BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Malang merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi
Jawa Timur. Kota Malang yang terletak pada ketinggian antara 440 667
meter diatas permukaan air laut merupakan salah satu kota tujuan wisata di
Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Selain sebagai kota
wisata atau pesiar, Kota Malang memiliki gelar lain seperti Kota Pendidikan
diperoleh karena fasilitas pendidikan yang memadai sangat cocok untuk
belajar atau menempuh pendidikan (malangkota.go.id). Alasan-alasan
tersebut yang membuat banyak pendatang sehingga menjadi daya tarik yang
menjadikan berbondongnya pendatang untuk singgah di Kota Malang.
Selain itu, Malang juga merupakan kota terbesar kedua di wilayah
Pulau Jawa. Kota Malang merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang
dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang). Sebagai
bagian dari wilayah metropolitan, sekaligus sebagai pusat kegiatan,
mengakibatkan penduduk kota malang cenderung memiliki karakter
tersendiri. Masyarakat kota dicirikan dengan mass society yang anggotanya
saling terpisah dan tidak kenal satu sama lain, lebih terikat kontrak daripada
kekeluargaan, hubungan serta lugas yang lepas dari pribadi. Makin besar
penduduk makin nampak pula ciri kekotaan suatu tempat.
Perbedaan ciri khas antara masyarakat desa dengan kota salah satunya
dicetuskan oleh Ferdinand Tonnies. Toonies mengklasifikasikan kelompok
sosial masyarakat desa dan kota menjadi gemeinschaft dan gesellschaft.
Gemeinschaft atau disebut paguyuban merupakan kelompok social yang
didasari ikatan batin yang berifat alamiah yang dicirikan dengan masyarakat
desa, sedangkan gesellschaft atau patembayan adalah kelompok sosial karena
ikatan lahiriyah yang mekanis, seperti perjanjian dagang, anggota organisasi,
dan karyawan (Syabaini, 2013:41). Berdasarkan pokok pikiran dari Toonies
ini masyarakat paguyuban memiliki cirri pokok hubungannya erat, akrab,
saling bergotong royong atau bekerjasama. Sedangkan untuk masyarakat
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Paguyuban
2.1.1. Pengertian Paguyuban
Paguyuban atau disebut Gemeinschaft adalah pokok pikiran tentang
kelompok masyarakat yang dicetuskan oleh Ferdinand Toonies
(Abdulsyani, 2010:109). Syarbaini (2013:41) menyebutkan, Gemeinscaft
merupakan salah satu pengklasifikasian kelompok sosial teratur yang mana
dikatakan gemeinschaft karena didasari ikatan batin yang alamiah. Lebih
lanjut, Abdulsyani (2010:109) menjelaskan bahwa:
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni,
bersifat alamiah dan kekal. Dasar dari hubungan tersebut adalah
rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah
dikodratkan; kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata
dan organis. Bentuk kelompok yang Gemeinschaft ini dapat juga
dijumpai pada masyarakat desa atau pada masyarakat yang
masih tergolong sederhana.
Dari jabaran tersebut dapat digaris bawahi bahwa gemeinschaft atau
paguyuban merupakan kelompok sosial yang didasari ikatan batin yang
alamiah, dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang
murni, bersifat alamiah dan kekal yang terbentuk dari kehendak natural
yang di cirikan dengan masyarakat desa.
2.1.2. Karakteristik Masyarakat Desa
Menurut Hartomo (2011:233) karakteristik masyarkat desa antara lain:
a. Homogenitas sosial, masyarakat desa umumnya homogen, disebabkan
pola pikir, pola penyikap, pola pandangan yang sama dari setiap
warganya.
b. Hubungan primer, hubungan kekeluargan dilakukan secara akrab,
semua kegiatan dilakukan secara musyawarah. Pada masyarakat desa
masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan.
3
5
2.2.Patembayan
2.2.1. Pengertian Patembayan
Patembayan atau disebut Gesellschaft yaitu bentuk kehidupan yang
bersifat pamrih, bersifat solidaritas organis, dan berlangsung dalam jangka
waktu pendek. Kelompok jenis ini identik dengan masyarakat kota yang
kompleks (Rahmawati, 2015:21). Lebih lanjut Abdulsyani (2010:111)
menjelaskan bahwa, orang menjadi anggota gesellschaft karena dia
mempunyai kepentingan-kepentingan secara rasional; artinya kepentingan-
kepentingan perorangan diatas kepentingan kelompok, sedangkan unsur-
unsur kehidupan lainnya hanyalah merupakan alat belaka. Inti pemikiran
Toonies adalah konsep tentang jenis kehendak, yang mana ada kehendak
rasional (kurtwille) dan kehendak natural (wesenwille). Dua kehendak ini
melahirkan dua tipe masyarakat ideal. Jika paguyuban dilahirkan oleh
kehendak natural, maka patembayan dilahirkan oleh kehendak rasional
(kurtwille).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah, patembayan merupakan
kelompok sosial yang pamrih, hubungan sosialnya didasari atas kepentingan
pribadi belaka, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antar anggota tidak
terlalu akrab, dan patembayan merupkan ciri dari masyarakat perkotaan.
Lantas bagaimanakah cirri dari masyarakat perkotaan yang menjadi karakter
pembeda dengan masyrakat pedesaan. Ciri atau karakteristik masyrakat
perkotaan akan dibahas pada pembahasan berikutnya.
2.2.2. Karakteristik Masyarakat Kota
Maka berikut ini akan dijabarkan tentang karakteritik masyarakat kota
yang membedakannya dengan masyarakat desa:
a. Hiterogenitas Sosial, berbeda dengan masyarakat desa yang homogen.
Masyarakat kota merupakan masyarakkat yang heterogen. Menurut
Hartomo (2011:233) Kota merupakan melting pot bagi aneka suku
maupun ras.
b. Hubungan sekunder, masyarakat kota memiliki hubungan yang bersifat
sekunder. Hubungan bersifat sekunder berkaitan dengan hubungan
masyarakat kota yang didasari kepentingan dan tidak akrab. Menurut
7
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka jenis penelitian
yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Menurut Denzin dan Licoln (dalam Moeong, 2006), jenis penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Metode penelitian deskriptif merupaan penelitian
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu
gejala yang ada yaitu keadaan gejala yang menurut apa adanya pada saat
penelitian dilakukan (Arikunto, 1998).
Dalam penelitian ini metode deskriptif ditunjukkan untuk
mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala-
gejala, mengidentifikasi masalah dengan memeriksa data-data yang
diperlihatkan kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, serta melakukan
evaluasi atau membuat komparasi dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Metode deskriptif memberikan suatu gambaran ilmiah yang menjelaskan
fenomena atau fakta dalam proses pemberdayaan masyarakat yang apa
adanya yang kemudian dapat diinterprestasikan secara tepat.
3.2.Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan hal penting dalam melakukan penelitian.
Fokus penelitian dapat membatasi masalah dalam penelitian. Menurut
Spradley dalam Sugiono (2011:208), fokus penelitan merupakan domain
tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situs sosial. Berdasarkan
penelitian ini penulis meneliti tentang penyebab masih adanya sifat paguyuban
pada daerah patembayan sehingga fokus penelitian yang diangkat adalah
bagaimana nilai paguyuban pada daerah Kertosariro utamanya hubungan yang
akrab, gotong royong, kontrol sosial, ikatan sosial, dan magis religious.
3.3.Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat peneliti dapat menangkap keadaan
sebenarnya dari objek yang diteliti (Islamy, 2004). Lokasi penelitian ini di
7
9
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada hari Senin ada kegiatan dibaan, malam Selasa ada ibu-ibu
pengajian membaca surah Yasin, dulu malam minggu ada kegiatan dibaan
seluruh Ketawanggede, setiap malam Jumat ada kegiatan tahlil, ibu-ibu
ada kegiatan PKK, bapak-bapak setiap bulan rutin pertemuan RT,
adapula pertemuan RW yang dihadiri oleh ketua, sekertaris, dan
bendahara RT.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Bapak Riyadi:
Ya, masih banyak. Kegiatan tahlil merupakan kegiatan keagamaan yang
rutin diadakan setiap hari kamis oleh bapak-bapak, adapula kegiatan
dibaan, yasinan dan tahlil yang dilakukan ibu-ibu setiap malam jumat.
Menurut Hartomo (2011:230) Sifat kerukunan dan gotong royong yang
asli menjadi tradisi telah menipis, yang diganti dengan sifat individualitis dan
materiialistis. Masyarakat kota lebih mengarah pada perhitungan rugi laba yaitu
memberi keuntungan kepada dirinya. Sifat gotong royong berusaha mereka ganti
dengan uang, sedang ia sendiri akan melakukan pekerjaan lain yang lebih
menguntungkan. Dalam daerah bersifat patembayan pertolongan hanya diberikan
jika menguntungkan, akan tetapi berbeda dengan daerah kertosariro, dimana
gotong royong dilakukan karena kebiasaan. Hal ini dibuktikan dari pernyataan
Bapak Anas.
Karena kebiasaan, daerah Kerto merupakan perkampungan, meskipun
letaknya di kota namun karakter kampungnya masih kuat untuk
keseluruhan wilayah Ketawanggede,berbeda dari daerah kota lain seperti
di Jalan Veteran, lain dengan disini.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Bapak Riyadi
Iya, walaupun disini masyarakat pinggiran kota namun gotong royong
masih ada, gotong royong masih kuat sekali, tidak memandang agama
apapun yang dianut, sebagai contoh warga Kertosariro daerah nomor 30
adalah warga non muslim, namun tetap akrab dengan warga lainnya yang
beragama Islam, namanya juga perkampungan, lain bila dibandingkan
dengan Jalan Ijen.
Bahkan kegiatan gotong royong dilakukan atas inisiatif antar anggota
sendiri,
walaupun tidak mendapat upah.
Tidak harus meminta atau mengundang, walau hanya diberi tahu pasti
warga sudah datang untuk membantu, seperti kerja bakti, ada yang
meninggal dan kegiatan lainnya, kecuali acara pernikahan, merupakan
acara khusus dan sifatnya pribadi maka warga harus diundang, ada
ungggah ungguhnya.
Lebih lanjut bentuk kegiatan gotong royong pada daerah kertosariro ini
menurut Bapak Anas:
14
Pernyataan Bapak Anas sesuai dengan pernyataan Bapak Riyadi yang menyatakan
Ya, terutama ibu-ibu PKK
4.2.5 Ikatan sosial pada daerah kertosariro
Hartomo (2011:233) pada daerah paguyuban terdapat ikatan sosial yang
mengikat setiap anggotanya dengan nilai-nilai adat. Ikatan sosial menimbulkan
adanya sanksi sosial kepada anggota yang berlaku tidak sesuai dengan ketentuan
nilai-nilai adat. Pendapat Bapak Anas:
Sanksi social pasti ada, bahkan menjadi sebuah keharusan, selama saya
menjadi RT hal tersebut saya terapkan, tidak hanya kegiatan gotong
royong tapi juga dalam kegiatan apapun itu. Ada yang diajak untuk ikut
kegiatan kerja bakti sekali dua kali namun tidak mau, hal tersebut pasti
ada.
Pendapat sedikit berbeda dikemukakan oleh Bapak Riyadi:
Tidak ada, terutama yang punya hajat itu tidak masalah, namun harus
datang ke rumah apabila ingin meminta bantuan, agar warga mengetahui
apabila ada yang punya hajat, lain dengan kerja bakti yang istilahnya
sosial.
Mengenai bentuk sanksi sosial, menurut pendpat Bapak Anas adalah sebagai
berikut:
Gotong royong masih kuat apalagi masalah keagamaan, walau hanya
satu dua orang yang keras untuk diajak, hanya melihat-lihat saja tanpa
ikut kegiatan bahkan berbicara dibelakang. Sekali saya ajak tidak mau
akan saya abaikan, nanti akan malu sendiri, tidak perlu dikucilkan karena
seiring dengan berjalannya waktu orang-orang akan menggunjing dengan
sendirinya, apabila ia terpengaruh dengan gunjingan itupun akan merasa
dikucilkan.
4.2.6 Magis religius pada daerah kertosariro
Hartomo (2011:233) Sering dijumpai orang mengadakan selamatan-
selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni, dan
sebagainya. Hal ini dibuktikan dalam pernyataan Bapak Anas yang menyatakan
bahwa kazatan dan selamatan pasti ada dan saling mengundang antar tetangga.
Selaras dengan pendapat dari Bapak Riyadi
16
ada acara, semua turut berpartisipasi, warga muda aktif untuk bergotong
royong.
Lebih lanjut berkaitan dengan warga muda, Bapak Riyadi memberikan penjelasan
sebagai berikut:
Ya, anak mudanya guyub sejak dulu. Sebenarnya kegiatan apapun kalau
dibentuk organisasi pasti akan enak menjalankannya.
Narasumber juga mengutarakan harapannya kepada pendatang yang
merupakan anak Kost.
Ya, itu (berbaur dengan masyarakat sekitar) yang saya harapkan, untuk
mengobrol dan beramah tamah, karena pengalaman yang didapat di luar
lebih banyak daripada di kampus. Saya pun dulu mengaku anak kampung
padahal saya anak kos agar dapat berbaur dengan masyarakat, saya
dulunya adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Namun
anak zaman sekarang berbeda, tidak seperti yang dulu, karena pengaruh
teknologi itu, anak zaman sekarang lebih memilih kenikmatan untuk diri
sendiri.
Mengenai harapan, Bapak Riyadi mengutarakan bahwa anak kost
diharapkan berbaur dan menghargai masyarakt sekitar, misalnya apabila anak kost
yang membawa sepeda motor, sukar untuk diberi tahu apalagi saat ada orang yang
meninggal, dimohonlah untuk turun dari kendaraannya untuk menghargai, dan
sifat orang-orang berbeda saat dinasehati, ada yang meresponnya dengan baik ada
pula yang tidak. Selain itu jika mahasiswa dapat berbaur diharapkan akan banyak
inovasi, karena mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah sebnarnya memiliki
banyak ide semisal ide-ide untuk perlombaan 17-an sehingga akan membuat
perlombaan menjadi bermacam-macam dan berbeda antara tiap RT.
Mengenai ide yang dapat di kontribusikan dari anak kost menurut Pak
Anas adalah sebagai berikut:
Iya (menampung aspirasi), karena jumlah penduduk kami, dengan
jumlah anak kos masih lebih besar jumlah anak kos, penduduk kami hanya
berjumlah 150, sedangkan anak-anak kos berjumlah 200 lebih, warga
kamipun banyak yang keluar dari daerah sini, hanya KTP saja yang masih
tertinggal/tercatat disini.
4.3 Analisis Data
Nilai-nilai pada daerah paguyuban antara lain adalah hubungan sosial
19
bersifat akrab, baik dikarenakan adanya hubungan kekerabatan antar anggota atau
karena interaksi tatap muka yang sering; nilai gotong royong tertanam kuat dalam
mengatasi masalah, ataupun berkegiatan baik gotong royong bersifat sukarela
maupun timbale balik; kontrol sosial ketat, sehingga mengetahui masalah salah
satu anggotanya dan berusaha untuk membantu; ikatan sosial ketat sehingga
menimbulkan adanya sanksi sosial; masih sering dijumpai kazatan, tahil dan
kegiatan lain.
Berdasarkan temuan penelitian pada daerah Kertosariro terdapat nilai-nilai
paguyuban tersebut. Bahkan nilai-nilai paguyuban tertanam kuat dan sudah
menjadi kebiasaan. Padahal, daerah kertosariro terletak pada daerah patembayang
denga masyarakat yang heterogen. Daerah patembayan miliki nilai yang berlainan
dengan paguyuban. Pada daerah patembayan hubungan sosial tidak terjalin secara
akrab, tidak saling mengenal, dan hanya berdasar kepentingan; dalam masyarakat
patembayan pergaulan dengan sesama anggota (orang lain) serba terbatas pada
bidang hidup tertentu, sehingga jarang ada gotong royong, jika ada yang
mengulurkan tangan biasanya dikarenakan ada maksud tertentu; ikatan sosial
tidak ketat, pada masyarakat kota orang tidak memperdulikan tingkah laku
sesamanya secara mendasar dan pribadi, sebab masing-masing anggota
mempunyai kesibukan sendiri; kontrol sosial bersifat sekunder, bila ada anggota
yang mengalami suatu hal, maka anggota lain tidak mau mengerti; jarang ditemui
kegiatan kazatan, tahlil atau kegiatan lain seperti pada masyarakat paguyuban.
Maka dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa daerah Kertosariro yang
merupakan daerah bersifat patembayan memiliki nilai-nilai paguyuban yang
tertanam kuat dan menjadi kebiasaan walaupun masyarakatnya heterogen.
20
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat nilai-nilai paguyuban pada daerah Kertosariro yang bersifat patembayan.
Walaupun, pada daerah Kertosariro masyarakatnya heterogen, dan terletak pada
daerah bersifat patembayan, akan tetapi nilai-nilai paguyuban tertanam kuat
bahakn menjadi kebiasaan. Nilai-nilai paguyuban tersebut terlihat dari hubungan
sosial yang akrab dan saling mengenal, tumbuh suburnya budaya gotong royong,
adanya ikatan sosial dan control sosial yang ketat, serta masih lestarinya budaya
kazatan, tahlil, dan lain-lain. Bahkan pada daerah Kertosariro memiliki banyak
kegiatan rutin, berkumpul hanya untuk ramah tamahpun juga masih sering
dilakukan, antar anggota masyarakat juga saling membantu.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Masyarakat Umum
Walaupun berada di wilayah yang mengharuskan persaingan ketat, dan
menimbulkan sikap individualitas. Akan lebih baik jika nilai-nilai paguyuban
diterapkan. Hal ini dikarenakan, sebagai mahluk sosial yang hidup
berdampingan bahkan berdekatan alangkah lebih baik jika saling mengenal satu
sama lain. Bahkan, akan lebih baik jika dapat bergotong royong satu sama lain,
tanpa diselingi maksud lain atau hanya mengharapkan keuntungan semata.
Bantulah anggota masyarakat lain yang mengalami kesulitan, jangan hanya
sibuk mengurusi urusan sendiri. Terlebih untuk pendatang, maka akan lebih baik
jika berbaur, dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan dan kebiasaan yang
ada.
5.2.3 Bagi Peneliti
Bagi peneliti sebaiknya mengembangkan penelitian lebih lanjut, yang
mana sasaran penelitian dapat diperluas dengan menambah jumlah narasumber
dan responden Penelitian penting dilakukan untuk memperoleh informasi yang
lengkap dan menyeluruh tentang analisis nilai paguyuban pada daerah bersifat
patembayan.
15
21
DAFTAR PUSTAKA