AP
PENGANTAR PERPAJAKAN
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel nyata (riel stelsel); baru dapat diketahui
setelah akhir suatu periode (akhir tahun) setelah
penghasilan tersebut sesungguhnya dapat
diketahui.
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel); yaitu pengenaan
pajak didasarkan pada suatu anggapan atau
perkiraan yang diatur dengan undang – undang.
c. Stelsel campuran; artinya pada awal tahun
menggunakan anggapan tetapi setelah akhir tahun
dihitung kembali sesuai yang sebenarnya (nyata).
2. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
1. ASAS DOMISILI—negara berhak mengenakan
pajak atas seluruh penghasilan WP yang
bertempat tinggal dlm wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar
negeri.
2. ASAS SUMBER —negara berhak mengenakan
pajak terhadap penghasilan yang bersumber
dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal WP.
3. ASAS KEBANGSAAN– pengenaan
pajak didasarkan pada kebangsaan atau
kewarganegaraan seseorang.
3. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
1. OFFICIAL ASSESSMENT SYSTEM – adalah suatu sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP
2. SELFASSESSMENT SYSTEM – adalah suatu
sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. WITH HOLDING SYSTEM – adalah sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan
WP) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP.
Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran timbulnya utang pajak:
1. Ajaran formil, utang pajak karena
timbul
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh
Fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official Assessment
System
2. Ajaran materil, utang pajak timbul karena
berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak
karena suatu keadaan atau perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada self assessment system
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Kadaluwarsa
4. Pembebasan dan penghapusan
HAMBATAN-HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
ORANG PRIBADI
PEMUNGUT /
PEMOTONG PAJAK
TERTENTU
BADAN
Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)
SEBAGAI SARANA
NPWP PPKP
WP ORANG PRIBADI
WAJIB PAJAK
PEMUNGUT/
BADAN ORANG PRIBADI
PEMOTONG
MENGISI DAN MENANDATANGANI SENDIRI/ KUASA KHUSUS FORMULIR PENDAFTARAN
Penghapusan NPWP harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal
diterimanya permohonan secara lengkap
PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP
KEP- 516 /PJ./2000
WP Bubar
•surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari instansi yang berwenang dan surat
pernyataan bahwa tidak mempunyai warisan atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi
dengan menyebutkan ahli waris, untuk orang pribadi yang meninggal dunia;
•dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
•dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak ada lagi kewajiban sebagai
bendahara, untuk bendahara pemerintah;
•surat pernyataan mengenai kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak ganda dan fotokopi semua kartu
Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki, untuk Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu Nomor
Pokok Wajib Pajak;
•fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan surat pernyataan tidak membuat, perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suami, untuk Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak;
•dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak badan termasuk bentuk usaha tetap telah
dibubarkan sehingga tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, seperti akta pembubaran
badan yang telah disahkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, untuk Wajib Pajak badan.
PTKP:
PMK 162/PMK.011/2012
Merupakan serangkaian
kegiatan menghimpun dan
mengolah data,
keterangan, atau bukti
secara objektif dan
profesional berdasar
standar tertentu, dengan
tujuan:
Menguji
Melaksanakan
kepatuhan
tujuan lain
pemenuha
sesuai
n
peraturan
kewajiban
perundangan.
perpajaka
n.
Tujuan Lain Pemeriksaan
Penjelasan Pasal 29 Aya t (1)
Pengukuhan
Pemberian atau pencabutan
NPWP secara Penghapusan
NPWP. pengukuhan
jabatan. PKP.
Pemeriksa
harus memiliki
dan
memperlihatkan kepada Penyegelan dilakukan jika:
WP terperiksa:
• WP tidak memberi kesempatan
• Tanda pengenal kepada pemeriksa untuk
pemeriksa. memasuki objek penyegelan.
• Surat perintah • WP atau pegawainya tidak
pemeriksaan. memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan.
• WP atau kuasa tidak berada di
tempat saat pemeriksaan.
PENYIDIKAN
• “Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh penyidik
untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya”.
Pihak yang Melakukan Penyidikan
(dalam Rupiah)
Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap 25%
Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp. 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50%, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, jika tidak
melebihi maka dikenakan pajak final 1% dari penghasilannya.
Penghasilan UMKM (1)
Cakupan
WP Badan atau OP, tidak termasuk BUT, yang memiliki
peredaran bruto < 4,8 milliar rupiah per tahun.
1. Pekerjaan;
2. Jasa;
3. Kegiatan
yang dilakukan orang pribadi
Dikurangi PTKP
Kawin
Tidak
Kawin Suami tidak
Kawin
berpenghasi
lan
Berkesinambungan
berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) Tidak
berkesinambungan
Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
PPh Pasal 21:
Lainnya
jasa produksi,
honorarium atau tantiem, gratifikasi,
imbalan yang penarikan dana
bonus atau imbalan pensiun
bersifat tidak teratur lain yang bersifat
tidak teratur
PPh Ps 21 Setahun
Upah kumulatif > Rp 3 jt s.d. Rp8.200.000
sebulan
Dibagi 12
Tarif PPh 21 = 5%
TETAP (Ph NETO – PTKP) x Tarif Ps 17 UU PPh
Penghasilan Bruto
Contoh Penghitungan PPh Pasal 26
10. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha penjualan hasil
industri farmasi yang ditunjuk oleh Kepala Kantor produksinya
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
di dalam negeri; negeri;
Keterangan Tarif
penjualan kertas di dalam negeri 0,1%
penjualan semua jenis semen di 0,25%
dalam negeri
penjualan baja di dalam negeri 0,3%
penjualan semua jenis kendaraan 0,45%
bermotor beroda dua atau lebih di
dalam negeri
penjualan semua jenis obat di 0,3%
dalam negeri
Tarif PPh 22 untuk Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM),
Agen Pemegang Merek (APM), & importir umum kendaraan
bermotor
Keterangan Tarif
Bahan bakar minyak yang dijual kepada SPBU bukan Pertamina dan 0.30%
non SPBU
Bahan bakar minyak yang dijual kepada SPBU Pertamina 0.25%
Bahan bakar gas 0.30%
Pelumas 0.30%
Tarif PPh 22
Dit.P2Humas
TIDAK DIKENAKAN
PEMOTONGAN PPh PASAL 23
Dit.P2Humas
TARIF DAN DASAR PEMOTONGAN
PPh PASAL 23
HADIAH DAN
PENGHARGAAN, SEWA (penyewaan) DAN JASA
(TEKNIK, MANAJEMEN,KONSTRUKSI,KONSULTAN,
DEVIDEN, BUNGA SELAIN JASA YANG TELAH DIPOTONG PPH PASAL 21)
DAN ROYALTI
TARIF TARIF
15 2%
%
DASAR PEMOTONGAN
J U M L A H B R U T O
TIDAK TERMASUK
15. JASA PENGISIAN SUARA (DUBBING DAN/ATAU SULIH SUARA 2% JUMLAH BRUTO*
24. JASA PENYEDIAAN TEMPAT DAN/ATAU WAKTU DALAM MEDIA 2% JUMLAH BRUTO*
MASA, MEDIA LUAR RUANG ATAU MEDIA LAIN UNTUK
PENYAMPAIAN INFORMASI
2. PT. Pilar utama yang baru berdiri meminta jasa dari CV.
Konsultindo untuk membuat sistem akuntansi
perusahaan dengan imbalan sebesar Rp 15.000.000. PPh
pasal 23 yang dipotong oleh PT. Pilar utama adalah ....
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN) DAN PAJAK PENJUALAN
BARANG MEWAH (PPnBM)
JASA
DI DALAM
DAERAH
PABEAN
OLEH
WILAYAH RI YANG DI
DALAMNYA BERLAKU UU No. 11
Th 1994 TENTANG KE PABEANAN
MELIPUTI WILAYAH
DARA
T RUANG UDARA
DAN DI ATASNYA
PERAIRAN
TEMPAT-TEMPAT TERTENTU
DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
LANDAS KONTINEN
BARANG KENA PAJAK
(BKP)
Ps. 1 angka 3
ADALA
H
Jasa
Jasa
Jasa Kesenian Penyiaran
Pendidikan
Non
Iklan
Jasa
Jasa
Angkutan Jasa Katering
Perhotelan
Umum
Jasa Tidak Dikenai PPN (2)
Pasal 4A Ayat (3) UU PPN
PENGUSAHA
- MENGHASILKAN BARANG;
- MENGIMPOR BARANG;
- MENGEKSPOR BARANG;
- MELAKUKAN USAHA
PERDAGANGAN;
- MELAKUKAN USAHA JASA;
- MEMANFAATKAN BARANG
TIDAK BERWUJUD / JASA DARI
• DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
adalah jumlah harga jual
penggantian atau Nilai Impor, Nilai
Ekspor yang ditetapkan keputusan
menteri keuangan sebagai dasar
penghitungan pajak terutang.
• FAKTUR PAJAK adalah bukti
pungutan pajak yang dibuat oleh PKP
(pengusaha kena pajak) yang
melakukan penyerahan BKP atau
JKP
• PAJAK MASUKAN (PM) adalah PPN
yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP
karena perolehan BKP dan atau
penerimaan JKP dan atau Impor BKP
• PAJAK KELUARAN (PK) adalah PPN
yang wajib dipungut oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP dan atau
penyerahan JKP dan atau Ekspor BKP
PENGHITUNGAN
PPN
• TARIF PPN ADALAH :
• 10 % X DPP
PPN YG DIPUNGUT
PPnBM YG DIPUNGUT
jawab :
Jumlah pembayaran Rp 200.000.000,-
Kelebihan tersebut dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau dapat
diminta kembali
PEMUNGUT PPN
(Sejak 1 Januari 2004) KMK
No. 563/KMK.03/2003
BENDAHARA
BENDAHARA
PEMERINTAH
KPPN PUSAT/DAERAH
DASAR PEMUNGUTAN
PEMBAYARAN OLEH BENDAHARA
TERMASUK PPN DAN/ATAU PPn BM
CONTOH
TIDAK TERUTANG PPn BM , hanya
TERUTANG PPn BM 20%
terutang PPN
YG DIPUNGUT
PPN YG DIPUNGUT • PPN 10/130
10/110
• PPn BM 20/130
DASAR PEMUNGUTAN
Contoh :
• Jumlah pembayaran Rp. 11.000.000,00
• Jumlah PPN : 10/110 x Rp.11.000.000,00 Rp. 1.000.000,00
• Sisa yang dibayarkan kepada PKP
rekanan (Rp.11.000.000,00 – Rp. 10.000.000,00
Rp.1.000.000,00)
\
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
• Definisi Kegiatan Membangun Sendiri yang dikutip dari Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 adalah
“Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain”.
• Kemudian dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012
Pasal 2 Ayat 4 dijelaskan mengenai bangunan yang dimaksud dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3
yaitu bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau
perairan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau
bahan sejenis, dan/atau baja;
b. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. Luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).
Perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri
• PPN = Tarif x DPP
• PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau
dibayarkan untuk membangun bangunan)
• Contoh:
Andi membangun sendiri sebuah bangunan dua lantai, lantai
pertama luasnya 150m2 dan lantai kedua 50m2. Bangunan
tersebut diperkirakan selesai selama 3 bulan dengan total
biaya sebesar Rp. 250.000.000,00. Berapakah total PPN KMS
yang terutang?
Jawab: Karena total bangunan tersebut sama dengan 200m2
maka atas kegiatan membangun sendiri tersebut terutang
PPN KMS dengan perhitungan 10% x 20% x Rp.
250.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00.
PEMBAYARAN YANG
TIDAK DIPUNGUT PPN
OLEH PEMUNGUT
DALAM HAL
PEMBAYARA
N
TDK MELEBIHI DARI JML Rp 1.000.000,00 TERMASUK PPN DAN/ATAU PPn BM
DAN MERUPAKAN PEMBAYARAN YG TDK DIPECAH-PECAH
Batas Maksimum Kredit Pajak adalah nilai yang terendah dari unsur 3
perhitungan berikut :
1. Jumlah pajak yang terhutang/dibayar diluar negeri
2. Jumlah pajak yang terhutang untuk seluruh penghasilan
3. (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) X PPh
terhutang atas seluruh penghasilan (tarif pasal 17 UU PPh)
Ilustrasi-1
PT.Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut :
4. Penghasilan luar negeri Rp.500.000.000 dengan tarif pajak
40%
5.Penghasilan usaha di Indonesia Rp.750.000.000,- Besarnya
Penghasilan Kena Pajak adalah Rp.1.250.000.000,--
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Ilustrasi-2
PT.Dianawati memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.400.000.000,-- dengan tarif
pajak 20%.
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.500.000.000,-- dengan tarif
pajak 15%
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.350.000.000,--
- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 15% X Rp.500.000.000 = Rp. 75.000.000,-
- (500.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.140.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.75.000.000,--
Ilustrasi-3
PT.Faisal memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.400.000.000,-- dengan tarif
pajak 20%
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.500.000.000,-- dengan tarif
pajak 15%
3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,-
4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.350.000.000,-
- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 15% X Rp.500.000.000 = Rp. 75.000.000,-
- (500.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.140.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.75.000.000,--
- Negara C : Nihil
Ilustrasi-4
PT.Findia memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :
1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.800.000.000,-- dengan
tarif
pajak 30%
2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.600.000.000,-- dengan tarif
pajak 30%
3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,- tarif pajak 25%
4. Kerugian usaha di Indonesia Rp.150.000.000,-
- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 30% X Rp.600.000.000 =
Rp.180.000.000,-
- (600.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =
Rp.168.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.168.000.000,--
- Negara C : Nihil
Ilustrasi-5
- Negara B :
- PPh terhutang di negara B : 30% X Rp.600.000.000 = Rp.180.000.000,-
- (600.000.000/1.550.000.000 X Rp.434.000.000) =
Rp.168.000.000,-
Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.168.000.000,--
- Negara C : Nihil
Pertemuan 12
Juitaning Mustika, M. Pd.
Definisi
Pajak terutang
sesuai SPT.
CONTOH 1 :
PPh TERUTANG CFM SPT TAHUNAN PPh 2012 Rp 50.000.000.
DIKURANGI :
a.PPh YG DIPOTONG PEMBERI KERJA
(PPh PASAL 21) Rp 15.000.000.-
b. PPh YG DIPUNGUT PIHAK LAIN
(PPh PASAL 22) Rp 10.000.000.-
c. PPh YG DIPOTONG PIHAK LAIN
( PPh PASAL 23) Rp 2.500.000.-
d. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
(PPh PASAL 24) Rp 7.500.000.-
JUMLAH KREDIT PAJAK Rp 35.000.000.-
SELISIH Rp
15.000.000.-
BESARNYA ANGSURAN YG HARUS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN UNTUK
TAHUN 2013 adalah (Rp 15.000.000 : 12 = Rp 1.250.000.-)
Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan
besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak
yang lalu.
Contoh :
• Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2000 disampaikan pada
bulan Maret 2001, maka besarnya angsuran PPh yang
harus dibayar wajib pajak untuk bulan Januari dan
Februari 2001 adalah sama dengan angsuran bulan
Desember 2000, misalnya sebesar Rp 1.000.000,00
• Apabila dalam bulan September 2000 diterbitkan Surat
Keputusan pengurangan angsuran PPh menjadi nihil,
sehingga angsuran PPh untuk bulan Oktober s.d. Desember
2000 menjadi nihil, maka angsuran PPh untuk bulan
Januari dan Februari 2001 juga nihil.
PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI
Contoh:
Si A adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada
tahun 2010 sebesar Rp760.000.000,-. Si A statusnya kawin dan mempunyai 1 (satu)
orang anak. Si A menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya.
Presentase penghasilan norma = 20%. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang
harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
• Jumlah peredaran setahun
Rp760.000.000 Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 760.000.000 = Rp
• 152.000.000
PTKP : K/1 Rp
63.000.000
• Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 89.000.000
• PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terutang:
• 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
• 15% x Rp 39.000.000,00 = Rp 5.850.000,00+
Rp 8.350.000,00
• PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan:
• Rp 8.350.000: 12 = Rp 695.833,-
PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB
PAJAK BADAN
Contoh:
Koperasi Unit Desa A bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun
2010 memiliki penerimaan bruto dalam setahun sebesar Rp
500.000.000,- dan seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha
(sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp 425.000.000,-. PPh yang
dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp16.000.000,00
• Dengan demikian, penghasilan netonya adalah:
Rp 500.000.000,- – Rp 425.000.000,- = Rp 75.000.000,-
• Pajak Penghasilan yang terutang : Rp75.000.000,- x 28% = Rp
21.000.000
• Pph yg dipungut atau dipotong: Rp 21.000.000 - Rp16.000.000,00 = Rp
5.000.000,00
• PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar KUD A setiap bulan:
Rp5.000.000,- : 12 = Rp416.666,-
Latihan:
1. Tn. Bejo (subjek pajak dalam negeri) statusnya menikah dan
mempunyai 3 orang anak, tinggal di Jakarta. Pada bulan Juli
2014 memulai usaha bengkel mobil "Lari Cepat". Jumlah
penghasilan selama bulan Juli 2014 sebesar
Rp500.000.000,00. Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan
Juli 2014 sebesar Rp 450.000.000,00. Berapa besaran
angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2014?
2. Penghasilan PT. Maju Sejahtera tahun 2008 adalah sebesar Rp
350.000.000,00. Sisa kerugian tahun 2007 yang masih dapat
dikompensasikan sebesar Rp 400.000.000,00. Sisa kerugian
yang belum dikompensasikan sebesar Rp 50.000.000,00. Pada
tahun 2008 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah
sebesar Rp18.000.000,00, dan tidak ada pajak yang dibayar
atau terutang di luar negeri. Hitunglah PPh pasal 25 untuk
tahun 2009 dan besar angsuran pajak bulanan PT. Maju
Sejahter!
Pajak Bumi
dan
Bangunan
PENGERTIAN PBB
Pengertian:
B P H T B : “pajak yang dikenakan atas Perolehan
Hak
atas Tanah dan Bangunan”
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan:
“perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan/atau bangunan oleh O P atau badan”
Subjek Pajak
Orang Pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau
bangunan”
Objek Pajak
Perolehan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang dapat berupa:
a) Tanah termasuk tanaman
diatasnya
b) Tanah dan bangunan
c) Bangunan
OBJEK BPHTB
(UU BPHTB ps. 2)
Bea Materai
DASAR HUKUM BEA MATERAI
Undang undang
• UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai
Peraturan Pemerintah
• PP No. 24 Tahun 2000, Tentang Perubahan Tarif Bea Materai
Keputusan Mentri Keuangan
•KMK RI No. 133/KMK.04/2000, Tentang pelaksanaan PP No. 24
Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Materai.
• KMK RI No. 104/KMK.04/1986, Tentang Pelunasan Bea Materai
Dengan Menggunakan cara lain.
Surat Edaran Dirjen Pajak
•SE-38/PJ1994 Tentang penggunaan Kertas Bermaterai
Dan kertas biasa Bermaterai Tempel
• SE-29/PJ.53/1995 Tentang pelaksanaan perubahan
Tarif Bea Materai
•SE-44/PJ.53/1995 Tentang cara Pemateraian kemudian
Tanpa sanksi dalam masa Transisi
Bea Materai
Fungsi bea materai
sebagai biaya pengesahan atau
kekuatan hukum atas
berharga sesuatu dan
dokumen
oleh negara. Jika suatu penting
dokumen
berharga tidak bermaterai, sesuai
dengan peraturan maka pejabat
dilarang melayani dokumen
tersebut.
Bea Materai
OBJEK, TARIF, DAN YANG TERUTANG BEA METERAI
Pasal 2 UU No. 13 Tahun 1985 jo. PP No.24 Tahun 2000
Akta-akta Notaris
termasuk Rp.6.000,-
salinannya
Bea Materai
Lanjutan1,…..Obyek, Tarif
Rp.6.000,-
Surat yg memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
atau harga nominal yg dinyatakan dalam mata uang asing.
Yang berisi
pengakuan
Yang menyatakan bahwa utang
Yang uang seluruhnya Yang berisi
pembukuan uang
menyebutkan /sebagian telah pemberitahuan
atau penyimpanan
penerimaan dilunasi/ saldo rekening
uang dalan rekening
uang; diperhitungkan. di bank;
di bank;
Bea Materai
Lanjutan2,…..Obyek, Tarif
Bea Materai
Lanjutan3,…..Obyek, Tarif
Bea Materai
BUKAN OBJEK/ TIDAK
DIKENAKAN BEAMETERAI
Pasal 4 UU No. 13 Tahun 1985
PP 13/ 22 Sept 1989, PP 7/ 21 April 1995, PP 24/ 20 April 2000
Bea Materai
Lanjutan,….bukan Obyek…
Bea Materai
SAAT DAN PIHAK
YANG TERUTANG BEA
Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 1985
METERAI
1.Saat terutang :
Dokumen yang dibuat oleh satu pihak,
pada saat dokumen diserahkan
Dokumen yang dibuat oleh lebih dari
satu pihak,pada saat selesainya dokumen
dibuat.
Dokumen yang dibuat di luar negeri,
pada saat digunakan di
Indonesia.
2. Pihak yang terutang :
Bea Meterai terutang oleh pihak
yang
menerima atau pihak yang mendapat
Bea Materai manfaat
CARA PELUNASAN BEA METERAI
Pasal 7 ayat (2) UU No. 13 Tahun 19985
Bea Materai
CARA PELUNASAN METERAI
DENGAN KERTAS
METERAI
Pasal 7 UU No. 13 Tahun 1985
Kertas meterai yg sudah digunakan tidak boleh
Digunakan lagi (ayat 7)
Bea Materai
PEMETERAIAN KEMUDIAN
Pasal 10 UU No. 13 Tahun 1985
Dilakukan Terhadap :
Bea Materai
DENDA ADMINISTRASI
DAN KEWAJIBAN
PEMENUHAN BEA
METERAI
Dokumen yang terutang Bea
Meterai tetapi Bea Meterainya
tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya dikenakan
denda sebesar 200% dari Bea
Meterai yang tidak atau
kurang dibayar.
Pelunasan Bea Meteraiyang
terutang berikut dendanya
dengan cara pemeteraian
kemudian.
Bea Materai