Anda di halaman 1dari 14

KONSEP DASAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

MAKALAH

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah


Pajak Bumi Bangunan dan Bea Materai
yang diampu oleh Bapak Damas Dwi Anggoro, SAB., M.A.

OLEH

Angga Judistia Pradana NIM 165030407111060


Nora Galuh Candra Asmarani NIM 165030401111034
Tirta Rastamia Karina Putri NIM 165030407111049
Trisna J.N Wulandari NIM 165030401111009

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ADMISNISTRASI PERPAJAKAN
FEBRUARI 2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan rahmat-Nya serta kekuatan lahir dan batin yang telah diberikan
kepada saya, sehingga proses penyusunan makalahini dapat terselesaikan dengan
baik. Makalah ini membahas tentang Konsep dasar Pajak Bumi dan Bangunan.
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pajak Bumi Bangunan dan Bea
Materai. Informasi yang disajikan dalam bentuk makalah ini diperoleh dari
berbagai sumber informasi dan referensi sehingga diharapkan dapat menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
makalahini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan bahan yang dimiliki
penulis, sehingga saran dan kritik pembaca akan sangat berguna bagi penulis agar
makalah ini menjadi lebih baik. Atas perhatian pembaca, saya mengucapkan
terima kasih.

Malang, 17Januari2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…….…………………………………... i
DAFTAR ISI…….…………………………………................. ii

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang…….………………………………………… 1
1.2 Topik Bahasan…..……………………………….………….. 2
1.3 Tujuan Penulisan… ………………………....………….......... 2

2. TEKS UTAMA
2.1 Definisi PBB…….…………….....……...................................... 3
2.2 Jenis-Jenis PBB……...…………………….................................. 4
2.3 Subjek PB..……………………………........................................ 6
2.4 Objek PBB......... …….………………………………….............. 8

3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………..... 10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………................ 11

iii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pembangunan nasional dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut
pengelolaan pajak menjadi prioritas utama bagi pemerintah. Oleh karena itu,
pemerintah membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang
menyebabkan munculnya pajak. Pengelompokan yang dilakukan oleh
pemerintah atas pajak salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
merupakan jenis pajak yang sangat potensial dan strategis sebagai sumber
penghasilan negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan. Hal ini dikarenakan, setiap WNI hampir dapat dipastikan
mempunyai tempat tinggal menetap yang menjadi objek Pajak Bumi dan
Bangunan tersebut.
Sejarah pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sudah dikenal dalam kurun
waktu yang sangat lama oleh masyarakat.Di mulai dari zaman kerajaan,
zaman penjajahan, zaman kemerdekaan, hingga sampai saat ini. Tak ayal jika
Pajak bumi dan bangunan termasuk ke dalam pajak tertua yang ada di
Indonesia. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) umumnya dikenal oleh
masyarakat sebagai pajak atas pemilikan dan pemanfaatan bumi dan
bangunan di Indonesia. Adapun pajak bumi dan bangunan merupakan
perubahan atas berbagai jenis pajak atas bumi (dan juga bangunan) yang
sebelumnya pada tahun 1986 diberlakukan di Indonesia.
Pajak Bumi dan Bangunan pada dasarnya merupakan konsep yang hanya
mengatur bumi serta bangunan yang ada. Akan tetapi, seiring dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan negara yang semakin meningkat, maka
diperlukan ekstensifikasi pajak. Dalam halini, ada perluasan konsep dasar
pajak yang berlaku dalam perkembangan pajak bumi dan bangunan, yaitu
adanya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaandan Perkotaan (atau disingkat
denganPBB P2) dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan,
Perhutanan, dan Pertambangan (PBB P3).

1
Keberadaan pajak bumi dan bangunan sebagai salah satu jenis pajak dapat
dapat dimaklumi karena bumi dan banggunan telah memberikan keuntungan
atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang
mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari bumi atau
bangunan tersebut. Maka sudah sepantasnya pihak yang memperoleh
manfaat atas bumi dan bangunan tersebut memberikan sebagian dari manfaat
atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak.
Terlebih hanpir setiap individu memiliki atau memanfaatkan tanah dan
bangunan, sehingga menjadikan PBB sektor pajak yang potensial. Hal yang
wajar jika PBB terus ada dan terus berkembang, serta menjadi topik menarik
untuk dipelajari serta di pahami. Oleh karena itu, melalui penulisan makalah
ini penulis akan menjabarkan tentang konsep dasar pajak bumi dan bangunan
dengan mengusung judul “KONSEP DASAR PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN”
1.2 Topik Bahasan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dsusunlah topic bahasan
sebagai berikut:
a. Apakah definisi dari Pajak Bumi dan Bangunan?
b. Apa sajakah jenis-jenis dari Pajak Bumi dan Bangunan?
c. Siapalah subjek dari Pajak Bumi dan Bangunan ?
d. Apakah objek yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Pajak Bumi dan Bangunan
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari jenis-jenis Pajak Bumi dan Bangunan
c. Untuk mengetahui siapa saja yang menjadi subjek Pajak Bumi dan
Bangunan
d. Untuk mengetahui apa sajakah objek yang dikenakan Pajak Bumi dan
Bangunan

2
2. TEKS UTAMA
2.1 Definisi PBB
Terdapat berbagai macam pengertian atau definisi mengenai pajak bumi
bangunan yang dipaparkan oleh beberapa ahli atau sumber, tetapi pada
dasarnya definisi yang diutarakan memiliki inti dan maksud yang sama. Di
antara para ahli mendefinisikan pajak bumi dan bangunan seperti berikut :
Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan undang – undang nomor 12 tahun 1985
tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah di ubah dengan undang
– undang nomor 12 tahun 1994 (http://www.pajak.go.id). Secara ringkas
Pajak bumi dan bangunan (PBB) dapat diartikan sebagai pajak yang dipungut
atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan atas kedudukan
sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu
hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Definisi lain tentang
PBB dipaparkan pula oleh Suandy (2005 : 61) yaitu pajak yang bersifat
kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah dan/bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut
menentukan besar pajak.
Secara lebih rinci berdasarkan pasal 1 UU nomor 12 Tahun 1985 yang
dimasud dengan Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Penjelasan terkait bumi dipertegas menjadi permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan Bangunan ialah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan perairan. Pengertian
mengenai bangunanpun diperjelas lebih rinci menjadi yang Termasuk dalam
pengertian bangunan adalah : jalan lingkungan yang terletak dalam suatu
kompleks bangunan; jalan tol; kolam renang; pagar mewah; tempat olah raga;
galangan kapal, dermaga; taman mewah; tempat penampungan/kilang
minyak, air dan gas, pipa minyak; fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Maka berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa pajak bumi bangunan adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan

3
bangunan, besarnya pajak ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah/bangunan.

2.2 Jenis-Jenis PBB


Darwin (2013:2) menjelaskan bahwa terdapat lima jenis PBB yang
dikelola oleh pemerintah pusat yaitu sektor perdesaan, sektor perkotaan,
sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor pertambangan. Mulanya
PBB dipungut secara keseluruhan oleh pemerintah pusat. Namun, mulai 1
Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah sepanjang
Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan
telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d Paling
lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB
Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah
Pusat. Lebih lanjut, sesuai dengan amanat yang terkandung dalam UU PDRD,
maka selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2014 PBB sektor pedesaan
dan perkotaan (dsingkat PBB P2) akan dikelola oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota. Pengalihan tersebut berlaku untuk seluruh kegiatan, yang
mana dalam pengelolaan dapat merujuk kepada kegiatan pengelolaan PBB
yang sela ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan untuk PBB
Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa
terdapat lima sektor PBB yang dibagi ke dalam dua jenis PBB yaitu PBB
perdesaan Perkotaan atau disebut PBB P2 dan PBB Perkebunan, Perhutanan,
Pertambangan atau disebut PBB P3.
Tak ada perbedaan subjek antara PBB Perdesaan dan Perkotaan PBB P2
dan PBB Sektor Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan PBB P3. Namun,
perbedaan antara keduanya nampak pada obyek yang dikenakan. Pada PBB
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Objek yang dikenakan adalah Bumi
dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Adapun yang dimaksud dengan

4
kawasan adalah semua tanah dan bangunan yang digunakan oleh perusahaan
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan di tanah yang diberi hak guna
usaha perkebunan, tanah yang diberi hak penguasaan hutan dan tanah yang
menjadi wilayah usaha pertambangan. (Penjelasan Undang-undang Nomor 28
tahun 2009 tentang PDRD Pasal 77 ayat (1)). Selanjutnya, pada PBB Sektor
Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan (PBB P3) obyek yang dikenakan
bergantung dengan sektor, seperti:
a. Sektor Perkebunan. Objek pajak sektor perkebunan adalah adalah objek
pajak bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau Badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan yang diberikan hak guna usaha perkebunan. Hal ini di atur
dalam PER-64/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010 dan penegasan dalam
SE-149/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010.
b. Sektor Perhutanan. Objek pajak sektor Perhutanan adalah bumi dan/atau
bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang
diberikan hak pengusahaan hutan. Objek pajak bumi di dalam sektor
perhutanan terdiri dari areal produktif, areal belum produktif, areal
emplasemen, dan areal lain. Areal produktif adalah merupakan areal hutan
yang telah ditanami pada hutan tanaman, atau areal blok tebangan pada
hutan alam; Selanjutnya, areal belum produktif merupakan areal yang
sudah diolah tetapi belum ditanami pada hutan tanaman, atau areal hutan
yang dapat ditebang selain blok tebangan pada hutan alam; Terakhir, areal
emplasemen adalah areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan
sarana pelengkap lainnya dalam perhutanan termasuk areal jalan yang
diperkeras. Objek pajak sektor Perhutanan diatur dalam PER-36/PJ/2011
tanggal 18 Nopember 2011 dan penegasan dalam SE-89/PJ/2011 tanggal
18 Nopember 2011.
c. Sektor Pertambangan. Sektor pertambangan adalah objek Pajak Bumi dan
Bangunan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian
dari semua jenis golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital
dan bahan galian lainnya. Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan

5
dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga) jenis yaitu: Pertambangan Mineral
dan Batu Bara (Minerba), Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas),
Pertambangan Energi Panas Bumi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan bahan galian adalah
unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan
termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam. Bahan-
bahan galian ini terbagi atas 3 (tiga) jenis yaitu: Bahan
galian strategis dalam arti strategis bagi pertahanan dan keamanan serta
perekonomian negara, antara lain seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin
bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, batubara, uranium  dan bahan radio
aktif lainnya, nikel, timah; Selanjutnya, Bahan galian vital dalam arti dapat
menjamin hajat hidup orang banyak, antara lain seperti besi, mangaan,
wolfram, tembaga, emas, perak, platina, yodium, belerang; terakhir, Bahan
galian yang tidak termasuk jenis a atau b dalam arti karena sifatnya tidak
langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, antara lain
seperti nitrat-nitrat, garam batu, asbes, batu permata, pasir kwarsa, batu
apung, batu kapur, granit, andesit.
Berdasarkan pemaparan yang diberikan dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat dua jenis PBB yaitu PBB P2 yang terdiri dari sektor perdesaan dan
perkotaan dan pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah, serta PBB
P3 yang terdiri dari sektor perkebunan, perhutanan, serta pertambangan yang
pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat.
2.3 Subjek PBB
Menurut Pasal 4 (UU Nomor 12 Tahun 1985) yang menjadi subjek Pajak
Bumi dan Bangunan adalah:
a. Orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

6
b. Subjek pajak sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut Undang –
undang ini.
c. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya,
direktur jendral pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (a) sebagai wajib pajak
d. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (c) dapat
memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak
bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.
e. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam nomor (d)
disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai
Wajib Pajak sebagaimana dalam nomor (c) dalam jangka waktu satu bulan
sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
f. Bila keterangan yang diajukan ini tidak disetujui, maka Direktur Jenderal
Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-
alasannya.
g. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan sebagaimana dalam nomor (d) Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap
disetujui. dan Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan
keputusan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan dari Wajib Pajak, maka ketetapan sebagai Wajib Pajak gugur
dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan
penetapan Wajib Pajak.
Adapun Subjek pajak pada PBB P2 maupun P3 adalah sama, yaitu Orang
atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan.

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa subjek


pajak PBB adalah orang Pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai

7
suatu hak atau memperoleh manfaat atau menguasai atas bumi dan/atau
bangunan;

2.4 Objek PBB


Menurut Pasal 2 (UU Nomor 12 Tahun 1985) objek pajak terdiri dari:
a. Yang menjadi objek pajak Bumi dan / atau Bangunan
b. Klasifikasi objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri keuangan. Yang mana pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk
memudahkan perhitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah perlu diperhatikan faktor–
faktor berikut :
1) Letak
2) Peruntukan
3) Pemanfaatan
4) Kondisi lingkungan dan lain – lain

Dalam menentukan klasifikasi bangunan perlu diperhatikan faktor – faktor


berikut :
1) Bahan yang digunakan
2) Rekayasa
3) Letak
4) Kondisi lingkungan dan lain – lain

Penjelasan lebih sederhana terkait objek pajak PBB sebagaiman


dijabarkan dalam (http://www.pajak.go.id) yaitu:
a. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di
pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun,
tanah, pekarangan, tambang.
b. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan
tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar

8
mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat,
jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.

Selain mengatur terkait objek, aitur pula ketentuan terkait objek pajak
yang tidak dikenakan pajak bumi bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 3
UU Nomor 12 Tahun 1994, antara lain:
a. Objek pajak yang :
1) Digunkan semata – mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksud untuk memperoleh keuntungan
2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala dan sejenisnya
3) Hutan lindung, hutan wisata, hutan suaka alam, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak
4) Digunakan oleh perwakilan diplomatic dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan
b. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan
pemerintah, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah
c. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.
12.000.000 untuk setiap wajibpajak
d. Penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Berdasarkan uraian terkait objek PBB maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa objek dari PBB adalah tanah beserta bangunan, namun terdapat obyek
yang tidak dikenakan PBB.

9
3. Kesimpulan
a. pajak bumi bangunan adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan
bangunan, besarnya pajak ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah/bangunan.
b. terdapat dua jenis PBB yaitu PBB P2 yang terdiri dari sektor perdesaan
dan perkotaan dan pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah,
serta PBB P3 yang terdiri dari sektor perkebunan, perhutanan, serta
pertambangan yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat.
c. subjek pajak PBB adalah orang Pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atau memperoleh manfaat atau menguasai atas
bumi dan/atau bangunan;
d. objek dari PBB adalah tanah beserta bangunan, namun terdapat obyek
yang tidak dikenakan PBB.

10
DAFTAR RUJUKAN

Darwin. 2013. Pajak Bumi dan Bangunan dalam Tataran Praktis. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Suandy, Erly. 2005. Hukum Pajak, Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
Darwin. 2013. Panduan Praktis PBB P2 (M.Rifky Santoso, Ed.). Jakarta:Mitra
Wacana Media.
Fitirandi Primadita, dkk. 2015. Kompilasi Undang Undang Perpajakan.
Jakarta:Salemba Empat.
Direktorat Jenderal Pajak. 2012. Seri PBB - Ketentuan Umum Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), (Online), ( http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-
ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb), diakses pada 20
Februari 2017.

11

Anda mungkin juga menyukai