Anda di halaman 1dari 206

SUKARMIN, S.Sos., M.

AP
PENGANTAR PERPAJAKAN

• Pajak adalah iuran rakyat pada


kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Fungsi Pajak

a. Fungsi budgeter (sumber dana


dalam pembiayaan negara)
b.Fungsi mengatur (regulerend) yaitu
sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
Syarat Pemungutan Pajak
• Syarat Keadilan artinya pemungutan pajak harus
adil,
• Syarat Yuridis = berdasarkan UU
• Syarat ekonomis pemungutan pajak tidak
mengganggu kelancaran kegiatan ekonomi, sehingga
tidak menimbulkan kelesuan ekonomi masyarakat.
• Syarat finansiil efisien dalam biaya
pemungutannya
• Syarat sederhana sistem pemungutan pajak harus
sesederhana mungkin sehingga memudahkan
masyarakat untuk memenuhi kewajibannya.
Tata Cara Pemungutan Pajak
(Dalam tata cara pemungutan pajak harus diperhatikan tiga garis besar)

1. Stelsel Pajak
a. Stelsel nyata (riel stelsel); baru dapat diketahui
setelah akhir suatu periode (akhir tahun) setelah
penghasilan tersebut sesungguhnya dapat
diketahui.
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel); yaitu pengenaan
pajak didasarkan pada suatu anggapan atau
perkiraan yang diatur dengan undang – undang.
c. Stelsel campuran; artinya pada awal tahun
menggunakan anggapan tetapi setelah akhir tahun
dihitung kembali sesuai yang sebenarnya (nyata).
2. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
1. ASAS DOMISILI—negara berhak mengenakan
pajak atas seluruh penghasilan WP yang
bertempat tinggal dlm wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar
negeri.
2. ASAS SUMBER —negara berhak mengenakan
pajak terhadap penghasilan yang bersumber
dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal WP.
3. ASAS KEBANGSAAN– pengenaan
pajak didasarkan pada kebangsaan atau
kewarganegaraan seseorang.
3. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
1. OFFICIAL ASSESSMENT SYSTEM – adalah suatu sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP
2. SELFASSESSMENT SYSTEM – adalah suatu
sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. WITH HOLDING SYSTEM – adalah sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan
WP) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP.
Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran timbulnya utang pajak:
1. Ajaran formil, utang pajak karena
timbul
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh
Fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official Assessment
System
2. Ajaran materil, utang pajak timbul karena
berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak
karena suatu keadaan atau perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada self assessment system
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Kadaluwarsa
4. Pembebasan dan penghapusan
HAMBATAN-HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

Perlawanan Pasif :  masyarakat enggan membayar pajak


yang disebabkan karena :
a. Intelektual dan moral masyarakat,
b. Sitem perpajakan yang sulit dipahami
c. Sistem kontrol tidak dilaksanakan dengan baik
2. Perlawanan aktif :  usaha untuk menghindar dari
pembayaran pajak yang secara langsung. Yang meliputi:
a.Tax avoidance , yaitu usaha untuk menghindar atau
meringankan pajak dengan tidak melanggar Undang
undang,
b.Tax Evasion, yaitu usaha menghindar pajak dengan
cara melanggar undang – undang (mengelapkan pajak).
NPWP
DAN
NPPKP
WAJIB PAJAK
Pasal 1 angka 1 UU KUP

ORANG PRIBADI

PEMUNGUT /
PEMOTONG PAJAK
TERTENTU

BADAN
Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)

• Nomor yang diberikan kepada wajib pajak


sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identita WP
dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan
FUNGSI NPWP

SEBAGAI SARANA

 Dipergunakan untuk bisa mengetahui identitas Wajib


Pajak yang sebenarnya, sehingga setiap Wajib Pajak hanya
diberikan satu NPWP.
 Sarana dalam administrasi perpajakan
 Berguna untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran
pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.
Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP)

NPPKP adalah nomor yang diberikan kepada WP yang dikukuhkan


sebagai pengusaha kena pajak yang digunakan sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dicantumkan dalam faktur
pajak.

• Pengusaha kena pajak yang melakukan yang melakukan penyerahan


BKP dan atau JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN
1984 dan perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Memteri Keuangan,
kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
• Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukakan penyerahan BKP dan atau JKP tidak lebih Rp 600 juta
Yang dikecualikan untuk memperoleh
NPWP adalah sebagai berikut :
• Setiap wajib Pajak pribadi yang
mempunyai penghasilan netto dalam
satu tahun dibawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP)
• Wajib pajak pribadi yang memperoleh
penghasilan semata-mata hanya dari
satu pemberi kerja dan telah dipotong
pajak penghasilan oleh pemberi kerja.
Yang diwajbkan untuk melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak adalah sebagai berikut :
• Pengusaha yang telah melakukan
penyerahan barang kena pajak dan jasa
kena pajak lebih dari Rp. 600.000.000,00
setahun
• Pengusaha yang melakukan kegiatan impor
barang kena pajak (importer)
• Pengusaha yang melakukan kegiatan ekspor
barang kena pajak (eksportir).
JANGKA WAKTU PENDAFTARAN
NPWP DAN PELAPORAN PPKP
Pasal 2 ayat (5) UU KUP jo. Kep- 161/PJ./2001

NPWP PPKP

Paling lambat 1 bulan setelah Paling lambat 1 bulan


saat usaha mulai dijalankan/ setelah saat usaha
WP BADAN / OP berdiri mulai dijalankan, atau;
Usahawan
atas kemauan sendiri, WP
dapat mengajukan
Paling lambat pada akhir bulan
permohonan untuk
berikutnya apabila sampai
dikukuhkan sebelum saat
WP ORANG dengan suatu bulan dalam
usaha mulai dijalankan
PRIBADI Non satu tahun buku memperoleh
Usahawan penghasilan yang melebihi
PTKP
Dimanakah mendaftar NPWP/PKP

• Kantor Pelayanan Pajak (KPP)


• Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan
(KP4)
• Internet (e-registratio
n)/www.pajak.go.id
SYARAT-SYARAT UNTUK MENDAPATKAN NPWP/ PPKP BAGI WP
ORANG PRIBADI DAN JANGKA WAKTU PENERBITAN
Kep - 516/PJ./2000

WP ORANG PRIBADI

USAHAWAN NON USAHAWAN


MENGISI DAN MENANDATANGANI SENDIRI/
KUASA KHUSUS
FORMULIR PENDAFTARAN

DILAMPIRI FOTO KOPI :KTP/ SIM/ KK/ PASPOR


DILAMPIRI FOTO KOPI : DITAMBAH SURAT KETERANGAN TEMPAT
- KTP/SIM/KK/PASPOR; dan TINGGAL DARI INSTANSI YANG BERWENANG
- SURAT IJIN USAHA/ SEKURANG-KURANGNYA LURAH
KETERANGAN TEMPAT ATAU KEPALA DESA BAGI
USAHA. ORANG ASING

• UNTUK NPWP, PALING LAMA PADA HARI KERJA BERIKUTNYA


• UNTUK NPPKP PALING LAMA 3 HARI KERJA
SYARAT-SYARAT UNTUK MENDAPATKAN NPWP/ PPKP WP
BADAN & PEMUNGUT/PEMOTONG DAN JANGKA WAKTU
PENERBITAN
Kep -161 /PJ./2001

WAJIB PAJAK

PEMUNGUT/
BADAN ORANG PRIBADI
PEMOTONG
MENGISI DAN MENANDATANGANI SENDIRI/ KUASA KHUSUS FORMULIR PENDAFTARAN

DILAMPIRI FOTO KOPI :


- AKTE PENDIRIAN; dan DILAMPIRI FOTO KOPI : DILAMPIRI FOTO KOPI :
- KTP SALAH SEORANG - PERJANJIAN KERJA - SURAT PENUNJUKAN
PENGURUS; dan SAMASEBAGAI KARYAWAN SBG. BENDHRA.; dan
- SURAT IJIN USAHA/ - NPWP MASING- - TANDA BUKTI DIRI
KETERANGAN TEMPAT MASING
USAHA. ANGGOTA BENDAHARAWAN.

• UNTUK NPWP, PALING LAMA PADA HARI KERJA BERIKUTNYA


• UNTUK NPPKP PALING LAMA 3 HARI KERJA
WAJIB PAJAK PINDAH ALAMAT
Kep- 161 /PJ/2001

Permohonan WP dengan Surat


Pernyataan Pindah

KPP Lama KPP Baru

KPP Lama menerbitkan


SURAT PINDAH kepada Tindasan Pernyataan
WP untuk diserahkan ke Pindah, oleh WP
KPP Baru dikirimkan ke KPP Lama

KPP baru menerbitkan NPWP dan atau NPPKP


(menggunakan nomor lama dengan
mengganti kode KPP baru)
PENGHAPUSAN NPWP
Dilakukan dalam hal :
WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan
Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahanharta dan
penghasilan
Warisan yang belum terbagi (dalam kedudukan sebagai subjek
pajak) sudah selesai dibagi
WP badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku

WP Orang Pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat


digolongkan sebagai Wajib Pajak

Penghapusan NPWP harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal
diterimanya permohonan secara lengkap
PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP
KEP- 516 /PJ./2000

Dilakukan dalam hal :

WP pindah alamat ke wilayah Kerja KPP Lain

WP Bubar

WP tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP

Pencabutan Pengukuhan PKP harus diselesaikan dalam jangka waktu 12


bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap
Dokumen yang disyaratkan meliputi
Permohonan Penghapusan

•surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari instansi yang berwenang dan surat
pernyataan bahwa tidak mempunyai warisan atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi
dengan menyebutkan ahli waris, untuk orang pribadi yang meninggal dunia;
•dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
•dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak ada lagi kewajiban sebagai
bendahara, untuk bendahara pemerintah;
•surat pernyataan mengenai kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak ganda dan fotokopi semua kartu
Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki, untuk Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu Nomor
Pokok Wajib Pajak;
•fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan surat pernyataan tidak membuat, perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suami, untuk Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak;
•dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak badan termasuk bentuk usaha tetap telah
dibubarkan sehingga tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, seperti akta pembubaran
badan yang telah disahkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, untuk Wajib Pajak badan.
PTKP:
PMK 162/PMK.011/2012

Rp54.000.000,- Untuk diri Wajib Pajak

Rp4.500.000,- Tambahan utk WP Kawin

Tambahan untuk setiap


anggota keluarga sedarah
semenda da ga
Rp4.500.000,- keturunan luruslam serta anak
ris
angkat yg menjadi tanggungan
sepenuhnya maksimal 3 orang

penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun


kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender
PEMBUKUAN & PENCATATAN
Pengertian pembukuan menurut undang-undang adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk
periode Tahun Pajak tersebut.

Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang


peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai
dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak
yang bersifat final.
KEWAJIBAN PEMBUKUAN &
PENCATATAN
PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN HARUS ;
1. DISELENGGARKAN DENGAN MEMERHATIKAN
ITIKAD BAIK DAN MENCERMINKAN
KEADAAN ATAU KEGIATAN USAHA YANG
SEBENARNYA
2. DISELENGGARAKAN DI INDONESIA
3. MENGGUNAKAN SATUAN MATA UANG RUPIAH
DAN MATA UANG ASING YANG DIIZINKAN OLEH
MENTERI KEUANGAN
4. DISUSUN DALAM BAHASA INDONESIA ATAU
BAHASA ASING YANG DIIZINKAN OLEH
MENTERI KEUANGAN
Yang harus diperhatikan oleh Wajib
Pajak adalah buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara
program aplikasi on-line wajib
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan
atau tempat tinggal Wajib Pajak orang
pribadi, atau di tempat kedudukan
Wajib Pajak badan
Pentingnya Pembukuan atau
Pencatatan Bagi Wajib Pajak
 Akan memudahkan Wajib Pajak pada saat menghitung dan
memperhitungkan serta melaporkan pajak terutang baik pada
SPT Masa maupun SPT Tahunan.
 Perhitungan pajak terutang lebih akurat.
 Jika Wajib Pajak tidak dapat menunjukkan dokumen
pembukuan atau pencatatan pada saat pemeriksaan sehingga
tidak dapat dihitung penghasilan kena pajak, maka
penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan
berdasarkan data lain yang diperoleh pada saat pemeriksaan.
 Laporan keuangan memberikan informasi posisi keuangan
dan kemajuan dari usaha Wajib Pajak
PENELITIAN
Penelitian adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk menilai
kelengkapan pengisian Surat
Pemberitahuan dan lampiran-
lampirannya termasuk penilaian tentang
kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
PEMERIKSAAN
• Pemeriksaan pajak merupakan salah satu hak yang
dimiliki oleh fiskus. Landasan dari pemeriksaan
pajak adalah Undang-undang no 6 tahun 1983 tetang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang no 28 Tahun 2007 (sekarang UU KUP No.16
Thn 2009 ). Pemeriksaan pajak dilakukan oleh
pemeriksa pajak yang telah memiliki tanda pengenal
pemeriksa serta dilengkapi surat perintah
pemeriksaan yang harus diperlihatkan kepada wajib
pajak yang akan diperiksa.
Pemeriksaan
Pasal 1 Angka (25), dan Pasal 29 Ayat (1)

Merupakan serangkaian
kegiatan menghimpun dan
mengolah data,
keterangan, atau bukti
secara objektif dan
profesional berdasar
standar tertentu, dengan
tujuan:
Menguji
Melaksanakan
kepatuhan
tujuan lain
pemenuha
sesuai
n
peraturan
kewajiban
perundangan.
perpajaka
n.
Tujuan Lain Pemeriksaan
Penjelasan Pasal 29 Aya t (1)
Pengukuhan
Pemberian atau pencabutan
NPWP secara Penghapusan
NPWP. pengukuhan
jabatan. PKP.

Apabila WP Pencocokan data Penentuan WP di


mengajukan dan alat lokasi
keberatan. keterangan terpencil.

Penentuan Pemeriksaan Penentuan saat


tempat terkait mulai
terutang PPN. penagihan pajak. berproduksi.
Kewajiban WP Terperiksa
Pasal 29 Ayat (3), dan (4)
Kewajiban WP terperiksa
meliputi:
Memberikan
Memperlihatka kesempatan
n atau memasuki Memberikan
meminjamkan tempat atau keterangan
buku, catatan, ruangan yang
atau yang diperlukan
dokumen. dipandang
perlu.
Kewajiban WP untuk merahasiakan informasi
terkait pembukuan ditiadakan atas kepentingan
pemeriksaan.
Pemeriksaan dan Penyegalan
Pasal 29 Ayat (2), Pasal 30, dan PMK No. 198/ PMK.03/
2007

Pemeriksa
harus memiliki
dan
memperlihatkan kepada Penyegelan dilakukan jika:
WP terperiksa:
• WP tidak memberi kesempatan
• Tanda pengenal kepada pemeriksa untuk
pemeriksa. memasuki objek penyegelan.
• Surat perintah • WP atau pegawainya tidak
pemeriksaan. memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan.
• WP atau kuasa tidak berada di
tempat saat pemeriksaan.
PENYIDIKAN
• “Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh penyidik
untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya”.
Pihak yang Melakukan Penyidikan

• Dalam Penyidikan tindak pidana di


bidang perpajakan, pihak yang
berwenang untuk melakukan proses
penyidikan adalah Pejabat pegawai
Negeri Sipil tertentu dilingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang
diberi wewenang khusus sebagai
penyidik tindak pidana di bidang
perpajakan
• Sesuai dengan pasal 41B Undang-Undang no 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang no 28 Tahun 2007, pengertian penyidikan bebunyi
sebagai berikut :
• “Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau
mempersulit penyidikan tindak
• pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).”
SUBJEK
DAN OBJEK
PAJAK
Biaya Diperbolehkan –
untuk wajib pajak orang
pribadi
Penghasilan Tidak Kena Pajak
 besaran atau nominal
(PTKP)
Rp54.000.000,00 bagi diri WP

Rp4.500.000,00 tambahan bagi WP yang kawin

Rp54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang


penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami
Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
yang menjadi tanggungan
ISTILAH DALAM PTKP

• TK/0 : tidak kawin dan tidak


mempunyai tanggungan
• TK/1 : tidak kawin dan mempunyai satu
tanggungan
• TK/2 : tidak kawin dan mempunyai dua
tanggungan
• K/1 : kawin dan mempunyai
tanggungan
satu
• K/2 : kawin dan mempunyai
tanggungan
dua
• K/3: kawin dan mempunyai tiga
tanggungan
Contoh menentukan PTKP
• Joko bekerja sebagai karyawan,
menikah dan mempunyai dua orang
anak (K/2) Penghasilan yang diterima
akan dikurangi dengan PTKP sebesar:
Wajib Pajak (Joko) Rp 54.000.000
Kawin Rp 4.500.000
Tambangan anggota keluarga Rp 4.500.000
Tambangan anggota keluarga Rp 4.500.000
Total PTKP Rp 67.500.000
Norma Penghitungan Neto Bagi Wajib Pajak Yang
Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan
Menggunakan Norma Penghitungan
Pengertian Norma Penghasilan Neto
Norma Penghitungan Neto adalah norma yang dapat digunakan oleh wajib pajak dalam
penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak. Besarnya penghasilan netto
adalah sama besarnya dengan besarnya persentase) norma perhitungan penghasilan netto
dikalikan dengan jumlah penghasilan usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas
setahun.

Wajib Pajak yang diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto


dalam menghitung penghasilan neto dalam satu tahun adalah hanya Wajib Pajak Orang
Pribadi yang telah memenuhi syarat sebagai berikut :
1.Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai peredaran bruto/omzet bruto tidak lebih
dari Rp.4.800.000.000,- dalam satu tahun.
2.Wajib Pajak Orang Pribadi yang bermaksud menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dalam menghitung penghasilan neto wajib memberitahuan kepada
Direktur Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
pertama dari tahun pajak bersangkutan.
3. Menyelenggarakan pencatatan
Contoh perhitungan dengan norma penghasilan neto
Tahun Pajak 2015 :
Tuan Adit adalah seorang dokter di Purwokerto yang
membuka usaha praktek dokter (klinik kesehatan).
Dari pekerjaan bebas sebagai dokter tersebut tuan Adit
memperoleh penghasilan kotor (bruto) dalam bulan Januari s/d
Desember adalah sebesar Rp.600.000.000,00 Penghasilan neto
tuan Adit dalam setahun (Januari s/d Desember 2015).
Misalnya persentase norma untuk dokter di jakarta 40 %
dihitung sebagai berikut :

Penghasilan Bruto : 600.000.000


persentase : 40 %
Penghasilan neto :
240.000.000
(600.000.000 x 40 % = 240.000.000)
TARIF MENGHITUNG PPH TERHUTANG:
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak


Tarif PPh
(dalam Rupiah)

sampai dengan 50.000.000 5%

50.000.000 - 250.000.000 15%

250.000.000 - 500.000.000 25%

di atas 500.000.000 30%


CONTOH PENERAPAN TARIF

1. Wajib pajak oorang pribadi si A PENGHASILAN KENA


PAJAK Rp 600.000.000.

PAJAK PENGHASILAN TERUTANG :


- s/d Rp 50.000.000.- 5% = Rp 2.500.000.-
- Rp 200.000.000.- 15% = Rp 30.000.000.
- Rp 250.000.000.- 25% = Rp 62.500.000.-
- Rp 100.000.000.- 30% = Rp 30.000.000.-
JU M L A H = Rp 125.000.000.
TARIF MENGHITUNG PPH
TERHUTANG WP BADAN dalam
negeri dan bentuk usaha tetap

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh

(dalam Rupiah)
Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap 25%

Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp. 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50%, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, jika tidak
melebihi maka dikenakan pajak final 1% dari penghasilannya.
Penghasilan UMKM (1)
Cakupan
WP Badan atau OP, tidak termasuk BUT, yang memiliki
peredaran bruto < 4,8 milliar rupiah per tahun.

Tarif dan Dasar Pengenaan


1% dari peredaran bruto tahun pajak sebelumnya.
• Contoh Soal
Predaran bruto PT. Makmur dalam tahun
pajak 2015 sebesar Rp 4.500.000.000,00
dengan penghasilan kena pajak sebesar
Rp. 500.000.000,00. Hitunglah pajak
terutang:
PPH pasal
21/26
Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan
Pembayaran lain dengan nama/bentuk
apapun

1. Pekerjaan;
2. Jasa;
3. Kegiatan
yang dilakukan orang pribadi

SUBJEK PAJAK DALAM SUBJEK PAJAK LUAR


NEGERI (SPDN) NEGERI (SPLN)

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26


Penghitungan PPh Pasal 21

Pegawai tetap Penerima pensiun


Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi
Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja
Dikurangi dengan Dikurangi dengan
1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.
Bruto maks. Rp6.000.000 per Biaya Pensiun, 5% dari pengh.
tahun atau Rp500.000 per bulan
Bruto maks. Rp2.400.000 per
(Peraturan Menteri Keuangan No.
250/PMK.03/2008) tahun atau Rp200.000 perbulan
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang
dibayar sendiri

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak

Dikenakan Tarif Pasal 17


PTKP:
PMK 162/PMK.011/2012

Rp54.000.000,- Untuk diri Wajib Pajak

Rp4.500.000,- Tambahan utk WP Kawin

Tambahan untuk setiap


anggota keluarga sedarah
semenda da ga
Rp4.500.000,- keturunan luruslam serta anak
ris
angkat yg menjadi tanggungan
sepenuhnya maksimal 3 orang

penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun


kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender
PTKP Karyawati

Kawin
Tidak
Kawin Suami tidak
Kawin
berpenghasi
lan

1. Diri sendiri; 1. Diri sendiri;


Hanya untuk 2. Status kawin; 2. Tanggungan
diri sendiri 3. Tanggungan maks 3.
maks 3.

menunjukkan ket. tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-


rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/ memperoleh
penghasilan
Tari
f

Sampai dengan Rp 50 juta


5% Sesuai
Pasal 17 ayat
(1) huruf a
UU PPh
Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta
15%

Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta


25%

Di atas Rp 500 juta 30%


PPh Pasal 21:
Bukan Pegawai

Berkesinambungan
berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) Tidak
berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto) (50 % x Ph Bruto)


- Dihitung secara (50 % x Ph Bruto)
PTKP sebulan, kumulatif x
Dihitung secara x Tarif Ps 17 UU PPh Tarif Ps 17 UU PPh
kumulatif
x Tarif Ps 17 UU
PPh

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
PPh Pasal 21:
Lainnya

Dewan Komisaris/ Peserta program


Pengawas non Mantan Pegawai Pensiun yang masih
Pegawai tetap Berstatus pegawai

jasa produksi,
honorarium atau tantiem, gratifikasi,
imbalan yang penarikan dana
bonus atau imbalan pensiun
bersifat tidak teratur lain yang bersifat
tidak teratur

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto


PPh Pasal 21
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja
Lepas
Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah
Satuan, Borongan
Upah Kumulatif satu bulan
melebihi Rp 7.000.000
Upah/Uang Saku Harian
Dikali 12
≤ 300.000 > 300.000 Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong Dikurangi 300.000 Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5% Dikenakan Tarif Ps 17

PPh Ps 21 Setahun
Upah kumulatif > Rp 3 jt s.d. Rp8.200.000
sebulan
Dibagi 12

Upah sehari dikurangi PTKP sehari


PPh Pasal 21 Sebulan

Tarif PPh 21 = 5%
TETAP (Ph NETO – PTKP) x Tarif Ps 17 UU PPh

PEGAWAI BULANAN (Ph BRUTO – PTKP) x Tarif Ps 17 UU PPh


TIDAK TETAP
(Ph BRUTO – 200 RIBU)x Tarif Ps 17 UU PPh
HARIAN
(Ph BRUTO(>3 jt s.d.8.200.000 jt) –
PTKP Harian) x Tarif Ps 17 UU PPh

(Ph BRUTO(>7jt) – PTKP)x Tarif Ps 17 UU PPh

PENSIUNAN BERKALA (Ph NETO – PTKP) x Tarif Ps 17 UU PPh

((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan)


BERKESINAMBUNGAN Kumulatif x Tarif Ps 17 UU
PPh
BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN exc Psl 13 (1) (50% X Ph Bruto) Kumulatif x Tarif
Ps 17 UU PPh

TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x Ph Bruto x Tarif Ps 17 UU PPh

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, Ph Bruto Kumulatif x Tarif Ps 17 UU PPh


PENARIKAN Dana PENsiun O/ PEGAWAI

PESERTA KEGIATAN Ph Bruto x Tarif Ps 17 UU PPh


Contoh Penghitungan PPh Pasal 21

Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia


dengan gaji sebulan Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran
pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Budiyanta menikah tetapi
belum mempunyai anak. Perhitungan PPh Pasal 21 adalah
sebagai berikut:
A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan
Gaji sebulan Rp 8.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 8.000.000) Rp 400.000
Iuran Pensiun Rp 200.000 Rp 600.000
Penghasilan Neto sebulan Rp 7.400.000
Penghasilan Neto setahun (12 x Rp Rp 88.800.000
7.400.000,00 )
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 24.300.000
- tambahan WP kawin Rp 2.025.000 Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 62.475.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000
15% x Rp 12.475.000,00 = Rp 1.871.000
Rp 4.371.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 4.371.000,00 : 12 = Rp 364.250
Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji
sebulan Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.
200.000,00. Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak.

Pada bulan Juli 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp


10.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013.
Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta
menerima rapel sejumlah Rp 12.000.000,00 (kekurangan gaji untuk
masa Januari s.d. Juni 2013).

Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar


Rp 20.000.000,00.
B. Pe n g h i t u n ga n P P h Pasal 2 1 atas P e m b a y a ra n U a n g Rapel
Gaji sebulan Rp 1 0.000 .000
Pengurangan :
Biaya Ja bata n (5% x R p 10.000.000) = Rp 50 0.000
Iuran Pensiun = Rp 20 0.000 Rp 70 0.000
Penghasilan N e t o sebulan Rp 9.30 0.000
Penghasilan N e to setahun ( 1 2 x R p 9.300.000,00 ) Rp 11 1.600 .000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 2 4.300 .000
- ta m b a h a n W P kawin Rp 2.02 5.000 Rp 2 6.325 .000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 8 5.275 .000
PPh Pasal 2 1 setahun :
5 % x R p 50.000.000,00 = Rp 2.50 0.000
15% x R p 35.275.000,00 = Rp 5.29 1.000
Rp 7.79 1.000
PPh Pasal 2 1 sebulan
R p 7.791.000,00 : 1 2 Rp 64 9.250
PPh Pasal 2 1 Januari s.d Juni 2 01 3 seharusnya adalah :
6 x R p 649.250,00 Rp 3.89 5.500
PPh Pasal 2 1 yang sudah dipotong Januari s.d Juni 20 13
6 x R p 364.250,00 (dari perhitungan co nt o h A) Rp 2.18 5.500
P P h Pas al 2 1 u nt u k u a n g rapel Rp 1.71 0.000
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus
Gaji setahun (12 x Rp 10.000.000,00) Rp 120.000.000
Bonus Rp 20.000.000
Penghasilan bruto setahun Rp 140.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 140.000.000,00) = Rp 7.000.000,00
*Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00 Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (12 x Rp 200.000,00) Rp 2.400.000 Rp 8.400.000
Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus Rp 131.600.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000
24.300.000
- tambahan WP kawin Rp 2.025.000
4.500.000 Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 105.275.000
PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000
15% x Rp 55.275.000,00 = Rp 8.291.250
10.791.250
*PPh Pasal 21 setahun dibulatkan Rp 10.791.000
PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh B) Rp 7.791.000
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp 3.000.000
PPh Pasal 26
Wajib pajak luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain
bentuk usaha tetap

Tarif Pasal 26:


20 %

Penghasilan Bruto
Contoh Penghitungan PPh Pasal 26

Mike adalah karyawan asing yang bekerja pada


perusahaan PT dira knsult. Mike sudah beristri, dan
mempunyai seorang anak. Dalam bulan april 2014 mike
memperleh gaji US$5,000 sebulan. Kurs yang berlaku
adalah Rp. 11.500 per US$ 1.
Perhitungan PPh ppsl 26:
PPH pasal 22
& 23
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan
Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan
pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan
berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat sangat
bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22
relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun
23. Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang
dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat
menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22
dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.

PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan


kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah
maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan
ekspor, impor dan re-impor.
Pemungut PPh Pasal 22
No. Nama Pemungut Transaksi

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Impor Barang


Cukai;

2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna


Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya

3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran Pembelian dengan


yang dilakukan dengan mekanisme uang dana APBN/APBD
persediaan (UP)

4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat


penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran
kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS)
5. BUMN (PT Pertamina, PT PLN, PT PGAS, PT Pembelian
Telkom, PT Garuda, PT Pembangunan Perum, PT barang/bahan-
WIKA, PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT bahan untuk
Krakatau Steel) dan bank-bank BUMN keperluan
usahanya
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang penjualan hasil
usaha industri semen, yang ditunjuk produksinya
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas di dalam
negeri;
7. Badan usaha yang bergerak dalam bidang penjualan hasil
usaha industri kertas yang ditunjuk oleh produksinya
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas di dalam
penjualan hasil produksinya di dalam negeri; negeri;

8. Badan usaha yang bergerak dalam bidang penjualan hasil


usaha industri baja yang ditunjuk oleh produksinya
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas di dalam
penjualan hasil produksinya di dalam negeri; negeri;
9. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha penjualan hasil
industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala produksinya
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil di dalam
produksinya di dalam negeri; negeri;

10. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha penjualan hasil
industri farmasi yang ditunjuk oleh Kepala Kantor produksinya
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
di dalam negeri; negeri;

11. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Penjualan kendaraan


Pemegang Merek (APM), & importir umum bermotor di dalam
kendaraan bermotor negeri
12. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, penjualan hasil
dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, produksinya
gas, dan pelumas; di dalam
negeri;
13. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor atas pembelian
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan bahan-bahan untuk
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak keperluan industri
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan atau ekspor mereka
industri atau ekspor mereka dari pedagang dari pedagang
pengumpul. pengumpul.
14. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang atas penjualan
tergolong sangat mewah. barang yang
tergolong sangat
mewah
Tarif PPh 22 Atas Impor
Jenis Impor Tarif
Importir dengan API 2,5%
Importir tanpa API 7,5%
Impor yang tidak 7,5%
dikuasai/lelang
Impor terigu, kedelai, 0,5%
gandum

PPH 22 IMPOR = TARIF X NILAI IMPOR


API =Angka Pengenal Importir
Tarif PPh 22 atas Pembelian dengan Dana
APBN/APBD

Atas pembelian barang dipungut pajak sebesar 1,5%


dari harga pembelian yang dilakukan oleh
bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), bendahara pengeluaran.
Misal: Pemkot Surabaya membeli alat elektronik
dari Toko Sinar Jaya
Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam
negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri farmasi

Keterangan Tarif
penjualan kertas di dalam negeri 0,1%
penjualan semua jenis semen di 0,25%
dalam negeri
penjualan baja di dalam negeri 0,3%
penjualan semua jenis kendaraan 0,45%
bermotor beroda dua atau lebih di
dalam negeri
penjualan semua jenis obat di 0,3%
dalam negeri
Tarif PPh 22 untuk Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM),
Agen Pemegang Merek (APM), & importir umum kendaraan
bermotor

• Atas penjualan kendaraan bermotor


di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek (APM), & importir
umum kendaraan bermotor, dikenai
0,45% dari dasar pengenaan PPN
Tarif PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas
dan pelumas

Keterangan Tarif
Bahan bakar minyak yang dijual kepada SPBU bukan Pertamina dan 0.30%
non SPBU
Bahan bakar minyak yang dijual kepada SPBU Pertamina 0.25%
Bahan bakar gas 0.30%
Pelumas 0.30%
Tarif PPh 22

Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor


oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam
sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
ditunjuk sebagai pemungut PPh 22 dari pedagang pengumpul
sebesar 0,25% dari harga pembelian (exclude PPN)
Tarif PPh 22

Wajib pajak badan yang melakukan


penjualan barang yang tergolong sangat
mewah, wajib memungut PPh 22 dengan
tarif 5% dari harga jual (exclude PPN dan
PPnBM)
Barang yang tergolong sangat
mewah
• pesawat udara pribadi dengan harga jual >
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar
rupiah);
• kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual >
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
• rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya > Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) DAN luas bangunan > 500 m2 (empat ratus meter
persegi);
Barang yang tergolong sangat mewah
• apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya > Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus
meter persegi);
• kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi
purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual >
Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) DAN dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
• barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
• barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang
diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang
mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan
cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta
para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
• barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
• barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam
dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
• barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan;
• barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan
penyandang
cacat lainnya;
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
• peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
• barang pindahan;
• barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,
dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
• barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
yang ditujukan untuk kepentingan umum;
• persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku
cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
• barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang
bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
• vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
• buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
• kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau
perusahaan penangkapan ikan nasional;
• pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
• kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
• peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
dan/atau
• barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan
oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
• Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d ,
berkenaan dengan:
– Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00
(dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah- pecah;
– Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas,
pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
• Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan
Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);g.Emas batangan yang
akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor;h.Pembayaran untuk pembelian barang
sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS).
Wajib Pajak tanpa NPWP

• Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan


terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100%
(seratus persen) daripada tarif yang diterapkan
terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan
Nomor Pokok Wajib Pajak.
C0NTOH - CONTOH PERHITUNGAN DAN PEMUNGUTAN PPh Psl 22

1. PT. TANAH MERDEKA MENGIMPOR 10 PARTY BARANG, DENGAN


NILAI CIF US$ 500.000. BEA MASUK 40%, BMT 10%.
PT TANAH MERDEKA TERDAFTAR DAN MEMILIKI API.
MISALKAN KURS MENURUT KEP MENKEU PADA WAKTU
PELUNASAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR Rp 9.300. PER 1 US $.
PERHITUNGAN :
- NILAI DASAR UNTUK PERHITUNGAN BEA MASUK ADALAH
US $ 500.000. x Rp 9.300. = Rp 4.650.000.000.
- BEA MASUK 40% x Rp 4.650.000.000. = Rp 1.860.000.000.
- B M T 10% x Rp 4.650.000.000. = Rp 465.000.000.
DASAR PERHITUNGAN PAJAK (NILAI IMPOR) Rp 6.975.000.000.
PPh Psl 22 DISETOR SENDIRI OLEH IMPORTIR ADALAH :
2,5% x Rp 6.975.000.000.= Rp 174.375.000. (KREDIT PAJAK)
DEPARTEMEN DN MEMBELI 100 UNIT KOMPUTER
KEPADA PT TEKNOLOGI TINGGI DENGAN HARGA Rp 6.000.000. /UNIT.
PEMBAYARAN DILAKUKAN OLEH
BENDAHARAWAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI. PERHITUNGAN :
Harga 100 UNIT KOMPUTER, 100 x Rp 6.000.000. = Rp 600.000.000.
PPh Psl 22 DIPUNGUT Oleh BENDAHARAWAN:
1,5% x Rp 600.000.000. = Rp 9.000.000.

PT. SEMEN TIGA RODA MENJUAL 10.000. ZAK SEMEN KEPAD


CV PENYALUR DENGAN HARGA Rp 25.000./ZAK. PPh A
Psl 22 DIPUNGUT OLEH PT SEMEN TIGA RODA :
10.000. x 0,25% x Rp 25.000. = Rp 625.000.

PT PERTAMINA BULAN MEI 2009 MENGIRIM 10.000.KILO LITER.


BBM PREMIUM KE SPBU CV.TUNAS HARAPAN, DENGAN HARGA
PENEBUSAN Rp 3.600./LITER.PPh Psl 22 YG DIPUNGUT PT PERTAMINA
ADALAH
10.000. x 1.000. x Rp 3.600. x 0,30% = Rp 108.000.000
BADAN PUSAT STATISTIK MEMBELI ATK (MAP, KERTAS, BOLLPOINT)
PADA TOKO RAJIN, SEHARGA Rp 1.700.000. DAN TIDAK ADA
PEMBELIAN LAGI UNTUK YANG BERIKUTNYA. TRANSAKSI INI
TIDAK DIPUNGUT PPh Psl 22.
(KARENA DIBAWAH Rp 2.000.000.)

PT. KOPI TUBRUK (INDUSTRI/PENGOLAHAN ) BIJI KOPI UNTUK


TUJUAN EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI, MEMBELI 5 TON BIJI
KOPI MENTAH DARI TJIK MAHMUD (PEDAGANG PENGUMPUL)
DENGAN HARGA Rp 200.000.000. PERHITUNGAN PPh Psl 22 YANG
DIPUNGUT OLEH PT. KOPI TUBRUK KEPADA TUAN TJIK MAHMUD =
0,25% x Rp 200.000.000. = Rp 500.000.
(KREDIT PAJAK) BAGI TUAN TJIK MAHMUD.
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 23
PPH pasal 23 mengatur tentang tentang
pemotongan pajak atas penghasilan
diterima atau diperoleh WP yangdalam negeri dan
bentuk usaha tetap yang berasal dari
modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
PENGHASILAN
YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN
PPh PASAL 23

• DEVIDEN TERMASUK DEVIDEN DARI PERUSAHAAN ASURANSI


KPD PEMEGANG POLIS DAN PEMBAGIAN SHU KOPERASI
• BUNGA TERMASUK PREMIUM,DISKONTO DAN IMBALAN
SEHUBUNGAN DENGAN JAMINAN PENGEMBALIAN UTANG
• ROYALTI
• HADIAH, PENGHARGAAN DAN BONUS DAN SEJENISNYA SELAIN
YG TELAH DIPOTONG PPh PSL 21

SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DGN PENGGUNAAN


HARTA SELAIN SEWA ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN SESUAI
DENGAN PP 5 TAHUN 2002

IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN:


• JASA TEKNIK;
• JASA MANAJEMEN;
• JASA KONSTRUKSI;
• JASA KONSULTAN;
• JASA LAIN
SELAIN JASA YG TLH DIPOTONG PPh PSL 21

Dit.P2Humas
TIDAK DIKENAKAN
PEMOTONGAN PPh PASAL 23

A. PENGHASILAN YG DIBAYAR ATAU TERUTANG KPD BANK;


B. SEWA YG DIBAYARKAN ATAU TERUTANG SEHUBUNGAN DGN SEWA GUNA USAHA
DENGAN HAK OPSI;
C. DEVIDEN ATAU BAGIAN LABA YG DITERIMA ATAU DIPEROLEH PERSEROAN
TERBATAS SEBAGAI WP DALAM NEGERI,KOPERASI, BUMN/D, DARI PENYERTAAN
MODAL PADA BADAN USAHA YANG DIDIRIKAN DAN BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
INDONESIA DGN SYARAT :
1) DIVIDEN BERASAL DARI CADANGAN LABA YG DITAHAN DAN
2) BAGI PERSEROAN TERBATAS, BUMN/BUMD YG MENERIMA DIVIDEN,
KEPEMILIKAN SAHAM PADA BADAN YG MEMBERIKAN DIVIDEN PALING
RENDAH 25 PERSEN DARI JUMLAH MODAL YG DISETOR ;
D. BAGIAN LABA YG DITERIMA ATAU DIPEROLEH ANGGOTA DARI PERSEROAN
KOMANDITER YG MODALNYA TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM-SAHAM,
PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA DAN KONGSI, TERMASUK PEMEGANG
UNIT PENYERTAAN KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF;
F. SISA HASIL USAHA (SHU) KOPERASI YG DIBAYARKAN KEPADA ANGGOTANYA;
G. PENGHASILAN YG DIBAYAR ATAU TERUTANG KEPADA BADAN USAHA ATAS JASA
KEUANGAN YG BERFUNGSI SEBAGAI PENYALUR PINJAMAN DAN/ATAU
PEMBIAYAAN YG DIATUR DENGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Dit.P2Humas
TARIF DAN DASAR PEMOTONGAN
PPh PASAL 23

HADIAH DAN
PENGHARGAAN, SEWA (penyewaan) DAN JASA
(TEKNIK, MANAJEMEN,KONSTRUKSI,KONSULTAN,
DEVIDEN, BUNGA SELAIN JASA YANG TELAH DIPOTONG PPH PASAL 21)
DAN ROYALTI

TARIF TARIF
15 2%
%

DASAR PEMOTONGAN

J U M L A H B R U T O

JIKA PEMBERI JASA TDK MEMILIKI NPWP


MAKA
JUMLAH BRUTO OBJEK PPh PASAL 23
JUMLAH BRUTO ADALAH SELURUH JUMLAH PENGHASILAN DENGAN NAMA
DAN DALAM BENTUK APAPUN YANG DIBAYARKAN, DISEDIAKAN UNTUK
DIBAYARKAN ATAU TELAH JATUH TEMPO PEMBAYARANNYA OLEH BADAN
PEMERINTAH, SUBJEK PAJAK BADAN DALAM NEGERI, PENYELENGGARA
KEGIATAN, BENTUK USAHA TETAP, ATAU PERWAKILAN PERUSAHAAN LUAR
NEGERI LAINNYA KEPADA WAJIB PAJAK DALAM NEGERI ATAU BENTUK
USAHA TETAP.

TIDAK TERMASUK

1. PEMBAYARAN GAJI, UPAH, HONORARIUM, TUNJANGAN & PEMBAYARAN LAIN SBG


IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN YG DIBAYARKAN OLEH WP PENYEDIA
TENAGA KERJA KEPADA TENAGA KERJA YG MELAKUKAN PEKERJAAN, BERDASARKAN Jasa
KONTRAK DGN PENGGUNA JASA (HARUS DIBUKTIKAN DGN KONTRAK DAN DAFTAR Catering
PEMBAYARAN GAJI DSB); &
Jasa
2. PEMBAYARAN ATAS PENGADAAN/PEMBELIAN BARANG ATAU MATERIAL Yg telah
(HARUS DIBUKTIKAN DGN FAKTUR PEMBELIAN); dikenakan
kecuali PPh
2. PEMBAYARAN KEPADA PIHAK KEDUA (SBG PERANTARA) UTK SELANJUTNYA
DIBAYARKAN KEPADA PIHAK KETIGA (HARUS DIBUKTIKAN DGN FAKTUR TAGIHAN bersifat
DARI PIHAK KETIGA DISERTAI PERJANJIAN TERTULIS ); final
(konstruk
4. PEMBAYARAN PENGGANTIAN BIAYA (REIMBURSEMENT) YAITU PENGGANTIAN si)
PEMBAYARAN SEBESAR JUMLAH YG NYATA-NYATA TELAH DIBAYARKAN OLEH
PIHAK KEDUA KEPADA PIHAK KETIGA (HARUS DIBUKTIKAN FAKTUR DGN TAGIHAN
ATAU BUKTI PEMBAYARAN DARI PIHAK KEDUA KE PIHAK KETIGA
OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 23

NO OBJEK TARIF DASAR


PENGHITUNGAN
1 DIVIDEN, BUNGA, ROYALTI, HADIAH, PENGHARGAAN, 15% JUMLAH BRUTO*
BONUS DAN SEJENISNYA
2 JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA KONSTRUKSI, 2% JUMLAH BRUTO*
JASA KONSULTAN
3 SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN 2% JUMLAH BRUTO*
PENGGUNAAN HARTA KECUALI SEWA TANAH DAN/ATAU
BANGUNAN
4 IMBALAN JASA LAIN
1. JASA PENILAI (APPRAISAL) 2% JUMLAH BRUTO*

2. JASA AKTUARIS 2% JUMLAH BRUTO*

3. JASA AKUNTANSI,PEMBUKUAN DAN ATESTASI 2% JUMLAH BRUTO*


LAPORAN KEUANGAN
4. JASA PERANCANAG (DESIGN) 2% JUMLAH BRUTO*

5. JASA PENGEBORAN (DRILLING) DI BIDANG 2% JUMLAH BRUTO*


PENAMBANGAN MIGAS,KECUALI YG DILAKUKAN BUT
6. JASA PENUNJANG DI BIDANG PENAMBANGAN MIGAS 2% JUMLAH BRUTO*

*TIDAK TERMASUK PPN


OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL
NO
23 OBJEK TARIF DASAR
PENGHITUNGAN
7. JASA PENAMBANGAN DAN JASA PENUNJANG DI 2% JUMLAH BRUTO*
BIDANG PENAMBANGAN SELAIN MIGAS

8. JASA PENUNJANG DI BIDANG PENERBANGAN DAN BANDAR UDARA 2% JUMLAH BRUTO*

9. JASA PENEBANGAN HUTAN 2% JUMLAH BRUTO*

10. JASA PENGELOLAAN LIMBAH 2% JUMLAH BRUTO*

11. JASA PENYEDIAAN TENAGA KERJA (OUTSOURCING SERVICE) 2% JUMLAH BRUTO*

12. JASA PERANTARA ATAU KEAGENAN 2% JUMLAH BRUTO*

13. JASA DI BIDANG PERDAGANGAN SURAT-SURAT BERHARGA, 2% JUMLAH BRUTO*


KECUALI YG DI LAKUKAN BURSA EFEK, KSEI DAN KPEI

14. JASA KOSTODIAN/PENYIMPANAN/PENITIPAN, KECUALI YG 2% JUMLAH BRUTO*


DILAKUKAN KSEI

15. JASA PENGISIAN SUARA (DUBBING DAN/ATAU SULIH SUARA 2% JUMLAH BRUTO*

*TIDAK TERMASUK PPN


PPh Pasal 23
OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 23

NO OBJEK TARIF DASAR PENGHITUNGAN

16. JASA MIXING FILM 2% JUMLAH BRUTO*

17. JASA SEHUBUNGAN DENGAN SOFTWARE KOMPUTER, 2% JUMLAH BRUTO*


TERMASUK PERAWATAN, PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN

18. JASA INSTALASI/PEMASANGAN MESIN, PERALATAN, LISTRIK, 2% JUMLAH BRUTO*


TELEPON, AIR, GAS, AC, DAN/ATAU TV KABEL, SELAIN YG
DILAKUKAN OLEH WAJIB PAJAK YG RUANG LINGKUPNYA DI
BIDANG KONSTRUKSI DAN MEMPUNYAI IZIN DAN/ATAU
SERTIFIKAT SBG PENGUSAHA KONSTRUKSI
19. JASA PERAWATAN/PERBAIKAN/PEMELIHARAAN MESIN, 2% JUMLAH BRUTO*
PERALATAN, LISTRIK TELEPON, AIR, GAS, AC, DAN/ATAU TV
KABEL, ALAT TRANSPORTASI/KENDARAAN DAN/ATAU BANGUNAN,
SELAIN YG DILAKUKAN WAJIB PAJAK YG RUANG LINGKUPNYA DI
BIDANG KONSTRUKSI DAN MEMPUNYAI
SERTIFIKAT SBG PENGUSAHA KONSTRUKSI
20. JASA MAKLON 2% JUMLAH BRUTO*

21. JASA PENYELIDIKAN DAN KEAMANAN 2% JUMLAH BRUTO*


OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 23

NO OBJEK TARIF DASAR PENGHITUNGAN

22. JASA PENYELENGGARA KEGIATAN 2% JUMLAH BRUTO*

23. JASA PENGEPAKAN 2% JUMLAH BRUTO*

24. JASA PENYEDIAAN TEMPAT DAN/ATAU WAKTU DALAM MEDIA 2% JUMLAH BRUTO*
MASA, MEDIA LUAR RUANG ATAU MEDIA LAIN UNTUK
PENYAMPAIAN INFORMASI

25. JASA PEMBASMI HAMA 2% JUMLAH BRUTO*

26. JASA KEBERSIHAN ATAU CLEANING SERVICE 2% JUMLAH BRUTO*

27. JASA KATERING ATAU TATA BOGA 2% JUMLAH BRUTO*

*TIDAK TERMASUK PPN


Contoh Penghitungan PPh Pasal 23

1. PT. Solusindo membayar dividen kepada CV


Perkasa sebesar Rp 200.000.000,00. PPh Pasal 23
dipotong PT. Solusindo adalah ....

Apabila CV Perkasa belum memiliki NPWP,


maka
PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Solusindo
adalah ....

2. PT. Pilar utama yang baru berdiri meminta jasa dari CV.
Konsultindo untuk membuat sistem akuntansi
perusahaan dengan imbalan sebesar Rp 15.000.000. PPh
pasal 23 yang dipotong oleh PT. Pilar utama adalah ....
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN) DAN PAJAK PENJUALAN
BARANG MEWAH (PPnBM)

Pasal 16A UU Nomor 42 TAHUN 2009 (berlaku


sejak 1 April 2010) tentang perubahan Ketiga atas
UU Nomor 8 Tahun 1983
tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM
Pertemuan ke-10
Juitaning Mustika, M. Pd
PENGERTIAN UMUM PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PPN ADALAH PAJAK


ATAS
KONSUMSI BARANG ATAU

JASA

DI DALAM
DAERAH
PABEAN

OLEH

- ORANG PRIBADI; ATAU OLEH


DAERAH PABEAN
Ps. 1 angka 1

WILAYAH RI YANG DI
DALAMNYA BERLAKU UU No. 11
Th 1994 TENTANG KE PABEANAN

MELIPUTI WILAYAH

DARA
T RUANG UDARA
DAN DI ATASNYA
PERAIRAN

TEMPAT-TEMPAT TERTENTU
DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

LANDAS KONTINEN
BARANG KENA PAJAK
(BKP)
Ps. 1 angka 3
ADALA
H

• BARANG BERWUJUD YANG MENURUT


SIFAT ATAU HUKUMNYA DAPAT
BERUPA BARANG BERGERAK (Misal
Barang Dagang) ATAU BARANG TIDAK
BERGERAK(Misal Bangunan), DAN
• BARANG TIDAK BERWUJUD, ANTARA
LAIN : HAK ATAS MEREK DAGANG,
HAK OKTOROI, HAK CIPTA & HAK
PATEN

YANG DIKENAKAN PAJAK


BERDASARKAN UU PPN
JASA
Ps. 1 angka 5

JKP adalah kegiatan pelayanan yang menyebabkan suatu


fasilitas, kemudahan atau hak menjadi tersedia untuk dipakai.

Pengertian meliputi pula jasa untuk berproduksi dengan


material dan berdasar petunjuk pemesan (maklon).

JKP tersebut dikenai PPN.


Lingkup JKP dari Luar
Daerah Pabean
Jasa melekat pada
benda bergerak
di daerah
pabean.
Jasa melekat pada • persewaan
Contoh: Jasa Jasa yang dilakukan
benda tak mesin secara di daerah
bergerak di produksi. pabean.
daerah pabean. • Contoh: Jasa
• Contoh: Jasa pengacara,
akuntan,
desain surveyor.
konstruksi
bangunan.
JKP
dari
Luar
Daerah
Pabean
Jasa Tidak Dikenai PPN (1)
Pasal 4A Ayat (3) UU
PPN
Jasa
Jasa
Jasa Medik Pelayanan
Keagamaan
Sosial

Jasa
Jasa
Jasa Kesenian Penyiaran
Pendidikan
Non
Iklan
Jasa
Jasa
Angkutan Jasa Katering
Perhotelan
Umum
Jasa Tidak Dikenai PPN (2)
Pasal 4A Ayat (3) UU PPN

Jasa Jasa Layanan


Keuangan Jasa Asuransi Pemerintah

Jasa Surat Jasa Telepon


Jasa Wesel Berperangko Umum
Koin

Jasa Tempat Jasa Tenaga


Parkir Kerja
IMPOR, EKSPOR DAN PERDAGANGAN
Ps. 1 angka 9, 11, 12

ADALAH SETIAP KEGIATAN


MEMASUKKAN BARANG
IMPOR
DARI LUAR DAERAH PABEAN KE
( Ps. 1 angka 9 ) DLM
DAERAH PABEAN

ADALAH SETIAP KEGIATAN


MENGELUARKAN BARANG
EKSPOR
DARI DLM DAERAH PABEAN
( Ps. 1 angka 11)
KE LUAR DAERAH PABEAN

ADALAH KEGIATAN USAHA MEMBELI &


MENJUAL BRG, TERMASUK KEGIATAN
PERDAGANGAN TUKAR MENUKAR BRG TANPA
( Ps. 1 angka 12 ) MENGUBAH BENTUK ATAU SIFATNYA
BADAN
Ps. 1 angka 13

SEKUMPULAN ORANG DAN


ATAU MODAL YANG
MERUPAKAN KESATUAN

BAIK YANG MELAKUKAN USAHA


MAUPUN YANG TIDAK MELAKUKAN
USAHA
MELIPUTI :
PERSEROAN TERBATAS;
PERSEROAN KOMANDITER;
PERSEROAN LAINNYA;
BUMN / BUMD;
FIRMA, KONGSI; KOPERASI;
DANA PENSIUN; PERSEKUTUAN; PERKUMPULAN;
YAYASAN; ORGANISASI MASSA; ORGANISASI
SOSPOL DAN
SEJENISNYA; LEMBAGA; Bentuk
usaha tetap DAN BENTUK BADAN LAINNYA.
PENGUSAHA KENA PAJAK
(PKP)
Ps. 1 angka 15

PENGUSAHA

YANG MELAKUKAN PENYERAHAN


BKP/JKP

YANG DIKENAKAN PAJAK


BERDASARKAN UU PPN

TIDAK TERMASUK PENGUSAHA KECIL, KECUALI PENGUSAHA KECIL YANG MEMILIH


UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP. Tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditentukan
oleh Menteri Keuangan. Pengusaha Kecil (KepMenKeu.no.552/KMK.04/2000 diganti
no.571/KMK.03/2003 Yaitu pengusaha yang omset / peredarannya : Barang Kena Pajak :
Rp.600.000.000,- /tahun, Jasa Kena Pajak : Rp.600.000.000,-/tahun,
PENGUSAHA
Ps. 1 angka 14
ORANG PRIBADI BADAN

DALAM KEGIATAN USAHA


ATAU PEKERJAANNYA

- MENGHASILKAN BARANG;
- MENGIMPOR BARANG;
- MENGEKSPOR BARANG;
- MELAKUKAN USAHA
PERDAGANGAN;
- MELAKUKAN USAHA JASA;
- MEMANFAATKAN BARANG
TIDAK BERWUJUD / JASA DARI
• DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
adalah jumlah harga jual
penggantian atau Nilai Impor, Nilai
Ekspor yang ditetapkan keputusan
menteri keuangan sebagai dasar
penghitungan pajak terutang.
• FAKTUR PAJAK adalah bukti
pungutan pajak yang dibuat oleh PKP
(pengusaha kena pajak) yang
melakukan penyerahan BKP atau
JKP
• PAJAK MASUKAN (PM) adalah PPN
yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP
karena perolehan BKP dan atau
penerimaan JKP dan atau Impor BKP
• PAJAK KELUARAN (PK) adalah PPN
yang wajib dipungut oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP dan atau
penyerahan JKP dan atau Ekspor BKP
PENGHITUNGAN
PPN
• TARIF PPN ADALAH :
• 10 % X DPP

• DPP = dasar pengenaan pajak


• PK = pajak keluaran
• PM = pajak masukan
Contoh soal
PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak
dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00

PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut


merupakan Pajak yang harus dibayar oleh
PKP “A”
FAKTUR PAJAK
Ps. 1 angka 23

Menurut situs Direktorat Jenderal Pajak, Faktur Pajak merupakan


bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Atau dengan kata lain,
ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena pajak, ia harus
menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda bukti bahwa ia telah
memungut pajak dari orang yang telah membeli barang atau jasa
kena pajak tersebut
FAKTUR PAJAK STANDAR
Ps. 13 ayat (5)

HARUS DICANTUMKAN PALING SEDIKIT :

NAMA, ALAMAT, NPWP YANG MENYERAHKAN BKP /JKP

NAMA, ALAMAT, NPWP PEMBELI BKP / PENERIMA JKP

JENIS BARANG / JASA, JUMLAH HARGA JUAL


ATAU PENGGANTIAN & POTONGAN HARGA

PPN YG DIPUNGUT

PPnBM YG DIPUNGUT

KODE, NO. SERI & TGL. PEMBUATAN FAKTUR PAJAK


NAMA, JABATAN & TANDA TANGAN YG BERHAK
MENANDATANGANI FAKTUR PAJAK

FAKTUR PAJAK HARUS DIISI DENGAN LENGKAP, JELAS, DAN BENAR


BAIK FORMAL MAUPUN MATERIIL & DITANDATANGANI OLEH PEJABAT
YANG DITUNJUK
OLEH PKP UNTUK MENANDATANGANINYA
Karakteristik PPnBM
• PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
• Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada
saat penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh Pengusaha
yang menghasilkan atau pada saat impor.
• PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan
PPN. (Namun demikian, apabila Eksportir mengekspor BKP
yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar
pada saat perolehan dapat direstitusi.)
Batasan BKP yang tergolong
Mewah :
• Bahwa barang tersebut bukan
merupakan barang kebutuhan pokok
• Pada umumnya barang tersebut
dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu
• Barang tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat berpenghasilan
tinggi
• Barang tersebut dikonsumsikan untuk
Tarif Pajak
• Tarif PPnBM paling rendah 10% dan
paling tinggi 75%
• Tarif ekspor BKP tergolong mewah
dikenakan pajak 0%, karena barang
ekspor dikonsumsi diluar daerah
pabean
Jenis Barang Kena Pajak
 Tarif 10% : peralatan olahraga, AC, alat fotografi, alat
sinematografi
 Tarif 20% : rumah mewah, apartmen, mesin pencuci piring,
instrumen musik
 Tarif 30% : kapal, sampan, kano, kecuali untuk keperluan
negara
 Tarif 40% : minuman beralcohol, permadani sutra, barang
dari kristal dan logam mulia, balon udara
 Tarif 50% : permadani bulu hewan halus, senjata api,
pesawat udara
 Tarif 75% : barang dari batu mulia/mutiara, kapal
pesiar
mewah
Pengecualian Pengenaan
PPnBM
 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan
ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pamadam
kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan
umum;
 Kendaraan yang digunakan untuk tujuan Protokoler
Kenegaraan
 Kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10
(sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi dengan
motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel)
dengan semua kapasitas isi silinder yang digunakan
untuk kendaraan dinas TNI atau Polri
Cara menghitung PPnBM
Cara menghitung Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Untuk itu perlu diperhatikan
DPP-nya apakah harga jual, nilai impor, nilai
pengganti, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan
Menteri Keuangan.
Rumus yang digunakan :
PPnBM Terutang = Tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak
Contoh Soal
Bpk.Andi seorang importir mengimpor BKP Barang Mewah dengan
tarif 20% seharga Rp 200.000.000,
hitung :
- PPN dan PPN-BM
- jumlah yang di bayar Bpk.Andi

jawab :
Jumlah pembayaran Rp 200.000.000,-

PPN 10% X Rp 200.000.000 Rp 20.000.000,-


PPN-BM 20% X Rp 200.000.000 Rp 40.000.000,-
----------------------+
jumlah yang harus dibayar Rp 260.000.000,-
Kredit Pajak
• KARAKTERISTIK PAJAK KELUARAN
Pajak keluaran ialah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan penjualan
terhadap barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong
dalam barang mewah.
• KARAKTERISTIK PAJAK MASUKAN
Pajak masukan adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan
pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak. Pengusaha Kena Pajak,
sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk
Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
• Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah PKP mengurangkan atau
mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa
pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran,
kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam
masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan
pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
Contoh
Selama sebulan takwim terjadi kegiatan usaha sebagai berikut:
Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 100.000.000,00
Menyerahkan hasil produksi dengan harga jual Rp 60.000.000,00

Pajak masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar:


10% x Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00

Pajak Keluaran yang harus dipungut:


10% x Rp 60.000.000,00 = Rp 6.000.000,00

PPN yang lebih dibayar dalam masa pajak yang


bersangkutan:
Rp 10.000.000,00 - Rp 6.000.000,00 = Rp 4.000.000,00

Kelebihan tersebut dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau dapat
diminta kembali
PEMUNGUT PPN
(Sejak 1 Januari 2004) KMK
No. 563/KMK.03/2003

BENDAHARA
BENDAHARA
PEMERINTAH
KPPN PUSAT/DAERAH

untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN dan


PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporannya
SAAT DAN DASAR
PEMUNGUTAN PPN DAN PPn BM
PEMUNGUTAN
PPN DAN PPn BM

SAAT PEMBAYARAN OLEH BENDAHARA


KEPADA PKP REKANAN

DASAR PEMUNGUTAN
PEMBAYARAN OLEH BENDAHARA
TERMASUK PPN DAN/ATAU PPn BM

CONTOH
TIDAK TERUTANG PPn BM , hanya
TERUTANG PPn BM 20%
terutang PPN
YG DIPUNGUT
PPN YG DIPUNGUT • PPN 10/130
10/110
• PPn BM 20/130

DASAR PEMUNGUTAN
Contoh :
• Jumlah pembayaran Rp. 11.000.000,00
• Jumlah PPN : 10/110 x Rp.11.000.000,00 Rp. 1.000.000,00
• Sisa yang dibayarkan kepada PKP
rekanan (Rp.11.000.000,00 – Rp. 10.000.000,00
Rp.1.000.000,00)
\
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
• Definisi Kegiatan Membangun Sendiri yang dikutip dari Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 adalah
“Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain”.
• Kemudian dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012
Pasal 2 Ayat 4 dijelaskan mengenai bangunan yang dimaksud dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3
yaitu bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau
perairan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau
bahan sejenis, dan/atau baja;
b. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. Luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).
Perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri
• PPN = Tarif x DPP
• PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau
dibayarkan untuk membangun bangunan)
• Contoh:
Andi membangun sendiri sebuah bangunan dua lantai, lantai
pertama luasnya 150m2 dan lantai kedua 50m2. Bangunan
tersebut diperkirakan selesai selama 3 bulan dengan total
biaya sebesar Rp. 250.000.000,00. Berapakah total PPN KMS
yang terutang?
Jawab: Karena total bangunan tersebut sama dengan 200m2
maka atas kegiatan membangun sendiri tersebut terutang
PPN KMS dengan perhitungan 10% x 20% x Rp.
250.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00.
PEMBAYARAN YANG
TIDAK DIPUNGUT PPN
OLEH PEMUNGUT

DALAM HAL
PEMBAYARA
N
TDK MELEBIHI DARI JML Rp 1.000.000,00 TERMASUK PPN DAN/ATAU PPn BM
DAN MERUPAKAN PEMBAYARAN YG TDK DIPECAH-PECAH

BBM DAN NON-BBM YG PENYERAHANNYA DILAKUKAN OLEH PERTAMINA

ATAS JASA ANGKUTAN UDARA YG DISERAHKAN OLEH PERUSAHAAN


PENERBANGAN

ATAS PENYERAHAN BKP/JKP YG MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN YANG


BERLAKU, MENDAPAT FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT DAN ATAU
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN

UNTUK PEMBEBASAN TANAH, KECUALI PEMBAYARAN ATAS


PENYERAHAN TANAH OLEH REAL ESTATE ATAU INDUSTRIAL
ESTATE
UNTUK PENYERAHAN BKP/JKP YG MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN
YANG BERLAKU TIDAK DIKENAKAN PPN
PPH pasal
24
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pajak Penghasilan Pasal 24.


- Merupakan besarnya pajak atas penghasilan dari luar negeri yang
dapat dikreditkan terhadap penghasilan WPDN
- Pajak terhutang WPDN bersumber dari seluruh penghasilan
(penghasilan DN dan LN)

Penggabungan Penghasilan luar negeri.


 Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam
tahun
pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis)
 Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut (cash basis)
 Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2
UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan
 Kerugian dari LN tidak boleh digabungkan
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PT.Serba Usaha menerima dan memperoleh penghasilan neto dari
luar negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut :
1. Hasil usaha di negeri Jerman dalam tahun 2009 sebesar
Rp.700.000.000
 sebagai penghasilan tahun 2009 (accrual basis)
2. Dividen dari Belanda untuk kepemilikan sahamn di”ABX Corp”
sebesar Rp.500.000.000 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007 yang
ditetetapkan RUPS tahun 2008 dan dibayarkan tahun 2009 sebagai
penghasilan tahun 2009 (cash basis)
3. Penghasilan Bunga semester II tahun 2009 sebesar Rp.350.000.000 dari
Bankok Bank di Thailand, bunga tersebut baru akan dibayar awal
Januari 2010 sebagai penghasilan tahun 2010 (cash basis)
4. Dividen dari Inggris atas kepemilikan saham di”DEF Corp” yang
diperjual belikan di Bursa Efek sebesar Rp.600.000.000 yaitu berasal
dari keuntungan tahun 2007 berdasarkan keputusan Menteri Keuangan
tahun 2009  sebagai penghasilan tahun 2009 (Kep. Menkeu)
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap
Negara
(per Country Limitation)

Apabila penghasilan luar negeri


berasal dari beberapa negara, maka
perhitungan batas maksimum
kredit pajak dilakukan untuk
masing-masing negara
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Batas Maksimum Kredit Pajak adalah nilai yang terendah dari unsur 3
perhitungan berikut :
1. Jumlah pajak yang terhutang/dibayar diluar negeri
2. Jumlah pajak yang terhutang untuk seluruh penghasilan
3. (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) X PPh
terhutang atas seluruh penghasilan (tarif pasal 17 UU PPh)

Ilustrasi-1
PT.Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut :
4. Penghasilan luar negeri Rp.500.000.000 dengan tarif pajak
40%
5.Penghasilan usaha di Indonesia Rp.750.000.000,- Besarnya
Penghasilan Kena Pajak adalah Rp.1.250.000.000,--
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 )

1. PPh dibayar diluar negeri :


40% X Rp.500.000.000 = Rp.200.000.000,-
2. PPh terhutang sesuai tarif psl 17 :
28% X Rp.1.250.000.000 = Rp.350.000.000,-
3. PPh berdasarkan perbandingan :
500.000.000 : 1.250.000.000 X Rp.350.000.000,- = Rp.140.000.000

Besarnya kredit pajak (psl 24) adalah Rp.140.000.000,--


PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Dalam hal penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
besarnya batas maksimum kredit pajak dihitung untuk masing-masing negara
(per country limitation).

Ilustrasi-2
PT.Dianawati memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.400.000.000,-- dengan tarif
pajak 20%.
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.500.000.000,-- dengan tarif
pajak 15%
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.350.000.000,--

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :


a. Penghasilan kena pajakRp.1.250.000.000,--
b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)
28% X Rp.1.250.000.000
Rp.350.000.000,--
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :


- Negara A :
- PPh terhutang di negara A : 20% X Rp.400.000.000 = Rp. 80.000.000,-
- (400.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.112.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.80.000.000,--

- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 15% X Rp.500.000.000 = Rp. 75.000.000,-
- (500.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.140.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.75.000.000,--

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.155.000.000,-


PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Dalam hal usha di luar negeri menderita kerugian , maka kerugian tersebut
tidak dapat diperhitungkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak.

Ilustrasi-3
PT.Faisal memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.400.000.000,-- dengan tarif
pajak 20%
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.500.000.000,-- dengan tarif
pajak 15%
3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,-
4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.350.000.000,-

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :


a. Penghasilan kena pajakRp.1.250.000.000,--
b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)
28% X Rp.1.250.000.000
Rp.350.000.000,--
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :
- Negara A :
- PPh terhutang di negara A : 20% X Rp.400.000.000 = Rp. 80.000.000,-
- (400.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.112.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.80.000.000,--

- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 15% X Rp.500.000.000 = Rp. 75.000.000,-
- (500.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.140.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.75.000.000,--

- Negara C : Nihil

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.155.000.000,-


PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Dalam hal usaha didalam negeri merugi , maka kerugian dapat diperhitungkan
dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Ilustrasi-4
PT.Findia memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.800.000.000,-- dengan
tarif
pajak 30%
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.600.000.000,-- dengan tarif
pajak 30%
3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,- tarif pajak 25%
4. Kerugian usaha di Indonesia Rp.150.000.000,-

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :


a. Penghasilan kena pajakRp.1.550.000.000,--
b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)
28% X Rp.1.550.000.000
Rp.434.000.000,--
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :
- Negara A :
- PPh terhutang di negara A : 30% X Rp.800.000.000 =
Rp.240.000.000,-
- (800.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.224.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.224.000.000,--

- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 30% X Rp.600.000.000 =
Rp.180.000.000,-
- (600.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.168.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.168.000.000,--

- Negara C : Nihil

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.392.000.000,-


PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Dalam hal penghasilan dalam negeri merupakan pendapatan yang pajaknya


bersifat final, maka penghasilan tersebut tidak dapat diperhitungkan dalam
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Ilustrasi-5

PT.Findia memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :


1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.800.000.000,-- dengan tarif pajak
30%
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.600.000.000,-- dengan tarif pajak
30%
3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,- tarif pajak 25%
4. Keuntungan usaha di Indonesia Rp.250.000.000,-(termasuk pendapatan
bunga deposito Rp.100.000.000)
Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :
a. Penghasilan kena pajakRp.1.550.000.000,--
b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)
28% X Rp.1.550.000.000
Rp.434.000.000,--
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :


- Negara A :
- PPh terhutang di negara A : 30% X Rp.800.000.000 = Rp.240.000.000,-
- (800.000.000/1.550.000.000 X Rp.434.000.000) =
Rp.224.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.224.000.000,--

- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 30% X Rp.600.000.000 = Rp.180.000.000,-
- (600.000.000/1.550.000.000 X Rp.434.000.000) =
Rp.168.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.168.000.000,--

- Negara C : Nihil

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.392.000.000,-


Beberapa kategori penghasilan yang dikenakan Pajak
Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut:
• Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
• Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
• Penghasilan dari hadiah atas undian
• Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan.
• Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan.
• Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa efek
• Penghasilan atas jasa konstruksi
• Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri
• Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.
• Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia
• Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap
• Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina
• Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi
• Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha.
• Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara
• Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di
bursa.
– Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang
Pribadi dalam negeri.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Cara melaksanakan kredit pajak luar negeri adalah WP menyampaikan


permohonan kepada Direktur Jendral Pajak bersamaan dengan
penyampaian
SPT tahunan PPh dengan melampirkan :

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri


2. Foto copy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan diluar
negeri
3. Dokumen pembayaran pajak diluar negeri
PAJAK
PENGHASILAN
PASAL 25

Pertemuan 12
Juitaning Mustika, M. Pd.
Definisi

PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar sendiri


oleh Wajib Pajak

selama tahun berjalan

yang merupakan angsuran dari pajak yang akan


terhutang untuk satu tahun pajak/bagian
tahun pajak
Cara Penghitungan

Pajak terutang
sesuai SPT.

Kredit pajak • Kredit PPh 21, 22, 23 (Bagi OP)


• Dikurangi
dalam negeri. • Kredit PPh 22, 23 (Bagi Badan)

• Dikurangi Kredit pajak luar


negeri (PPh
24).

• Sama Angsuran PPh 25


Dengan per tahun.

• Dibagi 12 Angsuran PPh 25


per bulan.
PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN YANG
HARUS DIBAYAR WP SENDIRI DALAM
TAHUN BERJALAN

CONTOH 1 :
PPh TERUTANG CFM SPT TAHUNAN PPh 2012 Rp 50.000.000.
DIKURANGI :
a.PPh YG DIPOTONG PEMBERI KERJA
(PPh PASAL 21) Rp 15.000.000.-
b. PPh YG DIPUNGUT PIHAK LAIN
(PPh PASAL 22) Rp 10.000.000.-
c. PPh YG DIPOTONG PIHAK LAIN
( PPh PASAL 23) Rp 2.500.000.-
d. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
(PPh PASAL 24) Rp 7.500.000.-
JUMLAH KREDIT PAJAK Rp 35.000.000.-
SELISIH Rp
15.000.000.-
BESARNYA ANGSURAN YG HARUS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN UNTUK
TAHUN 2013 adalah (Rp 15.000.000 : 12 = Rp 1.250.000.-)
Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan
besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak
yang lalu.

Contoh :
• Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2000 disampaikan pada
bulan Maret 2001, maka besarnya angsuran PPh yang
harus dibayar wajib pajak untuk bulan Januari dan
Februari 2001 adalah sama dengan angsuran bulan
Desember 2000, misalnya sebesar Rp 1.000.000,00
• Apabila dalam bulan September 2000 diterbitkan Surat
Keputusan pengurangan angsuran PPh menjadi nihil,
sehingga angsuran PPh untuk bulan Oktober s.d. Desember
2000 menjadi nihil, maka angsuran PPh untuk bulan
Januari dan Februari 2001 juga nihil.
PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI

Contoh:
Si A adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada
tahun 2010 sebesar Rp760.000.000,-. Si A statusnya kawin dan mempunyai 1 (satu)
orang anak. Si A menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya.
Presentase penghasilan norma = 20%. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang
harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
• Jumlah peredaran setahun
Rp760.000.000 Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 760.000.000 = Rp
• 152.000.000
PTKP : K/1 Rp
63.000.000
• Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 89.000.000
• PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terutang:
• 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
• 15% x Rp 39.000.000,00 = Rp 5.850.000,00+
Rp 8.350.000,00
• PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan:
• Rp 8.350.000: 12 = Rp 695.833,-
PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB
PAJAK BADAN

Contoh:
Koperasi Unit Desa A bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun
2010 memiliki penerimaan bruto dalam setahun sebesar Rp
500.000.000,- dan seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha
(sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp 425.000.000,-. PPh yang
dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp16.000.000,00
• Dengan demikian, penghasilan netonya adalah:
Rp 500.000.000,- – Rp 425.000.000,- = Rp 75.000.000,-
• Pajak Penghasilan yang terutang : Rp75.000.000,- x 28% = Rp
21.000.000
• Pph yg dipungut atau dipotong: Rp 21.000.000 - Rp16.000.000,00 = Rp
5.000.000,00
• PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar KUD A setiap bulan:
Rp5.000.000,- : 12 = Rp416.666,-
Latihan:
1. Tn. Bejo (subjek pajak dalam negeri) statusnya menikah dan
mempunyai 3 orang anak, tinggal di Jakarta. Pada bulan Juli
2014 memulai usaha bengkel mobil "Lari Cepat". Jumlah
penghasilan selama bulan Juli 2014 sebesar
Rp500.000.000,00. Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan
Juli 2014 sebesar Rp 450.000.000,00. Berapa besaran
angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2014?
2. Penghasilan PT. Maju Sejahtera tahun 2008 adalah sebesar Rp
350.000.000,00. Sisa kerugian tahun 2007 yang masih dapat
dikompensasikan sebesar Rp 400.000.000,00. Sisa kerugian
yang belum dikompensasikan sebesar Rp 50.000.000,00. Pada
tahun 2008 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah
sebesar Rp18.000.000,00, dan tidak ada pajak yang dibayar
atau terutang di luar negeri. Hitunglah PPh pasal 25 untuk
tahun 2009 dan besar angsuran pajak bulanan PT. Maju
Sejahter!
Pajak Bumi
dan
Bangunan
PENGERTIAN PBB

 PBB dapat didefinisikan sebagai “pajak negara yang


dikenakan
terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan UU No. 12 Tahun
1985 PBB sebagaimana telah diubah dengan UU No.
tentang 12
Tahun 1994”
 PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak
terhutang ditentukan olehkeadaan objek yaitu
dan/atau bumi/tanah
bangunan, keadaan subjek (siapa yang membayar)
ikut tidak menentukan besarnya pajak
OBJEK PBB

Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan

BUMI : Permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.


Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
wilayah Indonesia.
Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan,
tambang, tambak dll

BANGUNAN : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap


pada tanah dan/atau perairan
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
-Jalan lingkunagan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, dll yang merupakan satu kesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut.
-Jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal,
dermaga, taman mewah, tempat penampungan atau kilang minyak,air dan gas,
pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.
OBJEK PBB YANG DIKECUALIKAN
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang
tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti pesantren, mesjid,
gereja, tanah wakaf, rumah sakit umum, sekolah atau madrasah, panti
asuhan, candi, dll
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu seperti musium
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik secara pasif
5. Digunakan oleh badan/perwakilan organisasi internasional
yang
ditentukan oleh Menteri keuangan
SUBJEK PBB

Orang atau badan yang secara nyata


mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai, dan/
atau memperoleh/manfaat atas bangunan
SUBJEK PAJAK

1. Subjek bernama A yang memanfaatkan


pajakmenggunakan bumi dan/atau bangunan
atau milik orang
bernama B bukan karenalainsesuatu hak berdasarkan UU bukan
karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang
memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan
tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak
2. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di
pengadilan, maka orang/badan
yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut
ditetapkan sebagai Wajib Pajak
3. Subjek pajak dalam waktu lama berada di luar wilayah letak
objek pajak, sedang untuk merawat objek pajak tersebut
dikuasakan kepada orang/badan, maka orang/badan yang
diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak
DASAR PENGENAAN PAJAK

Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak


(NJOP)
NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh Menkeu, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai
perkembangan daerahnya, dengan memperhatikan :

1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi


jual beli
yang terjadi secara wajar
2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis
yang letaknya berdekatan dan telah diketahui harga
jualnya
3. Nilai perolehan baru
4. Penentuan Nilai Jual Objek Pengganti
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
(NJOPTKP)

Nilai jual obyek pajak diberikan pengurangan yang sering


disebut sebagai Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP) untuk setiap Wajib Pajak adalah
maksimum sebesar Rp 12.000.000,-
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai 2 (dua) Objek
Pajak atau lebih, yang diberikan NJOPTKP hanya
obyek yang terbesar, sedangkan objek pajak lainnya
tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi
NJOPTKP (KMK Nomor.201/KMK.04/2000)
 NJOPTKP untuk DKI mulai tahun 2001 Rp 10.000.000
(berdasarkan masing-masing perdati II)
Contoh Soal :
Dasar Pengenaan Pajak :
1. Seorang WP hanya mempunyai objek pajak berupa bumi sbb :
NJOP Bumi Rp 3.000.000
NJOPTKP Rp 8.000.000 –
-
Tidak dikenakan PBB karena NJOP berada dibawah batas NJOPTKP-nya
2.WP mempunyai dua objek pajak bumi dan bangunan masing- masing
di desa A dan B
Desa A : NJOP Bumi Rp 8.000.000
NJOP Bangunan Rp 5.000.000 +
NJOP sbg DPP Rp 13.000.000
NJOPTKP 8.000.000 -
NJOP u/pengh. Pjk Rp 5.000.000
Desa B : NJOP Bumi Rp 5.000.000
NJOP Bangunan Rp 3.000.000 +
NJOP sbg DPP Rp 8.000.000
NJOPTKP - -
NJOP u/pengh. Pjk Rp 8.000.000
Latihan 1:

NJOPTKP: RP. 8.000.000


Objek I : NJOP Bumi Rp
NJOP Bangunan 4.000.000
NJOP sbg DPP Rp 2.000.000 +
NJOPTKP Rp ………………
NJOP u/pengh. ……………... -
pjk
……………………. Rp
Objek II: NJOP Bumi 4.000.000
NJOP Bangunan Rp 1.000.000 +
NJOP sbg DPP Rp ………………
NJOPTKP ……………... -
NJOP u/pengh.
pjk
…………………….
Latihan 2:
• Luas Bangunan A : 120 m2
• Nilai Jual Tanah dan Bangunan (A) Rp 30.000.000,-
• Luas Bangunan B : 70 m2
• Nilai Jual Tanah dan Bangunan (B) Rp 25.000.000,-
• Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Rp
12.000.000,-
• NJOP untuk perhitungan PBB?
DASAR PENGHITUNGAN PBB

Dasar Penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak


(NJKP) Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :
40% untuk; Objek pajak perkebunan,objek pajak kehutanan,objek
pajak perumahan yang WPnya perorangan dengan NJOP
sama atau lebih dari Rp 1 M, dan tidak dimiliki, dikuasai atau
dimanfaatkan oleh PNS, ABRI, dan para pensiunan termasuk
janda/dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji
atau uang pensiun
20% untuk objek pajak pertambangan, objek pajak lainnya
yang
NJOP-nya kurang dari 1 M.
TARIF PBB adalah 0.5%
Rumus Penghitungan PBB = Tarif x NJKP
= 0.5% x [Persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP)]
TARIF PBB dalai 0.5%
Rumus Penghitungan PBB = Tarif x NJKP
 = 0.5% x [Persentase NJKP x
(NJOP –
NJOPTKP)]
contoh:
 diketahui bahwa NJOP suatu objek pajak Rp
3.000.000 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut
Rp 1.000.000 Maka berapakah PBB nya?
 Pertama-tama kita harus mengetahui terlebih
dahulu NJKP nya:
 NJOP-NJOPTKP = Rp3.000.000 – Rp1.000.000 =
Rp2.000.000
 NJKP: 20% x Rp2.000.000 = Rp400.000
 Kemudian baru kita hitung PBB nya:
PBB: 0,5% x Rp400.000 = Rp2.000
LATIHAN 3
 Pak Amin memiliki rumah seluas 50 meter persegi yang berdiri di atas
sebidang tanah seluas 100 meter persegi. Diketahui harga bangunan
tersebut adalah Rp500.000/meter persegi, sedangkan harga tanah tersebut
adalah Rp1.000.000/meter persegi. NJOPTKP untuk daerah tersebut
Rp10.000.000. Jadi berapakah PBB yang harus dibayarkan oleh Pak Amin?
 Pertama, kita hitung terlebih dahulu nilai bangunan dan tanahnya:
 Bangunan: 50 x Rp ………………. = Rp……………….
Tanah: 100 x Rp ………………. = Rp……………….
 Kedua, kita hitung NJOP nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan
tanah:
 Nilai Bangunan: Rp ……………….
Nilai Tanah: Rp……………….
--------------------------------------- +
Rp. ……………….
 Terakhir, setelah diketahui NJOP nya, kita bisa langsung menghitung PBB
nya:
NJKP: 20% x (Rp………………. - Rp ……………….) = Rp……………….
PBB: 0,5% x Rp ………………. = Rp……………….
LATIHAN 4

• Wajib pajak A mempunyai sebidang


tanah dan bangunan yang NJOP-nya
Rp
20.000.000 dan NJOPTKP untuk
daerah tersebut RP. 12.000.000 maka
besarnya pajak yang terutang adalah

SAAT TERUTANGNYA SERTA TEMPAT
YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG

1. Tahun pajak adalah jangkawaktu satu tahun


takwin
2. Saat yang menentukan pajak yang terhutang
adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal
1 Januari.
Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
Dasar Hukum
 U U No 21 tahun 1997 sebagaimana telah
diubah dengan U U No 20 tahun 2000. Namun
demikian seiring dengan semangat otonomi daerah
seperti halnya PBB, maka BPHTB pun pada tahun 2011
akan menjadi pajak daerah dengan diberlakukannya
UU No. 28 Tahun 2009.

Pengertian:
B P H T B : “pajak yang dikenakan atas Perolehan
Hak
atas Tanah dan Bangunan”
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan:
“perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan/atau bangunan oleh O P atau badan”
Subjek Pajak
 Orang Pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau
bangunan”

Objek Pajak
 Perolehan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang dapat berupa:
a) Tanah termasuk tanaman
diatasnya
b) Tanah dan bangunan
c) Bangunan
OBJEK BPHTB
(UU BPHTB ps. 2)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas


18
Tanah dan Bangunan 1

Perolehan hak Pemberian hak baru

Jual beli Tukar menukar Kelanjutan pelepasan hak, yaitu


pemberian hak baru dari negara atas
Hibah Hibah wasiat tanah yang berasal dari pelepasan
hak.
Waris Pemisahan hak

Putusan hakim Hadiah Diluar pelepasan hak, yaitu pemberian


hak baru dari negara atau dari
Pemasukan dalam perseroan
pemegang hak milik berdasarkan
Penggabungan/peleburan usaha undang-undang.
Pengecualian BPHTB:
1) Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal-balik
2) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan
dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum
3) Badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan dengan Keputusan Menkeu
4) O P atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah
5) Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau
karena perbuatan hukum lain dengan tidak merubah
nama.
6) Orang pribadi atau badan, karena wakaf
( pengalihan harta untuk kepentingan umum di jalan
Allah )
DASAR PENGENAAN BPHTB
• Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP), NPOP ditentukan sebesar:
– Harga transaksi, dalam hal jual beli.
– Harga pasar, dalam hal:
• Tukar menukar.
• Hibah.
• Hibah wasiat.
• Waris.
• Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum
lainnya.
• Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak.
• Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim
yang memiliki kekuatan hukum tetap.
• Penggabungan usaha.
• Peleburan/pemekaran usaha.
• Hadiah.
- Harga transaksi, dalam risalah lelang.
- NJOP PBB, jika NPOP tidak diketahui atau NPOP <
NJOP.
NPOP TIDAK KENA PAJAK
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor
33/PMK.03/2008)
NPOPTKP ditetapkan maksimal Rp 60.000.000,-
Dan untuk waris/hibah wasiat yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah ditetapkan secara regional maksimal Rp
300.000.000,-

Ditetapkan secara regional oleh kabupaten/kota

Kecuali DKI Jakarta ditetapkan oleh Provinsi

Untuk waris/hibah wasiat, BPHTB dibayar 50% dari BPHTB


terhutang
TARIF DAN PERHITUNGAN
BPHTB
(UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 89)
Tarif BPHTB adalah 5%

Total NPOP AAA

NPOPTKP (maks. 60.000.000) BBB

NPOP Kena Pajak (A-B) CCC

BPHTB terutang (5% x C) DDD

B P H T B yang terutang = tarif x N P O P K P


= 5% x ( N P O P –
NPOPTKP)
BILA njop DIGUNAKAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN:
B P H T B yang terutang = tarif x N P O P K P
BPHTB KARENA WARIS/HIBAH
WASIAT
• Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris, yang berlaku setelah
pewaris meninggal dunia.
• Perolehan hak karena hibah wasiat adalah peroleh hak atas tanah
dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan dari pemberi
hibah wasiat, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal
dunia.
• BPHTB yang dibayar atas perolehan waris dan hibah wasiat
adalah
50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
BEA MATERAI
PENGERTIAN ;
• Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang : perbuatan,-
keadaan/ kenyataan bagi seseorang dan/ atau pihak-pihak
yang berkepentingan.

• Benda Meterai adalah meterai tempel dan kertas


meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah R.I.

• Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara


pelunasan Bea
Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan
pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya.

• Tanda Tangan adalah tanda tangan sebagaimana


lazimnya
dipergunakan, termasuk : parap, teraan/ cap tanda
tangan/ cap parap, teraan cap nama/ tanda lainnya
sebagai pengganti tanda tangan
BEA MATERAI
Pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985

PAJAK ATAS DOKUMEN YANG DIPAKAI


OLEH MASYARAKAT DALAM LALU LINTAS
HUKUM SEPERTI DIMAKSUD DALAM
PASAL 1 AYAT (2) HURUF A
UU No. 13 Tahun 1985 jo. PASAL 1
PP No. 24 Tahun 2000

Bea Materai
DASAR HUKUM BEA MATERAI

Undang undang
• UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai
Peraturan Pemerintah
• PP No. 24 Tahun 2000, Tentang Perubahan Tarif Bea Materai
Keputusan Mentri Keuangan
•KMK RI No. 133/KMK.04/2000, Tentang pelaksanaan PP No. 24
Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Materai.
• KMK RI No. 104/KMK.04/1986, Tentang Pelunasan Bea Materai
Dengan Menggunakan cara lain.
Surat Edaran Dirjen Pajak
•SE-38/PJ1994 Tentang penggunaan Kertas Bermaterai
Dan kertas biasa Bermaterai Tempel
• SE-29/PJ.53/1995 Tentang pelaksanaan perubahan
Tarif Bea Materai
•SE-44/PJ.53/1995 Tentang cara Pemateraian kemudian
Tanpa sanksi dalam masa Transisi

Bea Materai
Fungsi bea materai
sebagai biaya pengesahan atau
kekuatan hukum atas
berharga sesuatu dan
dokumen
oleh negara. Jika suatu penting
dokumen
berharga tidak bermaterai, sesuai
dengan peraturan maka pejabat
dilarang melayani dokumen
tersebut.
Bea Materai
OBJEK, TARIF, DAN YANG TERUTANG BEA METERAI
Pasal 2 UU No. 13 Tahun 1985 jo. PP No.24 Tahun 2000

Surat perjanjian dan surat-surat lainnya


( a.l. Surat Kuasa, Surat Hibah, Surat Pernyataan)
yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan Rp.6.000,-
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan/ keadaan yang bersifat perdata.

Akta-akta Notaris
termasuk Rp.6.000,-
salinannya

Bea Materai
Lanjutan1,…..Obyek, Tarif

Rp.6.000,-

Surat yg memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
atau harga nominal yg dinyatakan dalam mata uang asing.

Yang berisi
pengakuan
Yang menyatakan bahwa utang
Yang uang seluruhnya Yang berisi
pembukuan uang
menyebutkan /sebagian telah pemberitahuan
atau penyimpanan
penerimaan dilunasi/ saldo rekening
uang dalan rekening
uang; diperhitungkan. di bank;
di bank;

Bea Materai
Lanjutan2,…..Obyek, Tarif

Surat yang memuat jumlah


uang dengan Harga Nominal
Rp.3.000,-
lebih dari Rp. 250.000,- tetapi
tidaklebih dari Rp.1.000.000,-

Surat yang memuat jumlah


Tdk terutang uang dengan Nominal
Tidak lebih dari Rp. 250.000,-

Bea Materai
Lanjutan3,…..Obyek, Tarif

Surat berharga seperti wesel, promes


dan aksep yang harga nominalnya Rp.6.000,-
lebih dari Rp. 1.000.000,-

Surat berharga seperti wesel, promes


dan aksep yang harga nominalnya Rp.3.000,-
lebih dari Rp. 250.000,- tetapi tidak
lebih dari Rp. 1.000.000,-

Surat berharga seperti wesel, promes


Tdk terutang dan aksep yang harga nominalnya
tidak lebih dari Rp. 250.000,-

Bea Materai
BUKAN OBJEK/ TIDAK
DIKENAKAN BEAMETERAI
Pasal 4 UU No. 13 Tahun 1985
PP 13/ 22 Sept 1989, PP 7/ 21 April 1995, PP 24/ 20 April 2000

1. Dokumen yang berupa :


a. Surat Penyimpanan Barang;
b. Konosemen;
c. Surat angkutan penumpang dan barang;
d. Keterangan pemindahan yang dituliskan diatas
dokumen sebagaimana dimaksud dlm huruf a, b & c;
e. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f. Surat Pengiriman barang untuk dijual atas
tanggungan pengirim;
g. Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan
surat-surat sebagaimana dimaksud dalam hurup
a sampai hurup f.

Bea Materai
Lanjutan,….bukan Obyek…

2. Segala bentuk ijasah


3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang
tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya
dengan hubungan kerja serta surat-surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara,
kas pemerintah daerah dan bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan
lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas
negara, kas pemerintah daerah dan bank.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan
intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang
tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan
badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
8. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum
pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Bea Materai
SAAT DAN PIHAK
YANG TERUTANG BEA
Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 1985
METERAI
1.Saat terutang :
 Dokumen yang dibuat oleh satu pihak,
pada saat dokumen diserahkan
 Dokumen yang dibuat oleh lebih dari
satu pihak,pada saat selesainya dokumen
dibuat.
 Dokumen yang dibuat di luar negeri,
pada saat digunakan di
Indonesia.
2. Pihak yang terutang :
 Bea Meterai terutang oleh pihak
yang
menerima atau pihak yang mendapat
Bea Materai manfaat
CARA PELUNASAN BEA METERAI
Pasal 7 ayat (2) UU No. 13 Tahun 19985

Dgn cara lain


Dengan Benda Meterai
Ditetapkan MENKEU

 ALAT LAIN (SE-11/PJ.3/1986)


 BIASA
Pencetakan Tanda Lunas
 Meterai Tempel
Bea Meterai oleh PERUM PERURI
 Kertas Meterai oleh Wajib BEA
 MESIN TERAAN METERAI
 PEMETERAIAN BIASA
(KMK No. 104/KMK.04/1986)

Sebelum diterbitkan izin penggunaan mesin teraan


Atau pencetakan TANDA LUNAS BEA
METERAI,
BEA METERAI Harus disetor dimuka dgn menggunakan
Bea Materai
SSP atau GIR-5
CARA PELUNASAN BEA
METERAI DENGAN METERAI
TEMPEL
Pasal 7 ayat (3) s/d (6) UU No. 13 Tahun 19985

 METERAI TEMPEL direkatkan seluruhnya dng utuh dan


tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan BEA METERAI.
 METERAI TEMPEL direkatkan di tempat dimana tanda tangan
akan dibubuhkan.
 Pembubuhan tanda tangan disertai dgn pencantuman tanggal,
bulan, dan tahun dilakukan dgn tinta atau yang sejenis dgn
itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan
sebagian lagi di atas METERAI TEMPEL.
 Jika digunakan lebih dari satu METERAI TEMPEL ,
tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua
METERAI TEMPEL dan sebagian di atas kertas.

Bea Materai
CARA PELUNASAN METERAI
DENGAN KERTAS
METERAI
Pasal 7 UU No. 13 Tahun 1985
Kertas meterai yg sudah digunakan tidak boleh
Digunakan lagi (ayat 7)

Jika isi dokumen yang dikenakan BEA METERAI terlalu


Panjang untuk dimuat seluruhnya di atas KERTAS
METERAI yang digunakan (ayat 8),
MAKA:
Untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan
Kertas tidak bermeterai.

Bila ketentuan penggunaan dan cara pelunasan


BEA METERAI tidak dipenuhi, dokumen yang
Bersangkutan dianggap TIDAK
BERMETERAI (ayat 9)
Bea Materai
CARA PELUNASAN BEA METERAI
DENGAN MESIN TERAAN METERAI
SE-11/PJ.3/1986

1. Pengusaha harus mengajukan permohonan tertulis


kepada direktur PPN dan PTLL atau kepala KPP,
untuk memperoleh izin menggunakan MESIN
TERAAN
2. MESIN TERAAN yang digunakan adalah MESIN
TERAAN yang tidak dapat melampui jumlah angka
pembilang sesuai dengan jumlah penyetoran BEA
METERAI.
3. Perusahaan harus menyetor dimuka BEA METERAI
sebesar Rp. 5.000.000,- sebelum dikeluarkan
izin penggunaan MESIN TERAAN METERAI.
4. Sebelum MESIN TERAAN digunakan dilakukan
pemasangan segel.

Bea Materai
PEMETERAIAN KEMUDIAN
Pasal 10 UU No. 13 Tahun 1985

Dilakukan Terhadap :

Dokumen yang akan digunakan sebagai alat


pembuktian di muka PENGADILAN.

Dokumen yang BEA METERAINYA tidak atau


kurang dilunasi ditambah denda.

Dokumen yang dibuat di LUAR NEGERI dan


digunakan di INDONESIA

Bea Materai
DENDA ADMINISTRASI
DAN KEWAJIBAN
PEMENUHAN BEA
METERAI
 Dokumen yang terutang Bea
Meterai tetapi Bea Meterainya
tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya dikenakan
denda sebesar 200% dari Bea
Meterai yang tidak atau
kurang dibayar.
 Pelunasan Bea Meteraiyang
terutang berikut dendanya
dengan cara pemeteraian
kemudian.
Bea Materai

Anda mungkin juga menyukai