Anda di halaman 1dari 11

PERPAJAKAN II

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2

NAMA KELOMPOK 6 :

NI PUTU RESKA PUTRI (1802622010154/23)

NI PUTU RIKA ARIANI (1802622010155/24)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2020
PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2

A. Definisi Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2


PPh Pasal 4 ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2) atau disebut juga PPh Final
adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas
beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final.
Istilah final berarti bahwa pemotongan pajaknya hanya sekali dalam sebuah masa
pajak dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang
tepat waktu dan pertimbangan lainnya.

B. Pemotongan Bersifat Final


Sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi, diwajibkan memotong PPh Pasal 4 ayat 2
atas beberapa objek berikut:
1. Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Dalam hal sebagai WPOP yang ditunjuk sebagai pemotong (KEP-50/PJ./1996)
berdasarkan Surat Keputusan Penunjukan yang diterbitkan oleh Kepala KPP
merupakan penyewa tanah/bangunan, yang harus dilakukan adalah:
a. Melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 10% dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan
b. Membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat 2 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat
2
c. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat 2 yang telah dipotong tersebut dengan
terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-403). Penyetoran
dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh
Pasal 4 ayat 2 dilakukan pada bulan Maret 2019, maka penyetoran PPh nya adalah
paling lambat dilakukan pada tanggal 10 bulan April 2019.
d. Melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat 2 dengan menggunakan aplikasi e spt pph
melalui djponline.pajak.go.id atau ASP.
2. PPh Final atas Jasa Konstruksi
Objek PPh Pasal 4 ayat 2 atas Jasa Konsruksi adalah penghasilan dari:
a. Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,
b. Layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan
c. Layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Tarif jasa konstruksi:
a. Pelaksana Konstruksi:
1. 2% : kualifikasi usaha kecil;
2. 4% : tidak punya kualifikasi;
3. 3% : kualifikasi selain kecil (menengah & besar)
b. Perencanaan/Pengawasan Konstruksi:
1. 4%: punya kualifikasi usaha;
2. 6%: tidak punya
Jika pengusaha jasa konstruksi, yang harus dilakukan adalah:
a. Jika bertransaksi dengan WP Badan, maka harus memastikan menerima bukti
potong PPh Pasal 4 ayat 2. Untuk seterusnya disimpan dan dijadikan salah satu
bahan untuk melakukan pengisian Lampiran IV SPT Tahunan PPh Badan tahun
Pajak tersebut. Jika pemotong pajaknya kurang melakukan pemotongan maka
Anda harus membayar sisanya sendiri.
b. Jika bertransaksi dengan WP Orang Pribadi, maka harus menyetor sendiri PPh
Pasal 4 ayat 2 dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP KJS 411128-
409), kemudian melaporkan e-spt PPh Pasal 4 ayat 2 melalui
djponline.pajak.go.id atau ASP.
3. PPh Final atas Dividen yang Diterima Orang Pribadi
Jika Anda menerima Dividen, maka yang harus Anda lakukan adalah memastikan
bahwa Anda menerima bukti potong PPh Pasal 4 ayat 2. Untuk seterusnya disimpan
dan dijadikan salah satu bahan untuk melakukan pengisian Lampiran III SPT
Tahunan PPh OP tahun Pajak tersebut.
4. PPh Final atas Hadiah Undian
Sebagai penyelenggara undian memberikan hadiah undian kepada peserta kegiatan,
maka yang harus dilakukan adalah:
a. Melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 25% dari nilai hadiah undian.
Nilai hadiah undian adalah nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebut
diserahkan dalam bentuk natura misalnya mobil.
b. Membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat 2 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat
2
c. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-
KJS 411128-405). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
d. Melakukanm pelaporan PPh Pasal 4 ayat 2 dengan menggunakan aplikasi e spt
pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP paling lama tanggal 20 bulan
berikutnya.
5. PPh Final atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Jika WP yang pada tahun pajak 2017 dan 2018 mempunyai penghasilan dari usaha
yang nilainya tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,00 setahun, maka yang harus
dilakukan adalah:
a. Memilih untuk dikenakan PPh Pasal 25 dengan tarif umum PPh yang bersifat
tidak final atau memilih untuk dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% per
bulan dari jumlah pruto penghasilan sebulan.
b. Dalam hal memilih untuk dikenakan PPh Pasal 25 dengan tarif umum PPh yang
bersifat tidak final, maka yang harus dilakukan adalah menyampaikan Surat
Keterangan paling lambat pada akhir Tahun Pajak dan dikenai Pajak Penghasilan
berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya.
c. Dalam hal memilih untuk dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 0,5%
perbulan, maka yang harus dilakukan adalah:
1. Mengajukan permohonan Surat Keterangan PP 23 ke KPP tempat usaha
terdaftar.
2. Untuk selanjutnya dalam hal bertransaksi dengan pemotong pajak, maka
dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan agar dapat dipotong PPh Final
sebesar 0,5% oleh pemotong pajak.
3. Menerima fotokopi bukti penyetoran PPh (SSP) dari pemotong pajak yang
harus diperhatikan adalah bukti pembayarannya adalah atas nama dan NPWP
sebagai pihak yang menerima penghasilan.
d. Dalam hal menggunakan jasa atau membeli barang dari Wajib Pajak yang
mempunyai Surat Keterangan PP 23, maka yang harus dilakukan adalah:
1. Membuat kode billing dengan nama dan NPWP pihak yang menerima
penghasilan
2. Memberikan fotokopi bukti penyetoran PPh kepada pihak yang menerima
penghasilan

C. Objek – Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2


Berikut ini adalah objek-objek Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
1. Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan
masyarakat;
2. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak; berkurangnya beban administrasi baik
bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
3. Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan memerhatikan perkembangan ekonomi
dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan
tersendiri dalam pengenaan pajaknya.
Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk
sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Obligasi sebagaimana dimaksud di atas termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari
12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Surat Utang Negara yang dimaksud di atas meliputi Obligasi Negara dan Surat
Perbendaharaan Negara.

D. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2


1. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Deposito dan Tabungan, dan
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diatur dengan Peraturan
Pemerintah No 131 tahun 2000. Menurut PP tersebut, atas penghasilan berupa
bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima
oleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final. Besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto.
PPh (Final) = 20% x Bruto
Sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap,
besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto dan tarif berdasarkan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. Pemotongan PPh ini tidak
dilakukan terhadap:
a. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
b. Bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang
jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak
melebihi Rp.7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
c. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kavling siap bangun untuk dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Catatan:
Bagi Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang seluruh penghasilannya
(termasuk bunga dan diskonto) dalam satu tahun pajak tidak melebihi PTKP, atas
pajak yang telah dipotong dapat diajukan permohonan restitusi.
2. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga atau Diskonto Obligasi Yang
Dijual di Bursa Efek
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto
obligasi yang dijual di bursa efek diatur dengan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun
2002. Menurut PP tersebut, atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak berupa dan
diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan di bursa efek dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Besarnya Pajak Penghasilan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar: 1. 20%
(dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT; 2. 20% (dua
puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di
luar negeri, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa pemilikan (holding
period) obligasi.
b. Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar: 1. 20% (dua puluh persen) atau
tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang
berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri; 2. 20% (dua
puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di
luar negeri, dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atas perolehan
obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).
c. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar: 1. 20% (dua
puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT; 2. 20% (dua puluh
persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari
selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
Catatan:
Atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperolah Wajib Pajak:
a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
b. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAN)
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian atau pemberian izin usaha tidak
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
3. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau
bangunan diatur dengan Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1996 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2002. Menurut ketentuan
tersebut penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh yang
bersifat final
Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 10% baik atas penghasilan yang
diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan.
PPh (Final) = 10% x Bruto
Contoh :
Organisasi XYZ menyewa sebuah ruko dari Tuan AA untuk dijadikan kantor
dengan nilai sewa sebesar Rp 60.000.000.
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh XYZ adalah:
10% x Rp 60.000.000 = Rp 6.000.000
4. PPh Final Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bagunan
Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis yang
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar PPh Final 5% dari
jumlah Bruto Nilai Pengalihan (nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta jual
beli/pengalihan dan NJOP tanah & bangunan sesuai SPPT PBB).
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi
PenghasilanTidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000 (enam
puluh juta rupiah), penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tersebut merupakan
objek Pajak Penghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar
5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak dengan Surat Setoran Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang
bersangkutan, kecuali penghasilan yang diperoleh dari pengalihan penjualan, tukar-
menukar, pelepasan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna melaksanakan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya, diwajibkan menyetor PPh 5% melalui
Bank Persepsi. Setoran PPh tersebut tidak bersifat final, sehingga merupakan
angsuran PPh dalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan. Atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya
melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pengenaan
Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum, Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17
UU PPh. Dengan demikian, kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan dihitung dan dilaksanakan sendiri berdasarkanketentuan Pasal 25.
5. Usaha Jasa Konstruksi
Atas penghasilan dari usaha jasa Konstruksi dikenakan pajak penghasilan
yang bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:
a. 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil;
PPh (Final) = 2% x Jumlah Jasa.
b. 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha;
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa.
c. 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain
Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b;
PPh (Final) = 3% x Jumlah Jasa.
d. 4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa.
e. 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
PPh (Final) = 6% x Jumlah Jasa.

Pajak penghasilan atas jasa Konstruksi :

a. Dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran dalam hal pengguna jasa
merupakan pemotong pajak; atau
b. Disetor sendiri oleh penyedia jasa dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak.
6. Penghasilan Atas Hadiah Undian
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000. Menurut ketentuan peraturan
tersebut, penghasilan berupa undian dengan nama dan dalam bentuk apapun
dipotong atau dipungut pajak penghasilan yang bersifat final. Besarnya pajak
penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut adalah sebesar 25% dari jumlah
bruto hadiah undian. PPh(Final) = 25% x Bruto.
Contoh:
PT. Dipta dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan
undian dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000,00. PPh Pasal 4
ayat 2 yang dipotong oleh PT. Dipta adalah:
25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000
7. PPh Final atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka
yang Diperdagangkan di Bursa
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivative
berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 17 Tahun 2009. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh
orang pribadi atau badan dari transaksi derivative berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa dikenai pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 2,5%
dari margin awal. PPh (Final) = 2,5% x Margin Awal

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Andi: Yogyakarta.


Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Susunan Dalam Satu Naskah Undang – Undang
Perpajakan. IAI: Jakarta.
Diakses pada 7 Februari 2020 https://www.pajak.go.id/id/pph-pasal-4-ayat-2
Diakses pada 7 Februari 2020 https://www.pajak.go.id/id/pemotongan-pajak-
penghasilan-pasal-4-ayat-2-0
Diakses pada 7 Februari 2020 https://www.online-pajak.com/pajak-penghasilan-
pph-pasal-4-ayat-2-a

Anda mungkin juga menyukai