Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

PERPAJAKAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Makalah Ini Disusun Demi Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Perpajakan
Dosen Pengampu :
Komarudin, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 3

NO. NAMA NPM KELAS


1 Melinda Eka Putri 15210058 B
2 Tia Ira A 15210050 B
3 M.Sholeh Muntasir 15210074 B
4 Yoga Fajar Prabowo 15210057 B

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Pajak Bumi
dan Bangunan. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Perpajakan di Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Metro, Maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................. i


Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ...................................................... 3
D. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan .................................................... 3
E. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan ............................................... 4
F. Asas Pajak Bumi dan Bangunan ............................................................. 5
G. Nilai Jual Objek Pajak dan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ... 5
H. Objek dan Subjek Pajak .......................................................................... 11
I. Tarif Pajak dan Rumus Perhitungan Pajak.............................................. 13
J. Dasar Penagihan Pajak ............................................................................ 14
K. Keberatan dan Banding ........................................................................... 15
L. Pengurangan Denda Administrasi ........................................................... 17
M. PBB Pedesaan dan Perkotaan ................................................................. 17
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan, penghasilan Negara yang didapatkan dari objek wajib
pajak. Pajak digunakan untuk pembangunan ekonomi,infrastruktur, subsidi,dll.
Selama ini pajak merupakan otoritas pemerintah pusat dalam memberikan
pengaturan tentang perpajakan. Daerah digunakan sebagai kaki tangan untuk
memungut pajak dari masyarakat kemudian disrahkan kepusat. banyak
masyarakat yang masih belum merasakan dari fungsi pajak itu sendiri sehingga
menimbulkan protes. Sebgaian besar hasil dari pelaksaan funsi pajak belum
optimal terlaksana, baik dalam meberikan manfaat bagi rakyat maupun
mekanisme pejalanan dari perpajakan itu sendiri kadang kala digunakan oleh
pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan korupsi.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 1986 berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985. Kemudian UU ini
diubah dengan UU No. 12 Tahun 1998 dan mulai berlaku terhitung 1Januari
1995. Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak pusat yang sebagian
besar hasilnya diserahkan kepada Daerah, karena PBB termasuk jenis pajak yang
penerimaannya dibagi-bagikan kepada daerah sebagai bagi hasil dana
perimbangan (revenue sharing).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan?
2. Apa dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan?
3. Apa asas Pajak Bumi dan Bangunan?
4. Apa yang dimaksud NJOP dan NJOPTKP?
5. Apa yang dimaksud Objek dan Subjek Pajak?
6. Bagaimana cara perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan?
7. Apa yang dimaksud dasar penagihan pajak?
8. Bangaimana cara melakukan banding?
9. Bagaimana pengurangan denda administrasi?

1
10. Apa yang dimaksud dengan PBB pedesaan dan perkotaan?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Dapat mengetahui apa yg dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan
2. Dapat mengetahui dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan
3. Dapat mengetahui apa asas Pajak Bumi dan Bangunan
4. Dapat mengetahui apa yang dimaksud NJOP dan NJOPTKP
5. Dapat mengetahui apa yang dimaksud Objek dan Subjek Pajak
6. Dapat mengetahui bagaimana cara perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
7. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dasar penagihan pajak
8. Dapat mengetahui bangaimana cara melakukan banding
9. Dapat mengetahui bagaimana pengurangan denda administrasi
10. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan PBB pedesaan dan
perkotaan

2
BAB II
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah
dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh
realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah
sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan
Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d
Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB
Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat.
Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah.
Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak
Pusat.

Istilah Penting dalam UU PBB ( Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU


No. 12 Tahun 1994), yaitu:
1) Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya,
permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-
rawa, tambak perairan) serta wilayah Indonesia.
2) Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan. Dalam pasal 77 ayat (2) Undang-Undang
PDRD, disebutkan bahwa yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

3
Jalan lingkungan dalam kesatuan dengan komplek bangunan.
Jalan Tol.
Kolam renang.
Pagar mewah.
Tempat olahraga.
Galangan kapal, dermaga.
Taman mewah.
Tempat Penampungan/ kilang minyak, air dan gas, pipa minyak fasilitas
lain yang memberikan manfaat.

3) Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan
obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek
Pajak Pengganti.

4) Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib
pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang
ini.

5) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh


Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang
kepada wajib pajak;

B. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan


a) UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU
No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
b) Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya
Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.
c) Peraturan pemerintah No. 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.

4
d) KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi
dan Bangunan.
e) KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan.
f) KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau
Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak
Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
g) Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara
Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai
Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
h) Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003
Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.
i) Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan
dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial
Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.

C. Asas Pajak Bumi Dan Bangunan


1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
2. Adanya kepastian hukum
3. Mudah dimengerti dan adil
4. Menghindari pajak berganda.

D. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP)
a. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP
ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah

5
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Penentuan
NJOP ini dilakukan dengan melakukan penilai terhadap objek pajak baik
yang dilakukan secara masal atau individual.
Istilah NJOP ini telah luas beredar di masyarakat bahwa NJOP sama
dengan nilai transaksi atau dianggap sebagai harga dasar tanah, terutama
apabila terjadi pembebasan tanah atau apabila masyarakat menawarkan
tanahnya untuk di jual dengan berpedonan pada NJOP yang tercantum dalam
SPPT PBB. Secara tegas Undang-Undang No 12 tahun 1994 menjelaskan
yang dimaksud dengan NJOP mempunyai pengertian sebagai berikut:
Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.

Penentuan NJOP
Penentuan besarnya NJOP adalah proses penting mengingat NJOP
ini yang akan menentukan besarnya pajak yang di bayar oleh
masyarakat. Dalam Keputusan Direktur Jenderal No. 16/PJ.6/1998
tanggal 30 Desember 1998 dijelaskan bagaimana menentukan
besarnya NJOP untuk setiap sektor PBB. Dalam Keputusan tersebut
diatur sebagai berikut :
1. NJOP atas Sektor Pedesaan/Perkotaan
Sektor Pedesaan/Perkotaan adalah Obyek PBB yang meliputi
kawasan pertanian, perumahan, perkantoran, pertokoan, industri
serta obyek khusus perkotaan. Besarnya NJOP atas obyek pajak
sektor pedesaan/ perkotaan ditentukan sebagai berikut:
Obyek Pajak berupa tanah adalah sebesar nilai konversi
setiap Zona Nilai Tanah (ZNT) ke dalam klasifikasi,
penggolongan dan ketentuan nilai jual permukaan bumi
(tanah) sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998

6
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
biaya pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah
dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke
dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

2. NJOP atas Sektor Perkebunan


Sektor Perkebunan adalah Obyek PBB yang meliputi areal
pengusahaan benih, penanaman baru, perluasan, perubahan jenis
tanaman, keragaman jenis tanaman termasuk sarana penunjangnya.
Besarnya NJOP atas obyek pajak sektor perkebunan ditentukan
sebagai berikut:
Areal kebun adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah
dengan Jumlah Investasi Tanaman Perkebunan sesuai dengan
Standar Investasi menurut umur tanaman,
Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan
perkebunan adalah sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya,
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
biaya pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah
dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke
dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

3. NJOP atas Sektor Kehutanan


Sektor Kehutanan adalah Obyek PBB yang meliputi areal
pengusahaan hutan dan budidaya hutan. Besarnya NJOP atas
obyek pajak sektor kehutanan ditentukan sebagai berikut:

7
Areal hutan adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah
dengan Jumlah Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri
menurut umur tanaman,
Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan hutan
adalah sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya,
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
biaya pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah
dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke
dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

4. NJOP atas Sektor Pertambangan


Sektor Pertambangan adalah Obyek PBB yang meliputi areal
usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua golongan yaitu
bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya.

5. NJOP atas Sektor Perikanan


Usaha Bidang Perikanan adalah semua usaha perorangan atau
badan yang memiliki ijin usaha untuk menangkap atau
membudidayakan sumber daya ikan, termasuk semua jenis ikan
dan biota perairan lainnya serta kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial.
Besarnya NJOP atas obyek pajak usaha bidang perikanan laut
ditentukan sebagai berikut:
Areal penangkapan ikan adalah 10 x hasil bersih ikan dalam
satu tahun sebelum tahun pajak berjalan,
Areal pembudidayaan ikan adalah 8 x hasil bersih ikan dalam
satu tahun sebelum tahun pajak berjalan,
Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP
berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,

8
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
biaya pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah
dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke
dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

Sedangkan besarnya NJOP atas obyek pajak usaha bidang


perikanan laut ditentukan sebagai berikut:
Areal pembudidayaan ikan darat adalah sebesar NJOP berupa
tanah di sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya ditambah
standar biaya investasi tambak menurut jenisnya,
Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP
berupa tanah di sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik
berdasarkan metode penilaian ke dalam klasifikasi,
penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
523/KMK.04/1998.

6. NJOP atas Objek Pajak yang Bersifat Khusus


Obyek Pajak Khusus adalah obyek pajak yang memiliki jenis
konstruksi khusus baik ditinjau dari segi bentuk, material
pembentuk maupun keberadaanya memiliki arti khusus seperti:
lapangan golf, pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa
bensin, dan lain-lain. Besarnya NJOP atas obyek pajak yang
bersifat khusus ditentukan sebagai berikut:
Areal tanah adalah sebesar NJOP berupa tanah di sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya,
Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri,
lapangan golf serta tempat rekreasi adalah sebesar nilai jual

9
yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke samping
dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah
sekitarnya,
Areal perairan untuk kepentingan PLTA adalah sebesar 10 x
(10% dari Hasil bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan),
Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik
berdasarkan metode penilaian ke dalam klasifikasi,
penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
523/KMK.04/1998.

b. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


Pelaksanaan perhitungan pengenaan pajak PBB
ditentukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi
dengan NJOP Tidak Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan R I. Nomor : 201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar
Penghitungan PBB.
Setiap wajib pajak diberikan 1 kali Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP). Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai lebih dari 1
objek pajak, maka sesuai penjelasan UU PBB, yang diberikan NJOPTKP
hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini ditetapkan setinggi-tingginya Rp
12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Batasan setinggi-tingginya Rp
12.000.000,00 mengandung maksud bahwa apabila ada Daerah Tingkat II
atau Kabupaten / Kota yang ingin menetapkan NJOP TKPnya disesuaikan
dengan kondisi, lingkungan ekonominya, kurang dari Rp 12.000.000,00,
misalnya Daerah Bekasi menetapkan Rp 8.000.000,00, Semarang Rp
6.000.000,00, dan sebagainya hal ini masih diperkenankan.

10
Penetapan besarnya NJOP TKP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
tersebut di atas untuk setiap daerah Kabupaten / Kota, ditetapkan oleh
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah
setempat. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4)
besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,00 dan
penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah.
c. Dasar Perhitungan PBB dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2002 tanggal 13 Mei
2002 Tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Untuk
Penghitungan PBB, maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) untuk
perhitungan PBB ditentukan sebagai berikut:
1. Sebesar 40% dari NJOP untuk:
Objek Pajak Perkebunan,
Objek Pajak Kehutanan,
Objek Pajak Pertambangan,
Objek PBB lainnya apabila NJOP 1 milyar rupiah,

2. Sebesar 20% dari NJOP untuk objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1
Milyar rupiah. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 dalam
perhitungan PBB tidak lagi mengenal besarnya NJKP.

E. Objek dan Subjek PBB


a. Objek Pajak
1. Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan:
Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi
yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh:
sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat
tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat

11
perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman
mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam
renang, anjungan minyak lepas pantai.

2. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB


Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,
sekolah, panti asuhan, candi.
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang
sejenis dengan itu.
Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan
tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

a. Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
memiliki bangunan, dan atau;
menguasai bangunan, dan atau;
memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar
pajak

12
F. Tarif Pajak dan Rumus Perhitungan Pajak
a. Tarif Pajak
Besarnya Tarif PBB berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah tetap sebesar 0.5%, sedangkan
menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah
paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

b. Rumus Perhitungan Pajak


Dasar Penghitungan Pajak ( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU
No.12 Tahun 1994). Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP),
atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini:
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
1. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
2. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

Contoh penulisan:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) XXXXX
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP) XXXXX (-)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak XXXXX
(NJOPKP)
XXXXX
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP XXXXX

13
G. Dasar Penagihan PBB
Dasar penagihan PBB terdiri dari tiga macam yaitu:
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk
memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada Wajib Pajak. Surat
pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

2. Surat Tagihan Pajak (STP)


STP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut
apabila:
Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum
dalam SPPT, yaitu melampaui batas waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum
dalam skp, yaitu melampaui batas waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterimanya surat keputusan oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh
tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP oleh
Wajib Pajak. Konsekuensi jika saat jatuh tempo STP terlampaui adalah
adanya denda administrasi dalam STP. Besarnya denda administrasi
karena Wajib Pajak terlambat membayar pajaknya, melampaui batas
waktu jatuh tempo SPPT adalah sebesar 2% sebulan yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

3. Surat Ketetapan Pajak (SKP).


SKP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut apabila:

14
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan
melewati 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP oleh Wajib
Pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak dikembalikan
oleh Wajib Pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata
jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak
berdasarkan SPOP yang dikembalikan Wajib Pajak.

Pajak Yang terutang berdasarkan skp harus dilunasi selambat-


lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh Wajib
Pajak. Jadi, bila seorang Wajib Pajak menerima SKP pada tanggal 1
Maret 2009, ia sudah harus melunasi PBB selambat-lambatnya tanggal
31 maret 2009. Tanggal 31 Maret 2009 ini disebut juga tanggal jatuh
tempo SKP.
Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitannya
disebabkan oleh pengembalian SPOP Lewat 30 (tiga puluh) hari setelah
diterima Wajib Pajak adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan
denda administrasi 25% dihitung dari pokok pajak.
Sedangkan jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang
penerbitannya disebabkan oleh hasil pemeriksaan atau keterangan
lainnya, adalah selisish pajak yang terutang berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lainnya dengan pajak yang terutang
berdasarkan SPOP ditambah denda administrasinya 25% dari selisih
pajak yang terutang.

H. Keberatan dan Banding


a) (Pasal 15 UU No. 12 Tahun 1985)
1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal
Pajak atas :
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
Surat Ketetapan Pajak.

15
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
menyatakan alasan secara jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
tanggal diterimanya surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh
wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar
kekuasaannya.
4. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda
pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.
5. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis
hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
6. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

b) Pasal 16 (UU No. 12 Tahun 1985)


1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus
memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
2. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah
besarnya jumlah pajak yang terhutang.
4. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, wajib pajak
yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran
ketetapan pajak tersebut.
5. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan,
maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.

16
I. Pengurangan Denda Administrasi (Pasal 19 UU No. 12 Tahun 1985)
1. Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang
:
a. karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan
subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;
b. dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang
luar biasa.
2. Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.

J. PBB Pedesaan dan Perkotaan


Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang
dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
cara mendaftarkan Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan, Pendataan dilakukan
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang telah diisi
dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak dan
disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi objek pajak
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP
oleh Subjek Pajak.
Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang). Apabila Wajib Pajak setelah ditegur secara tertulis oleh Kepala
Daerah tidak juga menyampaikan SPOP atau berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan Wajib Pajak, maka Kepala
Daerah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
Dasar pengenaan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun kecuali untuk objek pajak
tertentu dapat ditetapkan osetiap tahun sesuai perkembangan wilayah. Penetapan
besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah.

17
PBB Pedesaan dan Perkotaan terutang menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari dan terutang di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling
rendah Rp10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
PBB Perdesaan dan Perkotaan tidak lagi NJKP, yang dalam UU PBB
menerapkan NJKP 20% atau 40% dari NJOP.
Besarnya tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan paling tinggi sebesar 0,3%,
berbeda dengan UU PBB yang menerapkan tarif tunggal sebesar 0,5%.
Rumus penghitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan : Tarif x (NJOP-
NJOPTKP)
Contoh :
1. Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :
Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2
Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp350.000,00/m2
Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp50.000,00/m2

Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut:


1. NJOP Bumi : 800 x Rp300.000,00 = Rp 240.000.000,00
2. NJOP Bangunan
a. Rumah dan garasi: 400 x Rp350.000,00 = Rp 140.000.000,00
b. Taman: 200 x Rp50.000,00 = Rp 10.000.000,00
c. Pagar: (120 x 1,5) x Rp175.000,00 = Rp 31.000.000,00 (+)
d. Total NJOP Bangunan = Rp 181.500.000,00
3. NJOPTKP = Rp 10.000.000,00 (-)
4. Nilai Jual Bangunan Kena Pajak = Rp 171.500.000,00
5. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak = Rp 411.500.000,00
6. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah 0,2%
7. PBB terutang : 0,2% x Rp411.500.000,00 = Rp 823.000,00

18
BAB III
KESIMPULAN

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah
dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh
realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah
sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan
Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d
Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB
Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat.
Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah.
Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak
Pusat.
Pajak Bumi dan Bangunan daerah perdesaan dan perkotaan dapat memberikan
pemasukan bagi daerah untuk menabah kas keuangan daerah maupun kas Negara
sendiri, pajak dapat juga digunakan untuk pembangunan daerah, disegala bidang,
baik dibidang kesehatan masyarakat,pendidikan, maupun dalam penyelenggaran
kerja pemerintah daerah. Begitu banyak penyalahgunaan fungsi pajak yang tidak
sesuai dengan undang-undang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Diana, Anastasia dan Lilis Setiawati.2009.Perpajakan Indonesia.CV Andi


Offset. Yogyakarta
Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang
No.12 Tahun 1985.
Direktorat Jendral Pajak.2012.
(http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-
bangunan-pbb)
(http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-pbb-dalam-uu-pajak-daerah-dan-
retribusi-daerah)
Edi wahyudi.2014.Pajak Bumi dan Bangunan.
(https://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung-
pembangunan/pajak-bumi-dan-bangunan-pbb/)

20

Anda mungkin juga menyukai