Anda di halaman 1dari 13

Menuju Negara yang Demokratis dengan PEMILU

Oleh Zumatul Amilin

Abstrak
Indonesia merupakan negara demokrasi. Hal ini dapat diketahui dari adanya
pemilu. Ini merupakan suatu wujud untuk dapat memberikan kesempatan rakyatnya
untuk memegang pemerintahan atau kekuasaan tertinggi dalam suatu organisasi
khususnya organisasi kenegaraan. Banyak negara di dunia yang berupaya keras
membentuk negaranya menjadi negara demokrasi. Segala upaya dilakukan agar
kehidupan demokrasi dapat tercipta di negaranya. Prinsip-prinsip demokrasi pun
diterapkan semaksimal mungkin. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia pun berupaya keras menciptakan kehidupan demokratis. Prinsip-
prinsip demokrasi yang diterapkan bangsa Indonesia tetap disesuaikan dengan
ideologi bangsa. Menurut Juwono Sudarsono, Indonesia merupakan negara
demokrasi terbesar ketiga, setelah India dan Amerika Serikat. Setidaknya hal ini
dibuktikan dari hasil Bali Democracy Forum yang diselenggarakan 9-10 Desember
2010 lalu. Namun banyak pula penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam
pemilu Indonesia seperti contoh money politics, intimidasi, pendahuluan start
kampanye, kampanye negatif, manipulasi data dan lain-lain.

Kata Kunci : Pemilu, Demokrasi, Penyelewengan Pemilu, Indonesia.

PENDAHULUAN
Pemilu (Pemilihan Umum) adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan
rakyat dalam Negara republik Indonesia. Pemilu yang dilaksanakan berdasarkan
Demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung,
umum, bebas dan rahasia, adalah untuk memilih anggota DPR (DPRD Tingkat I,
Tingkat II maupun DPR Pusat), dan juga untuk mengisi Keanggotaan MPR1.
Warga Negara RI bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk
organisasi massanya atau yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam G 30
S/PKI atau organisasi terlarang lainnya, tidak diberikan hak untuk memilih dan
dipilih, kecuali apabila Pemerintah mempertimbangkan penggunaan hak memilih,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. Perencanaan,

1
Prakoso, Djoko. 1987. Tidak Pidana PEMILU. Jakarta : Rajawali.

1
penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilu didasarkan atas asas-asas demokrasi yang
dijiwai semangat Pancasila/UUD 1945.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara
persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum,
teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau
politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan
kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-
programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah
ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.
Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang
yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan
disosialisasikan ke para pemilih.
Pemilu langsung merupakan salah satu jalan terbaik dan dinilai paling
bijaksana untuk memilih perwakilan dalam sistem pemerintahan. Itu semua
berdasarkan dalam Pancasila sila ke 4 yang menjelaskan bahwa untuk ikut serta
dalam system pemerintahan maka kita harus menunjuk perwakilan. Perwakilan
tersebut dapat dipilih melalui Pemilu baik pemilihan Presiden maupun Kepala
Daerah masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing
dengan harapan orang yang terpilih dapat menjadi wakil dalam system
pemerintahan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.
Dalam pelaksanaannya, Pemilu dilaksanakan dan diawasi oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU). KPU menjadi lembaga independent yang bertugas untuk
mengatur, mengawasi dan melaksanaan pemilu ini agar dapat terlaksana dengan
demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga
pelaksanaan pemilu ini. Dalam pelaksanaan pemilu di lapangan banyak sekali
ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para

2
bakal calon seperti money politics, intimidasi, pendahuluan start kampanye,
kampanye negatif, manipulasi data dan lain-lain.

TUJUAN
Adapun tujuan artikel ini dibuat adalah untuk mengetahui pelaksanaan
pemilu terutama di Indonesia sebagai negara demokrasi.

METODE
Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam artikel ini adalah mengumpulkan
informasi-informasi tentang pemilu yang ada di indonesia baik dari media cetak,
media elektronik, media sosial dan lain-lain.
Metode Studi Pustaka
Metode ini dilakukan dengan mencari referensi pada literatur buku dan situs
internet yang berhubungan dengan artikel ini sehingga dapat digunakan sebagai
dasar teori artikel.

PEMBAHASAN
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk
mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam,
mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala
desa. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan
kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-
programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah
ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan
suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh
aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan
dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih2.
2
http://jefrihutagalung.wordpress.com/2014/04/08/sejarah-pemilihan-umum-di-
indonesia-hingga-pemilu-2014-indonesia-election-2014/ (diakses tanggal 15
November 2014 pukul 19:41)

3
Pemilihan umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai:
Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan),
Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, dan
Sarana pendidikan politik rakyat.
Menurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi
kriteria sebgai berikut:
Penyelenggaraan secara periodik (regular election),
Pilihan yang bermakna (meaningful choices),
Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth candidate),
Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage),
Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes),
Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice),
Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate counting of
choices and reporting of results).
Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Cara langsung, dimana rakyat secara langasung memilih wakil-wakilnya yang
akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat. Contohnya, pemilu di Indonesia
untuk memilih anggota DPRD, DPR, dan Presiden.
Cara bertingkat, di mana rakyat terlebih dahulu memilih wakilnya (senat), lantas
wakil rakyat itulah yang memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan
perwakilan rakyat.
Dalam suatu pemilu, setidaknya ada tiga sistem utama yang sering berlaku,
yaitu:
Sistem Distrik: Sistem distrik merupakan sistem yang paling tua. Sistem ini

didasarkan kepada kesatuan geografis. Dalam sistem distrik satu kesatuan


geografis mempunyai satu wakil di parlemen. Sistem ini sering dipakai di negara
yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris dan Amerika.
Sistem perwakilan proporsional: Dalam sistem perwakilan proporsional,
jumlah kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan
perolehan jumlah suara dalam pemilihan umum. khusus di daerah pemilihan.
Untuk keperluan itu, maka ditentukan suatu pertimbangan, misalnya 1 orang
wakil di DPR mewakili 500 ribu penduduk.

4
Sistem campuran: Sistem ini merupakan campuran antara sistem distrik dengan
proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara ke dalam beberapa daerah
pemilihan. Sisa suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan
jumlah kursi yang belum dibagi. Sistem ini diterapkan di Indonesia sejak pemilu
tahun 1977 dalam memilih anggota DPR dan DPRD. Sistem ini disebut juga
proporsional berdasarkan stelsel daftar.
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di
Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai
pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat
keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan
oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan
Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi
juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat
pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan
Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi
Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan
minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada
tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan
diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya,
Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam
Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang
Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik,
menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai
Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan
Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru.
Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya

5
diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut
kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru,
yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni
1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai
Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai
Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak
(dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden
bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai
Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya
menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999
hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara
pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang
memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara
pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat
dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan
wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui
Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak
dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) pada pemilu ini, yang dipilih
adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon
presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia.
Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka
dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan
suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung
kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada

6
calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua
akan diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak
memberikan kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan
bahwa mereka lebih memilih partai nasional dibandingkan partai keagamaan. Tiga
partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan partai
keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan
suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara. Empat partai
Islam Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing
hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94 persen suara.
Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan merupakan partai
agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR.
Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR.
Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara
pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan
mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk pemilu tahun 2014.
Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu 2009 disebut sebut sebagai
pemilu yang terburuk selama sejarah Indonesia3.
Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah dijadwalkan pada
tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan untuk dilaksanakan pada bulan
Juli 2014, dan, jika ronde kedua harus dilaksanakan, hal tersebut akan diadakan
pada bulan September 2014. Pemilu presiden dan legislatif dilaksanakan tiap lima
tahun, namun pemilihan kepala eksekutif tingkat sub-nasional/daerah (Pemilihan
Kepala Daerah atau Pemilukada) dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian
Indonesia setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang
berlangsung.
3
http://vivinnagi.blogspot.com/p/sejarah-pemilu.html (diakses tanggal 15 November
2014 pukul 19:41)

7
Dalam hal jumlah elektorat, pemilihan umum nasional di Indonesia adalah
pemilu-satu-hari kedua terbesar di dunia nomor dua setelah Amerika Serikat.
Menurut sensus nasional April 2010, total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56
juta jiwa. Batas umur minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada hari
pemilihan) atau usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar pemilih
Pemilu 2014 saat ini sedang dipersiapkan. Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang
telah disusun berisi 187.977.268 pemilih. Jumlah pasti pemilih yang terdaftar akan
ditentukan saat Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditetapkan di tingkat nasional pada
tanggal 23 Oktober 2013. Dalam Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar
namun hanya 122 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya menunjukkan
tingkat partisipasi pemilih sebesar 71 persen sebuah penurunan drastis dari tingkat
partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen pada Pemilu 2004. Kendati
demikian, penurunan tingkat partisipasi bukanlah hal yang aneh bagi sebuah
demokrasi yang baru berdiri.
Meskipun Indonesia sudah melakukan pemilu dari tahun 1955, kasus-kasus
politik mengenai pemilu pun masih ada juga seperti contoh aksi kekerasan politik
atau teror politik yang ditandai dengan penembakan terhadap warga masyarakat
masih sering terjadi di Provinsi Aceh. Peristiwa terakhir terjadi pada 31 Maret 2014
sekitar pukul 21.00 WIB terjadi penembakan terhadap mobil milik salah satu
pengurus partai lokal di Aceh yang berisi anak-anak dan perempuan di daerah
bernama Simpang Kuburan China, Bireuen yang menyebabkan tiga orang
meregang nyawa.
Teror politik lainnya di Aceh yang menggunakan senjata api terjadi tanggal
15 Maret 2014, dimana kantor salah satu partai lokal di Desa Guhang, Kecamatan
Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya ditembak (OTK) sebanyak 3 kali.
Sedangkan sebelumnya pada 11 Maret 2014 malam hari, kantor salah satu partai
lokal Aceh di Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh dilempari granat tangan oleh
OTK, sedangkan di di Kampung Jawa Baru, Kota Lhokseumawe, rumah salah
seorang kepala desa yang diangkat oleh partai lokal setempat dilempar bom
molotov oleh OTK pada 13 Maret 2014.

8
Tingkat level teror politik yang lebih rendah juga terjadi di Aceh dalam
bentuk perusakan kantor dan alat peraga kampanye yang terjadi di beberapa
kabupaten atau kota antara lain, Kabupaten Meulaboh di Aceh Barat, Kota Langsa,
Tapaktuan dan Kluet Timur di Kabupaten Aceh Selatan, serta Kabupaten Aceh
Utara terjadi di dua kecamatan yaitu Nibong dan Cot Girek. (Irfani Nurmaliah,
peneliti muda di Forum Dialog Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (Fordial-
LSISI), Jakarta)
Sementara itu, dugaan pelanggararan yang dapat dipantau di saat kampanye
terbuka (16 Maret 2014-5 April 2014):
1. Jika peserta pemilu baik itu partai politik atau pun caleg membagi-bagikan uang
kepada masyarakat yang ikut berkampanye, hal ini adalah dugaan pelanggaran
pidana. Misalnya, Caleg atau partai pada saat berkampanye membagikan uang
kepada orang yang datang di lokasi kampanye.
2. Jika para peserta pemilu baik itu partai politik atau pun caleg, membagi-bagikan
barang dalam bentuk apa pun. Misalnya, sembako, dll, maka perbuatan ini
masuk dalam dugaan pelanggaran pidana.
3. Jika para peserta pemilu, baik partai politik atau pun caleg, berkampanye dengan
menghina seseorang atau golongan, agama, suku ras, dan/atau peserta pemilu
lainnnya. Misalnya, jangan pilih caleg yang keturunan Tionghoa dll, hal ini
adalah dugaan pelanggaran pidana.
4. Jika ada partai atau caleg, yang menghasut warga, atau mengadu domba
masyarakat. Maka ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana, Misalnya:
Menghasut warga untuk membenci atau menyerang kelompok pendukung partai
tertentu.
5. Jika partai politik dan caleg mengganggu ketertiban umum. Misalnya, membuat
panggung di tengah jalan dan membuat kemacetan, pendukung yang konvoi dan
ugal-ugalan di jalan, hal ini masuk ke dugaan pelanggaran pidana.
6. Jika partai politik dan peserta pemilu mengancam atau melakukan kekerasan
terhadap seseorang, atau sekelompok orang, atau peserta pemilu lain. Hal ini
masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana. Misalnya, Kelompok Partai
Kuning mengancam Partai Biru jika masih berkampanye ditempat tertentu dll.

9
7. Jika partai politik atau caleg merusak atau menghilangkan alat peraga kampanye
peserta pemilu lain. Misalnya, bendera partai Merah dirusak oleh kelompok
pendukung partai Putih. Hal ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana.
8. Jika partai politik atau caleg, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah,
dan tempat pendidikan. Misalnya, ada partai atau caleg yang memakai mobil
dinas dalam berkampanye, kemudian menggunakan gedung pemerintah untuk
berkampanye. Kemudian jika partai atau caleg berkampanye di dalam masjid,
gereja dll. Kemudian partai atau caleg yang berkampanye di dalam sekolah,
kampus dll. Hal ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana.
9. Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda
gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan.
Misalnya, kampanye Partai Hijau, pendukung atau peserta kampanyenya
membawa bendera Partai Merah, atau membawa bendera Grup Band Slank. Hal
ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana4.
Anggota DPR dari Partai Golkar Nurdiman Munir mengungkapkan
tindakan penyelewengan Pemilu legislatif 2014 dilakukan secara masif, sistematis
dan terstruktur oleh oknum penyelenggara Pemilu.
"Kenapa Bawaslu dan pihak yang bertanggung jawab mengawasi Pemilu
membiarkan kasus penyelewengan ini," ujarnya saat Rapat Paripurna di Gedung
Nusantara II, Senin, (12/5).
Menurutnya, apabila kejadian ini berlangsung seperti yang kita lihat maka
anggota DPR yang akan datang tidak akan di pandang orang karena mereka
menduduki kursi haram, dengan cara kotor dan melanggar aturan, bahkan
melakukan tindak pidana pemilu serta korupsi.
"Perlu ditekankan tindak pidana Pemilu bukan delik aduan tanpa adanya
pelaporanpun Bawaslu dan pihak berwenang punya kewajiban melaksanakan
tindakan terhadap penyelewengan tersebut," katanya.

4
http://www.matamassa.org diakses tanggal 20 November 2014 pukul 22:55

10
Dia menambahkan, perlu segera ditangani secara serius. Karena itu, Komisi
II perlu mengawasi dan menanyakan langsung terkait penyelenggaraan Pemilu ini.
Begitu juga Komisi III akan melihat dari sisi hukumnya.
Sementara Anggota DPR Parlindungan Hutabarat (Fraksi Demokrat)
mendesak para pimpinan Dewan untuk segera memanggil Bawaslu, KPU termasuk
Polri terkait penyelewengan Pemilu. "Bahkan kalau perlu segera dibikin Pansus
terhadap penyelewengan ini," tegasnya.
Menurutnya, banyak oknum penyelenggara Pemilu tidak segan meminta
langsung kepada para Caleg terkait pembelian suara ini. "Berdasarkan pengamatan
dilapangan Bawaslu isinya orang-orang yang tidak bermoral, begitu juga KPU,
penyelewengan ini dilakukan sistemik terstruktur dan masif," ujarnya dengan nada
tinggi5.
Dari berbagai macam permasalahan mengenai pemilu tentunya
permasalahan-permasalahan ini perlu ditanggulangi sejak dini, dimana perlu
pemberian pemahaman yang kuat kepada masyarakat, mengingat ini merupakan
hajatan milik rakyat. Pemahaman kuat yang perlu dibangun, yakni pemahaman
pentingnya pemilu dan tanggung jawab pelaksanaan pemilu harus dipegang teguh
oleh setiap individu, sehingga hal ini dapat mengurangi adanya golput ataupun
keributan lain antar pendukung parpol. Pemahaman lain yakni pemahaman dari
aspek keagamaan, hal ini berperan untuk menghindari adanya kecurangan atau
bahkan mencegah masyarakat untuk memilih calon yang diketahui berbuat curang
dalam pemilu. Pemahaman-pemahaman tersebut tentu tidak dapat dilakukan tanpa
adanya dorongan dari pemerintah dan kerjasama berbagai pihak, baik LSM atau
lembaga adat di tiap-tiap daerah untuk saling mengingatkan satu sama lainnya.

5
http://www.dpr.go.id diakses tanggal 20 November 2014 pukul 23:12

11
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas didapatkan kesimpulan yang mengarah pada tujuan
artikel yaitu untuk mengetahui pelaksanaan pemilu terutama di Indonesia sebagai
negara demokrasi.
1. Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia
dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu
Indonesia yang paling demokratis. Pemilu berikutnya diselenggarakan pada
tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama
setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Pada tahun 1975, melalui
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar,
diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai
politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia)
dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah
pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama
setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999
(tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan
rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-
benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pahun 2009 merupakan tahun Pemilihan
Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional
dan daerah dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan
untuk dilaksanakan pada bulan Juli 2014.
2. Masih banyak kasus pelanggaran yang terjadi pada pemilu indonesia seperti aksi
kekerasan politik atau teror politik yang ditandai dengan penembakan terhadap
warga masyarakat masih sering terjadi di Provinsi Aceh, partai politik atau pun
caleg membagi-bagikan uang kepada masyarakat yang ikut berkampanye,
peserta pemilu, baik partai politik atau pun caleg, berkampanye dengan
menghina seseorang atau golongan, agama, suku ras, dan/atau peserta pemilu
lainnnya, partai politik atau caleg, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat
ibadah, dan tempat pendidikan.

12
3. Pemahaman pentingnya pemilu dan tanggung jawab pelaksanaan pemilu harus
dipegang teguh oleh setiap individu, sehingga hal ini dapat mengurangi adanya
golput ataupun keributan lain antar pendukung parpol. Pemahaman lain yakni
pemahaman dari aspek keagamaan, hal ini berperan untuk menghindari adanya
kecurangan atau bahkan mencegah masyarakat untuk memilih calon yang
diketahui berbuat curang dalam pemilu.

DAFTAR PUSTAKA
Prakoso, Djoko. 1987. Tidak Pidana PEMILU. Jakarta : Rajawali.
Wancik, Saleh, S.H..Pemilu 1982. Ghalia Indonesia: Jakarta.
http://vivinnagi.blogspot.com/p/sejarah-pemilu.html (diakses tanggal 15
November 2014 pukul 19:41)
http://www.dpr.go.id/id/berita/paripurna/2014/mei/12/8000/penyelewengan-
pemilu-2014-masif-dan-sistematis (diakses tanggal 20 November 2014
pukul 23:12)
http://www.matamassa.org/blog/2014/03/22/contoh-pelanggaran-di-masa-
kampanye-terbuka.html (diakses tanggal 20 November 2014 pukul
22:55)

13

Anda mungkin juga menyukai