Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) ❖ UU Cipta Kerja tahun 2020 beserta aturan pelaksanaannya PMK 18 tahun 2021 & PP 9 tahun 2021 KONSEP PPH FINAL ❖ PPh final merupakan pajak yang dikenakan langsung saat wajib pajak menerima penghasilan. Pungutannya yang seketika membuat penghasilan yang dikenai PPh final tidak lagi diikutsertakan dalam penghitungan pajak terutang tahunan atau tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Kendati demikian, penghasilan itu tetap harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT).
❖ Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh final baik dipotong
maupun disetor sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, melainkan pelunasan. Dengan demikian, wajib pajak yang telah dipotong atau menyetor sendiri PPh final terutang dianggap telah melunasi pajaknya. KONSEP PPH FINAL ❖ Hal ini berarti penghasilan tersebut tidak diakumulasikan dengan penghasilan lain yang non-final untuk dikenakan tarif progresif sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh. Dengan demikian, istilah ‘final’ yang digunakan dalam PPh final merujuk pada kewajiban pajak yang sudah selesai atau berakhir.
❖ Sederhananya, PPh final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif
dan dasar pengenaan pajak tertentu yang berbeda dengan skema pajak umum atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❖ 1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), yang meliputi: ▪ Bunga yang berasal dari: deposito, tabungan, obligasi/surat utang negara, simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; ▪ Hadiah undian; ▪ Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal yang diterima perusahaan modal ventura; JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❖ 1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), yang meliputi: ▪ Dividen yang diterima WP orang pribadi (apabila diinvestasikan kembali di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu tidak dikenai PPh – sesuai Pasal 15 ayat(1) PMK 18 tahun 2021) ; ▪ Penghasilan dari pengalihan (jual-beli) tanah/bangunan; ▪ Penghasilan dari sewa tanah/bangunan; ▪ Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan real estate; ▪ Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), termasuk PPh yang dikenakan terhadap WP orang pribadi/badan dengan peredaran bruto tertentu (PP 23 tahun 2018). JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❖2. Penghasilan dari WP tertentu yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus (Pasal 15 UU PPh). WP tertentu tersebut meliputi: perusahaan pelayaran/penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran migas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dengan skema bangun-guna- serah. JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❖ 3. Revaluasi aset tetap (Pasal 19 UU PPh). Revaluasi aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap, dapat dilakukan terhadap : ▪ seluruh aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan, atau ▪ seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Atas selisih lebih antara nilai revaluasi dengan nilai buku fiskal dianggap sebagai keuntungan dan menjadi objek pengenaan PPh final dengan tarif 10%. JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❖ 4. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21, yang meliputi: ▪ Honorarium yang dibebankan dari APBN/APBD; ▪ Uang pesangon, uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus. “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final”. JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❑ Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut : ▪ sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); ▪ sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); ▪ sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); ▪ sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah). JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❑ Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut: ▪ sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah); ▪ sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Ketentuan diatas berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2009. JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❖5. Transaksi penjualan BBM, BBG dan pelumas dari produsen/importir kepada penyalur/agen yang dikenakan (PPh Pasal 22), meliputi: ▪ BBM, ▪ BBG, dan ▪ Pelumas JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL ❖ 6. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 (penghasilan yang diterima subjek pajak luar negeri). Penghasilan tersebut meliputi: ▪ Dividen, ▪ Bunga/Premium/Diskonto, Sesuai dengan Pasal 3 ayat 3 PP 9 tahun 2021 disebutkan bahwa tarif pemotongan pajak di atas diturunkan dari 20% menjadi sebesar 10% (sepuluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda, ▪ Royalti, ▪ Sewa, ▪ Imbalan sehubungan Jasa/Pekerjaan/Kegiatan, ▪ Hadiah dan Penghargaan, ▪ Uang Pensiun, ▪ Premi Swap, ▪ Keuntungan Pembebasan Utang, dan sebagainya. KONSEP PPH TIDAK FINAL ❖ pada umumnya merupakan kebalikan dari PPh Final. Jika Pajak Penghasilan Final merupakan pajak yang sudah selesai dan wajib dibayarkan per tahunnya, maka PPh Tidak Final adalah pajak yang perhitungannya belum selesai, karena akan diperhitungkan kembali dengan penghasilan lainnya untuk dikenakan tarif umum dalam pelaporan SPT Tahunan.
❖ Pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang bersifat Tidak Final
dapat berupa penyetoran atau pembayaran sendiri dan pemotongan/pemungutan Pihak ketiga. Pembayaran/penyetoran sendiri yang bersifat Tidak Final biasa disebut PPh Pasal 25. JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH TIDAK FINAL ❖ 1. Penghasilan yang diperoleh WP orang pribadi/WP badan yang melakukan kegiatan usaha dengan omzet di atas Rp4,8 Miliar setahun. ❖ 2. Penghasilan yang diperoleh WP orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. ❖ 3. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21, kecuali honorarium dari APBN/APBD dan pesangon/JHT/THT yang dibayarkan sekaligus. ❖ 4. Transaksi yang dikenakan PPh Pasal 22, kecuali penjualan BBM, BBG dan pelumas dari produsen/importir kepada penyalur/agen. JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH TIDAK FINAL ❖ 5. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23, berupa: ▪ Dividen, setelah terbitnya UUNo. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja perlakuan atas Dividen dari dalam negeri yang diterima WP Badan dikecualikan dari objek pajak – Pasal 15 ayat (2) PMK 18 tahun 2021; ▪ Bunga, premium, diskonto dan imbalan atas jaminan pengembalian utang; ▪ Royalti Sesuai dengan Pasal 3 ayat 3 PP 9 tahun 2021 disebutkan bahwa tarif pemotongan pajak di atas diturunkan dari 20% menjadi sebesar 10% (sepuluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda; ▪ Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya sehubungan dengan kegiatan, selain yang dikenakan PPh Pasal 21; ▪ Sewa, kecuali sewa yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2); ▪ Imbalan atas jasa teknik, jasa manajeman, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain (selain yag telah dipotong PPh Pasal 21). ❖ 6. Penghasilan yang diterima WP dalam negeri yang berasal dari luar negeri dan dikenakan pajak di luar negeri (PPh Pasal 24). PERBEDAAN PPH FINAL & PPH TIDAK FINAL Perbedaan kedua jenis PPh tersebut terletak pada cara pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi ataupun Badan. ▪ PPh Tidak Final penghasilannya akan digabungkan dengan penghasilan lain, sedangkan PPh Final tidak. ▪ Pada PPh Tidak Final, biaya sehubungan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh dapat dikurangkan. Sedangkan PPh Final tidak dapat dikurangkan. ▪ PPh Tidak Final bisa memperhitungkan bukti potong sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong atau dipungut. Sedangkan, PPh Final tidak dapat melakukan hal tersebut. PERBEDAAN PPH FINAL & PPH TIDAK FINAL SIFAT PPH URAIAN FINAL TIDAK FINAL Penggabungan/ pemisahan dengan penghasilan lain yang Dipisah Digabung dikenakan tarif umum Biaya sehubungan untuk Tidak dapat dikurangkan dari Dapat dikurangkan dari mendapatkan, menagih dan penghasilan bruto penghasilan bruto memelihara penghasilan Tidak dapat diperhitungkan Dapat diperhitungkan sebagai Bukti potong PPh sebagai kredit pajak bagi pihak kredit pajak bagi pihak yang yang dipotong atau dipungut dipotong atau dipungut Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Tarif Umum PPh Pasal 17 UU Tarif Keputusan Menteri Keuangan PPh (KMK) sonny.soebagyo Ilustrasi Penghitungan PPh Final ❖ Tuan ZYX, seorang karyawan, memiliki sepetak tanah berukuran 200m2. Tahun 2018, tanah tersebut dijual ke developer yang rencananya akan dibangun perumahan. Tanah tersebut dijual seharga Rp300.000.000,00. Sedangkan NJOP tanah tersebut adalah Rp250.000.000,00. Atas transaksi tersebut, hasil penjualan tanah milik Tuan ZYX terutang PPh Pasal 4 ayat (2). Berdasarkan PP 34 tahun 2016, tarif PPh atas pengalihan tanah/bangunan sebesar 2,5% (sebelumnya sebesar 5%). Ilustrasi Penghitungan PPh Final
➢ Maka PPh terutangnya adalah:
▪ PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = DPP (Penghasilan Bruto) x Tarif ▪ PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = 300.000.000 x 2,5% = 7.500.000 Ilustrasi Penghitungan PPh Final Catatan: ▪ Pihak pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) adalah developer. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan adalah nilai transaksi (pilih mana yang lebih besar antara NJOP dan nilai transaksi). Tuan ZYX tidak perlu menggabungkan penghasilan dari penjualan tanah dengan penghasilan utamanya sebagai karyawan pada SPT Tahunan miliknya (untuk diperhitungkan kembali). Cukup mencantumkan nilai transaksi dan PPh yang dipotong tersebut pada daftar penghasilan yang dikenakan PPh Final di lampiran SPT Tahunan. ▪ Dari transaksi tersebut, pihak pembeli terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), yang besarannya ditentukan pemerintah daerah. Ilustrasi Penghitungan PPh Final Kesimpulan: ▪ Penghasilan Tuan ZYX sebagai penjual tanah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh developer. ▪ Tuan ZYX tidak perlu menggabungkan penghasilan dari transaksi tersebut dengan penghasilan sebagai karyawan pada SPT Tahunan. ▪ DPP yang digunakan adalah nilai terbesar antara NJOP dan nilai transaksi. ▪ Pihak pembeli (developer) terutang BPHTB. TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA SEMOGA BERMANFAAT SONNY SOEBAGYO REGISTERED TAX CONSULTANT License No. KEP-4421/IP.C/PJ/2019 ATTORNEY IN TAX COURT License No. KEP-823/PP/IKH/2020 email : sonny.soebagyo@gmail.com