Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Malang merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi
Jawa Timur. Kota Malang yang terletak pada ketinggian antara 440 667
meter diatas permukaan air laut merupakan salah satu kota tujuan wisata di
Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Selain sebagai kota
wisata atau pesiar, Kota Malang memiliki gelar lain seperti Kota Pendidikan
diperoleh karena fasilitas pendidikan yang memadai sangat cocok untuk
belajar atau menempuh pendidikan (malangkota.go.id). Alasan-alasan
tersebut yang membuat banyak pendatang sehingga menjadi daya tarik yang
menjadikan berbondongnya pendatang untuk singgah di Kota Malang.
Selain itu, Malang juga merupakan kota terbesar kedua di wilayah
Pulau Jawa. Kota Malang merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang
dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang). Sebagai
bagian dari wilayah metropolitan, sekaligus sebagai pusat kegiatan,
mengakibatkan penduduk kota malang cenderung memiliki karakter
tersendiri. Masyarakat kota dicirikan dengan mass society yang anggotanya
saling terpisah dan tidak kenal satu sama lain, lebih terikat kontrak daripada
kekeluargaan, hubungan serta lugas yang lepas dari pribadi. Makin besar
penduduk makin nampak pula ciri kekotaan suatu tempat.
Perbedaan ciri khas antara masyarakat desa dengan kota salah satunya
dicetuskan oleh Ferdinand Tonnies. Toonies mengklasifikasikan kelompok
sosial masyarakat desa dan kota menjadi gemeinschaft dan gesellschaft.
Gemeinschaft atau disebut paguyuban merupakan kelompok social yang
didasari ikatan batin yang berifat alamiah yang dicirikan dengan masyarakat
desa, sedangkan gesellschaft atau patembayan adalah kelompok sosial karena
ikatan lahiriyah yang mekanis, seperti perjanjian dagang, anggota organisasi,
dan karyawan (Syabaini, 2013:41). Berdasarkan pokok pikiran dari Toonies
ini masyarakat paguyuban memiliki cirri pokok hubungannya erat, akrab,
saling bergotong royong atau bekerjasama. Sedangkan untuk masyarakat

1
2

patembayan di gambarkan memiliki sikap yang individualis dan hubungannya


hanya berdasarkan kepentingan saja.
Terdapat hal yang berbeda terdapat pada Jalan Kertosariro. Jalan
kertosariro merupakan bagian dari kelurahan Ketawanggede, Kecamatan
Lowokwaru, Kota Malang. Jalan Kertosariro seringkali terlihat masyarakat
yang masih bergotong royong. Hal ini terlihat, dari kegiatan masyarakat yang
saling berkerjasama untuk menghias wilayah mereka untuk sebuah kegiatan
seperti peringatan kemerdekaan atau kegiatan lain. Selain itu, masyarakat
pada jalan kertosriro juga sering membantu satu sama lain, ditambah
masyarakat juga sering berkumpul untuk sekedar bercengkrama. Bahkan pada
daerah Kertosario menerapkan demokrasi yang lebih dibandingkan daerah
lain, hal ini terlihat dari pemilihan RT yang dilakukan dengan cara voting.
Selain itu, kegiatan yang dilakukan dengan cara gotong royong seringkali
membuahkan prestasi-prestasi dan penghargaan tersendiri. Hal tersebut
sangatlah berbeda dari karakteristik masyarakat patembayan pada umumnya,
yang dicirikan individualis. Karakter yang ditunjukan oleh masyarakat
kertosariro lebih menggambarkan karakter masyarakat paguyuban yang
guyub. Jalan Kertosariro berada di kawasan patembayan yang seharusnya
masyarakatnya bersifat individualis. Atas dasar tersebut dalam penelitian ini
peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Analisis Nilai Paguyuban
Pada Daerah Bersifat Patembayan (Studi pada Jalan Kertosariro Kelurahan
Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Kota Malang)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yakni,
a. Apakah terdapat nilai paguyuban pada daerah Kertosario yang bersifat
Patembayan
b. Bagaimana nilai paguyuban pada daerah bersifat patembayan.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, tujuan dari penelitian ini
yakni untuk mengetahui:
3

a. Terdapat atau tidaknya nilai paguyuban pada daerah Kerotsariro yang


berisfat patembayan
b. Bentuk nilai paguyuban pada daerah Kertosariro yang bersifat
patembayan.
1.4 ManfaatPenelitian
a. Akademis
Sebagai rujukan selanjutnya yang membahas tentang tema yang relevan
khususnya mengenai analisis nilai paguyuban pada daerah bersifat
patembayan.
b. Praktis
Sebagai referensi masih ada daerah bersifat patembayan yang memiliki
nilai-nilai paguyuban.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Paguyuban
2.1.1. Pengertian Paguyuban
Paguyuban atau disebut Gemeinschaft adalah pokok pikiran tentang
kelompok masyarakat yang dicetuskan oleh Ferdinand Toonies
(Abdulsyani, 2010:109). Syarbaini (2013:41) menyebutkan, Gemeinscaft
merupakan salah satu pengklasifikasian kelompok sosial teratur yang mana
dikatakan gemeinschaft karena didasari ikatan batin yang alamiah. Lebih
lanjut, Abdulsyani (2010:109) menjelaskan bahwa:
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni,
bersifat alamiah dan kekal. Dasar dari hubungan tersebut adalah
rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah
dikodratkan; kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata
dan organis. Bentuk kelompok yang Gemeinschaft ini dapat juga
dijumpai pada masyarakat desa atau pada masyarakat yang
masih tergolong sederhana.
Dari jabaran tersebut dapat digaris bawahi bahwa gemeinschaft atau
paguyuban merupakan kelompok sosial yang didasari ikatan batin yang
alamiah, dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang
murni, bersifat alamiah dan kekal yang terbentuk dari kehendak natural
yang di cirikan dengan masyarakat desa.
2.1.2. Karakteristik Masyarakat Desa
Menurut Hartomo (2011:233) karakteristik masyarkat desa antara lain:
a. Homogenitas sosial, masyarakat desa umumnya homogen, disebabkan
pola pikir, pola penyikap, pola pandangan yang sama dari setiap
warganya.
b. Hubungan primer, hubungan kekeluargan dilakukan secara akrab,
semua kegiatan dilakukan secara musyawarah. Pada masyarakat desa
masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan.

3
5

c. Kontrol sosial ketat, hubungan pada masyarakat sangat intim, setiap


anggota masyarakat saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota
yang lain.
d. Gotong royong, Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat desa
tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan
dilakukan secara gotong royong, baik dalam arti gotong royong murni
maupun gotong royong timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela
misalnya : melayat, mendirikan rumah dan sebagainya. Sedang gotong
royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah, menyumbang
dalam hajat tertentu.
e. Ikatan sosial, setiap anggota masyarakat diikat dengan nilai-nilai adat
dan kebudayaan secara ketat.
f. Magis religious, Sering dijumpai orang mengadakan selamatan-
selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni,
dan sebagainya.
2.1.3. Nilai-Nilai Paguyuban
a. Hubungan yang akrab dan intim, yaitu hubungan sebagai akibat dari
kontak tatap muka yang sangat sering, dan masih adanya ikatan
kekeluargaan;
b. Gotong royong, kegiatan saling tolong menolong antar anggota, yang
tanpa mendapatkan upah, baik untuk gotong royong murni maupung
gotong royong timbale-balik;
c. Adanya ikatan sosial yang mengikat setiap anggota dengan nilai-nilai
adat dan kebudayaan;
d. Magis religious, ditandai dengan masih seringnya mengadakan
selamatan-selamatan tertentu.
e. Adanya kontrol sosial yang ketat, akibat dari hubungan yang sangat
akrab maka setiap anggota mengetahui masalah yang dihadapi anggota
yang lain.
6

2.2.Patembayan
2.2.1. Pengertian Patembayan
Patembayan atau disebut Gesellschaft yaitu bentuk kehidupan yang
bersifat pamrih, bersifat solidaritas organis, dan berlangsung dalam jangka
waktu pendek. Kelompok jenis ini identik dengan masyarakat kota yang
kompleks (Rahmawati, 2015:21). Lebih lanjut Abdulsyani (2010:111)
menjelaskan bahwa, orang menjadi anggota gesellschaft karena dia
mempunyai kepentingan-kepentingan secara rasional; artinya kepentingan-
kepentingan perorangan diatas kepentingan kelompok, sedangkan unsur-
unsur kehidupan lainnya hanyalah merupakan alat belaka. Inti pemikiran
Toonies adalah konsep tentang jenis kehendak, yang mana ada kehendak
rasional (kurtwille) dan kehendak natural (wesenwille). Dua kehendak ini
melahirkan dua tipe masyarakat ideal. Jika paguyuban dilahirkan oleh
kehendak natural, maka patembayan dilahirkan oleh kehendak rasional
(kurtwille).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah, patembayan merupakan
kelompok sosial yang pamrih, hubungan sosialnya didasari atas kepentingan
pribadi belaka, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antar anggota tidak
terlalu akrab, dan patembayan merupkan ciri dari masyarakat perkotaan.
Lantas bagaimanakah cirri dari masyarakat perkotaan yang menjadi karakter
pembeda dengan masyrakat pedesaan. Ciri atau karakteristik masyrakat
perkotaan akan dibahas pada pembahasan berikutnya.
2.2.2. Karakteristik Masyarakat Kota
Maka berikut ini akan dijabarkan tentang karakteritik masyarakat kota
yang membedakannya dengan masyarakat desa:
a. Hiterogenitas Sosial, berbeda dengan masyarakat desa yang homogen.
Masyarakat kota merupakan masyarakkat yang heterogen. Menurut
Hartomo (2011:233) Kota merupakan melting pot bagi aneka suku
maupun ras.
b. Hubungan sekunder, masyarakat kota memiliki hubungan yang bersifat
sekunder. Hubungan bersifat sekunder berkaitan dengan hubungan
masyarakat kota yang didasari kepentingan dan tidak akrab. Menurut
7

Hartomo (2011:233) Dalam masyarakat kota pergaulan dengan sesame


anggota (orang lain) serba terbatas pada bidang hidup tertentu.
c. Toleransi sosial, berbeda dengan control sosial di desa yang ketat,
Menurut Hartomo (2011:233) pada masyarakat kota orang tidak
memperdulikan tingkah laku sesamanya secara mendasar dan pribadi,
sebab asing-masing anggota mempunyai kesibukan.
d. Magis religious yang sering dijumpai di masyarakat pedesaan berupa
selamatan sudah jarang dapat ditemui di masyarakat perkotaan. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan nilai dan system nilai antara masyarakat desa
dengan kota. Menurut Soelaeman (2008:141) nilai masyarakat desa
berbeda dengan kota, pada masyarakat desa nilai kekeluargaan, nilai
agama masih dipegang kuat, bentuk-bentuk ritual agama juga masih
kerap dilakukan.
8

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka jenis penelitian
yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Menurut Denzin dan Licoln (dalam Moeong, 2006), jenis penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Metode penelitian deskriptif merupaan penelitian
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu
gejala yang ada yaitu keadaan gejala yang menurut apa adanya pada saat
penelitian dilakukan (Arikunto, 1998).
Dalam penelitian ini metode deskriptif ditunjukkan untuk
mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala-
gejala, mengidentifikasi masalah dengan memeriksa data-data yang
diperlihatkan kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, serta melakukan
evaluasi atau membuat komparasi dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Metode deskriptif memberikan suatu gambaran ilmiah yang menjelaskan
fenomena atau fakta dalam proses pemberdayaan masyarakat yang apa
adanya yang kemudian dapat diinterprestasikan secara tepat.
3.2.Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan hal penting dalam melakukan penelitian.
Fokus penelitian dapat membatasi masalah dalam penelitian. Menurut
Spradley dalam Sugiono (2011:208), fokus penelitan merupakan domain
tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situs sosial. Berdasarkan
penelitian ini penulis meneliti tentang penyebab masih adanya sifat paguyuban
pada daerah patembayan sehingga fokus penelitian yang diangkat adalah
bagaimana nilai paguyuban pada daerah Kertosariro utamanya hubungan yang
akrab, gotong royong, kontrol sosial, ikatan sosial, dan magis religious.
3.3.Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat peneliti dapat menangkap keadaan
sebenarnya dari objek yang diteliti (Islamy, 2004). Lokasi penelitian ini di

7
9

Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, kota Malang. Sementara


itu situs penelitian ini dilaksanakan di Jalan Kertosariro pada tokoh-tokoh
masyarakatnya.
3.4.Pengumpulan Data
Langkah penting dalam penelitian ilmiah adalah melakukan
pengumpulan data karena data yang dihasilkan digunakan untuk menjawab
masalah yang ada. Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini
antara lain :
a. Wawancara, yaitu pengumpulan data melalui tanya jawab atau wawancara
langsung dengan narasumber untuk memperoleh informasi.
1) Pak Anas selaku RT di daerah jalan Kertosariro.
2) Pak Riyadi selaku orang yang di tuakan di dalan Jalan Kertosariro.
b. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara peneliti mendatangi
dan mengamati langsung obyek atau media penelitian.
c. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dari dokumen atau arsip-
arsip termasuk internet yang sesuai dengan masalaha yang diteliti.
3.5.Teknik Analisis Data
Analisis data adalah penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan interpretasikan (Singarimbun, 1989). Analisis data ini di
harapkan dapat memperoleh hasil yang obyektif untuk menjawab pernyataan.
Menurut Miles and Huberman (2014) sebagai berikut :
a. Reduksi Data, yaitu proses pemilihan, pemusatan, penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan tertulis di
lapangan.
b. Penyajian Data, yaitu informasi yang tersusun dan memberikan
kemungkinan tentang adanya penarikan kesimpulan dan mengambil
tindakan.
c. Penarikan Kesimpulan, yaitu setelah data dikumpulkan dan dianalisis
maka dapat ditarik kesimpulan.
GAMBAR
10

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Jalan Kertosariro merupakan salah satu jalan yang berada pada Kelurahan
Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Sering terlihat aktivitas
gotong royong pada Jalan Kertosariro. Aktivitas tersebut diantaranya
membersihkan jalan, membangun jalan, menghias jalan, membangun musholla,
membangun rumah salah satu anggota masyarakat, membantu hajat tetangga,
melayat, berkumpul untuk bercengkrama, kegiatan PKK, tahlil, diba dan lain-
lain. Tidak hanya kegiatan gotong royong yang beraneka ragam, akan tetapi
kegiatan tersebut mendatangkan apresiasi lebih dari pemerintah setempat. Hal ini,
terbukti dengan beberapakali kegiatan gotong royong pada Jalan Kertosario
memperoleh juara untuk predikat-predikat tertentu. Berdasarkan pernyataan
narasumber, dapat diketahui fakta bahwa pada jalan Kertosariro merupakan
wilayah yang paling demokratis dibandingkan wilayah lain di Keluruhan
Ketawanggede. Hal ini terlihat pada saat pemilihan ketua RT yang dilakukan
dengan cara voting, sedangkan untuk wilayah lain hanya dengan system
pemilihan tunjuk atau system lain yang lebih sederhana. Jalan Kertosariro berada
pada kelurahan Ketawanggede Kota Malang yang berarti jalan Kertosariro
merupakan daerah yang bersifat patembayan. Daerah bersifat patembayan
seharusnya memiliki karakter masayarakat yang induvidualis, akan tetapi hal
berlawanan ditunjukkan oleh masyarakat pada Jalan Kertosariro ini.
4.2 Paparan Data dan Temuan Penelitian
4.2.1 Hubungan sosial yang terjalin pada masyarakat daerah Kertosariro
Dalam nilai paguyuban, hubungan sosial yang terjalin dalam masyarakat,
menurut Hartomo (2011:233) adalah hubungan primer, hubungan bersifat
kekeluargaan yang dilakukan secara akrab. Selaras dengan pernyataan Hartomo,
hubungan sosial yang terjalin antar anggota masyarakat pada daerah Kertosariro,
adalah hubungan yang bersifat akrab. Hal ini dibuktikan melalui pernyataan dua
11

narasumber yang menyatakan pendapat serupa. Bapak Anas maupun Bapak


Riyadi menyatakan bahwasanya hubungan yang terjalin pada masyarakat
Kertosariro masih sangat akrab.
Pada nilai paguyuban, hubungan yang terjalin tidak hanya sekadar akrab
melainkan saling mengenal. Selaras dengan pendapat Hartomo (2011:228) yang
menyatakan bahwa paguyuban merupakan face to face group dimana antar
anggotanya saling mengenal. Pada daerah Kertosariro anggota masyarakat juga
mengenal satu sama lain. Hal ini dibuktikan melalui keterangan Bapak Anas yang
menyatakan bahwa masyarakat kertosariro saling mengenal antar tetangga.
Selanjutnya, ditegaskan oleh Bapak Riyadi dalam pernyataannya.
Ya masih, penduduk asli saling mengenal walau dengan yang jarak
rumahnya jauh pun saling mengenal
4.2.2 Penyebab terbentuknya pola hubungan sosial pada daerah
Kertosariro
Dalam nilai paguyuban, anggotanya tidak hanya saling mengenal, tetapi
hubungan yang terjalin sangatlah akrab dan intim. Hubungan yang akrab ini, salah
satu penyebabnya adalah masih adanya hubungan saudara antar tetangga. Seperti
yang dinyatakan oleh Hartomo (2011:244), pada daerah paguyuban biasanya
didiami oleh beberapa ribu orang saya yang sebagian besar masih keluarga atau
kerabat. Hal ini di buktikan oleh pernyataan Bapak Anas.
Sebagian besar masih satu keluarga, satu blok bahkan satu sampai enam
rumah masih satu keluarga.
Selain itu, hubungan yang akrab disebabkan pula seringnya interaksi,
Soelaeman (2008:139) menyebutkan pada daerah paguyuban kontak sosial terjadi
lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi. Demikian
pula dengan hubungan sosial yang akrab pada daerah Kertosariro, selain karena
adanya hubungan saudara juga disebabkan oleh sering interaksi tatap muka, Hal
ini, dibuktikan berdasarkan pada penyataan Bapak Riyadi
Yang masih satu keluarga banyak, selain itu lama saling berhubungan
dan mengenal sejak kecil juga menjadi salah satu faktornya. Sering pada
waktu taziah sembari bergurau sembari saling mengenal.
4.2.3 Gotong royong pada daerah kertosariro
Menurut Hartomo (2011:228) Corak kehidupan di daerah desa di dasarkan
12

pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarakat merupakan suatu paguyuban


yang memiliki unsure gotong royong yang kuat. Budaya gotong royong juga
masih tertanam kuat pada daerah Kertosariro. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan
Bapak Anas dan Bapak Riyadi yang menyatakan bahwa pada daerah kertosariro
pasti ada kegiatan gotong royong.
Menurut Hartomo (2011:233), semua masalah kehidupan dilakukan secara
gotong royong, baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong
timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela misalnya : melayat, mendirikan
rumah dan sebagainya. Sedang gotong royong timbal balik misalnya :
mengerjakan sawah, menyumbang dalam hajat tertentu. Bentuk aktivitas yang
menunjukan sifat gotong royong seperti yang telah dijabarkan, terdapat pula pada daerah
Kertosariro. Bentuk kegiatan gotong royong yang sukarela maupun yang timbal
balik tumbuh subur pada daerah Kertosariro. Hal ini dibuktikan dengan
pernyataan Bapak Anas.
Pasti saling membantu, terutama ibu-ibu, apabila bapak-bapak biasanya
menunggu rumah, namun tergantung unggah-ungguh yang punya hajat
juga untuk mendatangi setiap rumah.
Pendapat serupa dikemukakan pula oleh Bapak Riyadi
Pasti membantu untuk masalah tenaga, namun untuk masalah material
dana sendiri, sebagai contoh kegiatan pengecoran hingga satu RW datang
semua untuk membantu, apalagi saat pembangunan mushola, cukup
dengan memberi tahu saja setiap warga pastidatang untuk membantu.
Terdapat beraneka ragam kegiatan yang dilakukan secara gotong royongpada
daerah Kertosariro, hal ini dibuktikan dengan pernyataan Bapak Anas
Ada kegiatan kerja bakti, bersih-bersih mushola, di RT ada banyak
acara, salah satunya acara rutin 4 bulan sekali, ada kegiatan
keagamaan.
Lebih lanjut Bapak Riyadi menjabarkan sebagai berikut:
Ya ada, biasanya pada saat acara 17 Agustus ada kegiatan mendekorasi
kampung, bahkan Ketua RW berinisiatif mengadakan perlombaan untuk
memperoleh juara 1,2, dan3.
Pada nilai paguyuban hubungan kekeluargaan yang akrab menimbulkan
banyak kegiatan yang dibuat dan dilakukan bersama, banyak pula hubungan yang
bersifat ramah-tamah seperti berkumpul untuk sekadar mengobrol. Nilai
paguyuban ini juga terdapat pada daerah kertosariro, dibuktikan dengan pendapat
Bapak Anas
13

Pada hari Senin ada kegiatan dibaan, malam Selasa ada ibu-ibu
pengajian membaca surah Yasin, dulu malam minggu ada kegiatan dibaan
seluruh Ketawanggede, setiap malam Jumat ada kegiatan tahlil, ibu-ibu
ada kegiatan PKK, bapak-bapak setiap bulan rutin pertemuan RT,
adapula pertemuan RW yang dihadiri oleh ketua, sekertaris, dan
bendahara RT.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Bapak Riyadi:
Ya, masih banyak. Kegiatan tahlil merupakan kegiatan keagamaan yang
rutin diadakan setiap hari kamis oleh bapak-bapak, adapula kegiatan
dibaan, yasinan dan tahlil yang dilakukan ibu-ibu setiap malam jumat.
Menurut Hartomo (2011:230) Sifat kerukunan dan gotong royong yang
asli menjadi tradisi telah menipis, yang diganti dengan sifat individualitis dan
materiialistis. Masyarakat kota lebih mengarah pada perhitungan rugi laba yaitu
memberi keuntungan kepada dirinya. Sifat gotong royong berusaha mereka ganti
dengan uang, sedang ia sendiri akan melakukan pekerjaan lain yang lebih
menguntungkan. Dalam daerah bersifat patembayan pertolongan hanya diberikan
jika menguntungkan, akan tetapi berbeda dengan daerah kertosariro, dimana
gotong royong dilakukan karena kebiasaan. Hal ini dibuktikan dari pernyataan
Bapak Anas.
Karena kebiasaan, daerah Kerto merupakan perkampungan, meskipun
letaknya di kota namun karakter kampungnya masih kuat untuk
keseluruhan wilayah Ketawanggede,berbeda dari daerah kota lain seperti
di Jalan Veteran, lain dengan disini.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Bapak Riyadi
Iya, walaupun disini masyarakat pinggiran kota namun gotong royong
masih ada, gotong royong masih kuat sekali, tidak memandang agama
apapun yang dianut, sebagai contoh warga Kertosariro daerah nomor 30
adalah warga non muslim, namun tetap akrab dengan warga lainnya yang
beragama Islam, namanya juga perkampungan, lain bila dibandingkan
dengan Jalan Ijen.
Bahkan kegiatan gotong royong dilakukan atas inisiatif antar anggota
sendiri,
walaupun tidak mendapat upah.
Tidak harus meminta atau mengundang, walau hanya diberi tahu pasti
warga sudah datang untuk membantu, seperti kerja bakti, ada yang
meninggal dan kegiatan lainnya, kecuali acara pernikahan, merupakan
acara khusus dan sifatnya pribadi maka warga harus diundang, ada
ungggah ungguhnya.
Lebih lanjut bentuk kegiatan gotong royong pada daerah kertosariro ini
menurut Bapak Anas:
14

Gotong royong masih kuat apalagi masalah keagamaan, walau hanya


satu dua orang yang keras untuk diajak, hanya melihat-lihat saja tanpa
ikut kegiatan bahkan berbicara dibelakang. Sekali saya ajak tidak mau
akan saya abaikan, nanti akan malu sendiri, tidak perlu dikucilkan karena
seiring dengan berjalannya waktu orang-orang akan menggunjing dengan
sendirinya, apabila ia terpengaruh dengan gunjingan itupun akan merasa
dikucilkan.
Mengenai kegiatan gotong royong pada daerah kertosariro Bapak Riydai
juga menambahkan pendapat sebagai berikut:
Semua kegiatan berkesan, terutama kerja bakti, seperti beberapa waktu
lalu saat jalan dibongkar, semua ikut membantu dengan kompak. Kerja
bakti tidak ada upah dan tidak ada kepentingan lainnya masih banyak
yang turut berpartisipasi, apabila ketua RT/RW memberi tahu semua
menghargai dan kompak.
Dalam nilai paguyuban dimana gotong royong tumbuh subur, terdapat ciri
khas dimana antar anggota pasti turut dalam setiap kegiatan gotong royong. Hal
ini dikarenakan adanya rasa akrab satu sama lain, sehingga ingin bersatu dan
saling membantu. PArtisipasi masyrakat kertosariro terhadap gotong royong
sangat lah besar. Hal ini dibuktikan dengan pendapat Bapak Anas:
Tidak semua berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong, tetapi bukan
di karenakan tidak mau, tetapi dikarenakan warga tersebut ada urusan.
Mengenai masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong menurut
Bapak Riyadi adalah sebagai berikut:
Ya, banyak yang berpartisipasi, saat acara 17 Agustus misalnya, setiap
RT sama-sama bergotong royong menghias kampung, dengan tema yang
berbeda-beda sesuai selera warga kampung tersebut.
4.2.4 Kontrol Sosial pada daerah Kertosariro
Hartomo (2011:233) kontrol sosial pada paguyuban ketat, hubungan pada
masyarakat sangat intim, setiap anggota masyarakat saling mengetahui masalah
yang dihadapi anggota yang lain. Pada daerah Kertosariro kontrol sosial juga
masih kuat, dimana jika terdapat anggota masyarakat yang mendapat musibah
maka akan dibantu. Hal ini, dibuktikan dengan pendapat Bapak Anas,:
Ya, pasti. bahkan akan diambilkan dana dari RT, adapula yang
berinisiatif iuran terutama ibu-ibu, ada yang bertugas melakukan
penarikan dengan berkeliling, sepertinya dilakukan di seluruh daerah
Ketawanggede.
15

Pernyataan Bapak Anas sesuai dengan pernyataan Bapak Riyadi yang menyatakan
Ya, terutama ibu-ibu PKK
4.2.5 Ikatan sosial pada daerah kertosariro
Hartomo (2011:233) pada daerah paguyuban terdapat ikatan sosial yang
mengikat setiap anggotanya dengan nilai-nilai adat. Ikatan sosial menimbulkan
adanya sanksi sosial kepada anggota yang berlaku tidak sesuai dengan ketentuan
nilai-nilai adat. Pendapat Bapak Anas:
Sanksi social pasti ada, bahkan menjadi sebuah keharusan, selama saya
menjadi RT hal tersebut saya terapkan, tidak hanya kegiatan gotong
royong tapi juga dalam kegiatan apapun itu. Ada yang diajak untuk ikut
kegiatan kerja bakti sekali dua kali namun tidak mau, hal tersebut pasti
ada.
Pendapat sedikit berbeda dikemukakan oleh Bapak Riyadi:
Tidak ada, terutama yang punya hajat itu tidak masalah, namun harus
datang ke rumah apabila ingin meminta bantuan, agar warga mengetahui
apabila ada yang punya hajat, lain dengan kerja bakti yang istilahnya
sosial.
Mengenai bentuk sanksi sosial, menurut pendpat Bapak Anas adalah sebagai
berikut:
Gotong royong masih kuat apalagi masalah keagamaan, walau hanya
satu dua orang yang keras untuk diajak, hanya melihat-lihat saja tanpa
ikut kegiatan bahkan berbicara dibelakang. Sekali saya ajak tidak mau
akan saya abaikan, nanti akan malu sendiri, tidak perlu dikucilkan karena
seiring dengan berjalannya waktu orang-orang akan menggunjing dengan
sendirinya, apabila ia terpengaruh dengan gunjingan itupun akan merasa
dikucilkan.
4.2.6 Magis religius pada daerah kertosariro
Hartomo (2011:233) Sering dijumpai orang mengadakan selamatan-
selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni, dan
sebagainya. Hal ini dibuktikan dalam pernyataan Bapak Anas yang menyatakan
bahwa kazatan dan selamatan pasti ada dan saling mengundang antar tetangga.
Selaras dengan pendapat dari Bapak Riyadi
16

Ya, masih banyak. Kegiatan tahlil merupakan kegiatan keagamaan yang


rutin diadakan setiap hari kamis oleh bapak-bapak, adapula kegiatan
dibaan, yasinan dan tahlil yang dilakukan ibu-ibu setiap malam jumat.
4.2.7 Sifat pendatang pada daerah kertosariro
Pada daerah bersifat patembayan menurut Hartomo (2011:29), makin
besar pertambahan penduduk, makin nampak pula ciri kekotaan suatu tempat.
Pertumbuhan penduduk ada dua kemungkinan, yaitu adanya kelahiran maupun
perpindahanSemakin padat penduduk kota, maka berkurang kebebasan
individu, semakin tajam persaingan antar manusia sehingga akan mendorong
terciptanya organisasi-organisasi kolektif, demi terjaminnya kebutuhan hidup
serta pembelaan kepentingan mereka. Ikatan sosial dan ikatan kekeluargaan
menjadi lemah, pudar, dan menghilang, sedang yang ada hanyalah organisasi
kolektif dan resmi. Akan tetapi hal berbeda ditunjukkan oleh masyrakat
Kertosariro. Warga pendatang berbaur dan mengikuti kegiatan serta kebiasaan
yang sudah ada. Hal ini, dibuktikan dengan pendapat dari Bapak Anas:
Ya bergabung, namun melihat pribadi orangnya juga, ada yang mau
bergabung namun tidak terlalu muluk-muluk hanya sekadar kenal dan
menyapa, adapula yang ikut bergabung dengan ibu-ibu PKK.
Tentang pendatang, Bapak Riyadi memberikan pendapat sebagai berikut:
Disini kebanyakan anak kos, namun di RT 03 ini juga masih banyak
warga asli, ada pula rumah yang hanya digunakan sebagai tempat kos
saja, namun pemiliknya tidak di rumah. Untuk pendatang berbaur, hanya
anak kos saja yang kurang berbaur, walau tidak semua anak kos seperti
itu, terkadang ada satu anak yang ikut kegiatan, jadi masih ada yang
berpartisipasi walau tidak banyak itupun tergantung inisiatif masing-
masing, ada yang cuek, ada yang peduli.
Mengenai sifat pendatang yang merupakan anak kost menurut pendapat
Bapak Anas adalah sebagai berikut:
Jarang, bahkan bisa dikatakan tidak pernah. anak zaman sekarang
berbeda dengan anak zaman dulu, anak kos zaman dulu sering bergaul
dengan masyarakat, kesibukannya adalah mengobrol dengan orang-orang,
sedangkan anak zaman sekarang berbeda karena telah dipengaruhi oleh
teknologi.
Selaras dengan pendapat Bapak Riyadi:
Anak kos zaman sekarang berbeda dengan anak kos zaman dulu, tidak
berbaur lagi, apabila anak kos zaman dulu masih menyatu dengan
masyarakat, sampai ada ikatan pelajar dan mahasiswa yang anggotanya
dari universitas manapun seperti UB, UIN, dan lainnya menjadi satu,
mereka mempunyai banyak ide, salah satu contohnya dulu itu diadakan
lomba 17 Agustus, anak-anak kos diundang untuk menjadi panitia, mereka
beri banyak ide untuk mengadakan perlombaan karena mereka berasal
dari daerah yang berbeda-beda dengan ide yang bermacam-macam pula,
17

sebenarnya semuanya tergantung pribadi masing-masing. Sekarang


berbeda, terutama apabila anak kos yang membawa sepeda motor, sukar
untuk diberi tahu apalagi saat ada orang yang meninggal, dimohonlah
untuk turun dari kendaraannya untuk menghargai, sifat orang-orang
berbeda saat dinasehati.
Kedua narasumber mengungkapkan perbedaan antara pendatang yang
merupakan anak kost dahulu dengan anak kost saat ini. Lantas keterangan lebih
lanjut mengenai sifat pedatang yang merupakan anak kost dahulu menurut Bapak
Anas adalah sebagai berikut:
Ya, apabila ada acara pasti ikut. Seharusnya anak zaman sekarang
berpacu pada peribahasa dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung,
sedangkan anak-anak zaman sekarang tidak punya pikiran seperti itu,
maka dari itu saya kesulitan untuk mengumpulkan anak-anak kos, sebagai
ketua RT dari dulu saya ingin mengakomodir untuk mengetahui keinginan
mereka

Sedangkan pendapat dari Bapak Riyadi adaah sebagai berikut:


Ya, zaman saya menjadi RT dulu anak kos aktif mengikuti kegiatan
kampung seperti karnaval, mahasiswanya kompak, hampir setiap ada
kegiatan ditangani oleh anak-anak kos/mahasiswa, orang-orang tua
hanya mendukung. Bahkan di daerah saya sekarang ada anak kos yang
ibunya dulu kos di daerah ini juga, dulu ibunya guyub dan aktif mengikuti
kegiatan seperti kerja bakti dan karnaval, namun anaknya sekarang tidak
seaktif ibunya.
Jika sebelumnya telah memaparkan bahwa mayoritas pendatang yang
merupakan anak kost tidak berbaur dengan masyarakat. Bagaimanakah dengan
warga muda yang merupaka penduduk asli, dimana warga muda ini mayoritas
adalah sebaya dengan anak kost yang didominasi oleh mahasiswa. Menganai
warag muda yang merupakan penduduk asli daerah Kertosariro, Bapak Anak
memberikan keterangan sebagai berikut:
Itulah yang menjadi permasalahan, warga muda apabila diproses secara
prosedural akan kesulitan, misalnya ada pembentukan organisasi, lalu
ditunjuk untuk pembagian tugas akan mengalami kesulitan karena
kelemahannya adalah tidak punya waktu karena sudah bekerja, namun
apabila ada kegiatan langsung tanpa ada pembagian tugas pasti semua
ikut turun. Ada organisasi karang taruna, anggotanya sedikit, namun saat
18

ada acara, semua turut berpartisipasi, warga muda aktif untuk bergotong
royong.
Lebih lanjut berkaitan dengan warga muda, Bapak Riyadi memberikan penjelasan
sebagai berikut:
Ya, anak mudanya guyub sejak dulu. Sebenarnya kegiatan apapun kalau
dibentuk organisasi pasti akan enak menjalankannya.
Narasumber juga mengutarakan harapannya kepada pendatang yang
merupakan anak Kost.
Ya, itu (berbaur dengan masyarakat sekitar) yang saya harapkan, untuk
mengobrol dan beramah tamah, karena pengalaman yang didapat di luar
lebih banyak daripada di kampus. Saya pun dulu mengaku anak kampung
padahal saya anak kos agar dapat berbaur dengan masyarakat, saya
dulunya adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Namun
anak zaman sekarang berbeda, tidak seperti yang dulu, karena pengaruh
teknologi itu, anak zaman sekarang lebih memilih kenikmatan untuk diri
sendiri.
Mengenai harapan, Bapak Riyadi mengutarakan bahwa anak kost
diharapkan berbaur dan menghargai masyarakt sekitar, misalnya apabila anak kost
yang membawa sepeda motor, sukar untuk diberi tahu apalagi saat ada orang yang
meninggal, dimohonlah untuk turun dari kendaraannya untuk menghargai, dan
sifat orang-orang berbeda saat dinasehati, ada yang meresponnya dengan baik ada
pula yang tidak. Selain itu jika mahasiswa dapat berbaur diharapkan akan banyak
inovasi, karena mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah sebnarnya memiliki
banyak ide semisal ide-ide untuk perlombaan 17-an sehingga akan membuat
perlombaan menjadi bermacam-macam dan berbeda antara tiap RT.

Mengenai ide yang dapat di kontribusikan dari anak kost menurut Pak
Anas adalah sebagai berikut:
Iya (menampung aspirasi), karena jumlah penduduk kami, dengan
jumlah anak kos masih lebih besar jumlah anak kos, penduduk kami hanya
berjumlah 150, sedangkan anak-anak kos berjumlah 200 lebih, warga
kamipun banyak yang keluar dari daerah sini, hanya KTP saja yang masih
tertinggal/tercatat disini.
4.3 Analisis Data
Nilai-nilai pada daerah paguyuban antara lain adalah hubungan sosial
19

bersifat akrab, baik dikarenakan adanya hubungan kekerabatan antar anggota atau
karena interaksi tatap muka yang sering; nilai gotong royong tertanam kuat dalam
mengatasi masalah, ataupun berkegiatan baik gotong royong bersifat sukarela
maupun timbale balik; kontrol sosial ketat, sehingga mengetahui masalah salah
satu anggotanya dan berusaha untuk membantu; ikatan sosial ketat sehingga
menimbulkan adanya sanksi sosial; masih sering dijumpai kazatan, tahil dan
kegiatan lain.
Berdasarkan temuan penelitian pada daerah Kertosariro terdapat nilai-nilai
paguyuban tersebut. Bahkan nilai-nilai paguyuban tertanam kuat dan sudah
menjadi kebiasaan. Padahal, daerah kertosariro terletak pada daerah patembayang
denga masyarakat yang heterogen. Daerah patembayan miliki nilai yang berlainan
dengan paguyuban. Pada daerah patembayan hubungan sosial tidak terjalin secara
akrab, tidak saling mengenal, dan hanya berdasar kepentingan; dalam masyarakat
patembayan pergaulan dengan sesama anggota (orang lain) serba terbatas pada
bidang hidup tertentu, sehingga jarang ada gotong royong, jika ada yang
mengulurkan tangan biasanya dikarenakan ada maksud tertentu; ikatan sosial
tidak ketat, pada masyarakat kota orang tidak memperdulikan tingkah laku
sesamanya secara mendasar dan pribadi, sebab masing-masing anggota
mempunyai kesibukan sendiri; kontrol sosial bersifat sekunder, bila ada anggota
yang mengalami suatu hal, maka anggota lain tidak mau mengerti; jarang ditemui
kegiatan kazatan, tahlil atau kegiatan lain seperti pada masyarakat paguyuban.
Maka dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa daerah Kertosariro yang
merupakan daerah bersifat patembayan memiliki nilai-nilai paguyuban yang
tertanam kuat dan menjadi kebiasaan walaupun masyarakatnya heterogen.
20

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat nilai-nilai paguyuban pada daerah Kertosariro yang bersifat patembayan.
Walaupun, pada daerah Kertosariro masyarakatnya heterogen, dan terletak pada
daerah bersifat patembayan, akan tetapi nilai-nilai paguyuban tertanam kuat
bahakn menjadi kebiasaan. Nilai-nilai paguyuban tersebut terlihat dari hubungan
sosial yang akrab dan saling mengenal, tumbuh suburnya budaya gotong royong,
adanya ikatan sosial dan control sosial yang ketat, serta masih lestarinya budaya
kazatan, tahlil, dan lain-lain. Bahkan pada daerah Kertosariro memiliki banyak
kegiatan rutin, berkumpul hanya untuk ramah tamahpun juga masih sering
dilakukan, antar anggota masyarakat juga saling membantu.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Masyarakat Umum
Walaupun berada di wilayah yang mengharuskan persaingan ketat, dan
menimbulkan sikap individualitas. Akan lebih baik jika nilai-nilai paguyuban
diterapkan. Hal ini dikarenakan, sebagai mahluk sosial yang hidup
berdampingan bahkan berdekatan alangkah lebih baik jika saling mengenal satu
sama lain. Bahkan, akan lebih baik jika dapat bergotong royong satu sama lain,
tanpa diselingi maksud lain atau hanya mengharapkan keuntungan semata.
Bantulah anggota masyarakat lain yang mengalami kesulitan, jangan hanya
sibuk mengurusi urusan sendiri. Terlebih untuk pendatang, maka akan lebih baik
jika berbaur, dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan dan kebiasaan yang
ada.
5.2.3 Bagi Peneliti
Bagi peneliti sebaiknya mengembangkan penelitian lebih lanjut, yang
mana sasaran penelitian dapat diperluas dengan menambah jumlah narasumber
dan responden Penelitian penting dilakukan untuk memperoleh informasi yang
lengkap dan menyeluruh tentang analisis nilai paguyuban pada daerah bersifat
patembayan.

15
21

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2010. Sosiologi:Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta:Bumi Aksara

Bachtiar, Wardi. 2013. Sosiologi Klasik. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Hartomo, H. Aziz, Arnicun. 2011. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:Bumi Aksara.

Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 2016. Gambaran Umum. (Online),


http://keclowokwaru malangkota.go.id/gambaran-umum/, diakses 22
Oktober 2016.
Pemerintah Kota Malang. 2016. Geografis. (Online), (http://malangkota.go.id/)
sekilas-malang/geografis/.), diakses 22 Oktober 2016.
Soelaeman, M Munandar. 2008. Ilmu Sosial Dasar-Teori dan Konsep Ilmu Sosial
(Acep Gunarsa,Ed.). Bandung:Refika Aditama.
Suparmin, dkk. 2014. Sosiologi-Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial untuk SMA/MA
Kelas XI. Surakarta:Mediatama
Syarbaini, Syahrial. Rusdiyanta. 2013. Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta:Graha
Ilmu
Wikipedia. 2016 Kota Malang, (Online), (https://id.wikipedia.og/wiki/Kota_)
Malang), diakses 22 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai