NIM : 2007341018
Kelas : Perpajakan 1
2. Biaya jabatan adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan bahwa sebagai pegawai
pasti memiliki pengeluaran (biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Ketentuan mengenai biaya jabatan tertuang dalam beberapa peraturan pajak di
antaranya Pasal 21 ayat (3) UU PPh, Peraturan Menteri Keuangan
No.250/PMK.03/2008, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER- 6/PJ/2016.
Ketentuan besaran biaya jabatan diatur dalam PMK 250/2008, yaitu sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan.
Guna memberikan gambaran lebih lanjut mengenai biaya jabatan berikut contoh
sederhana perhitungan biaya jabatan.
3. Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal 21
yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima oleh penerima
pensiun secara bulanan. Ketentuan biaya pensiun ditetapkan dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dan
setinggi-tingginya Rp 200.000,- per bulan atau Rp 2.400.000,- per tahun.
4. Terkait dividen yang diterima dari dalam negeri, UU PPh mengatur bahwa Wajib
Pajak Badan (WP Badan) dalam negeri dengan kepemilikan lebih atau sama denga
25% tidak dikenai PPh, WP Badan dalam negeri dengan kepemilikan kurang dari
25% dikenai PPh tarif normal, sedangkan WP Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri,
dikenai PPh Final 10%. Terkait dividen yang diterima dari luar negeri, UU PPh
mengatur bahwa dividen yang diterima oleh WP Badan dan WP OP dalam negeri
dikenai PPh tarif normal Pasal 17 UU PPh.
5. Pada UU Cipta Kerja, ketentuan ini diubah di mana atas dividen dari dalam negeri,
WP Badan dalam negeri dengan kepemilikan saham berapapun tidak dikenai PPh,
sedangkan WP OP dalam negeri, dikenai PPh Final 10%, kecuali apabila dividen
tersebut diinvestasikan di dalam negeri dalam waktu tertentu, tidak dikenai PPh.
Terkait dividen yang diterima dari luar negeri atau penghasilan dari luat negeri,
perlakuan tidak dikenakan PPh diberlakukan terhadap dividen dari luar negeri dan
penghasilan dari luar negeri setelah pajak dari suatu BUT di luar negeri yang diterima
atau diperoleh WP Badan atau WP OP dalam negeri sepanjang diinvestasikan atau
digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di dalam negeri dalam waktu
tertentu dan memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya batasan minimal yang
diinvestasikan.
6. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditentukan berdasarkan status wajib
pajak pada awal tahun pajak yang bersangkutan. Status wajib pajak terdiri dari :
TK/... Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/I/... Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga. Tanggungan anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Contoh Hubungan keluarga sedarah dan semenda :
1. Sedarah lurus : Ayah, ibu, anak kandung
2. Semenda lurus : Mertua, anak tiri
3. Saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak tidak
memperoleh tambahan pengurangan PTKP.
Saudara dari ayah/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus.
Daftar PTKP untuk perhitungan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi mulai tahun pajak
2016 adalah sebagai berikut:
7. Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang diperoleh
perusahaan sesuai standar pengakuan dan pencatatan akuntansi dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku. Tujuan dilakukannya koreksi fiskal adalah menghitung
jumlah laba fiskal. Laba fiskal adalah jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang sekaligus menjadi acuan untuk menghitung
besar Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan kepada negara.
9. Kredit Pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang sudah dibayar oleh wajib pajak
sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain
dan dikurangkan dari seluruh pajak yang terhutang termasuk apabila ada jumlah pajak
atas penghasilan yang terhutang di luar negeri.
Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh), jenis-jenis kredit pajak adalah sebagi berikut :
Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21
Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22
Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan
imbalan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24
Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri untuk tahun pajak yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25.
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada
jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka
kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan
ketiga sesudah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) disampaikan. Namun, apabila pajak yang terhutang untuk suatu tahun
pajak ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 UU PPh, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan atau
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Sedangkan segala bentuk penghasilan
yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai
kredit pajak.
10. Jenis PPh Yang dapat Dikreditkan Berdasarkan Bukti Pemotongan Pajak.
PPh Pasal 22
PPh pasal 22 adalah pemotongan PPh yang berkaitan dengan transaksi impor
atau dari badan tertentu (pemerintah atau swasta) yang berkaitan dengan
kegiatan impor.
PPh Pasal 23
Berkaitan dengan pemotongan PPh dari dividen, royalty, sewa, hadiah,
penghargaan, dan imbalan yang berhubungan dengan jasa teknik, manajemen,
konstruksi, konsultan dan jasa lainnya.
PPh Pasal 24
Berkaitan dengan pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar
negeri yang boleh untuk dikreditkan. Contohnya seperti pendapatan dari saham,
bunga, royalty, sewa, yang diterima dari penghasilan luar negeri.
PPh pasal 25
Pajak yang dibayarkan setiap bulan sebagai cicilan pajak tahunan yang harus
dibayar. Perhitungan besarnya angsuran yang harus di bayar dihitung dari PPh
terhutang tahun sebelumnya.
PPh pasal 26 ayat 5
Berkaitan dengan pemotongan pajak atas subjek pajak luar negeri badan yang
menjadi subjek pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT)