Anda di halaman 1dari 23

UU CIPTA KERJA 2020

KONSEP PPH FINAL SERTA


PERBEDAAN MENDASAR PPH
FINAL DAN TIDAK FINAL
IAPI

2021
DASAR HUKUM

❖ Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak


Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 (UU PPh)
❖ UU Cipta Kerja tahun 2020 beserta aturan
pelaksanaannya PMK 18 tahun 2021 & PP 9 tahun 2021
KONSEP PPH FINAL
❖ PPh final merupakan pajak yang dikenakan langsung saat wajib pajak
menerima penghasilan. Pungutannya yang seketika membuat penghasilan
yang dikenai PPh final tidak lagi diikutsertakan dalam penghitungan pajak
terutang tahunan atau tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
Kendati demikian, penghasilan itu tetap harus dilaporkan dalam surat
pemberitahuan (SPT).

❖ Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh final baik dipotong


maupun disetor sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh
terutang, melainkan pelunasan. Dengan demikian, wajib pajak yang telah
dipotong atau menyetor sendiri PPh final terutang dianggap telah
melunasi pajaknya.
KONSEP PPH FINAL
❖ Hal ini berarti penghasilan tersebut tidak diakumulasikan dengan
penghasilan lain yang non-final untuk dikenakan tarif progresif
sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh. Dengan demikian, istilah ‘final’
yang digunakan dalam PPh final merujuk pada kewajiban pajak yang
sudah selesai atau berakhir.

❖ Sederhananya, PPh final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif


dan dasar pengenaan pajak tertentu yang berbeda dengan skema
pajak umum atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama
tahun berjalan.
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❖ 1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), yang
meliputi:
▪ Bunga yang berasal dari: deposito, tabungan, obligasi/surat
utang negara, simpanan yang dibayarkan koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
▪ Hadiah undian;
▪ Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal yang
diterima perusahaan modal ventura;
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❖ 1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), yang
meliputi:
▪ Dividen yang diterima WP orang pribadi (apabila diinvestasikan
kembali di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu tidak
dikenai PPh – sesuai Pasal 15 ayat(1) PMK 18 tahun 2021) ;
▪ Penghasilan dari pengalihan (jual-beli) tanah/bangunan;
▪ Penghasilan dari sewa tanah/bangunan;
▪ Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan real estate;
▪ Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah (PP), termasuk PPh yang dikenakan terhadap WP
orang pribadi/badan dengan peredaran bruto tertentu (PP 23
tahun 2018).
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❖2. Penghasilan dari WP tertentu yang menggunakan
Norma Penghitungan Khusus (Pasal 15 UU PPh).
WP tertentu tersebut meliputi: perusahaan
pelayaran/penerbangan internasional, perusahaan
asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran migas dan
panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan
yang melakukan investasi dengan skema bangun-guna-
serah.
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❖ 3. Revaluasi aset tetap (Pasal 19 UU PPh).
Revaluasi aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar
atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian
kembali aktiva tetap, dapat dilakukan terhadap :
▪ seluruh aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang berstatus hak milik
atau hak guna bangunan, atau
▪ seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah yang terletak atau
berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Atas selisih lebih antara nilai revaluasi dengan nilai buku fiskal dianggap
sebagai keuntungan dan menjadi objek pengenaan PPh final dengan tarif
10%.
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❖ 4. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21, yang meliputi:
▪ Honorarium yang dibebankan dari APBN/APBD;
▪ Uang pesangon, uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.
“Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final”.
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❑ Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang
Pesangon ditentukan sebagai berikut :
▪ sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
▪ sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
▪ sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
▪ sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di
atas Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❑ Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai
berikut:
▪ sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto
sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta
rupiah);
▪ sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di
atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Ketentuan diatas berdasarkan Peraturan Pemerintah
nomor 68 tahun 2009.
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❖5. Transaksi penjualan BBM, BBG dan pelumas dari
produsen/importir kepada penyalur/agen yang
dikenakan (PPh Pasal 22), meliputi:
▪ BBM,
▪ BBG, dan
▪ Pelumas
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
❖ 6. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 (penghasilan yang diterima subjek
pajak luar negeri). Penghasilan tersebut meliputi:
▪ Dividen,
▪ Bunga/Premium/Diskonto, Sesuai dengan Pasal 3 ayat 3 PP 9 tahun 2021
disebutkan bahwa tarif pemotongan pajak di atas diturunkan dari 20%
menjadi sebesar 10% (sepuluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda,
▪ Royalti,
▪ Sewa,
▪ Imbalan sehubungan Jasa/Pekerjaan/Kegiatan,
▪ Hadiah dan Penghargaan,
▪ Uang Pensiun,
▪ Premi Swap,
▪ Keuntungan Pembebasan Utang, dan sebagainya.
KONSEP PPH TIDAK FINAL
❖ pada umumnya merupakan kebalikan dari PPh Final. Jika Pajak
Penghasilan Final merupakan pajak yang sudah selesai dan wajib
dibayarkan per tahunnya, maka PPh Tidak Final adalah pajak yang
perhitungannya belum selesai, karena akan diperhitungkan kembali
dengan penghasilan lainnya untuk dikenakan tarif umum dalam
pelaporan SPT Tahunan.

❖ Pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang bersifat Tidak Final


dapat berupa penyetoran atau pembayaran sendiri dan
pemotongan/pemungutan Pihak ketiga. Pembayaran/penyetoran
sendiri yang bersifat Tidak Final biasa disebut PPh Pasal 25.
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH TIDAK FINAL
❖ 1. Penghasilan yang diperoleh WP orang pribadi/WP badan yang
melakukan kegiatan usaha dengan omzet di atas Rp4,8 Miliar
setahun.
❖ 2. Penghasilan yang diperoleh WP orang pribadi dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas.
❖ 3. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21, kecuali honorarium
dari APBN/APBD dan pesangon/JHT/THT yang dibayarkan
sekaligus.
❖ 4. Transaksi yang dikenakan PPh Pasal 22, kecuali penjualan
BBM, BBG dan pelumas dari produsen/importir kepada
penyalur/agen.
JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH TIDAK FINAL
❖ 5. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23, berupa:
▪ Dividen, setelah terbitnya UUNo. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
perlakuan atas Dividen dari dalam negeri yang diterima WP Badan
dikecualikan dari objek pajak – Pasal 15 ayat (2) PMK 18 tahun 2021;
▪ Bunga, premium, diskonto dan imbalan atas jaminan pengembalian utang;
▪ Royalti Sesuai dengan Pasal 3 ayat 3 PP 9 tahun 2021 disebutkan bahwa tarif pemotongan pajak di atas
diturunkan dari 20% menjadi sebesar 10% (sepuluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan
penghindaran pajak berganda;
▪ Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya sehubungan dengan
kegiatan, selain yang dikenakan PPh Pasal 21;
▪ Sewa, kecuali sewa yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2);
▪ Imbalan atas jasa teknik, jasa manajeman, jasa konstruksi, jasa konsultan
dan jasa lain (selain yag telah dipotong PPh Pasal 21).
❖ 6. Penghasilan yang diterima WP dalam negeri yang berasal dari luar negeri
dan dikenakan pajak di luar negeri (PPh Pasal 24).
PERBEDAAN PPH FINAL & PPH TIDAK FINAL
Perbedaan kedua jenis PPh tersebut terletak pada cara pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi ataupun Badan.
▪ PPh Tidak Final penghasilannya akan digabungkan dengan
penghasilan lain, sedangkan PPh Final tidak.
▪ Pada PPh Tidak Final, biaya sehubungan untuk menghasilkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh dapat
dikurangkan. Sedangkan PPh Final tidak dapat dikurangkan.
▪ PPh Tidak Final bisa memperhitungkan bukti potong sebagai kredit
pajak bagi pihak yang dipotong atau dipungut. Sedangkan, PPh Final
tidak dapat melakukan hal tersebut.
PERBEDAAN PPH FINAL & PPH TIDAK FINAL
SIFAT PPH
URAIAN
FINAL TIDAK FINAL
Penggabungan/ pemisahan
dengan penghasilan lain yang Dipisah Digabung
dikenakan tarif umum
Biaya sehubungan untuk
Tidak dapat dikurangkan dari Dapat dikurangkan dari
mendapatkan, menagih dan
penghasilan bruto penghasilan bruto
memelihara penghasilan
Tidak dapat diperhitungkan Dapat diperhitungkan sebagai
Bukti potong PPh sebagai kredit pajak bagi pihak kredit pajak bagi pihak yang
yang dipotong atau dipungut dipotong atau dipungut
Berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) atau Tarif Umum PPh Pasal 17 UU
Tarif
Keputusan Menteri Keuangan PPh
(KMK) sonny.soebagyo
Ilustrasi Penghitungan PPh Final
❖ Tuan ZYX, seorang karyawan, memiliki sepetak tanah
berukuran 200m2. Tahun 2018, tanah tersebut dijual ke
developer yang rencananya akan dibangun perumahan.
Tanah tersebut dijual seharga Rp300.000.000,00.
Sedangkan NJOP tanah tersebut adalah
Rp250.000.000,00. Atas transaksi tersebut, hasil
penjualan tanah milik Tuan ZYX terutang PPh Pasal 4 ayat
(2). Berdasarkan PP 34 tahun 2016, tarif PPh atas
pengalihan tanah/bangunan sebesar 2,5% (sebelumnya
sebesar 5%).
Ilustrasi Penghitungan PPh Final

➢ Maka PPh terutangnya adalah:


▪ PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = DPP (Penghasilan
Bruto) x Tarif
▪ PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = 300.000.000 x 2,5% =
7.500.000
Ilustrasi Penghitungan PPh Final
Catatan:
▪ Pihak pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) adalah developer. Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan adalah nilai transaksi (pilih
mana yang lebih besar antara NJOP dan nilai transaksi). Tuan
ZYX tidak perlu menggabungkan penghasilan dari penjualan tanah
dengan penghasilan utamanya sebagai karyawan pada SPT Tahunan
miliknya (untuk diperhitungkan kembali). Cukup mencantumkan
nilai transaksi dan PPh yang dipotong tersebut pada daftar
penghasilan yang dikenakan PPh Final di lampiran SPT Tahunan.
▪ Dari transaksi tersebut, pihak pembeli terutang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), yang besarannya
ditentukan pemerintah daerah.
Ilustrasi Penghitungan PPh Final
Kesimpulan:
▪ Penghasilan Tuan ZYX sebagai penjual tanah dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2) oleh developer.
▪ Tuan ZYX tidak perlu menggabungkan penghasilan dari
transaksi tersebut dengan penghasilan sebagai karyawan
pada SPT Tahunan.
▪ DPP yang digunakan adalah nilai terbesar antara NJOP
dan nilai transaksi.
▪ Pihak pembeli (developer) terutang BPHTB.
TERIMA KASIH ATAS
PERHATIANNYA
SEMOGA BERMANFAAT SONNY SOEBAGYO
REGISTERED TAX CONSULTANT
License No. KEP-4421/IP.C/PJ/2019
ATTORNEY IN TAX COURT
License No. KEP-823/PP/IKH/2020
email : sonny.soebagyo@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai