(PPH) BADAN
Jenis, Tarif, Cara Menghitung
Pajak Penghasilan Badan (PPhB) atau PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas
penghasilan suatu perusahaan atau badan.
Sedangkan pengertian Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang atau kelompok yang
tergabung dan bekerjasama dalam bentuk modal yang melakukan kegiatan usaha maupun
tidak melakukan usaha yang diwajibkan dalam ketentuan perpajakan.
Apa jenis pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak badan dan apa saja objek PPh Badan,
tarif, dan cara menghitungnya, terus simak ulasannya dari Mekari Klikpajak untuk Anda.
Sesuai Pasal 1 UU PPh No. 7 Tahun 1983, pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.
Dengan demikian, pengertian Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang
dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan.
Sementara itu, PPh Badan ini terbagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, yakni:
Bicara jenis Pajak Penghasilan yang dikenakan atas pendapatan suatu badan atau
perusahaan sendiri antara satu dengan lainnya berbeda-beda, tergantung bidang dan
kebijakan usahanya.
Selain tarif, WP Badan juga perlu mengetahui cara menghitung jumlah Penghasilan Kena
Pajak yang dimilikinya. Sehingga akan diketahui besar PPh Badan yang harus dibayarkan
ke kas negara.
Secara umum, ada dua jenis pajak yang menjadi kewajiban WP Badan, yakni Pajak
Penghasilan (PPh) Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM).
Berikut jenis pajak penghasilan dan pajak lainnya yang dibayar / setor dan dilaporkan oleh
WP Badan atau perusahaan:
PPh Pasal 21 mengatur tentang pemotongan dari hasil pekerjaan jasa atau kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak atau karyawan
Anda, dan harus dibayarkan setiap bulannya.
Apa itu PPh 22? PPh 22 adalah pajak penghasilan yang mengatur atas pemungutan pajak
dari Wajib Pajak yang dibebankan pada badan usaha tertentu karena melakukan aktivitas
perdagangan terkait dengan ekspor, impor, maupun re-impor.
Untuk lebih spesifik aturan PPh Impor, hal ini diatur dalam pasal 22 ayat 1.
Baca juga: Ulasan Lengkap Bukti Potong Pajak Pasal 22 dan Aturannya
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang mengatur atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pemungut pajak dari Wajib Pajak ketika terjadi transaksi yang merujuk pada:
PPh Pasal 25 badan adalah pajak yang mengatur atas angsuran pajak yang berasal dari
jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT PPh dikurangi PPh yang telah dipungut
serta PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan boleh dikreditkan. Tarif PPh
25 kemudian terbagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan tingkat brutonya.
PPh Pasal 26 mengatur pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia dan diterima Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia.
PPh Badan Pasal 29 mengatur atas jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu
tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak lain, serta
telah disetorkan.
Maka nilai lebih pajak terutang tersebut harus dibayarkan sebelum SPT PPh Badan
dilaporkan.
7. Pajak Penghasilan Pasal 15
PPh Pasal 15 mengatur atas laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan
Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, termasuk WP Badan yang bergerak pada:
PPh Pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan pajak yang dipungut dari penghasilan yang dipotong
dari:
Baca Juga: Cara Membuat Bukti Potong PPh 23/26, PPh 22, PPh 15, PPh 4 ayat 2 di
eBupot Unifikasi
9. Pajak Pertambahan Nilai
PPN adalah merupakan pajak yang dibebankan untuk transaksi atas Barang Kena Pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
Nilai PPN biasanya ditambahkan pada harga pokok barang atau jasa yang diperjualbelikan
tersebut.
PPnBM merupakan pajak yang dikenakan atas barang atau produk yang dianggap bukan
sebagai barang kebutuhan pokok.
Barang tersebut biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kalangan tertentu yang pada
umumnya merupakan masyarakat berpenghasilan tinggi.
Subjek Pajak Penghasilan Badan dan Objek PPh Badan
“Setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak
Badan, baik dari dalam maupun luar negeri, dengan keperluan apapun termasuk misalnya
menambah kekayaan, konsumsi, investasi, dan lain sebagainya.”
Dasar pengenaan pajak penghasilan badan dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh badan / perusahaan dan BUT dalam tahun pajak.
Bentuk usaha tetap atau BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya
dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Siapa saja yang menjadi subjek Pajak Penghasilan Badan dan apa saja yang termasuk dalam
objek PPh Badan telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Subjek pajak Badan atau subjek PPh Badan adalah setiap Badan Usaha yang diberikan
kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam periode bulan maupun tahun dan disetor ke
kas negara.
Subjek pajak dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima / memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha /
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, juga termasuk subjek pajak luar negeri.
Objek PPh Badan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh badan.
Bagi Subjek Badan dalam negeri yang menjadi objek PPh badan adalah semua penghasilan
baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Penghasilan yang menjadi Objek Pajak Badan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Ayat
(1) UU HPP meliputi:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
3. Laba usaha;
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis;
15. Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar
uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
2. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
3. Penghasilan berupa hadiah undian;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Sedangkan sifat penghasilan final yaitu:
PPh Final (dibayar sendiri atau dipotong pihak lain) tidak dapat dikreditkan.
Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara (3M)
penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat dikurangkan dalam memperhitungkan
PPh terutang pada akhir tahun (dalam SPT Tahunan PPh).
Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak digabung dalam penghitungan pajak akhir
tahun, tapi cukup dilaporkan saja.
Baca Juga: Jenis Pajak Badan Usaha PT atau Perseroan Terbatas
D. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Badan
Ada beberapa peraturan yang berlaku mengenai pajak Badan, antara lain:
Sebelum Anda melakukan perhitungan Pajak Penghasilan Badan Usaha atau PPh Badan,
Sobat Klikpajak harus terlebih dulu mengetahui nominal penghasilan kena pajak badan.
Bagaimana caranya? Anda bisa mengurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi
kerugian fiskal.
Di mana penghasilan neto fiskal merupakan penghasilan neto yang diterima oleh wajib
pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian
fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan.
Untuk mendapatkan nominal ini, Anda dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan
tarif pajak yang berlaku. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%.
Besar tarif ini berlaku sejak tahun pajak 2010. Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada
wajib pajak badan dalam negeri dengan ketentuan sebagai berikut:
PT AAA memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak badan adalah senilai Rp2.000.000.000,
maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp2.000.000.000 =
Rp500.000.000.
Perlu diketahui, penghasilan yang dipotong dengan Pajak Penghasilan bersifat final, tidak
termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak
Penghasilan Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbatas, tarif PPh
badan diturunkan.
Beleid ini dikeluarkan untuk melaksanakan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 2/2020
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/2020
tentang:
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Melalui beleid baru ini, tarif Pajak Penghasilan Badan turun secara bertahap yakni:
Lebih rendah 3% untuk Perusahaan Terbuka (Tbk) tersebut, maka tarif pajak penghasilan
badan perseroan Tbk menjadi:
Artinya, tarif PPh Badan terbaru ini lebih tinggi 2% dibanding tarif PPh Badan versi
peraturan sebelumnya pada UU No. 2/2020 tersebut yang sebesar 20%.
Jadi, pemerintah membatalkan penurunan tarif PPh Badan dari rencana semula hanya
sebesar 20% pada 2022.
Atau dengan kata lain, pengenaan PPh 22% yang sudah diberlakukan sejak 2020 dan 2021
itu diperpanjang lagi mulai 2022.
Apabila PPh Terutang dihitung dari tarif dikali PKP, maka PPh yang masih harus dibayar
adalah jumlah pajak terutang dikurangi kredit pajak.
Kredit pajak adalah pajak-pajak yang sebelumnya telah disetorkan atau yang telah
dipotong/dipungut oleh pihak ketiga.
1. Menghitung Penghasilan
Langkah pertama, WP Badan harus menghitung seluruh penghasilan yang diterima selama
satu tahun pajak.
Namun perlu diingat bahwa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak perlu
dimasukkan dalam perhitungan pajak penghasilan.
Selengkapnya baca artikel Daftar Subjek dan Objek yang Tidak Dikenakan PPh.
Langkah kedua, mengurangi penghasilan pada poin 1 di atas dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh WP Badan.
Biaya-biaya tersebut meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung
berkaitan dengan kegiatan usaha.
Jenis biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto ini diperjelas dalam Pasal
6 UU HPP, yakni biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara.
Sudah tahu? Inilah Batasan PKP Terbaru atau Threshold PKP Turun.
Langkah keempat, WP Badan harus melakukan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.
Rekonsiliasi fiskal adalah proses pencatatan penyesuaian, dan pembetulan yang dilakukan
karena ada perbedaan perlakuan atas pendapatan atau laba komersial maupun biaya antara
standar akuntansi dan aturan perpajakan.
Rekonsiliasi beda tetap : karena perbedaan antara laba yang dikenakan pajak dengan laba
akuntansi yang belum terkena pajak. seperti penghasilan final, PPh.
Rekonsiliasi beda waktu: karena perbedaan waktu pengakuan, baik penghasilan maupun
biaya antara sistem akuntansi dan sistem perpajakan, seperti perbedaan metode penyusutan.
Sedangkan koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu:
Koreksi fiskal postitif : menambah laba komersial atau laba penghasilan kena pajak, dengan
menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-iaya yang tidak diakui
secara fiskal.
Koreksi fiskal negatif : mengurangi laba komersial atau laba penghasilan kena pajak yang
disebabkan pendapatan komersial lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya
komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.
Biaya-biaya yang tidak menjadi pengurang pajak yang diatur dalam Pasal 9 UU HPP.
Anda harus mengeluarkan biaya-biaya tersebut dari penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Maka nilai kerugian tersebut dapat dikompensasikan mulai tahun pajak berikutnya selama
dengan 5 tahun berturut-turut.
Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun
badan.
Wajib pajak badan dengan penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun, dapat
menggunakan PPh Final PP 23/2018 dalam jangka waktu tertentu.
Untuk wajib pajak dengan omzet antara nilai tersebut, maka perhitungan tarif pajak
berbeda.
WP Badan memperoleh pengurangan sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan yang
dikalikan dengan penghasilan kena pajak.
Fasilitas pengurangan tarif sendiri merupakan kebijakan yang terdapat pada Pasal 31E UU
PPh.
Kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib
pajak badan agar dapat semakin mudah berkembang.
Pajak Penghasilan badan terutang dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar akan
dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif, yakni tarif
PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak.
Untuk lebih memudahkan bagaimana rumus penghitungan PPh wajib pajak badan lihat
tabel berikut:
(Rp)
Berikut beberapa contoh penghitungan pajak penghasilan badan berdasarkan tarif pajak
PPh badan terbaru sesuai UU HPP:
a. Contoh 1;
Pada tahun 2022, dalam laporan keuangan PT AAA memperoleh penghasilan kena pajak
sebesar Rp5 miliar dan dapat memanfaatkan fasilitas pengurang pajak sesuai Pasal 31E.
Namun, perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2022, PT AAA telah menyetor
pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp50 juta dan pajak PPh Pasal 23
sebesar Rp100 juta.
Rp350 juta adalah angka yang bisa dicicil oleh PT AAA ke kas negara atas penghasilan
Badan Usaha di tahun 2022.
Maka, cicilan pembayaran PPh terutang PT AAA sebesar:
= Rp350 juta : 12
= Rp29.166 juta
b. Contoh 2;
Berikut contoh sederhana penghitungan pajak penghasilan badan yang dikenakan tarif
umum PPh Badan dan tidak mendapatkan fasilitas Pasal 31 E dengan omzet Rp55 miliar:
Koreksi Fiskal:
Positif Rp5.000.000.000
Anda dapat memilih tarif pajak penghasilan badan yang sesuai untuk jenis dan bentuk
usaha yang dijalankan.
Sebab DJP memberikan keleluasaan bagi WP Badan untuk memilih jenis tarif pajak PPh
Badan yang sesuai.
Ingin mengetahui cara memilih tarif pajak penghasilan badan yang sesuai untuk perusahaan
yang Anda kelola?
Melalui Mekari Klikpajak, Anda dapat melakukan administrasi perpajakan dalam satu
platform dengan mudah dan cepat.
Mekari Klikpajak adalah aplikasi pajak online berbasis cloud yang bisa Anda akses di mana
saja dan kapan pun setiap kali ada kesempatan serta membutuhkan mengurus perpajakan.
Cara mudah kelola penghasilan kena pajak badan usaha adalah dengan aplikasi
pajak online Mekari Klikpajak, mulai dari hitung, bayar dan lapor pajaknya.