Anda di halaman 1dari 6

Materi KD.3.

10
3.10 Menjelaskan pajak penghasilan yang bersifat final dan tidak final berdasarkan ketentuan
perundang-undangan tertentu.

PPh Final dan Tidak Final


PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Maka dari itu
pajak penghasilan melekat pada subjeknya dan dikenal dengan istilah pajak subjektif.
Berdasarkan sifat pemotongan atau pemungutan, jenis PPh ini menjadi 2 jenis yaitu
PPh final dan PPh tidak final. Berikut adalah pengertian lengkap dan pebedaan dari sifat
pemungutan pajak PPh yang ada di Indonesia.
A. Pengertian PPh
Sebelum mengetahui perbedaan dari PPh final dan tidak final, ada baiknya Anda
mengetahui tentang PPh secara menyeluruh.
Seperti yang telah kita bahas diatas, PPh adalah pajak yang dikenakan kepada
individu wajib pajak atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
satu tahun perhitungan pajak.
Sementara, cakupan pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan bentuk apapun.
Ada beberapa jenis PPh yang setidaknya harus diketahui oleh wajib pajak.diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21
Jenis pajak ini dikenakan atas segala penghasilan yang dilakukan dengan cara
pemotongan pajak penghasilan melalui pemotong pajak PPh pasal 21. Atas
pemotongan ini, pihak yang memperoleh penghasilan berhak mendapat bukti potong.
Contoh subjek PPh 21 adalah pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun/
pesangon, mantan pekerja dan peserta kegiatan hingga anggota dewan komisaris.
2. PPh Pasal 22
Merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan. Pada akhir tahun cicilan ini akan
diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh Badan maupun PPh orang pribadi. PPh Pasal
22 dikenakan kepada perdagangan barang yang dianggap menguntungkan.
3. PPh Pasal 23
Jenis pajak ini dikenakan ketika ada transaksi antara dua pihak. Maka, pihak
penerima penghasilan lah yang dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi
penghasilan/pembeli akan memotong dan melaporkan PPh 23. Pelaporan PPh 23
dilakukan oleh pihak pemotong dengan menyampaikan SPT Masa PPh 23.
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah
bruto dari penghasilan. Contohnya adalah tarif 15% dari jumlah bruto atas dividen
dan hadiah/penghargaan.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan
dengan penggunaan harta, 2% atas imbalan jasa teknik dan jasa konsultan hingga tarif
2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya.
4. PPh Pasal 25
PPh 25 adalah jenis pembayaran pajak penghasilan dengan sistem pembayaran
angsuran. Bertujuan untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran pajak
tahunan. Sanksi keterlambatan PPh 25 adalah pengenaan bunga sebesar 2% per bulan.
5. PPh Pasal 29
PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan
PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak bersangkutan dikurangi
kredit PPh.
B. Pengertian Pajak Penghasilan Final
Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan
dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama
tahun berjalan.
Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final yang
dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka
atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan
tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan
pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri,
bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi
PPh terutang untuk penghasilan tersebut.
Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung
lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan
penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga
bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
C. Undang-undang yang mengatur PPh Final
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-
penghasilan tertentu.
Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk
mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan,
kemudahan, serta pengawasan.
Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun
demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19,
Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan
Final (PPh final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan
dengan penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU
PPh). Namun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan
merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.
D. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah:
1. Penghasilan tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam
penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
2. Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak dapat
dikreditkan pada SPT Tahunan.
3. Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat fina danl tidak dapat dikurangkan
E. Objek Pajak PPh Final
1. PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
2. PPh atas Bunga Obligasi.
3. PPh atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
4. PPh atas Hadiah Undian.
5. PPh atas Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
6. PPh atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham
atau Pengalihan Penyertaan Modal pada Perusahaan Pasangan Usahanya.
7. PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
8. PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estate dalam Skema Kontrak Investasi.
9. PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
10. PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
11. PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.
12. PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri.
13. PPh atas Penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan
Dagang di Indonesia.
14. PPh atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap.
F. Pengertian Pajak Penghasilan Tidak Final
Berbeda dengan PPh final, sistem pemungutan pajak ini tidak akan memotong
suatu penghasilan saat itu juga. Wajib pajak akan dianggap belum melunasi kewajiban
perpajakan sebelum melaporkan pajak. Sehingga, transaksi baru akan dianggap lunas
apabila perhitungan dan pelaporan pajak di akhir tahun telah selesai.
G. Objek Pajak PPh Tidak Final
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh.
2. Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
7. Dividen.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia.
H. Perbedaan PPh Final dan Tidak Final
1. Berdasarkan Sistem Hitung
Untuk perbedaan yang pertama dapat dilihat dari adanya perbedaan dari sistem
penghitungan. Di mana untuk PPh final akan dihitung dengan secara langsung.
Penghitungan secara langsung tersebut dijadikan sebagai satu kesatuan namun tidak
dikaitkan dengan perhitungan penghasilan yang lain. Sementara untuk perhitungan
PPh non final dihitung secara tidak langsung.
Perhitungan dari PPh non final ini dapat dihitung dari penghasilan bruto.
Kemudian penghasilan bruto tersebut nantinya akan ditambah dengan biaya lain.
Untuk biaya lain ini dapat berupa biaya perolehan, pemeliharaan, dan juga
biaya tagihan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika penghasilan yang didapat
dikenakan PPh final maka tidak perlu untuk dihitung kembali.
2. Tarif
Selanjutnya dapat dilihat dari tarif yang dikenakan untuk setiap penghasilan
yang dikenakan. Di mana tarif yang dikenakan untuk kedua jenis PPh ini tentunya
sangat berbeda. Meskipun begitu tarif untuk PPh ini tentunya berasal dari peraturan
yang ada. Karena tarif tersebut memang sudah diatur terlebih dahulu oleh pemerintah
sebelum memberikan kesepakatan tari yang berlaku.
Adapun peraturan yang dijadikan dasar dalam menentukan tarif PPh final ini
adalah berdasarkan pasal 4 ayat 2. Di mana pasal tersebut mengenakan biaya tarif
untuk bunga deposito sebesar 20 %. Namun untuk penghasilan dari undian hadiah
tarif dikenakan sebesar 25 %. Berbeda halnya dengan tarif yang dikenakan dengan
PPh non final yang berdasarkan dengan Peraturan Presiden.
3. Waktu Penyetoran
Perbedaan pajak penghasilan final dan pajak penghasilan non final juga dapat
dilihat dari waktu penyetoran. Di mana waktu penyetoran untuk PPh final dapat
dilihat dari jumlah pajak yang dipotong. Pemotongan tersebut dapat dilakukan oleh
pihak lain yang bersangkutan maupun dari setoran yang dibayar sendiri. Kemudian
nantinya akan di kredit pada saat SPT Tahunan.
Berbeda halnya dengan pajak penghasilan non final yang lebih mengutamakan
suatu kewajiban. Setelah mengutamakan kewajiban selanjutnya bisa dibayar tunai
pada saat melakukan penyetoran yang akan dilaporkan kepada SPT Tahunan.
Pembayaran dapat dikatakan lunas apabila seseorang sudah melakukan
perhitungan pajak yang dihitung pada waktu akhir tahun.

Anda mungkin juga menyukai