UNIVERSITAS JEMBER TAHUN AJARAN 2023 PPH PASAL 24 1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 24 ? PPH Pasal 24 adalah pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak penghasil atau pihak ketiga dari penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak yang mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) tetapi tidak memenuhi syarat untuk dibebaskan dari pajak atau dipotong PPh Pasal 21. Contoh penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 24 antara lain honorarium, royalti, sewa, dan jasa lainnya yang bukan gaji. PPh Pasal 24 biasanya dikenakan pada pekerja lepas, freelancer, atau mitra usaha. 2. Jelaskan mengenai penggabungan penghasilan pada PPh pasal 24 ! Penggabungan penghasilan pada PPh Pasal 24 terjadi ketika Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari lebih dari satu sumber yang sama dan diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 24 atas penghasilan tersebut. Dalam hal ini, penghasilan dari sumber yang sama akan digabungkan dan dikenakan PPh Pasal 24 secara sekaligus. Contohnya, seorang freelancer yang mendapatkan penghasilan dari dua klien yang berbeda sebesar masing-masing Rp 3 juta dan Rp 4 juta dalam satu bulan. Total penghasilannya menjadi Rp 7 juta dalam satu bulan. PPh Pasal 24 yang harus dibayar adalah sebesar 15% dari total penghasilan tersebut, yaitu Rp 1.050.000. Dalam hal ini, penggabungan penghasilan dilakukan karena penghasilan berasal dari sumber yang sama yaitu pekerjaan sebagai freelancer. Sehingga, PPh Pasal 24 dikenakan tidak pada setiap sumber penghasilan secara terpisah, melainkan penghasilan dari kedua klien digabungkan dan dikenakan PPh Pasal 24 secara sekaligus. 3. Deskripsikan tentang batas maksimum kredit pajak ! Batas maksimum kredit pajak adalah jumlah maksimum pajak yang dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak sebagai pengurang atau pengimbang atas pajak penghasilan yang telah dipotong. Kredit pajak biasanya diberikan pada Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari luar negeri yang sudah dikenakan pajak di negara asal atau penghasilan yang sudah dikenakan pajak di Indonesia oleh pihak lain.Batas maksimum kredit pajak tergantung pada jenis kredit pajak yang diberikan. Ada beberapa jenis kredit pajak, seperti kredit pajak penghasilan (KP), kredit pajak atas dividen (KP Dividen), kredit pajak atas bunga deposito dan obligasi (KP Bunga), dan kredit pajak atas royalti (KP Royalti). Setiap jenis kredit pajak memiliki batas maksimum yang berbeda- beda. Umumnya, batas maksimum kredit pajak adalah 25% dari pajak penghasilan yang harus dibayar. Namun, untuk kredit pajak atas dividen, batas maksimumnya adalah 15%. Jika kredit pajak yang diterima melebihi batas maksimum, maka sisa kredit pajak tidak dapat diklaim pada tahun berikutnya. Penting bagi Wajib Pajak untuk memahami batas maksimum kredit pajak agar tidak kehilangan hak untuk mengklaim kredit pajak secara penuh. PPH PASAL 25 4. Jelaskan mengenai PPh pasal 25 ? PPH Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak yang memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 7 Undang-Undang Pajak Penghasilan. PPh Pasal 25 merupakan mekanisme pemotongan pembayaran PPh oleh pihak yang membayar penghasilan, secara langsung sebelum diterimanya penghasilan oleh wajib pajak. Pihak yang membayar penghasilan tersebut harus memotong sejumlah pajak yang dihitung berdasarkan tarif PPh Pasal 25, dan kemudian membayar sisa penghasilan kepada wajib pajak. Tarif PPh Pasal 25 sendiri ditentukan berdasarkan besaran penghasilan bruto dalam satu bulan, dan terdapat beberapa variasi tarif untuk jenis penghasilan yang berbeda-beda. Wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan penghasilan yang diterimanya setiap bulan. Penyetoran PPh Pasal 25 diwajibkan untuk dilakukan oleh pihak yang membayar penghasilan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan berakhirnya masa pajak. Jadi, PPh Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang dipotong langsung oleh pihak yang membayar penghasilan, sebelum diterimanya oleh wajib pajak, dengan tarif yang telah diatur sesuai dengan besaran penghasilan bruto dalam satu bulan. PPH PASAL 26 5. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 26 ? PPH Pasal 26 adalah aturan mengenai pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak yang memperoleh penghasilan dari agen atau perantara. Aturan ini berlaku untuk penghasilan dari jasa teknik, jasa konstruksi, jasa periklanan, jasa seni dan hiburan, jasa kepemilikan dan penggunaan hak atas kekayaan intelektual, dan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pemotongan pajak dilakukan sebesar 2% dari nilai bruto penghasilan yang diterima oleh pihak yang memperoleh penghasilan. Pemotongan pajak tersebut dilakukan oleh pihak agen atau perantara sebelum memberikan penghasilan kepada pihak yang bersangkutan. 6. Jelaskan mengenai objek pajak PPh pasal 26 ! Objek pajak PPh Pasal 26 adalah pembayaran yang diterima oleh Wajib Pajak dalam bentuk penghasilan dari sumber yang berasal dari luar negeri. Contoh penghasilan tersebut meliputi royalti, bunga, dividen, dan jasa yang diterima oleh Wajib Pajak dari pihak luar negeri. Jika dalam setahun pajak Wajib Pajak menerima penghasilan dari sumber luar negeri melebihi Rp 4.800.000.000,- maka Wajib Pajak harus membayar PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto tersebut. PPh Pasal 26 harus dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan tersebut dan disetorkan ke Kas Negara melalui Surat Setoran Pajak (SSP). Namun, terdapat beberapa jenis penghasilan dari luar negeri yang dibebaskan dari pajak PPh Pasal 26, yaitu penghasilan dari asuransi, jasa teknik, komisi, dan penghasilan dari ekspor barang dan jasa. Namun, untuk mendapatkan pembebasan tersebut Wajib Pajak harus memiliki bukti dokumen yang sesuai serta memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 7. Jelaskan mengenai PPh pasal 4 ayat 2 ! PPH Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi atau badan dalam negeri. PPh Pasal 4 ayat 2 memiliki tarif yang berbeda-beda tergantung pada jenis usaha atau pekerjaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Adapun tarif PPh Pasal 4 ayat 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tarif 2,5% untuk penghasilan dari usaha kecil, yaitu pengusaha yang mempunyai penghasilan bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar dalam setahun. b. Tarif 5% untuk penghasilan dari usaha menengah ke bawah, yaitu pengusaha yang mempunyai penghasilan bruto di atas Rp 4,8 miliar sampai dengan Rp 50 miliar dalam setahun. c. Tarif 10% untuk penghasilan dari usaha menengah ke atas, yaitu pengusaha yang mempunyai penghasilan bruto di atas Rp 50 miliar sampai dengan Rp 4,8 triliun dalam setahun. d. Tarif 12,5% untuk penghasilan dari usaha besar, yaitu pengusaha yang mempunyai penghasilan bruto di atas Rp 4,8 triliun dalam setahun. Namun, terdapat beberapa jenis penghasilan yang dibebaskan dari PPh Pasal 4 ayat 2. Penghasilan yang dibebaskan antara lain adalah: a. Penghasilan yang diperoleh oleh partai politik, organisasi kemasyarakatan, atau organisasi keagamaan yang statusnya diakui oleh pemerintah. b. Penghasilan dari pemerintah yang dibayarkan kepada pegawai negeri atau prajurit TNI/Polri yang bertugas di wilayah operasi keamanan dan ketertiban publik. c. Penghasilan yang bersifat tunai dan diterima sebagai pengganti kerugian. d. Penghasilan dari kegiatan yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha mikro atau kelompok usaha mikro. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA 8. Deskripsikan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ! Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dikenakan pada barang atau jasa yang diperjualbelikan di dalam wilayah negara Indonesia. Besarnya tarif PPN adalah sebesar 10% dari harga jual barang atau jasa yang dikenakan pajak. PPN dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kementerian Keuangan. PPN dikenakan pada setiap tahap produksi ataupun distribusi suatu barang dan jasa, sehingga setiap pelaku usaha yang terlibat dalam tahap produksi dan distribusi akan dikenakan PPN. Namun, setiap pelaku usaha yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) berhak mengurangkan PPN atas pembelian barang atau jasa yang dikenakan PPN sehingga PPN yang harus disetorkan ke negara adalah selisih antara PPN yang dikenakan pada penjualan dan PPN yang dikenakan pada pembelian. Tidak semua barang dan jasa dikenakan PPN. Barang dan jasa yang dikenakan PPN biasanya merupakan barang atau jasa yang dikonsumsi oleh akhir pengguna atau konsumen akhir. Namun, terdapat beberapa barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN antara lain: 1. Barang dan jasa yang diimpor yang sudah dikenakan pajak di negara asalnya. 2. Penjualan tanah dan bangunan yang tidak termasuk dalam kategori properti komersial. 3. Jasa kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan. 4. Barang dan jasa yang diperjualbelikan antar-kantor atau antar-cabang di dalam satu perusahaan. 5. Alat kesehatan atau alat medis tertentu yang sudah diberi label kekhususan. Setiap PKP harus melaporkan dan membayar PPN secara berkala. Pelaporan dilakukan setiap bulan atau setiap tiga bulan, tergantung dari besar kecilnya perusahaan dan omzet penjualan. Pelaporan dilakukan melalui SPT Masa PPN, dan pembayaran PPN dilakukan melalui Surat Setoran Pajak (SSP). 9. Sebutkan kelebihan dan kelemahan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ! a. Kelebihan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah: 1. Memberikan sumber pendapatan bagi pemerintah: PPN menjadi salah satu sumber penerimaan pemerintah yang penting dalam membiayai program dan pembangunan nasional. 2. Pemungutan PPN efisien: Pemungutan PPN pada setiap tahapan produksi maupun distribusi barang dan jasa memungkinkan pajak tersebut diambil secara efisien dan transparan. 3. Sistem yang mudah dipantau: Sistem perpajakan PPN memiliki sistem yang cukup baik dalam pengawasan dan pemantauan berkat adanya kewajiban pelaporan sistematis yang dilakukan oleh para pengusaha. b. Kelemahan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah: 1. Membebani biaya hidup: PPN mengenakan beban pada harga barang dan jasa yang menyebabkan konsumen harus membayar lebih mahal, dan pada akhirnya mengurangi kekuatan daya beli masyarakat. 2. Meningkatkan biaya pengeluaran pelaku usaha: PPN membebani pengusaha, khususnya pengusaha kecil dan menengah karena mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membuat pengecekan dan pelaporan pajak. 3. Potensi kecurangan: PPN rentan terhadap tindakan kecurangan sehingga bisa merugikan penerima dan pengeluar pajak. 4. Meningkatkan biaya pengeluaran pemerintah: Kewajiban pengawasan dan pemantauan oleh pemerintah akan menciptakan beban biaya yang semakin bertambah. Hal ini memaksa pemerintah untuk menambah jumlah pegawai guna memantau PPN. 10. Jelaskan mengenai objek pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ! Peningkatan biaya pengeluaran pemerintah dapat terjadi karena kewajiban pengawasan dan pemantauan yang diberlakukan oleh pemerintah untuk menjamin kepatuhan warga negara terhadap pajak PPN. Namun, penambahan jumlah pegawai bukanlah satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah ini. Ada beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban biaya yang semakin bertambah, antara lain: a. Meningkatkan efisiensi sistem pemantauan dan pengawasan dengan teknologi yang lebih canggih dan modern. Misalnya, penggunaan sistem elektronik yang terintegrasi dan otomatis dapat membantu meningkatkan efisiensi dan mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia. b. Memperkenalkan program edukasi dan kesadaran masyarakat yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pajak PPN. Dengan cara ini, jumlah orang yang perlu dipantau dan diperiksa dapat dikurangi. c. Meningkatkan kepatuhan dengan menerapkan sanksi yang lebih ketat terhadap pelanggar pajak PPN. Dengan memberikan sanksi yang lebih berat, orang akan lebih takut untuk tidak membayar pajak, sehingga kepatuhan akan meningkat dan kebutuhan untuk pemantauan dan pengawasan akan berkurang. d. Menjalin kemitraan dengan sektor swasta untuk memperkuat sistem pemantauan dan pengawasan pajak PPN. Pemerintah dapat memanfaatkan teknologi dan sistem yang sudah dimiliki oleh perusahaan-perusahaan swasta untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya. Dalam hal ini, penambahan jumlah pegawai hanya akan menjadi solusi terakhir jika semua upaya lain telah dilakukan namun masih belum membuahkan hasil yang diinginkan. Pemerintah harus mempertimbangkan semua faktor dan mencari solusi yang paling efektif dan efisien untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kepatuhan terhadap pajak PPN. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 11. Deskripsikan tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) ! Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang-barang mewah di Indonesia. Barang-barang yang termasuk dalam kategori barang mewah biasanya memiliki nilai jual yang tinggi, seperti mobil mewah, yacht, pesawat terbang, atau barang-barang elektronik dengan spesifikasi tertentu. Pengenaan PPn BM diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Tarif PPn BM bervariasi, tergantung pada jenis barang yang dikenakan pajak. Misalnya, untuk mobil yang harganya di atas Rp 2 miliar, tarif PPn BM sebesar 125%. Sedangkan untuk yacht, tarif PPn BM sebesar 30%. PPn BM merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang penting. Pajak ini biasanya dipungut oleh penjual barang mewah dan disetor ke pemerintah. Pemerintah kemudian dapat memanfaatkan pendapatan dari PPn BM untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik. Namun, pengenaan PPn BM juga dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang mewah. Semakin tinggi tarif PPn BM, semakin mahal harga jual barang mewah tersebut, sehingga bisa menurunkan minat konsumen untuk membeli barang tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan penyesuaian tarif PPn BM secara bijaksana agar tidak merugikan pasar dan masyarakat konsumen. 12. Apa yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pada Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) ? Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pada Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah nilai transaksi penjualan barang mewah. Nilai transaksi tersebut merupakan harga jual barang mewah yang diterima oleh penjual dari pembeli, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang dibebankan kepada pembeli. Dalam hal harga jual barang mewah tidak dapat ditentukan, DPP akan ditetapkan berdasarkan biaya produksi atau akuisisi barang mewah tersebut, ditambah dengan margin keuntungan yang wajar. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang-barang tertentu yang memiliki nilai tinggi, seperti mobil, kapal, pesawat, barang mewah seperti perhiasan, tas, dan barang-barang serupa lainnya. Tarif PPn BM bervariasi, tergantung pada jenis barang dan besarnya tarif PPN yang dikenakan. BEA MATERAI 13. Apa yang dimaksud dengan bea materai ? Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen-dokumen tertentu yang memiliki nilai hukum atau bukti pembayaran tertentu. Pajak ini biasanya dikenakan dalam bentuk stempel atau materai yang harus ditempelkan pada dokumen tersebut. Contoh dokumen yang harus dikenakan bea materai adalah surat-surat perjanjian, kwitansi, surat keterangan, surat kuasa, sertifikat tanah, dan dokumen-dokumen lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. Bea materai ini dikenakan untuk memastikan bahwa dokumen tersebut sah secara hukum dan untuk menambah penerimaan negara. Besarnya bea materai yang harus dibayar tergantung pada jenis dokumen dan nilai nominal dokumen tersebut. Tarif bea materai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan. 14. Jelaskan mengenai prinsip umum pemungutan/pengenaan bea materai ! Bea materai adalah pajak yang dikenakan pada dokumen tertentu seperti surat perjanjian, surat kuasa, dan dokumen hukum lainnya. Prinsip umum pemungutan atau pengenaan bea materai dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Jenis Dokumen: Prinsip pertama adalah bahwa bea materai hanya dikenakan pada dokumen-dokumen yang telah diatur oleh undang-undang. Dokumen- dokumen tersebut tercantum dalam Lampiran Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. b. Besaran Bea Materai: Besaran bea materai yang harus dibayarkan tergantung pada jenis dokumen dan nilai transaksi yang tertera pada dokumen tersebut. Semakin besar nilai transaksi, semakin besar pula besaran bea materai yang harus dibayarkan. c. Pembayaran Bea Materai: Pembayaran bea materai harus dilakukan sebelum dokumen tersebut sah dan dapat digunakan sebagai bukti resmi. Pembayaran bea materai dapat dilakukan melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah. d. Sanksi: Tidak membayar bea materai dapat mengakibatkan sanksi seperti denda atau bahkan tindakan hukum. Selain itu, dokumen yang tidak dikenai bea materai juga tidak dapat digunakan sebagai bukti resmi dalam persidangan. Prinsip umum pemungutan atau pengenaan bea materai ini bertujuan untuk memastikan bahwa dokumen yang digunakan sebagai bukti resmi telah membayar pajak yang sesuai dan sah secara hukum. Hal ini juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap dokumen yang digunakan sebagai bukti dalam transaksi bisnis atau hukum. 15. Deskripsikan tentang tarif bea materai Rp 10.000,- dikenakan atas dokumen ! Tarif bea materai sebesar Rp 10.000,- dikenakan atas dokumen berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Bea materai adalah pajak yang dikenakan pada dokumen-dokumen tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, dokumen yang dikenakan tarif bea materai sebesar Rp 10.000,- adalah dokumen yang memerlukan materai sebesar Rp 10.000,-. Dokumen tersebut antara lain adalah surat-surat perjanjian, surat kuasa, kwitansi, atau dokumen lainnya yang diwajibkan oleh undang- undang atau peraturan perundang-undangan. Pembayaran bea materai sebesar Rp 10.000,- harus dilakukan oleh pihak yang mengeluarkan dokumen tersebut. Pihak yang wajib membayar bea materai adalah pihak yang mengeluarkan dokumen, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Jika dokumen tersebut tidak dikenakan bea materai, maka dokumen tersebut dianggap tidak sah atau tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan dokumen yang telah dikenakan bea materai. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa dokumen yang dikeluarkan telah dikenakan bea materai sebelum digunakan atau diserahkan kepada pihak lain. 16. Bagaimana cara pelunasan bea materai ? Bea materai adalah pajak yang dikenakan pada sejumlah dokumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Pembayaran bea materai dilakukan dengan cara membeli materai dan menempelkannya pada dokumen yang bersangkutan. Berikut adalah langkah- langkah untuk melakukan pelunasan bea materai: 1. Tentukan jenis dokumen yang memerlukan materai. Jenis dokumen yang memerlukan materai telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985. Pastikan bahwa dokumen yang Anda miliki memerlukan materai. 2. Beli materai.Materai dapat dibeli di kantor pos, bank, atau tempat lain yang ditunjuk oleh pemerintah. Pastikan bahwa Anda membeli materai dengan nominal yang sesuai dengan jumlah bea materai yang harus dibayar. 3. Tempelkan materai pada dokumen yang bersangkutan. Tempelkan materai pada dokumen yang memerlukan materai. Pastikan bahwa materai tertempel dengan rapi dan tidak terlipat. 4. Serahkan dokumen ke kantor yang memerlukan. Serahkan dokumen yang telah dilengkapi dengan materai ke kantor yang memerlukannya. Pastikan bahwa dokumen telah dilengkapi dengan materai dengan benar.Setelah langkah-langkah di atas dilakukan, maka bea materai dianggap sudah dilunasi. Namun, perlu diperhatikan bahwa ada beberapa dokumen yang wajib dilunasi bea materainya melalui Sistem Perhitungan Elektronik (SPE), sehingga cara pelunasannya dapat berbeda. Pastikan untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap terkait cara pelunasan bea materai dari instansi terkait atau melalui situs resmi pemerintah terkait. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN 17. Deskripsikan tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ! Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah jenis pajak yang dikenakan atas kepemilikan tanah dan bangunan yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan. PBB merupakan sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah di Indonesia. PBB dihitung berdasarkan nilai jual objek pajak, yaitu nilai pasar dari tanah dan bangunan yang terdapat di atasnya. Besarnya tarif PBB bervariasi tergantung pada besarnya nilai jual objek pajak dan wilayah yang terkena pajak. PBB dibayar setiap tahun oleh pemilik tanah dan bangunan, dan biasanya jatuh tempo pada akhir Maret. Pemerintah daerah bertanggung jawab atas pengumpulan PBB dan pengelolaannya. PBB memiliki beberapa fungsi, di antaranya untuk mengumpulkan pendapatan bagi pemerintah daerah, mengendalikan penggunaan lahan dan bangunan, serta mendorong investasi di sektor properti. PBB juga memiliki beberapa keuntungan, antara lain dapat menjadi sumber pendapatan yang stabil bagi pemerintah daerah, memberikan insentif bagi pemilik tanah dan bangunan untuk memanfaatkan lahan secara optimal, serta mengurangi spekulasi di sektor properti. Namun, PBB juga memiliki beberapa kelemahan, seperti adanya kesulitan dalam menilai nilai objek pajak, serta adanya potensi ketimpangan antara pajak yang dibayar oleh pemilik tanah dan bangunan dengan nilai objek pajak yang sebenarnya. 18. Sebutkan subjek pajak pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ! Subjek pajak pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a. Orang pribadi atau badan yang memiliki hak atas tanah dan/atau bangunan di wilayah Indonesia. b. Orang pribadi atau badan yang mempunyai hak guna atas tanah dan/atau bangunan, baik yang diperoleh melalui pengalihan, pemberian, hibah, atau warisan. c. Orang pribadi atau badan yang mempunyai hak atas tanah dan/atau bangunan, baik yang berupa hak milik, hak pakai, atau hak pengelolaan, yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. d. Pemerintah atau pemerintah daerah yang memiliki hak atas tanah dan/atau bangunan.Dalam hal tanah dan/atau bangunan dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka setiap orang tersebut dianggap sebagai subjek pajak dan dikenakan pajak sesuai dengan bagian atau porsi masing-masing. 19. Jelaskan mengenai objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ! Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia pada kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan/atau bangunan yang dimiliki oleh warga negara Indonesia. PBB merupakan sumber pendapatan pemerintah yang cukup besar dan digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Objek pajak PBB meliputi: a. Tanah: yaitu bidang tanah yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum dan dicatat dalam sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, sertifikat hak pakai, atau sertifikat lain yang sah. b. Bangunan: yaitu segala jenis bangunan yang ada di atas tanah, seperti rumah tinggal, ruko, gedung perkantoran, pabrik, gudang, dan lain-lain. Besarnya tarif PBB ditentukan berdasarkan nilai jual objek pajak, yang biasanya dievaluasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tarif PBB bervariasi tergantung pada jenis, lokasi, luas, dan nilai jual objek pajak. Pemilik atau pemegang hak atas objek pajak PBB wajib membayar PBB setiap tahun. Jika tidak membayar, maka akan dikenakan sanksi administratif dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.