Anda di halaman 1dari 31

RESUME

Pajak Penghasilan Pasal 24

Nama Kelompok :

1. Fatimah Nur Rosida (17013010222)


2. Salma Diana (17013010225)
3. Asri Nariswari (17013010229)
Pengertian PPh Pasal 24

Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang
dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak / pajak yang dibayar / pajak yang
terutang di luar negeri. Hal ini sesuai dengan ayat 1dan 2 Pasal 24 UU PPh :

1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yangterutang berdasarkan undang-undang ini
dalam tahun pajak yang sama.
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar
pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh
melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini.

Berdasarkan undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


dengan perubahan terakhir dengan undang-undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1) PPh pasal 24 adalah pajak
yang dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yangditerima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap
pajak yangterutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.

Menurut Pasal 24 ayat (5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri
yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak
yang terutang menurut UU ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

Menurut pasal 24 ayat (6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan


pajak atas penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, maka besarnya
pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negri yang terutang atau dibayar diluar
negri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan
wajib pajak dalam negri.

Jumlah pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negri yang dibayar atau
terutang diluar negri tersebut dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku dinegara
yang bersangkutan dikalikan dengan penghaislan yang diterima atau diperoleh
dinegara yang bersangkutan. jumlah pajak yang dibayar atau terutang diluar negri
tersebut mungkin tidak semuanya dapat dikreditkan dari total pajak terutang di
Indonesia. Pasal 24 UU no. 17 tahun 2000. Selanjutnya mengatur besarnya pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negri yang dapat dikreditkan dari ttal
pajak penghasilan terutang Indonesia.

Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan


perhitungan berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan diluar
negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau dikurangkan dari penghasilan yang
ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.

Fungsi dan Manfaat PPh 24

Fungsi dan manfaat dari pemberlakuan PPh 24 ini antara lain agar
memudahkan Wajib Pajak Badan serta memberikan kesempatan kepada DJP untuk
dapat mengelola aset yang besar dari Wajib Pajak di luar negeri. Hal ini dikarenakan,
dengan adanya PPh 24 ini dapat mengurangi resiko Wajib Pajak melakukan
pembayaran ganda. Dengan melaporkan aset yang sudah dibayar pajaknya di luar
negeri, Wajib Pajak dapat mengklaim dan mengurangi beban pembayaran pajak di
dalam negeri. Namun sumber penghasilan yang dapat dikenakan pajak ini juga harus
memenuhi persyaratan yang sudah ada.
Selain manfaat bagi Wajib Pajak, PPh 24 ini juga memberikan keuntungan
DJP dalam mengelola aset warga Indonesia di luar negeri. Pemerintah dapat mngecek
dan mengontrol aset yang ada di luar negeri dengan sistem pelaporan yang sudah
dilakukan oleh Wajib Pajak.

Subjek dan Objek PPh Pasal 24

Yang menjadi subjek PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam negeri terutang
pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri.

Sedangkan, yang menjadi Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang


berasal dari luar negeri.

Permohonan Kredit Pajak Luar Negri

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib


menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan:

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.

2. Fotokopi surat pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.

3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri tersebut dilakukan


bersamaan dengan penyampaian Surat Pembeitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di
luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).

Penggabungan Penghasilan

Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang
berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri, maka seluruh penghasilan di dalam negeri maupun dari luar negeri
digabungkan. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan
sebagai berikut:

1. Untuk penghasilan dari usaha, yang dilakukan dalam tahun pajak


diperolehnya penghasilan tersebut.
2. Untuk penghasilan lainnya yang dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut.
3. Untuk penghasilan berupa deviden yang diperoleh Wajib Pajak dalam negri
dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor
atau secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negri lainnya sekurang-
kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negri
yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek. Penggabungan
penghasilan dilakukan dalam tahun pajak saat dividen tersebut diperoleh.

Saat perolehan dividen dalam rangka penggabungan hasil terseut


diteteapkan dengan Keputusan Mentri Keuangan, yaitu :

1. Pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk


menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT
Tahunan PPh) badan usaha di luar negri untuk tahun pajak yang bersangkutan
2. Jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, tidak ada
kewajiban penyampaian SPT PPh, saat diperolehnya dividen adalah pada
bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir.

Penentuan besarnya dividen yang digabungkan dengan penghasilan


lainnya dihitung berdasarkan besarnya proporsi pemilikan saham pada badan
usaha di luar negeri atas laba setelah pajak. Laba setelah pajak adalah laba usaha
sesuai dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip prinsip
akuntansi yang lazim berlaku dinegara yang bersangkutan dan telah diaudit oleh
akuntan publik, setelah dikurangi dengan PPh terutang di negara tersebut.
Apabila kemudian teriadi pembagian dividen dolam jumiah yang melebihi
dividen berdasarkan penghitungan Wajib Pajak dalam negeri tersebut atau terjadi
pembagian dividen maka kelebihan jumlah tersebut wajib dilaporkan dalam SPT
Tahunan PPh pada tahun pajak dibagikannya dviden terscbut. Narmun, jlika
sebelum jangka waktu terscbut ternyata badan usaha di luar negeri yang dimaksud
sudah membagikan dividen yang menjadi hak Wajib Pajak maka dividen yang
digabungkan menjadi sebesar dividen yang dibagikan tersebut.

Dividen yang menjadi hak Wajib Pajak adalah dividen yang sekurang
kurangnya sama besarnya dengan dividen yang dihitung sebanding dengan
penyertaan Wajib Pajak pada badan usaha di luar negeri.

Apabila kemudian terjadi pembagian dividen selain dividen yang telah


dibagikan di atas maka dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan
PPh pada tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. Badan usaha sebagaimana
dimaksud adalah yang berkedudukan di negara atau tempat berikut ini:

- Makau - Argentina
- Mauritius - Bahama
- Meksiko - Bahrain
- Antilla Beland - Belize
- Nikaragua - Bermuda
- Panama - British Isle
- Paraguay - Kepulauan Virgin Inggris
- Peru - Cayman Island
- Qatar - Channel Island Greensey
- Lusia - Channel Island Jersey
- Arab Saudi - El Salvador
- Venezucla - Estonia
- Vanuatu - Hong Kong
- Yunani - Liechtenstein
- Zambia - Lituania

Contoh :

PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar


negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut:

1. Haisil usaha di Negara Jerman dalam tahun pajak2009 sebesar Rp


700.000.000
2. Di Negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di "ABC
Corp” sebesar Rp1.000.000.000, yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007
yang ditetapkan RUPS tahun 2007, dan baru dibayarkan tahun 2009.
3. Di Negara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75%
di "DEF Corp” sebesar Rp 2.000.000.000 . Saham tersebut tidak di
perdagangkan dibursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham
2008 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh
Tahun 2009.
4. Penghasilan berupa bunga semeter II tahun 2009 sebesar Rp 500.000.000.000
dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima
dibulan April 2010.

Penentuan Sumber Penghasilan

Dalam menghitung batas jumlah pajak yan boleh dikreditkan, sumber penghasilan
ditentukan sebagai berikut :

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari


pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
berkedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harga gerak adalah tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti,
atau sewa tersebut bertempat kedudukan berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah Negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan berada.
5. Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah negara tempat Bentuk Usaha Tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap
berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu Bentuk
Usaha Tetap adalah Negara tempat Bentuk Usaha Tetap berada.

Mengingat pengertian penghasilan yang luas, maka penentuan sumber dari


penghasilan selain yang tersebut di atas dipergunakan prinsip yang sama dengan
prinsip sebagaimana disebutkan di atas. Apabila terjadi pengurangan atau
pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya
pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dar besarnya
perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Misalnya, Helmi sebagai Wajib Pajak dalam negri memiliki sebuah rumah di
Singapura. Dalam tahun pajak 2016 rumah tersebut dijual. Keuntungan yang
diperoleh atas penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang bersumber dari
Singapura karena rumah tersebut terletak di Singapura.
Besarnya Kredit Pajak Yang Diperbolehkan

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang
langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari
luar negeri,dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak
dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-
tingginya sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal
Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Maksimum Kredit Pajak = Penghasilan LN X Pajak terhutang tahun berjalan

PKP

 Ketentuan Kredit Pajak Luar Negri


1. Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri yang
dapat dikreditkan terhadap total PPh terutang di Indonesia hanya pajak
yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dari luar negeri tersebut. Pajak atas penghasilan yang terutang
di luar negeri adalah pajak atas penghasilan berkenaan dengan usaha atau
pekeriaan di juar negeri, sedangkan yang dimaksud dengan pajak atas
penghasilan yang dibayar di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari
modal dan penghasilan lainnya di luar negeri, seperti bunga, dividen,
royalti, sewa, dan sehagainya.

Contoh 1 :
PT ABC merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc di Negara X. Dalam
tahun 2016, Z Inc. menperoleh keuntungan sebesar US $100.000. Pajak
Penghasilan yang beriaku di Negara X adalah 48% dan pajak dividennya
sebesar 38%.

Berikut insi penghitungan pajak atas dividen tersebut:

Keuntungan Z inc US$ 100.000

Pajak penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. (48%) US$ 48.000

US$ 52.000

Pajak atas dividen (38%) US$ 19.760

Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240

Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan


yang terutang atas PT ABC adalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh
tersebut, yaitu jumlah sebesar US$ 19.760.

Pajak Penghasilan (corporate income tax) atas Z Inc, sebesar US$48.000 tidak
dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT ABC
karena pajak sebesar US$ 48.000 tersebut tidak dikenakan langsung atas
penghasilan yang diterima atas diperoich PT ABC dari uar negeri, tetapi pajak
yang dikenakan atas keuntungan Inc. di Negara X.
2. Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama
dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak
boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara
penghasilan dari luar negeri dan Penghasilan Kena Pajak (PKP), atau
setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas PKP jika PKP
lebih kecil dari penghasilan luar negeri (menganut Metode Pengkreditan
Pajak Terbatas atau Ordinary Credit Method).
Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negeri dipe.bolehkan (PPh Pasal
24) adalah nilai terendah di antara tiga penghitungan berikut ini;
o Total PPh terutang.
o Penghasilan neto luar negeri + Penghasilan kena pajak x Total PPh
terutang.
o PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri.

Catatan :

o Total PKP Penghasilan dari dalam negeri dan dari luar negeri.
o Total Pph terutang = Tarif Pasal 17 X Total PKP.
o Penghasilan yang terutang dan/atau dibayar di luar negeri.
o Tarif pajak luar negeri x Penghasilan di luar negeri.
o Besarnya PKP sebagai dasar penghitungan total PPh terutang tidak
memasukkan.
o Penghasilan-penghasilan yang PPh nya bersifat final.
Jika jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri
melebihi jumlah kredit pajak yang diperbolehkan, kelebihan tersebut
tidak dapat diperhitungkan bersama dengan PPh yang terutang tahun
berikutnys, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang
penghasilan, dan tidak dapat dimintakar: restitusi.

Contoh 2:

PT Putra Jaya yang beralamat di Yogyakarta memperoleh penghasilan neto


pada tahes 2016 sebagai berikut :\

- Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000

- Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000


(tarif pajak yang berlaku adalah 20%)

Berikut ini penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal
24)

1. Menghitung Total PKP


Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000
Jumlah.penghasilan neto Rp 1.000.000.000
Peredaran bruto dari kegiatan usaha melebihi Rp 50.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP karena tidak terdapat kompensasi
kerugian atau pengurangan yang lain.
2. Menghitung Total PPh Terutang
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) b x Penghasilan Kena Pajak
25% x Rp 1.000.000.000 =Rp 250.000.000
3. Menghitung PPh Maksinum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan
Penghasilan luar negeri x Total PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak

Rp 500.000.000 x Rp 250.000.000 = Rp 125.000.000

Rp 1.000.000.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar Negeri


Tarif Pajak di luar negeri x Penghasilan luar negeri
20% x Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000

Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah Rp 100.000.000
atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri. Jumlah ini
diperoleh dengan membandingkan penghitungan total PPh terutang, PPh
maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang
atau dibayar di luar negeri. Kemudian, dipilih nilai terendah di antara
ketiganya.

Contoh 3:

PT Perdana memperoleh penghasilan neto tahun 2016 sebagai berikut.

- Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000


- Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000

(Tarif pajak yang berlaku adalah 40%)

Total peredaran usaha melebihi Rp 50.000.000.000.

Berikut ini penghitungan kredit pejak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal
24)

1. Menghitung Total PKP


Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000
Jumlah penghasilan neto (PKP) Rp 1.000.000.000
2. Menghitung Total PPh yang Terutang
Tarif PPh Pasal 17 x Penghasilan kena pajak

25% x Rp 1.000.000.000 = Rp 250.000.000

3. Menghitung PPh Maksinum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan


Penghasilan luar negeri x Total PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak
Rp 500.000.000 x Rp 250.000.000 = Rp 125.000.000
Rp 1.000.000.000

4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar Negeri


Tarif Pajak di luar negeri x Penghasilan luar negeri
40% x Rp 500.000.000 = Rp 200.000.000
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp125.000.000
atau sebesar PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan.
Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan total PPh
terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan
PPh terutang atau dibayar di luar negeri. Kemudian, dipilih nilai terendah di
antara ketiganya.
Jumlah Pph yang dibayar atau terutang di luar negeri (Rp 200.000.000)
melebithi jumlah kredit pajak yang diperbolehkan (Rp 125.000.000), tetapi
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang
penghasslan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
 Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Dalam Negri
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita
oleh Wajib Pajak di luar negeri tdak dapat dikompesasikan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh dar Indonesia.

Contoh :

PT Berdikari di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001


sebagai berikut:

1. Di Malaysia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000, dengan


tarif pajak sebesar 40% (Rp. 400.000.000).
2. Di Thailand, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 3.000.000.000, dengan
tarif pajak sebesar 30% (Rp. 900.000.000).
3. Di Singapura, menderita kerugian Rp. 2.500.000.000.
4. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 4.000.000.000.

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah:

1. Penghasilan luar negeri:


o Laba di Malaysia Rp. 1.000.000.000
o Laba di Thailand Rp. 3.000.000.000
o Rudi di Singapura Rp. – (+)
o Jumlah penghasilan luar negeri Rp. 4.000.000.000
2. Penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000
3. Jumlah penghasilan neto adalah Rp. 8.000.000.000
4. PPh terutang menurut tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh:

25% x Rp. 8.000.000.000 = Rp. 2.000.000.000

5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing


Negara adalah :
o Untuk Malaysia
Pajak yang terutang di Malaysia sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar
dari maksimum kredit pajak sebesar Rp. 250.000.000, maka jumlah
kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar
Rp.250.000.000.
o Untuk Thailand
Pajak yang terutang di Malaysia sebesar Rp. 900.000.000 lebih besar
dari maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.
750.000.000, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang
diperkenankan adalah sebesar Rp.750.000.000.
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:
Rp.250.000.000 + Rp.750.000.000 = Rp. 1.000.000.000

Dari contoh di atas jelas bahwa dalam menghitung Penghasilan Kena


Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri (di Singapura sebesar Rp.
2.500.000.000) tidak dikompensasikan.
 Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negri
Dalam hal penghasilan luar neger bersumber dari beberapa Negara,
maka jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-
masing Negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagai berikut :

Contoh :

PT Sentosa di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2011


sebagai berikut:

Penghasilan dalam negeri Rp.


2.000.000.000
Penghasilan dari Singapura (tarif pajak 40%) Rp. 1.000.000.000
Penghasilan dari Malaysia (tarif pajak 30%) Rp.
2.000.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp.
5.000.000.000

Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak,


maka Pajak Penghasilan terutang menurut tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh
sebesar :

25% x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 1.250.000.000

Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing Negara


adalah:

o Untuk Negara Singapura


Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp. 400.000.000 (40% x
Rp. 1.000.000.000) lebih besar dari batas maksimum kredit yang dapat
dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan hanya
sebesar Rp.250.000.000
o Untuk Malaysia
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp. 600.000.000 (30% x
Rp. 2.000.000.000) lebih besar dari batas maksimum kredit yang dapat
dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp.
500.000.000.
Jumlah kredit pajak luar negeri:
Rp.250.000.000 + Rp.500.000.000 = Rp. 750.000.000
 Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Penghasilan Luar Negri Berasal dari Beberapa
Negara
Jika diperoleh penghasilan luar negeri yang berasal dari beberapa
negara maka besarnya batas maksimum kredit pajak luar negeri dithitung
untuk masing masing negara (per country limitation).

Contoh :

PT Yogananta,yang berkantor di Jakarta, memperoleh dan menerima


penghasilan neto pada tahun 2016 sebagai berikut :

 Di Negara P, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar


Rp300.000.000 (tariff pajak yang berlaku adalah 20%)
 Di Negara Q, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp400.000.00o (tariff pajak yang berlaku adalah 25%).
 Di Negara R, menerima penghasilan berupa bunga sebesar Rp100.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 35%)
 Di dalam negeri, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp200.000.000.
Peredaran bruto dari kegiatan usaha di dalam dan luar negeri tersebut sebesar
Rp50.000.000.000

Berikut ini penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pusal
24)
 Menghitung Total PKP

Penghasilan dar: Negara P berupa laba usaha Rp 300.000.000

Penghasilan dari Negara Q berupa laba usaha Rp 400.000.000

Penghasilan dari Negara R berupa bunga Rp 100.000.000

Penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp 200.000.000

Jumlah penghasilan neto Rp 1.000.000.000

Jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak karena tidak
terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
 Menghitung Total PPh Terutang
PPh Terutang :
25%xRp1.000.000.000 = Rp 250.000.000
 Menghitung PPh Maksimum Dikreditkan sesuai Perbandingan Penghasilan
masing – masing Negara
a. PPh Maksimum untuk Negara P
Penghasilan Negara P x Total PPh Terutang

PKP

= Rp 300.000.000 x Rp 250.000.000 = Rp 75.000.000

Rp 1.000.000.000

b. PPh Maksimum untuk Negara Q


Penghasilan Negara Q x Total PPh Terutang
PKP
= Rp 400.000.000 x Rp 250.000.000 = Rp 100.000.000
Rp 1.000.000.000
 Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Luar Negri untuk Masing-
Masing Negara
1. PPh Terutang atau Dibayar di Neagar P
Tarif pajak Negara P x Penghasilan Neagara P
= 20% x Rp 300.000.000 = Rp 60.000.000
2. PPh Terutang atau Dibayar di Negara Q
Tarif Pajak Negara Q x Penghasilan Negara Q
= 25% x Rp 400.000.000 = Rp 100.000.000
3. PPh Terutang atau Dibayar di Negara R
Tarif Pajak Negara R x Penghasilan Negara R
= 35% x Rp 100.000.000 = Rp 35.000.000

Kredit pajak luar negri diperbolehkan (PPh Pasal 24) bagi PT.Yogananta
tahun 2016 sebagai berikut :

Negar Total PPh Terutang PPh Maksimum PPh Terutabg / PPh Pasal 24 :
a Dikreditkan Dibayar di Luar Terendah Kolom
Sesuai Negri 1,2,3
Perbandingan
Penghasilan
1 2 3 4
P Rp 250.000.000 Rp 75.000.000 Rp 60.000.000 Rp 60.000.000
Q Rp 250.000.000 Rp 100.000.000 Rp 100.000.000 Rp 100.000.000
R Rp 250.000.000 Rp 25.000.000 Rp 35.000.000 Rp 25.000.000
Total Kredit Pajak Luar Negri Diperbolehkan Rp 185.000.000

Total Kredit Pajak Luar Negri Diperbolehkan Rp 185.000.000 karena jumlah


ini masih lebih rendah disbanding total PPh terutang (Rp 250.000.000)

 Penghasilan yang Dikenakan Pajak yang Bersifat Final


Dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
PPh, maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan faktor penambahan
penghasilan pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Contoh:
PT Bahtera di Jakarta dalam tahun 2011 memperoleh penghasilan sebagai
berikut :
1. Penghasilan dari Korea Selatan
(tarif pajak 30%) Rp.2.000.000.000
2. Penghasilan Dalam Negeri Rp.
3.500.000.000
(Penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh sebesar Rp.
500.000.000).
3. Penghasilan Kena Pajak PT Bahtera sebesar :
Penghasilan dari Korea Selatan Rp 2.000.000.000
Penghasilan dari dalam negeri Rp.
3.500.000.000
PPh Pasal 4 ayat (2) Rp.
500.000.000
Rp 3.000.000.000
Penghasilan neto Rp.
5.000.000.000
4. Sesuai tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh, Pajak Penghasilan yang
terutang sebesar:
25% x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 1.250.000.000
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:
Pajak yang terutang di Korea Selatan sebesar Rp. 600.000.000 (30% x
Rp. 2.000.000.000), tetapi maksimum kredit yang dapat dikreditkan
sebesar Rp. 500.000.000, maka jumlah kredit pajak yang
diperkenankan adalah Rp. 500.000.000.

Mekanisme Pengkreditan PPh yang di Bayar di Luar Negri

Menurut Keputusan Menteri Keuangan (164/KMK.03/2002):

1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat


dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24)
dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikredikan maksimum scbesar jumlah
yang lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar
Negeri dan jumlah yang dihiung menurut perbandingan antara
penghasilan dari luar negen dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau
maksimum sebesar PPh yang tenutang alas seluruh Penghasilan Kena
Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan
dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
4. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara,
maka
penghitungan Pph Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
5. Penghasilan Kena Pajak PKP, yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat
(2) Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2000 yaitu : (Atas penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan – tabungan lainnya, penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta
pengahsilan tentu lainnya. Pengenaan pajaknya diatur dengan
Peraturan Pemerintah), dan atau penghasilan yang dikenakan pajak
tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang- Undang Nomor 17
Tahun2000) yaitu tentang :
a) Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau
tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain, atau
hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah
25% pada dua wajib pajak atau lebih, demikian pula hubungan
anatara wajib pajak atau lebih disebut terakhir.
b) Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau lebih dua
atau lebih wajib pajaak berada di bawah penguasaan yang
sama baik langsung maupun tidak langsung.
c) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda
dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.
Tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang
diperolch dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri
melebihi pph Pasal 24 yang dapat dikredikan, kelebihan tersebut tidak
dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan
sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak
wajib
menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian
SPT Tahunan Pph, dilampiri dengan;
i. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar
negeri.
ii. Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar
negeri.
iii. Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
8. Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang
jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan
-alasan di luar kekuasaanWajib Pajak.
9. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari
luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan
yang bersangkutan dengan melampirkan dokumcn-dokumen yang
berkenaan dengan perubahan tersebut.
10. Apabila karena pembetulan SPT ierscbut menycbabkan PPh kurang
dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi
bunga.
11. Apabila karcna pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar,
maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak
setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Pengurangan / Pengembalian PPh Luar Negri

Jika terjadi pengurangan atau pengenbalian pajak atas penghasilan yang


dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia
menjadi lebith kecil daripada besarnya penghitungan semula, maka selisihnya
ditambabkan pada PPh yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam
negeri pada tahun pengurangan atau pengembalian diakukan.

Sementara itu, dalam Pasal 4 KMK 164/2002, dikatakan bahwa untuk


melaksanakan pengkreditan PPh Pasal 24, wajib pajak diharuskan menyampaikan
permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bersamaan dengan penyampaian SPT
Tahunan PPh, dilampiri dengan:

1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri


2. Foto kopi SPT yang disampaikan di luar negeri
3. Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib
pajak.

Kemudian, Pasal 6 KMK 164/2002 menjelaskan dalam hal terjadi perubahan


besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka wajib pajak harus
melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.

Sebagai contob: Dalam T-hun Pajak 2016, Wajib Pajak mendapackan


pengurangaa pajak atas penghasilan lua: nesri Tahun P-jak 2015 sebesar Rp7.00.00,
yang semula telah termasuk dalan jumlah pajak yang dikreditkan terhadap Pajak yang
terutang untuk Tahun Pajak 2015, sehingga jumlah sebesar Rp7.000.000 tersebut
ditambahkan pada PPh yang terutang dalam Tahun Pajak 2016. Jumlah tersebut
dimasukkan dalam induk SPT Tahunan setelah menghitung PPh yang terutang
sebelum menentukan jumah PPh yang terutang.

Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Karena Perubahan Penghasilan


Luar Negri

Terdapat kemunginan terjadi koreksi fiscal di luar negri yang menyebabkan


penghasilan bertambah atau berkurang dan berakibat pada paajk atas penghasilan di
Luar Negri juga bertambah atau berkurang, apabila terjadi hal tersebut, dilakukan
pembetulan SPT Tahunan PPh.

1. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di
luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan, sehingga pajak di luar negeri kurang bayar, maka terdapat
kemungkinan Pajak Penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Seusai
dengan pasal 8 UU No 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan tata cara
perpajakan, apabila Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar,
maka kepadanya dikenakan sanksi sebesar 25% sebulan atas jumlah pajak
yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pembetulan SPT tersebut. Dan sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut
dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak melalui pembetulan Surat Pemberitahuan
Tahunan, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut
tidak ditagih.

Contoh :

a. Penghasilan neto yang dilaporkan dalam sPT Tahunan PPh tahun 20xx
sebagai
berikut.
 Penghasilan neto luar negeri (tarif pajak 20%) Rp 1.000.000.000
 Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000
b. PPh Pasal 25 tahun 20xx Rp 360.000.000
c. Setelah dilakukan koreksi fskal atas penghasilan luar negeri, diperoleh data
baru bahwa penghasilan luar negeri adalah Rp 2.000.000.000.

Atas koreksi tersebut dilakukan pembetulan SPT dengan penghitungan sebagai


berikut.

SPT (sebelum pembetulan) SPT pembetulan


Penghasilan luar negri Penghasilan luar negri
Rp1.000.000.000 Rp 2.000.000.000
Penghasilan dalam negri Penghasilan dalam negri
Rp 2.000.000.000 Rp 2.000.000.000
Total penghasilan kena pajak Total penghasilan kena pajak =
Rp 3.000.000.000 Rp 4.000.000.000
PPh terutang = 25% x Rp 3 M = PPh terutang = 25% x Rp 4 M =
Rp 750.000.000 Rp 1.000.000.000
Kredit pajak luar negri Kredit pajak luar negri Rp
Rp 200.000.000 400.000.000
PPh harus dibayar Rp 550.000.000 PPh harus dibayar Rp 600.0000.000
PPh pasal 25 Rp 360.000.000 PPh Pasal 25 Rp 360.000.000
PPh Pasal 29 Rp 190.000.000 PPh Pasal 29 Rp 190.000.000
Masih harus dibayar Rp 50.000.000

Pada SPT Pembetulan, terdapat PPh masih harus dibayar sebesar Rp50.000.000.
Atas kekurangan bayar tersebut tidak ditagih bunga.

 Kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan cara :


a. Membandingkan tiga hitungan berikut dan diambil angka terendah.

Hitungan I = PPh terutang

= 25% x Rp 3.000.000.000 = Rp 750.000.000

Hitungan II = (penghasilan luar negeri : penghasilan kena pajak) x

PPh terutang

= (Rp l miliar + Rp 3miliar) x Rp 750.000.000

= Rp 250.000.000

Hitungan III = PPh dibayar / terutang di luar negeri

= Tarif pajak di luar negeri x penghasilan di luar negeri

= 20% x Rp l millar = Rp 200.000.000

b. Membandingkan tarif pajak di luar negeri dan tarif pajakefeklifatas PPh


terutang. Jika tariff pajak diluar negeri lebih rendah daripads tariff efektif PPh
terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar terutang di luar
negeri. Sebaliknya, jika tarif pajak luar negeri lebih tinggi dari pada tariff
efektif terutarg, kredit pajak luar negeri sama dengan perbandingan
penghasilan luar negeri dibagi penghasian kena pajak kemudian dikalikan
dengan PPh terutang.
Pada kasus diatas, tarifpajak di luar negeri adalah 20%, sedangkan tarif efektif
PPh terutang adalah 25% (Rp 750.000.000 + Rp 3.000.000.000). Tarif pajak
luar negeri lebih rendah dari pada tarif efektif PPh terutang, maka kredit pajak
luar negeri yang diperbolehkan adalah 20% x Rp1.000.000.000 =
Rp 200.000.000.
 Kredit Pajak Luar Negri dapat dihitung dengan cara:
a. Membandingkan tiga hitungan berikut dan diambil angka terendah.
Hitungan I = PPh terutang
= 25% x Rp 24.000.000.000 = Rp 1.000.000.000
Hitungan II = (penghasilan luar negeri : penghasilan kena pajak) x
PPh terutang
= (Rp 2 miliar + Rp 4 miliar) x Rp 1.000.000.0000
=Rp 500.000.000

Hitungan III = PPh dibayar/terutang di luar negeri

= Tarif pajak di luar negeri / penghasilan di luar negeri

= 20% / Rp 2 milliar = Rp 400.000.000

Kredit pajak liar negeri yang diperbolehkan adalah Rp 400.000.000.

b. Membandingkan tarif pajak di luar negeri dan tarif pajak efektif atas PPh
terutang. Jika tarif pajak di luar negeri lebih rerdah dari pada tariff efektif PPh
terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar / terutang di luar
negeri. Sebaliknya, jika tarif pajak di luar negeri ebih tinggi dari pada tariff
efekif PPh terutang, kredit pajak Luar negeri sama dengan perbandingan
penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak kemudian dikalikan
dengan PPh terutang.
Pada kasus diaras, tariff pajak df luar negeriadalah 20%, sedangkan tarif
efektif PPh terutang adalah 25% (Rp 1.000.000.000 : Rp 4000.000.000),
Tarif pajak luar negeri lebih rendah dari pada tariff efektif PPh terutang, maka
kredit pajak luar negri yang diperbolehkan adaalh 20% x Rp 2.000.000.000 =

Rp 400.000.000.

2. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang
menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang di laur negeri
lebih kecil dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan,
sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiskal di luar negeri
tersebut akan mengakibatkan Pajak Penghasilan terutangdi Indonesia juga
menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar.
Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak
setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain. Atas kelebihan bayar
pajak tersebut, dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan
dengan utang pajak lainnya.

Contoh :

a. Penghasilan neto yarg dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun 20 xx


sebagai berikut :
 Penghastlan luar negert (tarif pajak 20%) RP 1.000.000.000
 Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000
b. PPh Pasal 2S tahun 20 xx Rp 360.000.000
Setelah dilakukan koreksi skai atas penghastlan huar negeri,diperoleh data
baru bahwa penghasilan luar negeri adalah Rp 500.000.000 . Atas koreksi
tersebut dilakukan pembetulan SPT dengan penghitungan sebagai berikut :

SPT (sebelum pembetulan) SPT pembetulan


Penghasilan luar negri Penghasilan luar negri
Rp1.000.000.000 Rp 500.000.000
Penghasilan dalam negri Penghasilan dalam negri
Rp 2.000.000.000 Rp 2.000.000.000
Total penghasilan kena pajak Total penghasilan kena pajak =
Rp 3.000.000.000 Rp 2.500.000
PPh terutang Rp 750.000.000 PPh terutang Rp 625.000.000
Kredit pajak luar negri Kredit pajak luar negri Rp
Rp 200.000.000 100.000.000
PPh harus dibayar Rp PPh harus dibayar Rp
550.000.000 525.0000.000
PPh pasal 25 Rp 360.000.000 PPh Pasal 25 Rp 360.000.000
PPh Pasal 29 Rp 190.000.000 PPh Pasal 29 Rp 190.000.000
Masih harus dibayar Rp
25.000.000

Pada SPT Pembetulan, terdapat PPh lebih dibayar sebesar Rp 25.000.000 Atas
kelebihan bayar tersebut dapat diminta kembali setelah diperhitungkan dengan
utang pajak yang lain.

 Kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan cara;


a. Membandingkan tiga hitungan berikut dan diambil angka terendah.
Hitungan I = PPh terutang
= 25% x Rp3.500.000.000 = Rp 625.000.000

Hitungan II = (penghasilan luar negeri : penghasilan kena pajak) x

PPh terutang

= (Rp 500 juta + Rp 2.500 juta) x Rp 625.000.000

= Rp 125.000.000
Hitungan III = PPh dibayar / terutang di luar negeri

= Tarif pajak di luar negeri x penghasilan di luar negeri

= 20% x Rp 500 juta = Rp 100.000.000

Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp100.000.000.

b. Membandingkan tarif pejak di luar negeri dan tarif pajak efektifatas PPh
terutang. Jika tarif pajak di luar negeri lebih rendah dari pada tariff efektif PPh
terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar/terutang di luar
negeri. Sebaliknya jika tarif pajak di luar negeri lebih tinggi dari pada tariff
efektif PPh terutang, kredit pajak luar negeri sama dengan perbandingan
penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak kemudian dikalikan
dengan PPh terutang.

Pada kasus di atas, tarif pajak di luar negeri adalah 20%, sedangkan tarif
efektif

PPh terutang adalah 25% (Rp 1.000.000.000 : Rp 4.000.000.000). Tarif pajak


luar negeri lebih rendah dari pada tarifefektif PPh terutang, maka kredit pajak
luar negeri yang diperbolechkan adalah 20% X Rps00.000.000-
Rp100.000.000.

Batas Maksimum Kredit Pajak

Batas Maksimum Kredit Pajak adalah nilai yang terendah dari unsur 3
perhitungan berikut :

1. Jumlah pajak yang terhutang/dibayar diluar negeri.


2. Jumlah pajak yang terhutang untuk seluruh penghasilan.
3. (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh

terhutang atas seluruh penghasilan (tarif pasal 17 UU PPh)

Anda mungkin juga menyukai