setelah memeriksa kelengkapan administrasi permohonan.
Kedua, surat pemberitahuan kepada Pemohon jika permohonan pemohon belum lengkap.
Jika permohonan belum lengkap, petugas pemeriksa permohonan memberitahukan kepada
pemohon bahwa permohonan belum lengkap pada hari yang sama dengan penerimaan
berkas. Jika pemohon tidak melengkapi permohonan pemohon, petugas penerima
menyampaikan surat pemberitahuan tentang permohonan tidak dapat diregister.
Ketiga, menyiapkan salinan permohonan. Permohonan yang sudah diregister disalin sesuai
kebutuhan musyawarah serta disampaikan juga kepada para pihak. Salinan permohonan ini
untuk menjadi piajak pemohon dan dasar bagi termohon menjawab permohonan pemohon
serta bahan bagi pengawas pemilu dalam menyelesaikan sengketa baik melalui mediasi,
musyawarah, atau ajudikasi.
Pada tahap musyawarah, mediasi, atau ajudikasi terdapat administrasi penting yang harus
dilakukan dalam menunjang penyelesaian sengketa yang profesional dan obyektif.
Pertama, naskah tata tertib musyawarah, mediasi, atau ajudikasi. Naskah tata tertib
merupakan suatu rangkaian aturan yang menjadi pegangan bagi semua pihak dalam
melakukan musyawarah, mediasi, atau ajudikasi penyelesaian sengketa. Termasuk memuat
aturan dan mekanisme teknis pelaksanaan musyawarah, mediasi, atau ajudikasi. Tata tertib
dibacakan dan dijelaskan kepada para pihak yang bersengketa sehingga menjadi pegang bagi
semua pihak yang terlibat dalam rangkaian musyawarah, mediasi, atau ajudikasi.
Ketiga, salinan tanggapan/jawaban termohon sebagai bahan pimpinan dan para pihak yang
terlibat dalam musyawarah, mediasi, atau ajudikasi penyelesaian sengketa.
Kelima, putusan pengawas pemilu terkait penetapan atas kesepakatan para pihak dalam
musyawarah/mediasi. Putusan ini disertai lampiran Berita Acara kesepakatan parapa pihak.
Kedelapan, putusan pengawas pemilu dalam hal sengketa tidak mencapai kesepakatan
dengan mempertimbangkan keterangan Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, lembaga
pemberi keterangan, serta bukti-bukti yang dikemukakan dalam musyawarah/mediasi.
Keduabelas, undangan saksi, ahli, pihak terkait, dan/atau lembaga pemberi keterangan. Jika
penyelesaian sengketa memerlukan keterangan ahli, saksi, dan/atau lembaga pemberi
keterangan maka pengawas pemilu dapat melakukan pemanggilan berdasarkan usulan
Pemohon, Termohon, dan/atau Pihak Terkait atau berdasarkan kebutuhan penyelesaian
sengketa pemilihan.
Ketigabelas, salinan kesimpulan para pihak. Setelah melalui beberapa tahapan musyawarah
penyelesaian sengketa pemilihan, mulai dari pembacaan permohonan, jawaban atas
permohonan Pemohon, pembuktian, akhirnya masing-masing pihak yang bersengketa
sampai pada kesimpulan masing-masing. Pemohon maupun Termohon membuat kesimpulan
atau diberi kesempatan oleh pimpinan musyawarah untuk mengajukan kesimpulan yang
diserahkan kepada pimpinan musyawarah. Bentuk dan isi kesimpulan diserahkan kepada
masing-masing pihak yang bersengketa.
Keempatbelas, salinan keterangan saksi, ahli, dan lembaga pemberi keterangan. Salinan
keterangan saksi, ahli, dan lembaga pemberi keterangan yang secara lisan ditulis oleh
notulen hal-hal yang sangat penting untuk menjadi acuan, refrensi dan pertimbangan
pimpinan musyawarah dalam memutus suatu penyelesaian sengketa. Keterangan saksi, ahli,
dan lembaga pemberi keterangan juga dapat disampaikan secara tertulis dan dibacakan
dalam musyawarah/ajudikasi yang salinannya disampaikan kepada para pihak dan pimpinan
musyawarah.
Administrasi pada tahap penyusunan hingga penyampaian putusan, antara lain: Pertama,
form dan rancangan putusan. Form putusan merupakan format tertulis yang dipergunakan
untuk menyusun putusan penyelesaian sengketa pemilihan. Rancangan putusan berisi
identitas Pemohon dan Termohon, kewenangan pengawas pemilu, kedudukan hukum (legal
standing), tenggang waktu pengajuan permohonan, pokok permohonan, hal-hal yang
dimohonkan, jawaban termohon, jawaban pihak terkait, keterangan saksi, ahli, dan/atau
lembaga keterangan, bukti, pertimbangan hokum, dan kesimpulan, serta amar putusan.
Kedua, salinan putusan. Putusan adalah suatu pernyataan yang merupakan kesimpulan
pimpinan musyawarah penyelesaian sengketa, yang diucapkan dalam musyawarah dengan
bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara sengketa. Salinan putusan atas
penyelesaian sengketa disampaikan kepada para pihak sejak tanggal putusan dibacakan.
Selain disampaikan kepada para pihak, salinan putusan diuumkan pada tempat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, undangan para pihak untuk pembacaan putusan. Pimpinan musyawarah dapat
mengundang dan/atau memberitahukan secara langsung jadwal pembacaan putusan
penyelesaian sengketa setelah Pemohon dan Termohon memberikan kesimpulan dalam
musyawarah/ajudikasi penyelesaian sengketa.
Keempat, formulir tanda terima penyampaian atau pengambilan salinan putusan. Pemohon,
Termohon dan Pihak Terkait dapat mengambil salinan putusan di sekretariat pengawas
pemilu paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal putusan dibacakan. Setiap
pengambilan salinan putusan dicatat dan dibuat tanda terima pengambilan salinan putusan.
Pertama, informasi proses dan hasil penyelesaian sengketa. Informasi proses dan hasil
penyelesaian sengketa dapat diakses secara langsung dan tidak langsung oleh publik.
Informasi proses penyelesaian sengketa secara langsung dapat dilihat dan diakses melalui
website Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota . Secara tidak langsung
dapat dilihat di papan pengumuman di sekretariat Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota.
Ketiga, pelaporan akhir suatu penyelesaian sengketa. Pelaporan ini lakukan ketika seluruh
proses penyelesaian suatu sengketa pemilu atau pemilihan telah diselesaikan. Laporan akhir
merupakan laporan lengkap yang menerangkan proses penyelesaian sengketa yang dilampiri
semua salinan dokumen penyelesaian sengketa. Tata urutan materi laporan akhir disusun
sesuai inovasi masing-masing sepanjang menerangkan seluruh proses dan melampirkan
semua salinan dokumen penyelesaian sengketa dari awal hingga akhir penyelesaian suatu
sengketa serta catatan-catatan yang dianggap penting untuk penyelesaian sengketa masa
mendatang.
Keempat, laporan tahunan penyelesaian sengketa. Laporan ini merupakan intisari dan trend
penyelesaian sengketa yang disampaikan satu kali setahun kepada Bawaslu.
Kelima, laporan akhir dari seluruh tahapan pemilu dan pemilihan yang terkait dengan
penyelesaian sengketa. Laporan ini menghimpun intisari dan trend seluruh penyelesaian
sengketa dari awal hingga akhir tahapan pemilu atau pemilihan yang disertai
catatan/masukan untuk perbaikan penyelesaian sengketa masa mendatang.
NASKAH PEGANGAN 8
Penindakan dilakukan sebagai langkah nyata terhadap pelaku pelanggaran Pemilu agar
yang bersangkutan mendapat sanksi hukum. Mereka yang diduga melakukan pelanggaran atas
laporan masyarakat dan/atau temuan Bawaslu, selanjutnya diproses melalui kajian. Langkah
penindakan dilakukan oleh pihak terkait, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) (untuk
pelanggaran administrasi), kepolisian (pelanggaran pidana), dan DKPP (pelanggaran kode etik)
setelah mendapat rekomendasi dari Bawaslu.
Layanan informasi merupakan salah satu tugas Hubungan Masyarakat (Humas). Humas
adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan secara sengaja, terencana, dan
berkesinambungan dengan orang-orang yang berkepentingan guna mendapatkan perhatian
publik dengan cara yang menguntungkan.
Dengan demikian, humas dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dalam
mengelola informasi internal, menyerap aspirasi, dan mengkomunikasikan kebijakan
organisasi untuk membentuk opini publik yang positif dalam upaya membangun
kepercayaan publik (public trust).
Secara ringkas tugas dan fungsi Humas adalah sebagai berikut :
1. melaksanakan komunikasi timbal balik antara instansi pemerintah dan publik yang
terencana untuk menciptakan saling pengertian dalam mencapai tujuan, demi
memperoleh manfaat bersama.
2. meningkatkan kelancaran arus informasi yang dapat diakses oleh publik.
3. meningkatkan koordinasi dalam penyebarluasan informasi tentang kebijakan pemerintah.
4. Membangun citra dan reputasi positif.
5. membentuk, meningkatkan, serta memelihara citra dan reputasi positif instansi
pemerintah dengan menyediakan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan
instansi.
6. menciptakan iklim hubungan internal dan eksternal yang kondusif dan dinamis.
7. menjadi penghubung instansi dengan publiknya.
8. melaksanakan fungsi manajemen komunikasi, yang meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pemberian masukan dalam pengelolaan informasi.
Tugas Humas dilaksanakan berdasarkan asas umum, yaitu: keterbukaan, objektif, jujur, tepat
janji, etis, profesional, akuntabel, dan integritas. Selain itu, Humas juga harus mematuhi
kode etik yang mengacu kepada Kode Etik Humas Pemerintah.
Hubungan dengan media massa menjadi salah satu fokus dari sejumlah tugas dan fungsi
Humas. Karena itu, perlu diketahui, bagaimana mengidentifikasi fakta atau keterangan hasil
pengawasan yang layak diberitakan media? Apa saja fakta dan keterangan tentang
pengawasan Pemilu yang layak diberitakan?
Jelasnya, seluruh pengawasan Pemilu layak diberitakan. Namun perlu dilihat dari sisi
pentingnya, magnitude-nya, dan dari sudut nilai berita lainnya. Fakta atau keterangan hasil
pengawasan yang disajikan juga harus akurat.
Bawaslu dan jajarannya merupakan badan publik, karena fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/ atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Sebagai badan publik, Bawaslu dan jajarannya memiliki kewajiban untuk menyediakan,
memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah
kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan
sesuai dengan ketentuan.
Ada beberapa kewajiban badan publik, yaitu : (a) membuat Daftar Informasi
Publik (DIP), (b) membentuk dan menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID), dan (c) menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait
informasi publik.
1. Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan
hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (Pasal 51 UU KIP)
2. Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala,
Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar
permintaan sesuai dengan UU, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (Pasal 52 UU KIP).
3. Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak,
dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun
yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (Pasal 53 UU KIP).
4. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan yang dapat menghambat proses
penegakan hukum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (Pasal 54 UU
KIP).
5. Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau
menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah). (Pasal 55 UU KIP).
B. Peliputan Kegiatan
Jika suatu kegiatan terlampau sederhana atau tidak istimewa karena terlalu rutin
dilaksanakan, sebenarnya tidak perlu mengundang wartawan untuk meliput kegiatan
tersebut. Wartawan biasanya hanya meliput kegiatan besar, misalnya seminar, pelatihan,
diskusi panel, ataau kegiatan lomba. Usai acara pembukaan, wartawan bisa meminta
informasi tambahan dari panitia atau pejabat yang hadir pada acara tersebut.
Untuk memudahkan pekerjaan wartawan, siapkan materi yang dibutuhkan
wartawan, misalnya fotocopy naskah sambutan, serta materi yang berkaitan dengan
kegiatan yang sedang berlangsung.
Siaran pers sering juga disebut press release. Kegiatan pembuatan dan
penyebaran siaran pers, merupakan kegiatan hubungan pers yang paling efesien. Humas
tidak perlu repot mempersiapkan segala sesuatu, sehingga sebuah berita dapat dimuat di
media. Siaran pers hanya berupa lembaran siaran berita yang dibagikan kepada para
wartawan atau media massa, baik secara langsung maupun dikirim melalui surat
elektronik (email).
Tidak semua siaran pers dimuat oleh media. Hanya siaran pers yang memiliki
nilai berita/jurnalistik yang dimuat oleh media. Salah satunya harus aktual dan memiliki
nilai berita penting. Siaran pers dikirim ke media sesaat setelah kegiatan selesai.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan dan penyebaran siaran pers:
Penulisan:
1. Tulislah siaran pers dengan ringkas dan padat. Jangan memanjangkan isi siaran
pers, sebaliknya jangan terlalu pendek.
2. Usahakan siaran pers mengandung unsur berita 5W + 1H, yaitu what (apa), when
(kapan), where (di mana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana).
3. Jika diperlukan, sertakan ilustrasi foto, gambar tabel data, atau grafik.
4. Tulislah siaran pers pada kertas yang berkop surat, sehingga siaran pers benar-benar
resmi.
5. Cantumkan nama pejabat yang paling berwenang untuk menyiarakan siaran pers
tersebut, misalnya kasek, atau anggota Panwas Kabupaten/Kota, dan siaran pers
tersebut ditanda tangani, sehingga isinya bisa dipertanggung jawabkan.
6. Untuk memperkaya data dan kedalaman siaran pers, lampirkan pula bahan-bahan
tertulis yang berkaitan dengan masalah atau kegiatan yang diinformasikan.
Misalnya, naskah pidato, makalah, dsb.
Pengiriman :
1. Kirimkan secepat mungkin. Jangan menunda hingga esok harinya.
2. Jika pengirim siaran pers sudah mengenal nama wartawan sesuai bidangnya,
tujukanlah kepada wartawan tersebut, tidak hanya kepada redaksi media yang
bersangkutan.
3. Pengiriman siaran pers bisa dilakukan dalam bentuk hardcopy atau softcopy.
4. Konfirmasi kembali lewat telepon, apakah siaran pers yang dikirim sudah diterima
oleh watawan atau media yang bersangkutan.
D. Konferensi pers
E. Wawancara pers
Wawancara pers dilaksanakan oleh media dengan pimpinan organisasi, dan
inisiatif tersebut biasanya datang dari media yang bersangkutan. Wawancara pers ada
dua macam, yaitu wawancara yang dipersiapkan dan wawancara spontan.
Wawancara spontan:
1. media cetak,
3. media online.
Salah satu fungsi media adalah sebagai kontrol sosial, sehingga termasuk mengawasi
Pemilu. Dalam menjalankan fungsi tersebut, media atau pers membutuhkan hasil
pengawasan Pemilu yang menarik dan layak diberitakan. Pers tidak menunggu data harus
lengkap, melainkan kasus yang menarik perhatian publik dan sedikit lebih rinci.
Ada kalanya pers hanya membutuhkan informasi awal untuk selanjutnya mereka
melakukan liputan yang mendalam. Bahkan, dalam proses liputan, media menemukan data
dan fakta berupa foto, video, dan keterangan yang bisa digunakan Bawaslu dan jajarannya
sebagai materi dalam menangani pelanggaran Pemilu.
Untuk informasi singkat sebagai pemberitahuan atau bahan running text, tidak harus
memenuhi enam unsur berita, tetapi cukup pada penekanan pesan yang ingin disampaikan.
Misalnya, Ketua Panwaslih Kabupaten “A” (who) memanggil (what) tim sukses calon bupati
“XX” (who) karena diduga melanggar ketentuan kampanye (why) kemarin (when) di
lapangan merdeka (where).
Informasi seperti ini, setiap saat bisa disampaikan kepada pers apabila ada laporan
dugaan pelanggaran Pemilu dari masyarakat atau temuan dan tindaklanjut yang dilakukan
oleh Bawaslu dan jajarannya. Pengiriman informasi singkat seperti ini dapat dilakukan
melalui pesan singkat (sms) kepada wartawan.
Ruang lingkup kerja sama yang dibangun meliputi pengawasan tahapan, pengawasan
tindak lanjut rekomendasi, dan kegiatan lain yang sifatnya mendukung pengawasan. Di
dalam nota kesepahaman tersebut, setidaknya memuat beberapa hal yaitu maksud dan
tujuan, subjek, hak dan kewajiban, ruang lingkup, jangka waktu, keadaan memaksa (force
majeure), penyelesaian perselisihan, dan pembiayaan.
Hal yang harus diperhatikan dalam membangun kerja sama yaitu prinsip saling
menguntungkan, dan juga keseriusan lembaga yang diajak dalam kerja sama. Kerja sama
yang terjalin juga harus tetap menjunjung tinggi penghormatan terhadap kewenangan
lembaga lain, misalnya jika kerja sama dengan pihak kepolisian, maka tetap harus
menghormati kewenangan kepolisian untuk mencegah konflik. Selain itu, kerja sama juga
harus tetap menempatkan penghormatan terhadap putusan-putusan lembaga lain. Putusan-
putusan lembaga seperti KPU , PTUN, Pengadilan Tinggi, dan lembaga lain.
Terdapat beberapa lembaga yang bisa diajak kerjasama dalam rangka membangun
jejaring dalam konteks pengawasan, antara lain:
A. Penandatanganan MoU
Penandatanganan MoU diawali dengan pertemuan untuk membahas bentuk kerja sama.
Draft MoU dibuat oleh masing-masing pihak yang terlibat. Draft tersebut memuat
tanggung jawab masing-masing pihak. MoU ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan.
Dalam forum tersebut, biasanya ada keinginan bersama untuk menciptakan Pemilu damai,
bersih, dan berkualitas, serta upaya mencegah terjadinya konflik horisontal di tengah
masyarakat pasca Pemilu. Panwas Kabupaten/Kota dapat menggelar rakor stakeholder
pengawasan Pemilu dalam rangka berbagi tanggung jawab pengawasan secara bersama
dan proporsional kepada seluruh masyarakat.