Anda di halaman 1dari 5

Nama : Novi Ambarwaty

NIM : 20170420300
Kelas : Perpajakan A

Pajak Kontemporer

Pengertian Pajak Final


Pajak Penghasilan Final merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar
pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun
berjalan (periode pajak tertentu). Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak
Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri
bukan merupakan uang muka atas PPh terutang pada akhir tahun akan tetapi
merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak
dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final berarti, bahwa atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak
tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan,
baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan
pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang
untuk penghasilan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut maka, pajak atas
penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak akan diperhitungkan kembali dalam
SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya
dan atas PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit
pajak di SPT Tahunan.
Tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, bahwa
Undang-Undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh
final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan
tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta
pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengenaan pajak final
hanya dilakukan 1 kali untuk penghasilan tertentu dan langsung dianggap sebagai
pelunasan pajak untuk penghasilan tersebut. Karena pajak untuk penghasilan tertentu
tersebut dianggap sebagai pelunasan, maka penghasilan tidak digabung dengan
penghasilan lain dalam SPT Tahunan untuk menghitung pajak terhutang, begitupula
dengan pajak final yang telah dibayarkan, tidak dapat dijadikan kredit pajak untuk
pajak terutang.

Pertimbangan Penerapan PPh Final


Terkait dengan banyaknya WP yang belum menuntaskan kewajiban pajaknya
karena kesulitan dalam hal perhitungan, pembayaran, dan pelaporan, pemerintah terus
membuat terobosan untuk mengatasi masalah ini. Salah satu hal yang diterapkan
pemerintah untuk mengatasi masalah kepatuhan pajak adalah salah satunya dengan
menerapkan PPh Final. Adapun pertimbangan penerapan PPh Final ini adalah :
1) Penyederhanaan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha.
2) Memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak.

Selain kedua pertimbangan utama diatas, terdapat beberapa pertimbangan lain


terkait diterapkannya PPh Final, Yaitu:
1) Pemerataan pengenaan pajak
2) Dorongan pengembangan investasi dan tabungan
3) Perkembangan ekonomi dan moneter

Dengan pertimbangan inilah pemerintah berharap akan meningkatnya kepatuhan


WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat menambah
pendapatan negara. Dengan bertambahnya pendapatan negara, maka negara akan
memiliki sumber daya financial yang lebih untuk melakukan berbagai pembangunan
serta pemerataan pembangunannya. Jika pemerataan pembangunan telah terjadi,
secara otomatis akan mengangkat angka kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia.

Pajak Final dalam Undang-Undang PPh Pasal 4 Ayat 2


Dalam UU PPh khususnya Pasal 4 Ayat 2, diatur bahwa Undang-undang
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas
penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan
tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta
pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini.
Berikut ini beberapa objek PPh final serta Peraturan Pemerintah yang mendasari
pengenaan Pajak Final atas Objek Pajak tersebut :
1. Bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI. (PP No. 131/ 2002)
2. Bunga obligasi dan SUN. (PP No. 16/ 2009)
3. Bunga simpanan koperasi bagi WP OP. (PP No. 15/ 2009)
4. Hadiah Undian (PP No. 132/ 2000)
5. Transaksi saham dan sekuritas lain. (PP No. 14/ 1997)
6. Pengalihan penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura. (PP No. 4/ 1995)
7. Pengalihan hak tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 71/ 2008)
8. Persewaan tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 5/ 2002)
9. Usaha jasa konstruksi dan real estate. (PP No. 40/ 2009)

PPh Final Selain dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2


PPh Final secara umum diatur dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2, namun tidak hanya
dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2, terdapat beberapa aturan pajak lain yang memuat
terkait pengenaan pajak bersifat final, yaitu :
1) Pasal 15, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan dari perusahaan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri, Perusahaan
pelayaran dan penerbangan Luar Negeri, WPLN yang mempunyai kantor
perwakilan dagang di Indonesia, WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon
(Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak-anak.
2) Pasal 19, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah selisih
lebih penilaian kembali ativa tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan .
3) Pasal 21, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan dari 1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari
Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, 2. Uang pesangon, 3. Hadiah dan
penghargaan sehubungan perlombaan, 4. Honorarium atau komisi yang dibayar
kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
4) Pasal 22, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas (Pemotongan pajak final
hanya kepada penyalur/agen).
5) Pasal 23, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan dividen yang diberikan kepada orang pribadi.
6) Pasal 26 Undang-undang PPh, dalam pasal ini, pengenaan pajak final adalah atas
transaksi dengan WP Luar Negeri.

PP 46 Tahun 2013, Tentang Pemajakan Untuk WP Dengan Besar Penghasilan


Tertentu (UMKM)
Melihat potensi pajak yang dapat diterima dari sektor UMKM, pada tahun 2013,
Pemerintah membuat sebuah aturan yang mengatur mengenai pemajakan untuk Wajib
Pajak dengan peredaran bruto tertentu. Peraturan ini tidak lain adalah PP No. 46
Tahun 2013. Dalam PP ini, diatur mengenai besarnya tarif pajak yang harus dibayar
WP UMKM yaitu sebesar 1% dari peredaran bruto. Pada awal mula penerapannya,
banyak menuai pro-kontra mengenai tarif pajak ini, WP menilai tarif 1% terlalu besar
terutama jika usaha mengalami kerugian. Terlepas dari pro dan kontra, pertimbangan
diterapkannya PP ini adalah sebagai berikut :
1. Bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan
badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu memberikan perlakuan
tersendiri ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak
Penghasilan yang terutang,
2. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu

Penghasilan Objek PPh Final & Penghasilan Bukan Objek PPh Final
A. Objek Pajak Final
a) Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
b) Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
c) Penghasilan dari hadiah atas undian
d) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan.
e) Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan.
f) Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa
efek
g) Penghasilan atas jasa konstruksi
h) Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri
i) Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.
j) Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia
k) Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap
l) Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina
m) Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi
n) Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha.
o) Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara
p) Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa.
q) Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang Pribadi dalam negeri.

B. Bukan Objek Pajak Final


a) Bantuan atau sumbangan
b) Warisan
c) Setoran tunai pengganti saham atau modal
d) Natura
e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
f) Dana pensiun
g) Laba dari perusahaan berbentuk CV
h) Dan lain sebagainya

Dampak Penerapan PPh Final


1. Bagi Wajib Pajak
Bagi Wajib Pajak, dengan diterapkannya Pajak Final ini, maka akan
membawa dampak positif serta negative sekaligus. Dampak positif yang dapat
dirasakan adalah:
1) Memberikan kemudahan dalam hal perhitungan pajak, penyetoran pajak, dan
pelaporan atas pajak yang telah dibayar kepada negara.
2) Memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib
Pajak. Dengan Pajak Final, WP dimuddahkan dalam perhitungan,
penyetoran, dan pelaporan sehingga Wajib Pajak awampun dapat melakukan
kewajiban perpajakannya sendiri, hal ini tentunya akan mengurangi biaya
dibandingkan Wajib Pajak harus membayar pihak ketiga untuk melakukan
perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya.

Adapun dampak negatif bagi WP dengan penerapan Pajak Final ini adalah :
a) PPh Final sedikit mengesampingkan asas keadilan dalam hal pemungutan
pajak. Hal ini tercermin dari pengenaan tarif yang sama baik bagi pengusaha
kecil maupun pengusaha besar.
b) Dampak lainnya adalah bagi profesi akuntan terutama yang berhubungan
dengan perpajakan akan mengalami penurunan penghasilan karena Wajib
Pajak dapat melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya
sendiri.
2. Bagi Pemerintah
Berdasarkan Tujuan diterapkannya Pajak Final Yaitu: 1. Kesederhanaan
Pemotongan 2. Pengurangan beban administratif 3. Pemerataan Pajak 4.
Dorongan pengembangan investasi 5. Perkembangan ekonomi moneter. Maka
dapat dikatakan bahwa bagi pendapatan Negara, PPh final memberikan manfaat
sebagai berikut : 1. Dengan keserhanaan pemotongan dan beban administratif
yang kecil, diharapkan dapat membuat wajib pajak yang belum membayar
pajaknya secara optimal dapat memenuhi kewajibannya secara penuh sehingga
menambah pemasukan negara. 2. Pemerataan pajak akan tercapai dikarenakan
wajib pajak yang sebelumnya kesulitan memenuhi kewajiban pajaknya,
termudahkan dan dengan sukarela membayar pajak dengan benar. 3. Dengan tarif
yang pasti, pengusaha akan lebih mudah melakukan analisis bisnis dan
diharapkan akan menambah investasi yang masuk ke Indonesia. 4. Apabila ketiga
manfaat diatas terpenuhi, tentunya akan meningkatkan perekonomian secara
nasional.
. 14. Penerapan Pajak Final oleh Pemerintah, tentunya telah memperhitungkan
berbagai aspek. Diluar pro dan kontra penerapan Pajak Final, sebagai warga
negara tentunya masing-masing individu memiliki tanggung jawab untuk
secara bersama-sama memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa
salah satu caranya adalah dengan membayar pajak. Pajak Final memerlukan
manajemen tersendiri bagi WP. Hal ini disebabkan karena pajak bersifat final
ini tidak dapat diperhitungkan kembali sebagai kredit pajak, sehingga apabila
terjadi salah perhitungan atau salah dasar pengenaan pajak akan berakibat
bertambahnya beban bagi WP. Untuk itu, manajemen perlu memperhitungkan
dengan baik masalah pajak final ini, termasuk menentukan besarnya objek
pajak yang akan dikenai pajak final, dan tentunya manajemen pajak ini harus
dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk menghindari adanya
risiko sanksi dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai