Anda di halaman 1dari 34

Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

KEGIATAN BELAJAR 7: Pajak Penghasilan Pasal 15

1. Indikator Keberhasilan:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:

a. menjelaskan pengenaan PPh Pasal 15 dengan benar;

b. menjelaskan PPh Pasal 15 atas perusahaan pelayaran dan penerbangan luar


negeri benar;

c. menjelaskan PPh Pasal 15 atas perusahaan pelayaran dalam negeri dengan


benar; dan

d. menjelaskan PPh Pasal 15 atas perusahaan penerbangan dalam negeri


dengan benar.

2. Latar Belakang Pengenaan PPh Pasal 15

Dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang, terdapat kesukaran dalam


menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu
antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan
asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk
bangun-guna-serah ("build, operate, and transfer"). Wajib Pajak tertentu ini pada
umumnya penghasilan netonya tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal
16 ayat (1) atau ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan.

Berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman


pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tertentu tersebut, Menteri
Keuangan diberi wewenang oleh Pasal 15 Undang-undang Pajak Penghasilan
untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya
penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.

Dengan demikian, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 15


Undang-undang Pajak Penghasilan berdasarkan Norma Penghitungan Khusus.
Hal ini berarti bahwa, penggunaan norma penghitungan khusus ini menunjukkan
bahwa PPh Pasal 15 merupakan bentuk khusus pengenaan Pajak Penghasilan
selain yang dikenakan berdasarkan ketentuan umum. Adapun cara pelunasan

257
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

PPh Pasal 15 ini sebenarnya bukan hanya melaui pemotongan saja, tetapi juga
terdapat pelunasan melalui penyetoran sendiri.

Berikut ini adalah Keputusan dan Peraturan Menteri Keuangan yang


mengatur Norma Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak tertentu.

Tabel 5
Daftar Peraturan PPh Pasal 15

No. Jenis Wajib Pajak Dasar Hukum

1. WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon 543/KMK.03/2002


internasional di bidang produksi mainan anak-anak
2. Perusahaan penerbangan dalam negeri 475/KMK.04/1996

3. Perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri 417/KMK.04/1996

4. Perusahaan pelayaran dalam negeri 416/KMK.04/1996

5. Pihak-pihak yang melakukan kerjasama perjanjian Bangun 248/KMK.04/1995


Guna Serah (BOT)
6. Kantor perwakilan dagang luar negeri 634/KMK.04/1994

7. Tenaga Kerja Asing yang bekerja pada WP Badan yang 433/KMK.04/1994


bergerak di bidang pengeboran Migas di Indonesia
8. WP Badan yang melakukan kerjasama dengan PT Telkom 88/KMK.04/1994
berdasarkan sistem pola bagi hasil Tahap I
9. WP Badan yang melakukan kegiatan usaha di bidang 628/KMK.04/1991
pengeboran Migas

Modul pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan ini akan membahas


tiga jenis pengenaan PPh Pasal 15, yaitu PPh Pasal 15 atas perusahaan
pelayaran dan penerbangan luar negeri, perusahaan pelayaran dalam negeri, dan
perusahaan penerbangan luar negeri. Untuk jenis PPh Pasal 15 yang lain, peserta
pelatihan dipersilahkan membaca langsung dari peraturan terkait.

3. PPh Pasal 15 atas Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri

Norma penghitungan khusus untuk perusahaan pelayaran dan penerbangan


luar negeri diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996
serta Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 32/PJ.04/1996.

3.1. Ruang Lingkup dan PPh Terutang

258
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Wajib Pajak yang dicakup adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran


dan/atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan
usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau


Penerbangan Luar Negeri ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto dan PPh
terutang adalah sebesar 2,64% dari peredaran bruto. Pajak Penghasilan yang
terutang bersifat final.

Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan


luar negeri seperti tersebut di atas adalah semua nilai pengganti atau imbalan
berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke Pelabuhan di luar negeri. Dengan demikian tidak
termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan orang
dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.

Pengertian pelabuhan menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008


tentang Pelayaran adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh
kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan
antarmoda transportasi.

Sementara itu Pelabuhan Udara atau Bandar Udara menurut Undang-


undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah kawasan di daratan
dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat
pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat
barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

3.2. Tatacara Pelunasan, Penyetoran dan Pelaporan

259
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka


pihak yang membayar atau pihak yang mencharter wajib untuk:

a. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya


imbalan/nilai pengganti;
b. memberikan Bukti pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran
dan/atau Penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan;

c. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);

d. melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan


Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP
dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan
Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (final).

Apabila penghasilan diperoleh selain dari persewaan atau charter, maka


Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib:

a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
Final:

b. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-


lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final.

Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan


lainnya, maka atas penghasilan lainnya tersebut dikenakan PPh berdasarkan
ketentuan yang berlaku.

Contoh:

BUT International Line adalah sebuah BUT yang berkedudukan di Jakarta


dengan kegiatan usaha pelayaran. Pada bulan Agustus 2018, mendapatkan
penghasilan sewa charter kapal laut dari PT Adi Sejahtera untuk mengangkut

260
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

sejumlah batubara dari Balikpapan ke Surabaya. Jika nilai kontrak sewa


charternya adalah Rp1.000.000.000,00 maka PT Adi Sejahtera wajib memotong
PPh Pasal 15 sebesar 2,64% x Rp1.000.000.000,00 = Rp26.400.000,00,
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 15 kepada BUT International Line,
menyetorkan PPh Pasal 15 ke kas negara paling lambat tanggal 10 September
2018, dan melaporkan pemotongan tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 15 masa
pajak Agustus 2018 yang disampaikan paling lambat tanggal 20 September 2018.

4. PPh Pasal 15 atas Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

Ketentuan tentang norma penghitungan khusus bagi perusahaan pelayaran


dalam negeri diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
416/KMK.04/1996 serta Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996 dan
SE-32/PJ.4/1998.

4.1. Ruang Lingkup dan PPh Terutang

Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang


bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang
melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia
maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.

Penghasilan neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri


ditetapkan sebesar 4% dari peredaran bruto. Besarnya Pajak Penghasilan
terutang adalah sebesar 1,2% dari peredaran bruto. Peredaran bruto adalah
semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
luar negeri dan/atau sebaliknya.

Dengan demikian, penghasilan yang menjadi Objek pengenaan PPh Pasal


15 ini meliputi penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari
pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal
yang dilakukan dari:

• pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;

• pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;

261
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

• pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan

• pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

Pengertian pelabuhan menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008


tentang Pelayaran adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh
kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan
antarmoda transportasi.

4.2. Pelunasan PPh Terutang

Jika penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter


dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut
berkewajiban:

a. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya


imbalan atau nilai pengganti;

b. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran


Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan;

c. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);

d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan


Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP
dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri (Final).

Apabila penghasilan diperoleh selain berdasarkan persewaan atau charter,


maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri berkewajiban untuk:

262
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP)Final;

b. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-


lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final;

Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak di Luar negeri atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya di luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapal (PPh Pasal 24), pajak yang dibayar di luar
negeri tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang, untuk masing-
masing negara setinggi-tingginya 1,2% dari penghasilan yang diterima atau
diperolehnya diluar negeri tersebut.

Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan


lainnya, maka atas penghasilan lainnya dikenakan PPh berdasarkan ketentuan
perpajakan yang berlaku.

Contoh:

PT Samudra Indonesia adalah sebuah perusahaan pelayaran yang


berkedudukan di Surabaya. Pada bulan Agustus 2018 mendapatkan penghasilan
sewa charter kapal dari PT Papua Mining untuk mengangkut sejumlah bijih
tembaga dari pelabuhan di Timika ke pelabuhan Tanjung Mas Surabaya. Nilai
sewa charter kapal adalah Rp2.000.000.000,00. Atas transaksi ini PT Papua
Mining wajib memotong PPh Pasal 15 sebesar 1,2% x Rp2.000.000.000,00 atau
sama dengan Rp24.000.000,00, memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 15
kepada PT Samudra Indonesia, menyetorkan PPh Pasal 15 paling lambat tanggal
10 September 2018, dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 15 paling
lambat tanggal 20 September 2018.

5. PPh Pasal 15 atas Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

Ketentuan yang mengatur tentang norma penghitungan khusus bagi


perusahaan pelayaran dalam negeri adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor
475/KMK.04/1996 serta Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.

263
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

5.1. Ruang Lingkup dan PPh Terutang

Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah perusahaan


penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter. Penghasilan neto bagi Wajib Pajak
tersebut ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto, dan besarnya Pajak adalah
sebesar 1,8% dari peredaran bruto.

Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri


adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di
luar negeri.

Pengertian Pelabuhan Udara atau Bandar Udara menurut Undang-undang


Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah kawasan di daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat
udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang,
dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang lainnya.

Dengan demikian, cakupan ketentuan ini adalah Wajib Pajak perusahaan


penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter. Yang dimaksud dengan perjanjian
charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan pesawat udara
baik untuk orang dan/atau barang ("space charter").

5.2. Pelunasan PPh Terutang

Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh


pencharter sepanjang pencharter tersebut adalah badan pemerintah, Subjek Pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya. Pemotongan dilakukan pada saat pembayaran
atau saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti.

Atas pemotongan PPh tersebut pencharter wajib:

264
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

a. memberikan Bukti Pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau


memperoleh penghasilan;

b. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti, dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP);

c. melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan


Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti.

Pelunasan PPh melalui pemotongan di atas merupakan pembayaran PPh


Pasal 23 yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan
PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.

Contoh:

PT Andalas Air adalah sebuah perusahaan penerbangan yang


berkedudukan di Medan dan melayani rute penerbangan dari Medan ke beberapa
kota besar di Indonesia. Pada bulan Agustus 2018 mendapatkan penghasilan
sewa charter pesawat untuk mengangkut makanan olahan durian dari Medan ke
Jakarta dari CV Durian Mas di Medan. Nilai kontrak sewa charter tersebut adalah
Rp300.000.000,00. Atas transaksi sewa charter pesawat tersebut, CV Durian Mas
wajib memotong PPh Pasal 15 sebesar 1,8% x Rp300.000.000,00 sama dengan
Rp5.400.000,00, memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 15 kepada PT
Andalas Air, menyetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 September
2018, dan melaporkan pemotongan tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 15
paling lambat tanggal 20 September 2018.

6. Latihan

Jelaskan dan berikan alasan, apakah transaksi di bawah ini terutang PPh
Pasal 15 atau tidak. Jika terutang PPh Pasal 15, jelaskan besarnya PPh terutang,
sifat pengenaan PPh (final atau tidak final), cara pelunasannya (setor sendiri atau
melalui pemotongan PPh).

a. BUT Marine Line, mendapatkan kontrak charter pengangkutan batu bara dari
pelabuhan di Balikpapan ke pelabuhan di Shanghai, Tiongkok dari PT

265
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Indocoal Jaya di Balikpapan. Nilai kontrak pengangkutan batu bara tersebut


adalah Rp1.500.000.000,00.

b. BUT Marine Line, mendapatkan kontrak charter dari American Grain Company
untuk mengangkut sejumlah gandum dari pelabuhan di Amerika Serikat ke
pelabuhan di Jakarta. Nilai kontrak sebesar US500.000 dengan kurs menteri
keuangan yang berlaku Rp13.500 per US$ dan kurs BI Rp13.600 per US$.

c. BUT Pacific Air, sebuah perusahaan penerbangan Hongkong, mengangkut


120 penumpang untuk penerbangan Surabaya ke Hongkong dengan hasil
penjualan tiket seluruhnya Rp320.000.000,00. Dari Hongkong, pesawat yang
sama mengangkut 100 penumpang menuju Surabaya dengan hasil penjualan
tiket Rp280.000.000,00.

d. PT Pakuan Air, sebuhan perusahaan penerbangan dalam negeri,


mendapatkan hasil penjualan tiket penumpang untuk penerbangan Jakarta –
Medan Rp150.000.000,00; penerbangan Medan – Bangkok
Rp300.000.000,00; dan Bangkok – Jakarta Rp360.000.000,00.

e. PT Marindo adalah perusahaan perlayaran dalam negeri yang


mengoperasikan kapal laut dengan trayek Jakarta – Makassar dan sebaliknya.
Pada bulan Juni berhasil mendapatkan penghasilan dari pengangkutan
penumpang sebesar Rp800.000.000,00 dan pengangkutan barang
Rp200.000.000,00.

f. PT Marindo mendapatkan imbalan sewa charter pengangkutan barang tidak


dalam trayek dari PT Musi Raya untuk mengangkut sejumlah tandan buah
segar kelapa sawit dari Palembang ke Pekanbaru. Imbalan sewa charter
berjumlah Rp200.000.000,00.

7. Rangkuman

Berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman


pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tertentu, Menteri Keuangan diberi
wewenang oleh Pasal 15 Undang-undang Pajak Penghasilan untuk menetapkan
Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari
Wajib Pajak dalam bidang-bidang tertentu tersebut. Dengan demikian, bagi
beberapa Wajib Pajak pengenaan Pajak Penghasilannya menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit).

266
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Seperti pelunasan PPh yang bersifat umum dan PPh yang bersifat final
berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, pelunasan PPh
berdasarkan Pasal 15 ini dilakukan baik dengan pembayaran sendiri maupun
melalui pemotongan Pajak Penghasilan. Pelunasan melalui pemotongan Pajak
Penghasilan dilakukan terhadap penghasilan sewa charter kapal atau pesawat
perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri, perusahaan pelayaran dalam
negeri dan perusahaan penerbangan dalam negeri. Tarif pemotongan sewa
charter kapal untuk perusahaan pelayaran luar negeri adalah 2,64%, sewa charter
pesawat untuk perusahaan penerbangan luar negeri adalah 2,64%, perusahaan
pelayaran dalam negeri adalah 1,2%, dan perusahaan penerbangan dalam negeri
1,8% dari peredaran bruto sewa charter. Sifat pengenaan Pajak Penghasilan
Pasal 15 ini adalah final, kecuali atas sewa pesawat untuk perusahaan
penerbangan dalam negeri sifat pengenaan PPh-nya tidak final.

8. Test Formatif 7

Pilihlah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat. Asumsikan tidak ada
P3B yang berlaku dalam soal-soal di bawah ini.

1. Berikut ini yang bukan objek pemotongan PPh Pasal 15 adalah...


a. Sewa charter kapal laut perusahaan pelayaran luar negeri dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri
b. Sewa charter kapal laut perusahaan pelayaran dalam negeri dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri
c. Sewa charter kapal laut perusahaan pelayaran luar negeri dari
pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia
d. Sewa charter kapal laut perusahaan pelayaran dalam negeri dari
pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia
2. Pemotongan PPh Pasal 15 yang tidak bersifat final adalah pemotongan PPh
Pasal 15 terhadap...
a. Sewa charter pesawat kepada perusahaan penerbangan dalam negeri
b. Sewa charter pesawat kepada perusahaan penerbangan luar negeri
c. Sewa charter kapal laut kepada perusahaan pelayaran dalam negeri
d. Sewa charter kapal laut kepada perusahaan pelayaran luar negeri
3. Besarnya pemotongan PPh Pasal 15 atas sewa charter kapal laut dari
perusahaan pelayaran luar negeri adalah sebesar....dari peredaran bruto

267
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

a. 1,2%
b. 1,8%
c. 2,4%
d. 2,64%
4. Besarnya pemotongan PPh Pasal 15 atas sewa charter pesawat dari
perusahaan penerbangan luar negeri adalah sebesar....dari peredaran bruto
a. 1,2%
b. 1,8%
c. 2,4%
d. 2,64%
5. Besarnya pemotongan PPh Pasal 15 atas sewa charter kapal laut dari
perusahaan pelayaran dalam negeri adalah sebesar....dari peredaran bruto
a. 1,2%
b. 1,8%
c. 2,4%
d. 2,64%
6. Besarnya pemotongan PPh Pasal 15 atas sewa charter pesawat dari
perusahaan penerbangan dalam negeri adalah sebesar....dari peredaran
bruto
a. 1,2%
b. 1,8%
c. 2,4%
d. 2,64%
7. BUT Panama Line mendapatkan kontrak perjanjian charter kapal laut dari PT
Indo Utama untuk mengangkut sejumlah barang dari Indonesia ke Mexico.
Apabila nilai kontraknya Rp1.000.000.000,00 maka PPh yang harus dipotong
oleh PT Indo Utama adalah...
a. Rp200.000.000,00
b. Rp26.400.000,00
c. Rp18.000.000,00
d. Rp12.000.000,00
8. Melanjutkan soal Nomor 7. PPh yang dipotong harus disetorkan paling
lambat...
a. Tanggal 7 bulan berikutnya

268
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

b. Tanggal 10 bulan berikutnya


c. Tanggal 14 bulan berikutnya
d. Tangga Tanggal 15 bulan berikutnya
9. PT Lautan Sejahtera adalah perusahaan pelayaran yang berkedudukan di
Jakarta. PT Lautan Sejahtera mendapatkan kontrak sewa charter kapal laut
dari PT Harapan Baru untuk mengangkut barang dari Jakarta ke Makassar.
Apabila nilai kontrak perjanjian charter adalah Rp1.000.000.000,00 maka
PPh Pasal 15 terutang...
a. Disetor sendiri oleh PT Lautan Sejahtera Rp12.000.000,00
b. Dipotong oleh PT Harapan Baru Rp12.000.000,00
c. Disetor sendiri oleh PT Lautan Sejahtera Rp18.000.000,00
d. Dipotong oleh PT Harapan Baru Rp18.000.000,00
10. PPh Pasal 15 terutang dalam soal Nomor 9 harus dilaporkan paling lambat...
a. Tanggal 10 bulan berikutnya
b. Tanggal 15 bulan berikutnya
c. Tanggal 20 bulan berikutnya
d. Akhir bulan berikutnya

9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian


akhir Modul. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus
dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini.

Rumus :

Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar


Nilai = ------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah Soal

Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu :

q. Bila > 80%, Sangat Baik


r. Bila 70% - 79%, Baik
s. Bila 60% - 69%, Cukup
t. Bila < 60%, Kurang

269
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat
mengerjakan tes sumatif, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu
Kegiatan Belajar 7.

270
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

PENUTUP

Anda telah mengikuti semua tahapan kegiatan belajar dari kegiatan belajar
1 sampai dengan kegiatan belajar 7.

Untuk melakukan evaluasi semua tahapan kegiatan belajar silahkan


mengerjakan Tes Sumatif. Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban
yang terdapat di bagian akhir Modul. Hitunglah jawaban Anda yang benar.
Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan
anda terhadap materi ini.

Rumus :

Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar


Nilai = ---------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah Soal
Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu :

a. Bila > 80%, Sangat Baik


b. Bila 70% - 79%, Baik
c. Bila 60% - 69%, Cukup
d. Bila < 60%, Kurang

Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih berarti anda sudah
baik dalam menguasai materi pelajaran ini, apabila belum supaya memperdalam
terlebih harap mempelajari lagi bagian yang dirasakan masih kurang.

271
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

TES SUMATIF

Pilihlah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat. Asumsikan semua
pihak dalam soal telah memiliki NPWP dan asumsikan tidak ada P3B yang berlaku
dalam soal jika terkait dengan Wajib Pajak luar negeri.

Untuk soal 1 s.d. 4

Johan Fahri adalah pegawai tetap PT Hargana Jaya sejak 1 Juli 2017. Gaji dan
tunjangan setiap bulan adalah Rp11.750.000,00. Premi asuransi Rp250.000,00
per bulan ditanggung oleh PT Hargana Jaya dan Rp350.000,00 per bulan dipotong
dari gaji Johan Fahri. Iuran pensiun Rp200.000,00 per bulan ditanggung oleh PT
Hargana Jaya dan Rp300.000,00 per bulan dipotong dari gaji Johan Fahri. Pada
awal tahun 2017, Johan Fahri berstatus menikah dan tidak memiliki tanggungan.

1. Besarnya penghasilan bruto dalam penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli


2017 adalah...
a. Rp12.000.000,00
b. Rp12.100.000,00
c. Rp12.200.000,00
d. Rp12.350.000,00
2. Besarnya pengurang penghasilan bruto dalam penghitungan PPh Pasal 21
bulan Juli 2017 adalah...
a. Rp800.000,00
b. Rp900.000,00
c. Rp1.000.000,00
d. Rp1.150.000,00
3. PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli 2017 adalah...
a. Rp62.500,00
b. Rp55.000,00
c. Rp72.500,00
d. Rp532.083,00
4. PPh Pasal 21 bulan Desember 2017 adalah...
a. Lebih dipotong
b. Nihil
c. Lebih besar dari PPh Pasal 21 bulan Juli 2017

272
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

d. Sama dengan PPh Pasal 21 bulan Juli 2017


5. Ponirin bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang
dibayarkan setiap hari. Dalam bulan Agustus 2018, Ponirin bekerja 15 hari
kerja dengan upah sehari adalah Rp 400.000,00. Ponirin belum menikah dan
tidak memiliki tanggungan. PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas upah bulan
Agustus 2018 adalah...
a. Nihil
b. Rp150.000,00
c. Rp187.500,00
d. Rp300.000,00

Untuk Soal 6 dan 7.

PT Dunia Baru menggunakan jasa Amir Yusuf, SE, Ak., mengaudit laporan
keuangan tahun 2017. Atas jasa ini, PT Dunia Baru membayarkan imbalan
jasanya sebanyak 3 kali yaitu tanggal 10 Mei 2017, 10 September 2017 dan 10
Januari 2018 masing-masing sebesar Rp100.000.000,00.
6. PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas pembayaran imbalan jasa tanggal 10
September 2017 adalah...
a. Rp2.500.000,00
b. Rp5.000.000,00
c. Rp7.500.000,00
d. Rp15.000.000,00
7. PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas pembayaran imbalan jasa tanggal 10
Januari 2018 adalah...
a. Rp2.500.000,00
b. Rp5.000.000,00
c. Rp7.500.000,00
d. Rp15.000.000,00
8. Handoko, seorang PNS golongan III/b di Kementerian Kesehatan,
mendapatkan honor sebagai imbalan sebagai pembicara seminar kesehatan
yang diselenggarakan oleh sebiah LSM di bidang kesehatan. Apabila honor
yang diterima Handoko sebesar Rp10.000.000,00 maka besarnya PPh Pasal
21 yang harus dipotong adalah...
a. Nihil

273
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

b. Rp250.000,00
c. Rp500.000,00
d. Rp1.500.000,00

Untuk Soal 9 dan 10.

Pada tahun 2017 Rudi bekerja pada PT Cipta Kreasi dengan mendapat gaji dan
tunjangan setiap bulan Rp15.000.000,00. Sejak tanggal 1 Januari 2018 Rudi tidak
bekerja lagi pada PT Cipta Kreasi karena dikenakan pemutusan hubungan kerja.
Pada tanggal 15 Januari 2018 Rudi mendapatkan uang pesangon
Rp100.000.000,00 dari PT Cipta Kreasi. Pada tanggal 5 Februari 2018 Rudi juga
mendapat bonus sebesar Rp60.000.000,00.
9. PPh Pasal 21 yang haus dipotong oleh PT Cipta Kreasi atas uang pesangon
tersebut adalah…
a. Nihil
b. Rp2.500.000,00
c. Rp5.000.000,00
d. Rp10.000.000,00
10. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Cipta Kreasi atas bonus adalah…
a. Rp500.000,00
b. Rp3.000.000,00
c. Rp4.000.000,00
d. Rp9.000.000,00
11. PT Importindo Sejahtera mengimpor sejumlah lampu hias dari Italia dengan
harga FOB US$9.500, asuransi US$100 dan biaya pengangkutan US$400.
Jika tarif bea masuk 5%, kurs tengah BI Rp15.000/US$ dan kurs menteri
keuangan Rp14.500/US$, serta lampu hias tersebut termasuk barang tertentu
(tarif 10%), maka PPh Pasal 22 terutang adalah…
a. Rp14.500.000,00
b. Rp15.000.000,00
c. Rp15.225.000,00
d. Rp15.750.000,00
12. Pembayaran oleh bendahara pemerintah di bawah ini terutang PPh Pasal 22…
a. Pembayaran atas pengadaan lahan
b. Pembayaran atas pembelian bahan bakar minyak

274
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

c. Pembayaran atas pembelian perangko


d. Pembayaran atas pembelian nasi kotak
13. PT Bumi Makmur Sejahtera (Persero), sebuah perusahaan BUMN, melakukan
pembelian sejumlah komputer dari PT Octa Prima senilai Rp100.000.000,00.
Pernyataan di bawah ini yang benar adalah...
a. PT Bumi Makmur Sejahtera memungut PPh Pasal 22 sebesar
Rp1.500.000,00
b. PT Bumi Makmur Sejahtera memungut PPh Pasal 22 sebesar
Rp2.500.000,00
c. PT Octa Prima memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp1.500.000,00
d. PT Octa Prima memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp1.500.000,00
14. PT Fishindo Agung adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
pengalengan ikan. Pada bulan Oktober 2018 PT Fishindo Agung membeli
sejumlah ikan segar dari pedagang pengumpul Tuan Sahreza
Rp400.000.000,00 dan dari nelayan Bapak Wagiyo Rp100.000.000,00. PPh
Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Fishindo Agung adalah...
a. Rp1.000.000,00
b. Rp1.250.000,00
c. Rp6.000.000,00
d. Rp7.500.000,00
15. PT Semen Sukabumi, perusahaan industri semen, menjual sejumlah semen
kepada PT Guna Abadi, distributornya, sejumlah Rp1.000.000.000,00 dan
kepada PT Inti Reka Daya, sebuah perusahaan konstruksi, sejumlah
Rp500.000.000,00. PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Semen
Sukabumi adalah...
a. Rp1.250.000,00
b. Rp1.500.000,00
c. Rp2.500.000,00
d. Rp3.000.000,00
16. PT Bahana Utama membayarkan dividen kepada salah satu pemegang
sahamnya yaitu Yayasan Bahana Sejahtera sebesar Rp100.000.000,00. Pajak
Penghasilan yang harus dipotong oleh PT Bahana Utama adalah...
a. Nihil
b. Rp2.000.000,00

275
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

c. Rp10.000.000,00
d. Rp15.000.000,00
17. Manakah pernyataan di bawah ini yang benar tentang pembayaran imbalan
jasa oleh Bendahara Pemerintah sebagai pemotong PPh Pasal 23?
a. Semua jenis jasa yang diterima oleh Wajib Pajak dikenakan PPh
Pasal 23
b. Semua jenis jasa yang diterima Wajib Pajak dalam negeri dikenakan
PPh Pasal 23
c. Semua jenis jasa yang diterima oleh Wajib Pajak badan dalam negeri
dikenakan PPh Pasal 23
d. Semua jenis jasa selain jasa konstruksi yang diterima oleh Wajib
Pajak badan dalam negeri dikenakan PPh Pasal 23
18. Atas pembayaran bunga pinjaman oleh CV Usaha Jaya kepada Bank BRI...
a. Tidak dikenakan pemotongan PPh
b. Dikenakan pemotongan PPh sebesar 2% dari jumlah bruto
c. Dikenakan pemotongan PPh sebesar 10% dari jumlah bruto
d. Dikenakan pemotongan PPh sebesar 15% dari jumlah bruto
19. PT Karya Sejati membayarkan imbalan jasa perbaikan sejumlah AC kepada
CV Agung Teknik dengan rincian imbalan jasa perbaikan Rp5.000.000,00 dan
harga suku cadang Rp10.000.000,00. Besarnya PPh Pasal 23 yang harus
dipotong oleh PT Karya Sejati adalah...
a. Rp100.000,00
b. Rp300.000,00
c. Rp750.000,00
d. Rp2.250.000,00
20. PT Jaya Persada membayarkan bunga pinjaman kepada Mauritius Bank,
sebuah bank yang berkedudukan di negara Mauritius. Pernyataan yang benar
adalah...
a. PT Jaya Persada tidak memotong PPh
b. PT Jaya Persada memotong PPh Pasal 23 sebesar 15%
c. PT Jaya Persada memotong PPh Pasal 26 sebesar 15%
d. PT Jaya Persada memotong PPh Pasal 26 sebesar 20%
21. Hongtel Company, perusahaan telekomunikasi yang berkedudukan di
Hongkong, menjual saham PT Telkomindo Jaya kepada Canatel Company,

276
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

sebuah perusahaan yang berkedudukan di Kanada. Pernyataan yang benar


adalah...
a. Canatel Company memotong PPh Pasal 26 sebesar 5% dari harga
jual
b. Hongtel Company menyetor sendiri PPh Pasal 26 sebesar 20% dari
harga jual
c. PT Telkomindo Jaya memungut PPh Pasal 26 sebesar 5% dari harga
jual
d. PT Telkomindo Jaya memungut PPh Pasal 26 sebesar 20% dari
harga jual
22. Atas premi asuransi yang dibayarkan PT Andalas Putra, perusahaan
perkebunan sawit, kepada perusahaan asuransi luar negeri dikenakan PPh
Pasal 26 sebesar...
a. 1% dari jumlah premi
b. 2% dari jumlah premi
c. 10% dari jumlah premi
d. 20% dari jumlah premi
23. PT Mentari Propertindo menyewakan ruangan kepada Kantor Akuntan Publik
Ali Basir dan Rekan dengan nilai bruto sewa Rp50.000.000,00 sebulan.
Pernyataan di bawah ini yang benar adalah...
a. PT Mentari Propertindo menyetor sendiri PPh sebesar
Rp1.000.000,00
b. kepada Kantor Akuntan Publik Ali Basir dan Rekan memotong PPh
sebesar Rp1.000.000,00
c. PT Mentari Propertindo menyetor sendiri PPh sebesar
Rp5.000.000,00
d. kepada Kantor Akuntan Publik Ali Basir dan Rekan memotong PPh
sebesar Rp5.000.000,00
24. PT Mumpuni Jaya membagikan dividen atas laba tahun 2017 kepada
Sundono, WNI tinggal di Jakarta, Rp100.000.000,00 dan kepada Hwang Joon,
WNA tinggal di Seoul Korea Selatan, Rp100.000.000,00. PPh Pasal 4 ayat (2)
yang bersifat final yang harus dipotong oleh PT Mumpuni Jaya adalah...
a. Rp10.000.000,00
b. Rp15.000.000,00

277
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

c. Rp20.000.000,00
d. Rp30.000.000,00
25. Tuan Hartono, seorang karyawan swasta, membayar imbalan jasa
pelaksanaan konstruksi kepada CV Konstruksindo, pengusaha konstruksi
berkualifikasi kecil sebesar Rp100.000.000,00. Manakah pernyataan di bawah
ini yang benar?
a. Tuan Hartono memotong PPh Pasal 4 ayat (2) final sebesar
Rp2.000.000,00
b. CV Konstruksindo menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) final sebesar
Rp2.000.000,00
c. Tuan Hartono memotong PPh Pasal 4 ayat (2) final sebesar
Rp4.000.000,00
d. CV Konstruksindo menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) final sebesar
Rp4.000.000,00
26. Koperasi Makmur Sejahtera membayarkan bunga simpanan koperasi bulan
Agustus 2018 kepada anggota koperasi Wage Parmanto sebesar
Rp300.000,00. PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final yang harus dipotong
Koperasi Makmur Sejahtera adalah...
a. Nihil
b. Rp6.000,00
c. Rp30.000,00
d. Rp45.000,00
27. CV Aneka Jaya, sebuah perusahaan yang dikenakan PPh final berdasarkan
PP Nomor 23 Tahun 2018, menyerahkan sejumlah barang kepada Dinas
Pendidikan Pemkot Tangerang Selatan. Pernyataan manakah yang paling
benar?
a. Bendahara Dinas Pendidikan Pemkot Tangerang Selatan memungut
PPh Pasal 22 sebesar 0,5%
b. Bendahara Dinas Pendidikan Pemkot Tangerang Selatan memungut
PPh Pasal 22 sebesar 1,5%
c. Bendahara Dinas Pendidikan Pemkot Tangerang Selatan memungut
PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 0,5%
d. Bendahara Dinas Pendidikan Pemkot Tangerang Selatan memungut
PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 1,5%

278
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

28. BUT Trans Ocean mendapatkan kontrak charter kapal laut dari PT Kalimantan
Mining untuk mengangkut sejumlah barang tambang dari Balikpapan ke
Jakarta. Apabila nilai kontrak charter kapal laut tersebut bernilai
Rp500.000.000,00 maka...
a. BUT Trans Ocean menyetor sendiri PPh sebesar Rp10.000.000,00
b. PT Kalimantan Mining memotong PPh sebesar Rp10.000.000,00
c. BUT Trans Ocean menyetor sendiri PPh sebesar Rp13.200.000,00
d. PT Kalimantan Mining memotong PPh sebesar Rp13.200.000,00
29. Perusahaan penerbangan PT Marina Air mendapatkan kontrak charter
pesawat dari PT Kilat Expressindo untuk mengangkut sejumlah barang kiriman
dari Jakarta menuju Medan. Apabila nilai kontrak charter pesawat tersebut
Rp200.000.000,00 maka...
a. PPh Pasal 15 bersifat final sebesar Rp3.600.000,00 dipotong oleh PT
Kilat Expressindo
b. PPh Pasal 15 bersifat final sebesar Rp4.000.000,00 dipotong oleh PT
Kilat Expressindo
c. PPh Pasal 15 bersifat tidak final sebesar Rp3.600.000,00 dipotong
oleh PT Kilat Expressindo
d. Tidak dikenakan PPh Pasal 15 atas imbalan charter pesawat tersebut
30. Perusahaan pelayaran dalam negeri PT Samudra Line mendapatkan kontrak
charter kapal laut untuk mengangkut batubara dari Balikpapan ke Surabaya.
Pernyataan di bawah ini yang benar adalah...
a. PPh Pasal 15 sebesar 1,2% dari jumlah bruto dilunasi melaui
penyetoran sendiri
b. PPh Pasal 15 sebesar 1,2% dari jumlah bruto dilunasi melalui
pemotongan
c. Dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto
d. Tidak dikenakan PPh Pasal 15 maupun PPh Pasal 23

279
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan


Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Peraturan Pemotongan PPh Pasal 21

Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan


Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi
Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan
Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian
dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan
Pemotongan Pajak Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua yang Dibayarkan Sekaligus
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota Polri, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang
Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya
Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan
Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

284
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata


Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

Peraturan Pemungutan PPh Pasal 22

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018 tentang Perubahan atas


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau
Kegiatan Usaha di Bidang Lain
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas
Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di
Bidang Lain
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak
Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak
Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah

Peraturan Pemotongan PPh Pasal 23

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain


Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana
Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008 tentang Penghasilan atas
Jasa Keuangan yang Dilakukan Oleh Badan Usaha yang Berfungsi Sebagai
Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang Tidak Dilakukan
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ2017 tentang Bentuk, Isi,
Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 23 dan /atau Pasal 26
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomro KEP-178/PJ/2018 tentang Penetapan
Pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Yang
Diharuskan Membuat Bukti Pemotongan dan Diwajibkan
Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomro KEP-178/PJ/2017 tentang Penetapan
Pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Yang
Diharuskan Membuat Bukti Pemotongan dan Diwajibkan

285
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26


Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ//1994 tentang Penunjukan
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Sebagai Pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 23

Peraturan Pemotongan PPh Pasal 26

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 tentang Pemotongan


Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau
Pengalihan Harta di Indonesia, Kecuali yang Diatur Dalam Pasal 4 Ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau
Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat (3c)
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap atas Penghasilan
Berupa Keuntungan dari Penjualan Saham
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi dan
Premi Reasuransi yang Dibayar Kepada Perusahaan Asuransi di Luar
Negeri

Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas


Penghasilan dari Usaha yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bbangunan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta
Perubahannya
Peraturan Pemerintah Nomor 123 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga
Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi

286
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas
Diskonto Surat Perbendaharaan Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi
Orang Pribadi.
Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas
Hadiah Undian
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas
Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
Peraturan Pemerintan Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 261/PMK.03/2016 tentang Tata Cara
Penyetoran, Pelaporan, dan Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta
Perubahannya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga
Obligasi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga
Obligasi

287
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.011/2010 tentang Tata Cara


Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga
Simpanan yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang
Pribadi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tatacara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tatacara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan dan Penatausahaan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2008 tentang Tata Cara
Pemotongan Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan
Negara
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 tentang Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan
Saham di Bursa Efek
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.04/1994 tentang Tata Cara
Pemotongan atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Hadiah Undian

Peraturan Pemotongan PPh Pasal 15

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK.03/2002 tentang Norma


Penghitungan Khusus Penghasilan Neto dan Cara Pembayaran Pajak
Penghasilan Bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa
Maklon (Contract Manufacturing) Internasional di Bidang Produksi Mainan
Anak-Anak
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan
Penerbangan Dalam Negeri
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan
Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri

288
Modul Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak


Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak yang Melakukan Kerjasama Dalam
Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah ("Built Operate And Transfer")
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.04/1994 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang
Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 433/KMK.04/1994 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Kena Pajak atas Penghasilan dari
Pekerjaan yang Diterima Tenaga Asing yang Bekerja Pada Wajib Pajak
Badan di Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Indonesia
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 88/KMK.04/1994 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Netto Bagi Wajib Pajak Badan yang
Melakukan Kerjasama Dengan PT. Telkom Berdasarkan Sistem Pola Bagi
Hasil Tahap I Serta Pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 25
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 628/KMK.04/1991 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Netto Bagi Wajib Pajak Badan yang
Melakukan Kegiatan Usaha di Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi
Serta Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Oleh Wajib Pajak
Sendiri

Peraturan Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014


tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014
tentang Surat Pemberitahuan (SPT)

Buku dan sumber lainnya

Advianto, L.Y Hari Sih, 2014. Modul Pemotongan dan Pemungutan, Jakarta:
Pusdiklat Pajak
Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton, 2008. Hukum Pajak Edisi 4, Jakarta:
Salemba Empat
Wahyudi, Dudi, 2011. Panduan Praktis Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan, Yogyakarta: Leutikaprio

289
LAMPIRAN 1

JENIS JASA LAIN OBJEK PPH PASAL 23

1. Jasa penilai (appraisal);


2. Jasa aktuaris;
3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Jasa hukum;
5. Jasa arsitektur;
6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. Jasa perancang (design);
8. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan
gas bumi (migas);
10. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi
dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Jasa penebangan hutan;
13. Jasa pengolahan limbah;
14. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Jasa perantara dan/atau keagenan;
16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan
oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring
Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
17. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
18. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Jasa mixing film;
20. Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise,
banner, pamphlet, baliho dan folder;
21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
22. Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Jasa internet termasuk sambungannya;
24. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi,
dan/atau program;
25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
26. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27. Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
28. Jasa maklon;
29. Jasa penyelidikan dan keamanan;
30. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa
periklanan;
32. Jasa pembasmian hama;
33. Jasa kebersihan atau cleaning service;
34. Jasa sedot septic tank;
35. Jasa pemeliharaan kolam;
36. Jasa katering atau tata boga;
37. Jasa freight forwarding;
38. Jasa logistik;
39. Jasa pengurusan dokumen;
40. Jasa pengepakan;
41. Jasa loading dan unloading;
42. Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga
atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Jasa pengelolaan parkir;
44. Jasa penyondiran tanah;
45. Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Jasa pemeliharaan tanaman;
48. Jasa pemanenan;
49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan,
dan/atau perhutanan;
50. Jasa dekorasi;
51. Jasa pencetakan/penerbitan;
52. Jasa penerjemahan;
53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang Pajak Penghasilan;
54. Jasa pelayanan kepelabuhanan;
55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Jasa pengelolaan penitipan anak;
57. Jasa pelatihan dan/atau kursus;
58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Jasa sertifikasi;
60. Jasa survey;
61. Jasa tester, dan
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
LAMPIRAN 2 S.D. LAMPIRAN 7

TABEL PPH PASAL 21 S.D.

TABEL PPH PASAL 15


LAMPIRAN 8

FORMULIR SPT MASA PPH PASAL 21

dan

LAMPIRAN 9

FORMULIR BUKTI POTONG PPH PASAL 21

Anda mungkin juga menyukai