Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ni Putu Ragil Diah Purnamasari

NIM : 2007341018

Kelas : Perpajakan 1

Tanggal : Rabu, 6 April 2022

1. Jenis Pajak Penghasilan


a. Pajak Peghasilan PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
b. Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan-badan
usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan
kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
c. Pajak Penghasilan PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas modal,
penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
d. Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final
Definisi PPh Pasal 4 ayat 2 atau juga disebut PPh Final adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan
dan pemotongan pajaknya bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan
pajak penghasilan terutang.
e. Pajak Penghasilan PPh Final PP 23/2018
Jenis PPh Final ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun
2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
f. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 15
Definisi PPh Pasal 15 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut
dari wajib pajak yang bergerak pada industri-industri tertentu yang ditetapkan
dalam UU PPh.
g. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 19
Dalam UU PPh No. 36/2008, pada Pasal 19 disebutkan:
(1) Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian
kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara
unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.
(2) Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan
sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1).
Atas dasar itulah, diterbitkannya PMK No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian
Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Artinya,
perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk
tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya
sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya
penilaian kembali.
h. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 adalah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam
negeri, di mana pembayaran pajaknya bisa dikreditkan. Sehingga jumlah pajak
yang dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah
dibayarkan di luar negeri tersebut. Dengan demikian tidak terkena pajak
berganda.
i. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran setiap bulannya
dalam tahun pajak berjalan dengan tujuan untuk meringankan beban wajib
pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
j. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 26
Pajak penghasilan pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain BUT
dari pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, dan
perwakilan perusahaan luar negeri.
k. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 29
PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan atau PPh Kurang Bayar yang
tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam
tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (jenis PPh Pasal
21, jenis PPh 22, jenis PPh 23, jenis PPh 24) dan PPh Pasal 25.
l. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 21/26
PPh Pasal 21/26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
m. PPh Pasal 23/26
Pengertian dari jenis PPh Pasal 23/26 adalah pajak penghasilan yang berasal
dari transaksi badan usaha Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun Non PKP
dengan perusahaan terkait jenis transaksi tertentu sesuai ketentuan Undang-
Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

2. Biaya jabatan adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan bahwa sebagai pegawai
pasti memiliki pengeluaran (biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Ketentuan mengenai biaya jabatan tertuang dalam beberapa peraturan pajak di
antaranya Pasal 21 ayat (3) UU PPh, Peraturan Menteri Keuangan
No.250/PMK.03/2008, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER- 6/PJ/2016.
Ketentuan besaran biaya jabatan diatur dalam PMK 250/2008, yaitu sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan.
Guna memberikan gambaran lebih lanjut mengenai biaya jabatan berikut contoh
sederhana perhitungan biaya jabatan.

3. Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal 21
yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima oleh penerima
pensiun secara bulanan. Ketentuan biaya pensiun ditetapkan dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dan
setinggi-tingginya Rp 200.000,- per bulan atau Rp 2.400.000,- per tahun.

4. Terkait dividen yang diterima dari dalam negeri, UU PPh mengatur bahwa Wajib
Pajak Badan (WP Badan) dalam negeri dengan kepemilikan lebih atau sama denga
25% tidak dikenai PPh, WP Badan dalam negeri dengan kepemilikan kurang dari
25% dikenai PPh tarif normal, sedangkan WP Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri,
dikenai PPh Final 10%. Terkait dividen yang diterima dari luar negeri, UU PPh
mengatur bahwa dividen yang diterima oleh WP Badan dan WP OP dalam negeri
dikenai PPh tarif normal Pasal 17 UU PPh.

5. Pada UU Cipta Kerja, ketentuan ini diubah di mana atas dividen dari dalam negeri,
WP Badan dalam negeri dengan kepemilikan saham berapapun tidak dikenai PPh,
sedangkan WP OP dalam negeri, dikenai PPh Final 10%, kecuali apabila dividen
tersebut diinvestasikan di dalam negeri dalam waktu tertentu, tidak dikenai PPh.
Terkait dividen yang diterima dari luar negeri atau penghasilan dari luat negeri,
perlakuan tidak dikenakan PPh diberlakukan terhadap dividen dari luar negeri dan
penghasilan dari luar negeri setelah pajak dari suatu BUT di luar negeri yang diterima
atau diperoleh WP Badan atau WP OP dalam negeri sepanjang diinvestasikan atau
digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di dalam negeri dalam waktu
tertentu dan memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya batasan minimal yang
diinvestasikan.

6. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditentukan berdasarkan status wajib
pajak pada awal tahun pajak yang bersangkutan. Status wajib pajak terdiri dari :
TK/... Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/I/... Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga. Tanggungan anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Contoh Hubungan keluarga sedarah dan semenda :
1. Sedarah lurus : Ayah, ibu, anak kandung
2. Semenda lurus : Mertua, anak tiri
3. Saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak tidak
memperoleh tambahan pengurangan PTKP.
Saudara dari ayah/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus.
Daftar PTKP untuk perhitungan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi mulai tahun pajak
2016 adalah sebagai berikut:

Laki - Laki / Perempuan


Laki - Laki Kawin Suami dan Istri digabung
Lajang
TK/0 Rp 54.000.000,- K/0 Rp 58.500.000,- K/I/0 Rp 112.500.000,-

TK/1 Rp 58.500.000,- K/1 Rp 63.000.000,- K/I/1 Rp 117.500.000,-

TK/2 Rp 62.000.000,- K/2 Rp 67.500.000,- K/I/2 Rp 121.500.000

TK/3 Rp 67.500.000,- K/3 Rp 72.000.000,- K/I/3 Rp. 126.000.000,-

7. Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang diperoleh
perusahaan sesuai standar pengakuan dan pencatatan akuntansi dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku. Tujuan dilakukannya koreksi fiskal adalah menghitung
jumlah laba fiskal. Laba fiskal adalah jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang sekaligus menjadi acuan untuk menghitung
besar Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan kepada negara.

8. Jenis Koreksi Fiskal


a. Koreksi Fiskal Positif
Koreksi fiskal positif adalah koreksi fiskal yang dilakukan dengan tujuan
menambah laba fiskal atau pendapatan kena pajak melalui penambahan
pendapatan atau mengurangi biaya-biaya yang tidak boleh diakui menurut
ketentuan perpajakan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 9. Koreksi
fiskal positif meliputi, antara lain:
 Biaya-biaya atau pengeluaran yang tidak boleh diakui menurut ketentuan
perpajakan.
 Selisih biaya depresiasi atau amortisasi di atas biaya depresiasi atau
amortisasi menurut ketentuan perpajakan.
 Sejumlah biaya yang pengakuannya ditangguhkan menurut ketentuan
perpajakan.
b. Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiskal negatif adalah tindakan penyesuaian terhadap laporan keuangan
komersial yang bertujuan untuk mengurangi penghasilan kena pajak atau dengan
kata lain, mengurangi besar pajak penghasilan yang terutang. Adapun koreksi
fiskal negatif meliputi, antara lain:
 Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak maupun penghasilan yang
dikenakan pajak penghasilan bersifat final, misalnya bunga deposito dan
pendapatan sewa.
 Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak namun masuk dalam
peredaran usaha.
 Selisih biaya depresiasi atau amortisasi di bawah biaya depresiasi atau
amortisasi menurut ketentuan perpajakan.

9. Kredit Pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang sudah dibayar oleh wajib pajak
sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain
dan dikurangkan dari seluruh pajak yang terhutang termasuk apabila ada jumlah pajak
atas penghasilan yang terhutang di luar negeri.
Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh), jenis-jenis kredit pajak adalah sebagi berikut :
 Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21
 Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22
 Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan
imbalan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
 Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24
 Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri untuk tahun pajak yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25.

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada
jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka
kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan
ketiga sesudah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) disampaikan. Namun, apabila pajak yang terhutang untuk suatu tahun
pajak ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 UU PPh, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan atau
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Sedangkan segala bentuk penghasilan
yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai
kredit pajak.

10. Jenis PPh Yang dapat Dikreditkan Berdasarkan Bukti Pemotongan Pajak.
 PPh Pasal 22
PPh pasal 22 adalah pemotongan PPh yang berkaitan dengan transaksi impor
atau dari badan tertentu (pemerintah atau swasta) yang berkaitan dengan
kegiatan impor.
 PPh Pasal 23
Berkaitan dengan pemotongan PPh dari dividen, royalty, sewa, hadiah,
penghargaan, dan imbalan yang berhubungan dengan jasa teknik, manajemen,
konstruksi, konsultan dan jasa lainnya.
 PPh Pasal 24
Berkaitan dengan pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar
negeri yang boleh untuk dikreditkan.  Contohnya seperti pendapatan dari saham,
bunga, royalty, sewa, yang diterima dari penghasilan luar negeri.
 PPh pasal 25
Pajak yang dibayarkan setiap bulan sebagai cicilan pajak tahunan yang harus
dibayar. Perhitungan besarnya angsuran yang harus di bayar dihitung dari PPh
terhutang tahun sebelumnya.
 PPh pasal 26 ayat 5
Berkaitan dengan pemotongan pajak atas subjek pajak luar negeri badan yang
menjadi subjek pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Anda mungkin juga menyukai