PERPAJAKAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Pajak Bumi
dan Bangunan. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Perpajakan di Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan, penghasilan Negara yang didapatkan dari objek wajib
pajak. Pajak digunakan untuk pembangunan ekonomi,infrastruktur, subsidi,dll.
Selama ini pajak merupakan otoritas pemerintah pusat dalam memberikan
pengaturan tentang perpajakan. Daerah digunakan sebagai kaki tangan untuk
memungut pajak dari masyarakat kemudian disrahkan kepusat. banyak
masyarakat yang masih belum merasakan dari fungsi pajak itu sendiri sehingga
menimbulkan protes. Sebgaian besar hasil dari pelaksaan funsi pajak belum
optimal terlaksana, baik dalam meberikan manfaat bagi rakyat maupun
mekanisme pejalanan dari perpajakan itu sendiri kadang kala digunakan oleh
pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan korupsi.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 1986 berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985. Kemudian UU ini
diubah dengan UU No. 12 Tahun 1998 dan mulai berlaku terhitung 1Januari
1995. Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak pusat yang sebagian
besar hasilnya diserahkan kepada Daerah, karena PBB termasuk jenis pajak yang
penerimaannya dibagi-bagikan kepada daerah sebagai bagi hasil dana
perimbangan (revenue sharing).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan?
2. Apa dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan?
3. Apa asas Pajak Bumi dan Bangunan?
4. Apa yang dimaksud NJOP dan NJOPTKP?
5. Apa yang dimaksud Objek dan Subjek Pajak?
6. Bagaimana cara perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan?
7. Apa yang dimaksud dasar penagihan pajak?
8. Bangaimana cara melakukan banding?
9. Bagaimana pengurangan denda administrasi?
1
10. Apa yang dimaksud dengan PBB pedesaan dan perkotaan?
2
BAB II
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
3
Jalan lingkungan dalam kesatuan dengan komplek bangunan.
Jalan Tol.
Kolam renang.
Pagar mewah.
Tempat olahraga.
Galangan kapal, dermaga.
Taman mewah.
Tempat Penampungan/ kilang minyak, air dan gas, pipa minyak fasilitas
lain yang memberikan manfaat.
3) Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan
obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek
Pajak Pengganti.
4) Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib
pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang
ini.
4
d) KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi
dan Bangunan.
e) KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan.
f) KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau
Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak
Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
g) Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara
Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai
Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
h) Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003
Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.
i) Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan
dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial
Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.
D. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP)
a. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP
ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
5
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Penentuan
NJOP ini dilakukan dengan melakukan penilai terhadap objek pajak baik
yang dilakukan secara masal atau individual.
Istilah NJOP ini telah luas beredar di masyarakat bahwa NJOP sama
dengan nilai transaksi atau dianggap sebagai harga dasar tanah, terutama
apabila terjadi pembebasan tanah atau apabila masyarakat menawarkan
tanahnya untuk di jual dengan berpedonan pada NJOP yang tercantum dalam
SPPT PBB. Secara tegas Undang-Undang No 12 tahun 1994 menjelaskan
yang dimaksud dengan NJOP mempunyai pengertian sebagai berikut:
Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.
Penentuan NJOP
Penentuan besarnya NJOP adalah proses penting mengingat NJOP
ini yang akan menentukan besarnya pajak yang di bayar oleh
masyarakat. Dalam Keputusan Direktur Jenderal No. 16/PJ.6/1998
tanggal 30 Desember 1998 dijelaskan bagaimana menentukan
besarnya NJOP untuk setiap sektor PBB. Dalam Keputusan tersebut
diatur sebagai berikut :
1. NJOP atas Sektor Pedesaan/Perkotaan
Sektor Pedesaan/Perkotaan adalah Obyek PBB yang meliputi
kawasan pertanian, perumahan, perkantoran, pertokoan, industri
serta obyek khusus perkotaan. Besarnya NJOP atas obyek pajak
sektor pedesaan/ perkotaan ditentukan sebagai berikut:
Obyek Pajak berupa tanah adalah sebesar nilai konversi
setiap Zona Nilai Tanah (ZNT) ke dalam klasifikasi,
penggolongan dan ketentuan nilai jual permukaan bumi
(tanah) sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998
6
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
biaya pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah
dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke
dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.
7
Areal hutan adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah
dengan Jumlah Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri
menurut umur tanaman,
Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan hutan
adalah sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya,
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
biaya pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah
dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke
dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.
8
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
biaya pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah
dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke
dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.
9
yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke samping
dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah
sekitarnya,
Areal perairan untuk kepentingan PLTA adalah sebesar 10 x
(10% dari Hasil bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan),
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik
berdasarkan metode penilaian ke dalam klasifikasi,
penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
523/KMK.04/1998.
10
Penetapan besarnya NJOP TKP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
tersebut di atas untuk setiap daerah Kabupaten / Kota, ditetapkan oleh
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah
setempat. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4)
besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,00 dan
penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah.
c. Dasar Perhitungan PBB dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2002 tanggal 13 Mei
2002 Tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Untuk
Penghitungan PBB, maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) untuk
perhitungan PBB ditentukan sebagai berikut:
1. Sebesar 40% dari NJOP untuk:
Objek Pajak Perkebunan,
Objek Pajak Kehutanan,
Objek Pajak Pertambangan,
Objek PBB lainnya apabila NJOP 1 milyar rupiah,
2. Sebesar 20% dari NJOP untuk objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1
Milyar rupiah. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 dalam
perhitungan PBB tidak lagi mengenal besarnya NJKP.
11
perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman
mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam
renang, anjungan minyak lepas pantai.
12
F. Tarif Pajak dan Rumus Perhitungan Pajak
a. Tarif Pajak
Besarnya Tarif PBB berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah tetap sebesar 0.5%, sedangkan
menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah
paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Contoh penulisan:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) XXXXX
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP) XXXXX (-)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak XXXXX
(NJOPKP)
XXXXX
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP XXXXX
13
G. Dasar Penagihan PBB
Dasar penagihan PBB terdiri dari tiga macam yaitu:
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk
memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada Wajib Pajak. Surat
pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP oleh
Wajib Pajak. Konsekuensi jika saat jatuh tempo STP terlampaui adalah
adanya denda administrasi dalam STP. Besarnya denda administrasi
karena Wajib Pajak terlambat membayar pajaknya, melampaui batas
waktu jatuh tempo SPPT adalah sebesar 2% sebulan yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
14
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan
melewati 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP oleh Wajib
Pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak dikembalikan
oleh Wajib Pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata
jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak
berdasarkan SPOP yang dikembalikan Wajib Pajak.
15
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
menyatakan alasan secara jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
tanggal diterimanya surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh
wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar
kekuasaannya.
4. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda
pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.
5. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis
hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
6. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
16
I. Pengurangan Denda Administrasi (Pasal 19 UU No. 12 Tahun 1985)
1. Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang
:
a. karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan
subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;
b. dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang
luar biasa.
2. Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.
17
PBB Pedesaan dan Perkotaan terutang menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari dan terutang di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling
rendah Rp10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
PBB Perdesaan dan Perkotaan tidak lagi NJKP, yang dalam UU PBB
menerapkan NJKP 20% atau 40% dari NJOP.
Besarnya tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan paling tinggi sebesar 0,3%,
berbeda dengan UU PBB yang menerapkan tarif tunggal sebesar 0,5%.
Rumus penghitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan : Tarif x (NJOP-
NJOPTKP)
Contoh :
1. Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :
Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2
Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp350.000,00/m2
Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp50.000,00/m2
18
BAB III
KESIMPULAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah
dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh
realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah
sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan
Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d
Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB
Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat.
Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah.
Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak
Pusat.
Pajak Bumi dan Bangunan daerah perdesaan dan perkotaan dapat memberikan
pemasukan bagi daerah untuk menabah kas keuangan daerah maupun kas Negara
sendiri, pajak dapat juga digunakan untuk pembangunan daerah, disegala bidang,
baik dibidang kesehatan masyarakat,pendidikan, maupun dalam penyelenggaran
kerja pemerintah daerah. Begitu banyak penyalahgunaan fungsi pajak yang tidak
sesuai dengan undang-undang.
19
DAFTAR PUSTAKA
20