Anda di halaman 1dari 19

PAJAK

PENGHASILAN FASE/ KELAS :


F/XII AKL

(PPH) BADAN
Jenis, Tarif, Cara Menghitung

Disusun Oleh : Ayu Ervina Safitri, SE


Apersepsi
Kewajiban wajib pajak badan yaitu menghitung, memungut, menyetor dan melaporkan
pajak yang jadi kewajibannya. Pahami jenis pajak yang dikelolanya, besar tarif dan cara
menghitung PPh Badan.

Pajak Penghasilan Badan (PPhB) atau PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas
penghasilan suatu perusahaan atau badan.

Sedangkan pengertian Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang atau kelompok yang
tergabung dan bekerjasama dalam bentuk modal yang melakukan kegiatan usaha maupun
tidak melakukan usaha yang diwajibkan dalam ketentuan perpajakan.

Apa jenis pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak badan dan apa saja objek PPh Badan,
tarif, dan cara menghitungnya, terus simak ulasannya dari Mekari Klikpajak untuk Anda.

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Sesuai Pasal 1 UU PPh No. 7 Tahun 1983, pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

Dengan demikian, pengertian Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang
dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan.

Sementara itu, PPh Badan ini terbagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, yakni:

 PPh Badan Final


Pajak Penghasilan atau PPh Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh WP Badan berdasarkan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu.

 PPh Badan Tidak Final


Pajak Penghasilan atau PPh Tidak Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima oleh WP Badan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31E Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Badan

Bicara jenis Pajak Penghasilan yang dikenakan atas pendapatan suatu badan atau
perusahaan sendiri antara satu dengan lainnya berbeda-beda, tergantung bidang dan
kebijakan usahanya.

Selain tarif, WP Badan juga perlu mengetahui cara menghitung jumlah Penghasilan Kena
Pajak yang dimilikinya. Sehingga akan diketahui besar PPh Badan yang harus dibayarkan
ke kas negara.

Secara umum, ada dua jenis pajak yang menjadi kewajiban WP Badan, yakni Pajak
Penghasilan (PPh) Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM).

Hak dan kewajiban wajib pajak badan sebagai berikut:

 Hak mengajukan restitusi kelebihan pembayaran pajak


 Hak mendapat perlindungan kerahasiaan data
 Hak memperoleh pengembalian pendahuluan kebijakan pembayaran pajak
 Hak mendapatkan fasilitas pajak Ditanggung Pemerintah (DTP)
 Hak peroleh insentif perpajakan
 Kewajiban mendaftarkan diri sebagai wajib pajak sesuai ketentuan perundang-undangan
perpajakan
 Wajib membayar kewajiban pajaknya
 Kewajiban melaporkan pajaknya
 Kewajiban berlaku kooperatif apabila dilakukan pemeriksaan pajak

Jenis-jenis Pajak Penghasilan Badan

Berikut jenis pajak penghasilan dan pajak lainnya yang dibayar / setor dan dilaporkan oleh
WP Badan atau perusahaan:

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh Pasal 21 mengatur tentang pemotongan dari hasil pekerjaan jasa atau kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak atau karyawan
Anda, dan harus dibayarkan setiap bulannya.

Perusahaan melakukan pemotongan langsung atas penghasilan para karyawan untuk


selanjutnya disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi.
Pengelolaan untuk pajak karyawan termasuk hitung dan setor maupun lapor SPT Masa PPh
21 dapat dilakukan melalui fitur e-Filing Klikpajak.

Baca juga: Bagaimana Cara Membuat Bukti Potong PPh 21 Karyawan?


2. Pajak Penghasilan Pasal 22

Apa itu PPh 22? PPh 22 adalah pajak penghasilan yang mengatur atas pemungutan pajak
dari Wajib Pajak yang dibebankan pada badan usaha tertentu karena melakukan aktivitas
perdagangan terkait dengan ekspor, impor, maupun re-impor.

Untuk lebih spesifik aturan PPh Impor, hal ini diatur dalam pasal 22 ayat 1.

Baca juga: Ulasan Lengkap Bukti Potong Pajak Pasal 22 dan Aturannya
3. Pajak Penghasilan Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak yang mengatur atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pemungut pajak dari Wajib Pajak ketika terjadi transaksi yang merujuk pada:

 Transaksi dividen atau pembagian keuntungan saham


 Royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
 sewa, dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan aset selain tanah dan
transfer bangunan atau jasa.

4. Pajak Penghasilan Pasal 25

PPh Pasal 25 badan adalah pajak yang mengatur atas angsuran pajak yang berasal dari
jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT PPh dikurangi PPh yang telah dipungut
serta PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan boleh dikreditkan. Tarif PPh
25 kemudian terbagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan tingkat brutonya.

5. Pajak Penghasilan Pasal 26

PPh Pasal 26 mengatur pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia dan diterima Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia.

6. Pajak Penghasilan Pasal 29

PPh Badan Pasal 29 mengatur atas jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu
tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak lain, serta
telah disetorkan.

Maka nilai lebih pajak terutang tersebut harus dibayarkan sebelum SPT PPh Badan
dilaporkan.
7. Pajak Penghasilan Pasal 15

PPh Pasal 15 mengatur atas laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan
Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, termasuk WP Badan yang bergerak pada:

 Sektor pelayaran atau penerbangan internasional


 Perusahaan asuransi luar negeri
 Pengeboran minyak, gas dan geothermal
 Perusahaan dagang asing
 Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan serah guna.

8. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)

PPh Pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan pajak yang dipungut dari penghasilan yang dipotong
dari:

 Bunga deposito dan tabungan lainnya


 Bunga obligasi dan surat utang negara
 Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi
 Hadiah undian
 Transaksi saham dan sekuritas lainnya
 Serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam peraturan yang ditetapkan.
Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2, 15, 22, 23, dan 26 merupakan PPh Unifikasi yang harus
dikelola melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi.

Baca Juga: Cara Membuat Bukti Potong PPh 23/26, PPh 22, PPh 15, PPh 4 ayat 2 di
eBupot Unifikasi
9. Pajak Pertambahan Nilai

PPN adalah merupakan pajak yang dibebankan untuk transaksi atas Barang Kena Pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

Nilai PPN biasanya ditambahkan pada harga pokok barang atau jasa yang diperjualbelikan
tersebut.

10. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

PPnBM merupakan pajak yang dikenakan atas barang atau produk yang dianggap bukan
sebagai barang kebutuhan pokok.

Barang tersebut biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kalangan tertentu yang pada
umumnya merupakan masyarakat berpenghasilan tinggi.
Subjek Pajak Penghasilan Badan dan Objek PPh Badan

Sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), penghasilan


suatu badan atau perusahaan yang dimaksud adalah:

“Setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak
Badan, baik dari dalam maupun luar negeri, dengan keperluan apapun termasuk misalnya
menambah kekayaan, konsumsi, investasi, dan lain sebagainya.”

Dasar pengenaan pajak penghasilan badan dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh badan / perusahaan dan BUT dalam tahun pajak.

Bentuk usaha tetap atau BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya
dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Siapa saja yang menjadi subjek Pajak Penghasilan Badan dan apa saja yang termasuk dalam
objek PPh Badan telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.

A. Subjek PPh Badan

Subjek pajak Badan atau subjek PPh Badan adalah setiap Badan Usaha yang diberikan
kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam periode bulan maupun tahun dan disetor ke
kas negara.

Jenis subjek badan dibedakan menjadi 2 yakni:

1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Subjek pajak dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan


 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat (Pempus) atau Pemerintah
Daerah (Pemda)
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Sedangkan subjek pajak luar negeri adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.

Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima / memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha /
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, juga termasuk subjek pajak luar negeri.

Lalu, apa saja yang dimaksud dengan badan?


Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang
termasuk dalam pengertian Badan adalah sebagai berikut:

1. Perseroan Terbatas (PT)


2. Perseroan Lainnya
3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
4. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
5. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
6. Firma
7. Kongsi
8. Koperasi
9. Dana Pensiun
10. Persekutuan
11. Perkumpulan
12. Yayasan
13. Organisasi Masyarakat
14. Organisasi Sosial Politik
15. Organisasi lainnya dengan nama dan bentuk apapun
16. Lembaga dan bentuk badan lainnya
17. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
18. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Pengertian BUT dalam hal Badan Usaha adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan ini dapat berupa:

 Tempat kedudukan manajemen


 Cabang perusahaan
 Kantor perwakilan
 Gedung kantor
 Pabrik
 Bengkel
 Gudang
 Ruang untuk promosi dan penjualan
 Pertambangan dan penggalian sumber alam
 Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
 Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan
 Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
 Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
 Badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
 Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia
 Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Baca juga : Pajak Trading dan Bagaimana Cara Lapor Pajak Saham?
B. Objek PPh Badan (Objek Pajak Badan)

Objek PPh Badan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh badan.

Bagi Subjek Badan dalam negeri yang menjadi objek PPh badan adalah semua penghasilan
baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Penghasilan yang menjadi Objek Pajak Badan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Ayat
(1) UU HPP meliputi:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

2. Hadiah dari undian pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;

3. Laba usaha;

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:


a. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan dan sejenisnya
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibahan, bantuan, atau sumbangan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan Hak
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian


utang;

7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis;

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan Hak;

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10.Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11.Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu


yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. Premi asuransi;

15. Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;

17. Penghasilan dari usaha berbasis Syariah;

18. Imbalan bunga sesuai UU KUP;

19. Surplus Bank Indonesia.


C. Jenis Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar
uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
2. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
3. Penghasilan berupa hadiah undian;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Sedangkan sifat penghasilan final yaitu:

 PPh Final (dibayar sendiri atau dipotong pihak lain) tidak dapat dikreditkan.
 Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara (3M)
penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat dikurangkan dalam memperhitungkan
PPh terutang pada akhir tahun (dalam SPT Tahunan PPh).
 Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak digabung dalam penghitungan pajak akhir
tahun, tapi cukup dilaporkan saja.
Baca Juga: Jenis Pajak Badan Usaha PT atau Perseroan Terbatas
D. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Badan

Ada beberapa peraturan yang berlaku mengenai pajak Badan, antara lain:

 UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Badan.


 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan.
 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari
Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu.
 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
 UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
 Beberapa peraturan turunan dalam PMK, Perdirjen, dan lainnya sebagai regulasi
pelaksananya.

Mekanisme Penghitungan PPh Badan


Wajib pajak badan memiliki kewajiban untuk menghitung pajak, menyetor, atau membayar
pajak serta melaporkan pajak atas segala bentuk penghasilannya sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.

Berikut ini mekanisme dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan:

1. Penghasilan Kena Pajak

Sebelum Anda melakukan perhitungan Pajak Penghasilan Badan Usaha atau PPh Badan,
Sobat Klikpajak harus terlebih dulu mengetahui nominal penghasilan kena pajak badan.

Bagaimana caranya? Anda bisa mengurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi
kerugian fiskal.

Di mana penghasilan neto fiskal merupakan penghasilan neto yang diterima oleh wajib
pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian
fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan.

Sedangkan kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami badan.

Apabila menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasi selama lima


tahun secara berturut-turut.

2. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang

Untuk mendapatkan nominal ini, Anda dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan
tarif pajak yang berlaku. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%.

Besar tarif ini berlaku sejak tahun pajak 2010. Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada
wajib pajak badan dalam negeri dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Berbentuk perseroan terbuka.


2. Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia.
3. Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka cara menghitung pajak penghasilan badan adalah:

PT AAA memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak badan adalah senilai Rp2.000.000.000,
maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp2.000.000.000 =
Rp500.000.000.
Perlu diketahui, penghasilan yang dipotong dengan Pajak Penghasilan bersifat final, tidak
termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri berdasarkan
Peraturan Pemerintah.

A. Tarif PPh Badan Berapa Persen yang Terbaru?

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak
Penghasilan Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbatas, tarif PPh
badan diturunkan.

Beleid ini dikeluarkan untuk melaksanakan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 2/2020
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/2020
tentang:

Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.

Melalui beleid baru ini, tarif Pajak Penghasilan Badan turun secara bertahap yakni:

 22% berlaku pada 2020 dan 2021


 20% mulai berlaku pada 2022
Sedangkan khusus untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk), akan
mendapatkan tarif PPh Badan 2023 terbaru 3% lebih rendah dari penurunan PPh Badan
secara umum tersebut.

Lebih rendah 3% untuk Perusahaan Terbuka (Tbk) tersebut, maka tarif pajak penghasilan
badan perseroan Tbk menjadi:

 19% pada 2020 dan 2022


 17% mulai pada 2023
Tapi penurunan tarif PPh Badan 2023 lebih rendah 3% bagi Perusahaan Tbk ini ada
syaratnya, yaitu:

1. Saham dikuasai setidaknya 300 pihak.


2. Setiap pihak di dalam Perseroan Terbuka (PT) hanya diizinkan menguasai saham di bawah
5% dari keseluruhan saham yang diperdagangkan dan disetor penuh.
3. Saham yang diperdagangkan dan disetor pada bursa efek wajib dipenuhi dalam kurun
waktu paling sedikit 183 hari kalender selama jangka waktu 1 tahun pajak.
4. Membuat laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Tarif Pajak Penghasilan Badan Berapa Persen dalam dalam UU HPP?
Seperti diketahui, ketentuan tarif pajak badan kembali direvisi kembali melalui Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Melalui UU HPP ini, tarif PPh Badan berubah menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.

Artinya, tarif PPh Badan terbaru ini lebih tinggi 2% dibanding tarif PPh Badan versi
peraturan sebelumnya pada UU No. 2/2020 tersebut yang sebesar 20%.

Jadi, pemerintah membatalkan penurunan tarif PPh Badan dari rencana semula hanya
sebesar 20% pada 2022.

Atau dengan kata lain, pengenaan PPh 22% yang sudah diberlakukan sejak 2020 dan 2021
itu diperpanjang lagi mulai 2022.

B. Tahapan Menghitung Pajak Penghasilan Badan

Bagaimana cara menghitung PPh Badan yang masih harus dibayar?

Apabila PPh Terutang dihitung dari tarif dikali PKP, maka PPh yang masih harus dibayar
adalah jumlah pajak terutang dikurangi kredit pajak.

Kredit pajak adalah pajak-pajak yang sebelumnya telah disetorkan atau yang telah
dipotong/dipungut oleh pihak ketiga.

Berikut ini tahapan atau langkah-langkah menghitung pajak penghasilan badan:

1. Menghitung Penghasilan

Langkah pertama, WP Badan harus menghitung seluruh penghasilan yang diterima selama
satu tahun pajak.

Namun perlu diingat bahwa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak perlu
dimasukkan dalam perhitungan pajak penghasilan.

Selengkapnya baca artikel Daftar Subjek dan Objek yang Tidak Dikenakan PPh.

2. Mengurangi Penghasilan dengan Biaya

Langkah kedua, mengurangi penghasilan pada poin 1 di atas dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh WP Badan.

Biaya-biaya tersebut meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung
berkaitan dengan kegiatan usaha.

Jenis biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto ini diperjelas dalam Pasal
6 UU HPP, yakni biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara.

3. Mengurangi dengan Penyusutan dan Amortisasi Fiskal


Langkah ketiga, wajib pajak badan dapat mengurangkan penghasilan dengan penyusutan
atas pengeluaran yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU HPP.

Sedangkan pengurangan penghasilan dengan amortisasi atas pengeluaran diatur dalam


Pasal 11A UU HPP.

Sudah tahu? Inilah Batasan PKP Terbaru atau Threshold PKP Turun.

4. Melakukan Koreksi atau Rekonsiliasi Fiskal

Langkah keempat, WP Badan harus melakukan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.

Rekonsiliasi fiskal adalah proses pencatatan penyesuaian, dan pembetulan yang dilakukan
karena ada perbedaan perlakuan atas pendapatan atau laba komersial maupun biaya antara
standar akuntansi dan aturan perpajakan.

Sehingga rekonsiliasi fiskal ini terbagi menjadi dua, yaitu:

 Rekonsiliasi beda tetap : karena perbedaan antara laba yang dikenakan pajak dengan laba
akuntansi yang belum terkena pajak. seperti penghasilan final, PPh.
 Rekonsiliasi beda waktu: karena perbedaan waktu pengakuan, baik penghasilan maupun
biaya antara sistem akuntansi dan sistem perpajakan, seperti perbedaan metode penyusutan.
Sedangkan koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu:

 Koreksi fiskal postitif : menambah laba komersial atau laba penghasilan kena pajak, dengan
menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-iaya yang tidak diakui
secara fiskal.
 Koreksi fiskal negatif : mengurangi laba komersial atau laba penghasilan kena pajak yang
disebabkan pendapatan komersial lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya
komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.
Biaya-biaya yang tidak menjadi pengurang pajak yang diatur dalam Pasal 9 UU HPP.

Anda harus mengeluarkan biaya-biaya tersebut dari penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

Apabila didapati penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya ternyata menghasilkan


perhitungan yang minus atau rugi, sehingga tidak terdapat PKP/Penghasilan Kena Pajak.

Maka nilai kerugian tersebut dapat dikompensasikan mulai tahun pajak berikutnya selama
dengan 5 tahun berturut-turut.

Rumus Menghitung PPh Wajib Pajak Badan Berdasarkan Omzet


Selain mekanisme di atas, ada juga hal lain yang harus dipahami, yaitu peredaran bruto dan
kepentingannya dalam cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) badan.

Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun
badan.

Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, penghitungan berdasarkan


jumlah peredaran bruto, yaitu:

1. Wajib Pajak Badan dengan omzet kurang dari Rp4,8 miliar

Wajib pajak badan dengan penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun, dapat
menggunakan PPh Final PP 23/2018 dalam jangka waktu tertentu.

2. Wajib Pajak dengan omzet Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar

Untuk wajib pajak dengan omzet antara nilai tersebut, maka perhitungan tarif pajak
berbeda.

WP Badan memperoleh pengurangan sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan yang
dikalikan dengan penghasilan kena pajak.

Fasilitas pengurangan tarif sendiri merupakan kebijakan yang terdapat pada Pasal 31E UU
PPh.

Kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib
pajak badan agar dapat semakin mudah berkembang.

3. Wajib Pajak dengan omzet lebih dari Rp50 miliar

Pajak Penghasilan badan terutang dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar akan
dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif, yakni tarif
PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak.
Untuk lebih memudahkan bagaimana rumus penghitungan PPh wajib pajak badan lihat
tabel berikut:

Penghasilan Kotor (Bruto) Tarif Pajak

(Rp)

Kurang dari Rp4,8 miliar 50% x *22% x Penghasilan Kena Pajak

Rp4,8 miliar hingga Rp50 [(50%x22%) x Penghasilan Kena Pajak yang


miliar Memperoleh Fasilitas] + (22% x Penghasilan Kena
Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas)]

Lebih dari Rp50 miliar 22% x Penghasilan Kena Pajak


*22% tarif PPh Badan yang berlaku pada 2022

Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan Badan

Berikut beberapa contoh penghitungan pajak penghasilan badan berdasarkan tarif pajak
PPh badan terbaru sesuai UU HPP:

a. Contoh 1;

Pada tahun 2022, dalam laporan keuangan PT AAA memperoleh penghasilan kena pajak
sebesar Rp5 miliar dan dapat memanfaatkan fasilitas pengurang pajak sesuai Pasal 31E.

Maka, pajak yang harus dibayar sebesar:

50% x 22% x Rp5 miliar = Rp550 juta.

Namun, perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2022, PT AAA telah menyetor
pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp50 juta dan pajak PPh Pasal 23
sebesar Rp100 juta.

Maka, pajak penghasilan terutang PT AAA adalah:

Rp550 juta – Rp50 juta – Rp100 juta = Rp350 juta.

Rp350 juta adalah angka yang bisa dicicil oleh PT AAA ke kas negara atas penghasilan
Badan Usaha di tahun 2022.
Maka, cicilan pembayaran PPh terutang PT AAA sebesar:

= Jumlah PPh Terutang : 12 bulan

= Rp350 juta : 12

= Rp29.166 juta
b. Contoh 2;

Berikut contoh sederhana penghitungan pajak penghasilan badan yang dikenakan tarif
umum PPh Badan dan tidak mendapatkan fasilitas Pasal 31 E dengan omzet Rp55 miliar:

Jumlah Penghasilan Bruto Rp55.000.000.000

Biaya Rp25.000.000.000 (-)

Penghasilan Neto Rp30.000.000.000


Komersial

Koreksi Fiskal:

Positif Rp5.000.000.000

Negatif Rp3.000.000.000 (+)

Total Penghasilan Neto Rp38.000.000.000


Fiskal

Kompensasi Kerugian Rp1.000.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp15.000.000.000 (-)


(PKP)

PPh Terutang: Rp22.000.000.000

Kredit Pajak Rp500.000.000

Pajak dipotong/dipungut Rp200.000.000


pihak ketiga

Pajak telah dibayar sendiri Rp100.000.000 (+)

Jumlah Kredit Pajak Rp800.000.000 (-)

Pajak Kurang/Lebih Rp21.200.000.000


Bayar
Cara Pilih Tarif PPh Badan Perusahaan yang Tepat

Anda dapat memilih tarif pajak penghasilan badan yang sesuai untuk jenis dan bentuk
usaha yang dijalankan.

Sebab DJP memberikan keleluasaan bagi WP Badan untuk memilih jenis tarif pajak PPh
Badan yang sesuai.

Sehingga diharapkan dapat membantu mempermudah dalam memenuhi kewajiban pajak


WP Badan dan dapat membantu mengembangkan usaha Anda.

Ingin mengetahui cara memilih tarif pajak penghasilan badan yang sesuai untuk perusahaan
yang Anda kelola?

Apabila Anda masih mengalami kesulitan dalam melakukan perhitungan, pembayaran,


pelaporan hingga dengan pengarsipan dokumen perpajakan, manfaatkan aplikasi
pajak online Klikpajak yang merupakan PJAP mitra resmi DJP.

Melalui Mekari Klikpajak, Anda dapat melakukan administrasi perpajakan dalam satu
platform dengan mudah dan cepat.

Mekari Klikpajak adalah aplikasi pajak online berbasis cloud yang bisa Anda akses di mana
saja dan kapan pun setiap kali ada kesempatan serta membutuhkan mengurus perpajakan.

Cara Bayar dan Lapor PPh Badan


Setelah melalui tahapan penghitungan Pajak Penghasilan Badan atau PPh Badan,
selanjutnya Anda membayar dan melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan Badan.

Cara mudah kelola penghasilan kena pajak badan usaha adalah dengan aplikasi
pajak online Mekari Klikpajak, mulai dari hitung, bayar dan lapor pajaknya.

Anda mungkin juga menyukai