Anda di halaman 1dari 20

Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

KEGIATAN BELAJAR 5: Pajak Penghasilan Pasal 26

1. Indikator Keberhasilan:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:

a. menjelaskan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan terhadap Wajib


Pajak luar negeri;

b. menjelaskan PPh Pasal 26 ayat (1) dengan benar;

c. menjelaskan PPh Pasal 26 ayat (2) dengan benar;

d. menjelaskan PPh Pasal 26 ayat (2A) dengan benar; dan

e. menjelaskan tatacara pemotongan dan pemungutan, penyetoran dan


pelaporan PPh Pasal 26;

2. Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Terhadap Wajib Pajak


Luar Negeri

Pada dasarnya terdapat dua jenis pelunasan Pajak Penghasilan yaitu (a)
melalui pembayaran sendiri, dan (b) melalui pemotongan/pemungutan. Pelunasan
PPh melalui pembayaran sendiri pada umumnya berbentuk pembayaran angsuran
PPh Pasal 25 setiap bulan dan pelunasan akhir tahun melalui mekanisme Pasal
29 UU PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak luar negeri non BUT, tidak terdapat
mekanisme pelunasan melalui pembayaran sendiri karena Wajib Pajak ini tidak
memiliki kewajiban NPWP dan penyampaian SPT seperti Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Satu-satunya pelunasan oleh Wajib Pajak luar
negeri non BUT adalah melalui pemotongan/pemungutan (witholding). PPh Pasal
26 adalah bentuk pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri non BUT ini.

Berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan, pemotongan


PPh Pasal 26 terdiri dari tiga jenis, yaitu:

a. Pemotongan PPh Pasal 26 berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UU PPh, yaitu


pemotongan PPh Pasal 26 terhadap Wajib Pajak luar negeri non BUT atas
penghasilan-penghasilan dari modal, penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan
pembayaran berkala lainnya, premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya,
dan keuntungan karena pembebasan utang.

175
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

b. Pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UU


PPH, yaitu pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 terhadap Wajib Pajak luar
negeri non BUT atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta dan
penghasilan berupa premi asuransi.

c. Pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 berdasarkan Pasal 26 ayat (2a) UU


PPh, yaitu pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 terhadap Wajib Pajak luar
negeri non BUT atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU PPh.

Pembahasan pemotongan PPh Pasal 26 di bawah ini didasarkan pada


ketiga bentuk tersebut di atas.

3. PPh Pasal 26 ayat (1)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang
dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Berdasarkan azas
sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang
atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Bentuk
pemajakannya adalah dengan sistem witholding tax yang bersifat final yang diatur
dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan.

PPh Pasal 26 ayat (1) adalah PPh Pasal 26 pada umumnya yaitu
pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada
umumnya hampir sama dengan objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal
23. Bedanya, penerima penghasilan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri.

3.1. Pemotong Pajak

Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun


1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Pajak
Penghasilan, Pemotong Pajak adalah:

a. Badan Pemerintah

b. Subjek Pajak dalam negeri

Subjek pajak dalam negeri dapat subjek pada orang pribadi maupun subjek
pajak badan dalam negeri. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-undang

176
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan, Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan


1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan
tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah
bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif
manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting
tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.

Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-


undang Pajak Penghasilan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap

c. Penyelenggara kegiatan

Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau


kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara
kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti
pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan
di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan

177
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dalam negeri.

Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang
Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan,
gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.

e. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya

Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia
juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative
Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.

3.2. Wajib Pajak yang Dipotong Pajak

Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26


dikenakan terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.

Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4)
huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak
(juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari
Indonesia tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT.
Misalnya warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indotelkom yang
menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indotelkom.

178
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah
hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment
pelaporan SPT Tahunan.

3.3. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 26

Jenis-jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 sebagaimana diatur


dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:

a. dividen;

b. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan


jaminan pengembalian utang;

c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan


hartai;

d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e. hadiah dan penghargaan;

f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

h. keuntungan karena pembebasan utang

Perhatikan bahwa objek PPh Pasal 26 ayat (1) ini adalah mirip dengan objek
pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 ditambah penghasilan lain yaitu
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya serta keuntungan pembebasan
utang. Yang membedakannya dengan PPh Pasal 26 adalah bahwa penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri selain
BUT, sedangkan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri
dan BUT.

3.4. Tarif dan Dasar Pengenaan

Tarif PPh Pasal 26 adalah tarif tunggal 20% dengan dasar pengenaan pajak
nya adalah jumlah bruto yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri.
Misalkan PT ABC di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X di negara Y

179
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

sebesar Rp100 Juta, maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong adalah 20% x
Rp100 Juta = Rp20 Juta.

Pengenaan PPh Pasal 26 juga tergantung kepada perjanjian perpajakan


(P3B) dengan negara lain. Biasanya dalam P3B hak pemajakan Indonesia dibatasi
sehingga tarif yang dikenakan dapat lebih rendah atau tidak dikenakan PPh sama
sekali. Apabila terdapat P3B antara Indonesia sebagai negara sumber
penghasilan dengan negara tempat penerima penghasilan berdomisili, maka
ketentuan yang berlaku adalah ketentuan P3B bukan ketentuan domestik
berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia, kecuali ketentuan
PPh tidak bertentangan dengan P3B.

4. PPh Pasal 26 ayat (2)

Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Pajak


Penghasilan, atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia,
kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, dan penghasilan premi
asuransi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia, dipotong pajak 20% dari perkiraan penghasilan neto. Jadi,
berbeda dengan PPh Pasal 26 ayat (1) di mana tarif 20% dikenakan atas jumlah
bruto, pada PPh Pasal 26 ayat (2) tarif 20% dikenakan atas penghasilan neto.
Besarnya persentase perkiraan penghasilan neto ditentukan oleh Menteri
Keuangan.

Berdasarkan ketentuan ini, PPh Pasal 26 dapat dikenakan kepada Wajib


Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
berupa keuntungan penjualan harta dan premi asuransi yang diterima perusahaan
asuransi luar negeri. Ketentuan pelaksanaan tentang PPh Pasal 26 atas penjualan
harta dan premi asuransi adalah:

1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999 tentang


Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Yang Diterima
Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap Atas
Penghasilan Berupa Keuntungan Dari Penjualan Saham, dan

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 tentang


Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari
Penjualan Atau Pengalihan Harta Di Indonesia, Kecuali Yang Diatur Dalam

180
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau


Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap Di
Indonesia.

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 Tentang


Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Berupa Premi
Asuransi dan Premi Reasuransi yang Dibayar Kepada Perusahaan
Asuransi di Luar Negeri.

4.1. PPh Pasal 26 atas Penghasilan dan Keuntungan Penjualan


Saham

4.1.1. Penghasilan Keuntungan Penjualan Saham

Atas penghasilan dari penjualan saham Perseroan yang diperoleh WPLN


selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong PPh Pasal 26. Yang dimaksud
Perseroan adalah Perseroan Terbatas Dalam Negeri yang sahamnya
diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dan tidak
berstatus sebagai Emiten atau Perusahaan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

4.1.2. Pemotong Pajak

Pembeli saham perseoran bisa Wajib Pajak dalam negeri, bisa juga Wajib
Pajak luar negeri. Penghasilah dari penjualan saham di dalam negeri yang
diperoleh atau diterima WPLN selain BUT, dipotong PPh Pasal 26 oleh pembeli
yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepadanya diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 26. Perseroan yang sahamnya dijual hanya mencatat akta
pemindahan hak atas saham yang dijual apabila kepadanya dibuktikan oleh WPLN
bahwa PPh Pasal 26 yang terutang telah dibayar lunas dengan menyerahkan
fotokopi bukti pemotongan PPh Pasal 26 dengan menunjukkan aslinya.

Dalam hal pembelinya adalah WPLN, maka yang ditunjuk sebagai pemungut
pajak adalah Perseroan yang sahamnya dijual.

4.1.3. Tarif dan Dasar Pengenaan

181
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Atas penghasilan dari penjualan saham Perseroan yang diperoleh WPLN


selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari
perkiraan penghasilan netto. Besarnya perkiraan penghasilan netto adalah 25 %
dari harga jual, sehingga besarnya PPh Pasal 26 adalah 20 % x 25 % atau 5 %
dari harga jual.

4.2. PPh Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan


Harta

Bagian ini menguraikan PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
82/PMK.03/2009.

4.2.1. Jenis Harta

Penjualan atau pengalihan harta dalam ketentuan di atas adalah penjualan


atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan
mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat
terbang ringan.

4.2.2. Pemotong Pajak

Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima


atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri, dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh
pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepada Wajib Pajak Luar
Negeri selaku penjual diberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26.

4.2.3. Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan

Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Pajak


Penghasilan 1984, atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di
Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri,
dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25 % (dua puluh lima persen)


dari harga jual atas penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah,
berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal

182
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan di Indonesia, yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap.

Dengan demikian, dengan mengalikan tarif PPh Pasal 26 20% terhadap


perkiraan penghasilan neto maka tarif efektifnya menjadi 5 % (lima persen) dari
harga jual atas penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian,
emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang ringan di Indonesia, yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT).

4.2.4. Pengecualian

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya
tidak melebihi Rp10.000.000,00 untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26. Pengecualian pengenaan PPh Pasal
26 juga bisa dilakukan berdasarkan ketentuan P3B. Terhadap Wajib Pajak Luar
Negeri yang berkedudukan di negara-negara mitra P3B Indonesia, pemotongan
PPh Pasal 26 hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak
pemajakannya ada pada pihak Indonesia.

4.3. PPh Pasal 26 Premi Asuransi

Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,


atas premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri,
dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. Peraturan
Pelaksanaan dari ketentuan ini adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor
624/KMK.04/1994 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas
Penghasilan Berupa Premi Asuransi Dan Premi Reasuransi Yang Dibayar Kepada
Perusahaan Asuransi Di Luar Negeri.

4.3.1. Perkiraan Penghasilan Neto

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini, besarnya perkiraan


penghasilan neto adalah sebagai berikut:

183
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

a. 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi dibayar
tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang

b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang
dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang

c. 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang dibayar
oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang

4.3.2. Tarif Efektif

Apabila kita mengalikan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% terhadap perkiraan
penghasilan neto, maka tarif efektifnya adalah sebagai berikut :

1. 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi dibayar
tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang

2. 2% (dua persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang dibayar
oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang

3. 1% (satu persen) dari jumlah premi yang dibayar atas premi yang dibayar
oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui
pialang

4.3.3. Pemotong Pajak

Pemotong PPh Pasal 26 atas premi asuransi ini adalah:

4. Tertanggung, atas premi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di luar


negeri baik secara langsung maupun melalui pialang

184
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

5. Perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia, atas premi yang


dibayar kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang

6. perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia atas premi yang


dibayar kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang

5. PPh Pasal 26 ayat (2A)

Berdasarkan Pasal 26 ayat (2A) Undang-undang Pajak Penghasilan, ttas


penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3c) atau saham perusahaan antara (conduit company) dipotong
pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. Ketentuan
tentang PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
258/PMK.03/2008.

5.1. Jenis Penghasilan

Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (special purpose


company atau conduit company), dapat ditetapkan sebagai penjualan atau
pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
atau penjualan atau pengalihan bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perusahaan antara (special purpose company atau conduit company)


adalah perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) yang
dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Negara yang memberikan perlindungan
pajak (Tax heaven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di
Indonesia.

5.2. Pemotong Pajak

Penghasilan Wajib Pajak luar negeri dari penjualan atau pengalihan saham
antara kepada Wajib Pajak Dalam Negeri, dipotong pajak oleh pembeli Wajib

185
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Pajak Dalam Negeri dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri tersebut diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 26.

Apabila pembeli saham adalah Wajib Pajak luar negeri, maka pihak yang
dtunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau berkedudukan
di Indonesia yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib
Pajak Luar Negeri di luar Bursa Efek; dan badan tersebut harus mencatat akta
pemindahan hak atas saham yang dijual.

5.3. Tarif dan Dasar Pengenaan

Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dipotong Pajak Penghasilan sebesar 20% dari perkiraan
penghasilan neto. Besarnya penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.

Terhadap penjual yang berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang
merupakan penduduk dari Negara yang telah mempunyai Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan PPh Pasal
26 hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak
Indonesia.

6. Tatacara Pemotongan dan Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh


Pasal 26

PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.40 Dalam hal
tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 26 bertepatan dengan hari libur,
penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari
libur adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional.41

Pemotongan PPh Pasal 26 dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26
atau SPT Masa PPh Pasal 23/26. Penyampaian SPT dilakukan paling paling lama

40
Pasal 2 ayat (7) PMK 242/PMK.03/2014
41
Pasal 9 ayat (1) dan 2 PMK 242/PMK.03/2014

186
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.42 Dalam hal batas akhir
pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat
pada hari kerja berikutnya. Hari libur adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur
nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti
bersama secara nasional.43

Dalam pemotongan PPh Pasal 26 penjualan atau pengalihan harta, pembeli


sebagai Pemotong PPh Pasal 26 wajib memotong dan menyetorkan PPh Pasal
26 yang terutang dengan menggunakan nama Wajib Pajak Luar Negeri yang
menjual atau mengalihkan harta paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah bulan terjadinya transaksi pada Kantor Pos atau Bank Persepsi.

7. Latihan

Latihan 1

Berikut ini adalah beberapa transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
berbeda. Dari setiap transaksi tersebut, tentukan apakah atas transaski tersebut
dipotong PPh Pasal 26 atau tidak. Jika terdapat pemotongan PPh Pasal 26,
tentukan siapa yang melakukan pemotongan, siapa Wajib Pajak yang dipotong,
dan berapa besar PPh yang dipotong. Jika tidak dipotong PPh Pasal 26, jelaskan
alasannya. Asumsikan tidak ada P3B yang berlaku dalam setiap transaksi.

1. PT KAPUAS RAYA yang bekedudukan di Pontianak memutuskan dalam


RUPS tanggal 10 April 2018 untuk membagikan dividen tunai kepada
pemegang sahamnya. PT INDOJAYA, pemegang saham 25% mendapatkan
dividen Rp300.000.000,00. Tuan Vijay Narendra, seorang warganegara
Malaysia pemegang saham 10% mendapatkan dividen Rp100.000.000,00.
Hongdong Company perusahaan berkedudukan di Singapura pemegang
saham 10%, mendapatkan dividen Rp100.000.000,00.
2. Pada tanggal 10 Nopember 2018, BUT Bank of Korea menggunakan jasa Tuan
Kim Yong Bo, seorang warga negara Korea yang telah tinggal tiga bulan di

42
Pasal 10 ayat (1) PMK 243/PMK.03/2014
43
Pasal 12 ayat (1) dan (2) PMK 243/PMK.03/2014

187
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Indonesia untuk memperbaiki beberapa komputer dan printer. Tuan Kim


melakukan penagihan kepada BUT Bank of Korea sebesar Rp20.000.000,00
untuk jasa perbaikan dan Rp30.000.000,00 untuk material komponen
komputer dan printer.
3. Konsulat Inggris di Semarang membayar gaji seorang sekretaris yaitu Dyah
Ekowati yang tinggal di Banyumanik Rp6.000.000,00 untuk bulan Oktober
2018. Dyah berstatus janda beranak satu.

4. PT MISUTI INDONESIA adalah sebuah perusahaan yang bertatus PMA. Pada


tanggal 25 Nopember 2018 membayar gaji karyawannya. Nona Oshino (TK/0)
adalah seorang karyawati berkewarganegaraan Jepang yang mulai bekerja
dan tinggal di Indonesia sejak tanggal 1 September 2018. Berdasarkan kontrak
kerja yang disepakati, Nona Oshino akan bekerja selama 2 tahun. Oshino
mendapatkan gaji dan tunjangan sebesar Rp20.000.000,00 sebulan.

5. Tuan BRAMA adalah seorang pengusaha restoran yang selama ini dikenakan
PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018. Pada bulan Nopember 2018,
membayar jasa pembuatan aplikasi pemesanan online kepada Tuan
Nakamoto, seorang warga negara Jepang, sebesar $10.000 via Paypal. Kurs
yang berlaku Rp13.400 (kurs tengah BI), dan Rp13.500 (kurs Menteri
Keuangan).

6. PT AKBAR JAYA mengadakan acara peluncuran produk baru. Untuk


memeriahkan acara, PT AKBAR JAYA menggunakan SITI NUR MARISA,
seorang penyanyi dari Malaysia dan SITI RAISYA, seorang penyanyi dari
Jakarta. Setelah acara selesai, PT AKBAR JAYA membayar SITI NUR
MARISA Rp50.000.000,00 dan SITI RAISYA Rp30.000.000,00.

Latihan 2

PT ABC adalah perusahaan PMA dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) PMA Tiga. Induk perusahaan PT ABC adalah ABC
Ltd yang merupakan perusahaan yang berkedudukan di Singapura. ABC Ltd
memiliki 90% saham PT ABC dan sisanya dimiliki oleh Tuan Wijaya, seorang WNI
yang tinggal di Jakarta. Pada bulan Juli 2018 terdapat transaksi-transaksi sebagai
berikut:

188
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

a. PT ABC mengasuransikan pabriknya dari kerugian akibat kebakaran atau


kerusuhan serta bencana alam kepada perusahaan asuransi Safeco Ltd,
sebuah perusahaan asuransi yang berkedudukan di Singapura. Premi
asuransi dibayar sekaligus pada tanggal 5 Juli 2018 sebesar US$10.000.

b. Pada tanggal 16 Juli 2018, PT ABC membayarkan royalti atas penggunaan


merek dagang kepada ABC Ltd senilai US$20.000 dan royalti atas
penggunaan teknologi daur ulang penggunaan bahan baku plastik bekas
sebesar Rp50.000.000,00 kepada PT Abadi Jaya.

c. Pada tanggal 23 Juli 2018, ABC Ltd menjual 20% kepemilikan saham pada PT
ABC kepada PT XYZ senilai US$2.000.000. Nilai buku perusahaan pada akhir
tahun 2017 adalah US$6.000.000.

d. Pada tanggal 25 Juli 2018 PT ABC membayarkan jasa konsultan pajak kepada
Tuan Amin Handoko, SE, Ak., senilai Rp30.000.000 atas imbalan pemberian
jasa konsultasi perpajakan untuk masa Januari sampai dengan Juni 2018.

e. Pada tanggal 26 Juli 2018 PT ABC membayar Rp30.000.000 jasa


perbaikan/service AC kepada CV Dimas Elektrik dengan rincian jasa
perbaikan/service Rp 20.000.000 dan suku cadangnya Rp10.000.000.

f. Pada tanggal 31 Juli 2018, PT ABC membayar gaji karyawan expatriatnya


yaitu Mr. James Chen, warga negara Singapura, sejumlah US$2.000. Mr.
James Chen mulai bekerja pada tanggal 1 Juli 2018 dengan masa kontrak
kerja selama dua tahun. Mr. James tinggal di Jakarta bersama istri dan dua
anaknya.

Pertanyaan:
1. Berapakah PPh Pemotongan dan Pemungutan yang terutang oleh PT ABC
dalam bulan Juli 2018? Jawaban harus dirinci berdasarkan jenis PPh
Pemotongan dan Pemungutannya.

2. Jelaskan tatacara pemotongan dan pemungutan PPh atas setiap transaksi


tersebut!

3. Jelaskan tentang jatuh tempo penyetoran dan pelaporan PPh pemotongan dan
pemungutan atas transaksi-transaksi di atas!

8. Rangkuman

189
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

PPh Pasal 26 adalah pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan yang


dilakukan kepada Wajib Pajak luar negeri selain BUT. Terdapat tiga jenis
pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 yaitu pemotongan/pemungutan PPh
Pasal 26 berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UU PPh, Pasal 26 ayat (2) UU PPh dan
Pasal 26 ayat (2A) UU PPh. Pemotongan PPh Pasal 26 ayat (1) dilakukan dengan
menerapkan tarif 20% terhadap jumlah bruto, sementara
pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 ayat (2) dan (2A) dilakukan dengan
menerapkan tarif 20% terhadap perkiraan penghasilan neto.

Pemotong PPh Pasal 26 ayat (1) adalah badan pemerintah, subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT dan perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya. Penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 26 ayat
(1) adalah dividen, bunga, royalti dan sewa, imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran
berkala lainnya, premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya dan keuntungan
pembebasan utang.

Terdapat tiga jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan/pemungutan


PPh Pasal 26 ayat (2). Jenis penghasilan yang pertama adalah penghasilan dari
penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, emas berlian, emas,
intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang ringan. Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan ini dipotong PPh Pasal 26 oleh pemotongnya yaitu
pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong dengan tarif 20% dikalikan perkiraan
penghasilan neto 25% dari harga jual.

Jenis penghasilan yang kedua adalah penghasilan dari penjualan atau


pengalihan saham perseroan berupa PT dalam negeri yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri. PPh Pasal 26 dipotong oleh pembeli apabila
pembelinya Wajib Pajak dalam negeri atau perseroan yang sahamnya dijual
apabila pembelinya Wajib Pajak luar negeri. PPh Pasal 26 terutang adalah 20%
dari perkiraan penghasilan neto sebesar 25% dikali harga jual.

Jenis penghasilan yang terakhir adalah premi asuransi yang diterima atau
diperoleh perusahaan asuransi luar negeri. PPh Pasal 26 yang dipotong oleh
pemotong PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

190
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50% untuk perusahaan asuransi luar
negeri yang menerima premi asuransi dari tertanggung, 10% dari perusahaan
asuransi, dan 5% dari perusahaan asuransi. Pemotong PPh Pasal 26 adalah
tertanggung, perusahaan asuransi, dan perusahaan reasuransi yang
membayarkan premi asuransi kepada perusahaan asuransi luar negeri.

Pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 ayat (2A) dikenakan terhadap


penghasilan Wajib Pajak luar negeri dari penjualan atau pengalihan saham antara
yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan atau BUT di Indonesia.
Pemotong/pemungut PPh Pasal 26 adalah pembeli apabila pembeli saham adalah
Wajib Pajak dalam negeri. Apabila pembelinya Wajib Pajak luar negeri maka
pemotong/pemungutnya adalah badan atau BUT di Indonesia yang memiliki
hubungan istimewa dengan perusahaan antara yang sahamnya dijual. Besarnya
PPh Pasal 26 adalah 20% dari perkiraan penghasilan neto sebesar 20% dari harga
jual.

9. Test Formatif 5

Pilihlah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat. Asumsikan tidak
terdapat P3B dalam setiap transaksi dalam soal.

1. Wajib Pajak yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 adalah...


a. PT Al Jamali Indonesia, sebuah perusahaan PMA yang berkedudukan di
Jakarta
b. BUT Xing Wen yang berkedudukan di Surabaya
c. Hossan Baraka, seorang warga negara Irak yang mendapat kontrak kerja
3 tahun di Indonesia
d. Johan Tjandra, lahir di Indonesia dan telah tinggal dan menjadi warga
negara Kanada
2. John Sterling yang berkewarganegaraan Inggris mulai berada dan bekerja di
Indonesia sejak 1 Juli 2018 untuk bekerja pada PT Budhi Sakti dengan kontrak
kerja selama 1 tahun. Pernyataan manakah di bawah ini yang benar terkait
pemotongan PPh atas imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima
oleh John Sterlng?
a. PT Budhi Sakti memotong PPh Pasal 26 untuk tahun 2018 dan tahun
2019

191
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

b. PT Budhi Sakti memotong PPh Pasal 26 untuk tahun 2018 dan memotong
PPh Pasal 21 untuk tahun 2019
c. PT Budhi Sakti memotong PPh Pasal 21 untuk tahun 2018 dan memotong
PPh Pasal 26 untuk tahun 2019
d. PT Budhi Sakti memotong PPh Pasal 21 untuk tahun 2018 dan tahun
2019
3. Naraporn Company, sebuah perusahaan berkedudukan di Thailand, menjual
sejumlah buah durian kepada PT Maju Jaya di Jakarta. Atas penghasilan yang
diterima oleh Naraporn Company...
a. Tidak dikenakan PPh Pasal 26
b. Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari harga jual
c. Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 10% dari harga jual
d. Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 5% dari harga jual
4. Besarnya PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa bunga yang diterima oleh
Wajib Pajak luar negeri selain BUT adalah...
a. 10% dari penghasilan bruto
b. 20% dari penghasilan bruto
c. 10% dari perkiraan penghasilan neto
d. 20% dari perkiraan penghasilan neto
5. PT Cahaya Terang membayar premi asuransi kepada Huangwa Insurance
Company yang berkedudukan di Tiongkok. Besarnya PPh Pasal 26 yang
harus dipotong oleh PT Cahaya Terang adalah...
a. 20% dari jumlah premi
b. 10% dari jumlah premi
c. 2% dari jumlah premi
d. 1% dari jumlah premi
6. Pernyataan manakah di bawah ini yang benar?
a. Semua Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri merupakan pemotong
PPh Pasal 26
b. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri bukan pemotong PPh Pasal 26
c. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagai pengusaha dapat
menjadi pemotong PPh Pasal 26 apabila ditunjuk
d. Semua Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat menjadi pemotong
PPh Pasal 26 apabila ditunjuk

192
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

7. Atas penghasilan berupa premi swap...


a. Diipotong PPh Pasal 23 jika diterima WP dalam negeri/BUT dan dipotong
PPh Pasal 26 jika diterima WP luar negeri selain BUT
b. Diipotong PPh Pasal 23 jika diterima WP dalam negeri/BUT tetapi tidak
dipotong PPh Pasal 26 jika diterima WP luar negeri selain BUT
c. Tidak diipotong PPh Pasal 23 jika diterima WP dalam negeri/BUT tetapi
dipotong PPh Pasal 26 jika diterima WP luar negeri selain BUT
d. Tidak dipotong PPh Pasal 23 jika diterima WP dalam negeri/BUT danjuga
tidak dipotong PPh Pasal 26 jika diterima WP luar negeri selain BUT
8. Atas penghasilan berupa penjualan jam tangan mewah oleh Wajib Pajak luar
negeri kepada PT Asia Jaya di Jakarta...
a. Tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 26
b. Dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 25% dari harga jual
c. Dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari harga jual
d. Dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 5% dari harga jual
9. Naruto Company, sebuah perusahaan kerkedudukan di Jepang, menjual
saham PT Sinarindo Jaya kepada Jaehoo Company yang berkedudukan di
Korea Selatan dengan harga jual US$1.000.000. Atas transaksi tersebut...
a. Tidak terutang PPh Pasal 26
b. Naruto Company menyetor sendiri PPh Pasal 26
c. PT Sinarindo Jaya memungut PPh Pasal 26
d. Jaehoo Company memotong PPh Pasal 26
10. Atas PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Andalan Jaya terhadap penghasilan
berupa dividen kepada Tuan Chong Wei yang tinggal di Malaysia pada bulan
Juli 2018, PT Andalan Jaya wajib...
a. Menyetorkan paling lambat tanggal 10 Agustus 2018 dan melaporkan
paling lambat tanggal 15 Agustus
b. Menyetorkan paling lambat tanggal 10 Agustus 2018 dan melaporkan
paling lambat tanggal 20 Agustus
c. Menyetorkan paling lambat tanggal 15 Agustus 2018 dan melaporkan
paling lambat tanggal 20 Agustus
d. Menyetorkan paling lambat tanggal 15 Agustus 2018 dan melaporkan
paling lambat tanggal 25 Agustus

193
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

10. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian


akhir Modul. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus
dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini.

Rumus :

Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar


Nilai = ------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah Soal
Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu :

i. Bila > 80%, Sangat Baik


j. Bila 70% - 79%, Baik
k. Bila 60% - 69%, Cukup
l. Bila < 60%, Kurang

Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat
meneruskan ke Kegiatan Belajar 6, apabila belum supaya memperdalam terlebih
dahulu Kegiatan Belajar 5.

194

Anda mungkin juga menyukai